Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus
dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh
gangguan peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.1

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering


dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat perut
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya,
ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh
cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau
perdarahan.2
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus
setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004
menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.

1
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. A
Usia : 57 tahun
Alamat : Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi
Suku : Jawa
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 22-04-2019
Tanggal Diperiksa : 23-04-2019

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri perut sudah sejak 7 hari yang lalu

Riwayat Penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut, nyeri perut dirasakan pada seluruh
bagian perut. Nyeri perut dirasakan sudah sejak tanggal 16-04-2019 dan
dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh tidak bisa BAB namun masih
dapat kentut dan baru bisa BAB saat dimasukan obat melalui anus, sehingga
fesesnya cair seperti berlendir muncrat warna coklat kehitaman. Pasien mengaku
sulit untuk makan, karena setelah makan selalu dimuntahkan kembali, Muntah
(+) warnah coklat kehitaman. Mual (+), nafsu makan menurun. Demam disertai
berkeringat (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pada tanggal 05-04-2019 pasien pernah dirawat di bangsal shasta RSUD kab.
Bekasi dengan keluhan yang sama
Diabetes Miletus (-)
Hipertensi (-)

2
Alergi Obat (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Sosial
Pasien merokok sejak usia 12 tahun dan baru berhenti setelah sakit
Pekerjan pasien adalah pensiunan pekerja lapangan bangunan

Riwayat pengobatan
Pasien berobat di puskesmas pagedangan diberikan obat sukralfat, domperidone.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 82x/menit
Frekuensi Nafas : 18x/menit
Suhu : 37,4°C
Terpasang NGT dengan produksi ± 200 cc berwarna hitam
Terpasang DC dengan produksi ± 200 cc bewarna pekat

Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normocephale, rambut hitam
Mata : Pupil bulat isokor, sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-
Leher : Trakea ditengah, tidak terdapat pembesaran KGB
Telinga : Simetris kanan dan kiri, secret -/-
Hidung : bentuk normal, septum deviasi (-), secret -/-, napas cuping
hidung -/-
Mulut : sianosis (-), bibir kering

3
Thorax : Bj I/II reguler, gallop (-), murmur (-). Suara nafas
bronkovesikular +/+. Wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen :

Inspeksi : Perut mencembung, Darm Steifung (+) Darm Contour


(+)

Palpasi : Nyeri tekan (+) pada seluruh lapang abdomen saat kram

Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) suara borborygmi (+)

Pemeriksaan Rectal Toucher :

 M. Spinchter Ani Kolaps


 Tidak ada benjolan
 Tidak ada darah dan lendir
 Tidak ada explossive stool
 Feses warna coklat muda

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan darah lengkap

Parameter 22/04/2019 Normal


Hemoglobin 14,1 13,0-18,0 g/dL
Hematokrit 41 40,0 – 54,0
Eritrosit 5,58 4,60–6,20[10^6/ µL]
MCV L 73 80,0 – 96,0 [fL]
MCH L 25 28 – 33 [pg/mL]
MCHC 35 33-36 [g/dL]
Trombosit 446 150-450 [10^3/ µL]
Leukosit 6,8 5,0-10,0 [10^3/ µL]
Hitung Jenis
Basofil 0 0.0-1,0 %
Eosinofil 1 1,0-6,0 %
Neutrofil 69 50-70 %
Limfosit 21 20-40 %
Monosit 9 2-9 %
LED H 20 < 10 mm/jam
SGOT 14 < 35 U/L
SGPT 15 < 41 U/L
GDS 135 80-170 mg/dL
Kimia klinik
Ureum 133,5 17-43 mg/dl
Creatinin 1,1 0,9-1,3 mg/dl
eGFR 66,7 73 mL/min/1,> 60 mL/Min/1,73
m˄2 73 m˄2
Elektrolit
Natrium 136 135-145 mmol/L
Kalium H 5,0 3,5-4,5 mmol/L
Klorida (Cl) 104 96-106 mmol/L

Hasil Pemeriksaan CT Scan

5
Kesan : sesuai ileus obstruktif curiga ec tumor di rectosigmoid

Hasil Pemeriksaan Barium Enema tanggal 24-04-2019

6
V. RESUME
Pasien laki-laki usia 57 tahun dengan keluhan :
- Abdominal pain
- Darm contour (+), darm steifung (+)
- Flatus (+)
- Distensi (-)
- Konstipasi (+) BAB bisa dengan bantuan obat melalui anus
- Vomitus (+) warna coklat kehitaman
- Nausea (+)

VI. DIAGNOSIS
Ileus Obstruktif

VII. RENCANA TERAPI


Pemasangan NGT

7
Pemasangan DC
IVFD Asering 20 tpm
Injeksi Ketorolac 30 mg
Injeksi Ondansentron 4 mg

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

8
DEFINISI

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus di mana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu oleh
karena kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan.
Hambatan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di
bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan terjadi
distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus maupun usus besar.1

Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan obstruksi
strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemia
yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum
berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi
memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin
dan sepsis. Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan
volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau
askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.1

ANATOMI

Usus Halus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang


dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12
kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan
bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin
ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. 3
 Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.
Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita

9
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus
dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan
sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).
 Jejenum dan Ileum
Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri,
sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejunum
mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai
messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai
peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke
bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio
sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-
cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di
bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum
yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu
cabang arteri gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah duodenum diperdarahi
oleh arteri pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior.
Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini
beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum
yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat
vena messenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena
porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk
jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari
pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas
sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan

10
serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak
dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke
atas melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah melalui
nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici mesenterikus superior
sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi limphatici
mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesenterikus superior.
Usus besar

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar
sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5
cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. 3
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal mengontrol
aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens,
transversum, descendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum
ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan.
Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli
dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah
limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis)
untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas
panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu
dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis.

11
Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan
diri sebagai anus dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum)
dengan cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a.
pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi
bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan
bagian proksimal rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis
superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici mesenterikus
dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang
terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua
pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici
mesenterikus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon
transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus
inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan
kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus
vagus dari pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi
oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut
simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus superior dan inferior. Serabut-serabut
nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum,
sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada
kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf
mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis
menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter
rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

12
Gambar 1.
Arteri mesenterika superior —
mempercabangkan arteri
pancreaticoduodenalis inferior, intestinalis,
ileocolica, colica dekstra.

Gambar 2.
Arteri mesenterika inferior —
mempercabangkan arteri colica
sinistra, sigmoidea, dan hemorrhoidalis
superior.

Fisiologi usus halus

13
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Proses
pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border villi dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi. 3,5
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi
optimal dan suplai kontinyu isi lambung.

Gambar 3. Gerakan peristaltik

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri
dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang
terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah
otot longitudinal. Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus
halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus
halus sekitar 1-4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian
seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya
semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan

14
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan
selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmental berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan
sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong
makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, di mana
pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini
sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak
dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif.
Fisiologi usus besar

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung. 3
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari, semua kecuali 100-200 ml diabsorbsi, paling banyak di proksimal.
Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorbsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang
kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik,

15
20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi
dengan defekasi.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari.

ETIOLOGI

Tabel 1.

Ekstraluminal Intrinsik Intraluminal


Adhesi Intususepsi Batu empedu
Hernia inkarserata Penyakit Crohn
Neoplasma Kongenital (volvulus)
Abses, hematoma Striktur

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh: 1


1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif,
sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang
disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi
abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus
obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata : Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak
dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika
percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera
3. Intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan
dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik
kekolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dar i rektum. Hal ini dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi

16
perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik,
dan dipastikan dengan pemeriksaan Rontgen denganpemberian enema barium.
4. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan
obstruksi melalui kompresi eksternal.
5. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan
cairan.
6. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
7. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
8. Volvulus merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal
dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran
terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus
agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan
mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus
obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
9. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
10. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang
besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup
ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
11. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.

17
Hernia Oklusi mesentrial Volvulus

Adhesi Tumor Invaginasi


Gambar 4. Etiologi obstruksi usus

PATOFISIOLOGI

Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang
bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau
penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada
bagian proksimal tempat penyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding usus
(distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intraluminal sehingga terjadi hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan
demikian akumulasi cairan dan gas semakin bertambah sehingga menyebabkan
distensi usus sebelah proksimal sumbatan. Selain hipersekresi meningkat,
kemampuan absorbsi usus pun menurun, sehingga terjadi kehilangan volume
sistemik yang besar dan progresif. Hal ini dapat menyebabkan tejadinya syok
hipovolemik. 6,7
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai kompensasi
adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi
peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan
berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang.
Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan
vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi
bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi
bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal peregangan usus adalah

18
iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya terjadi pada obstruksi usus
dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis. 6,7
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus
dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.
Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi
sekresi dan absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi
edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus
menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta
meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan
kematian. 6,7

KLASIFIKASI

Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan


menjadi, antara lain1 :
 Ileus Obstruktif letak tinggi : obstruksi yang mengenai usus halus (dari
gaster sampai ileum terminal)
 Ileus Obstruktif letak rendah : obstruksi yang mengenai usus besar ( dari
ileum terminal sampai rectum)

Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan


stadiumnya, antara lain :

 Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian


sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
 Obst ruksi sederhana ( simple obstruction) : ob truksi/sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
 Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren.

19
MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya
terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 8

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir
pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.

Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal
di dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul
distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan
bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi. 1

Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.

20
Gambar 5. Manifestasi klinis obstruksi usus halus

DIAGNOSIS

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan
atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruksi diperoleh
dari: 4
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di
sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijauan dan
pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. 1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan
peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual
dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik. 4
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruksi strangulata. 4
c. Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen. 4
a. Palpasi

21
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis


3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih
yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-
kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis
ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat.
Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada
film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus
obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam
kolon merupakan satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras
dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk
invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:

 Inspeksi

- Abdomen tampak distensi

22
- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung (gambaran
gerakan usus)

- Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata

- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis

- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi

Gambar 6. Gerakan peristaltik usus

 Auskultasi

Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi


bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik
melemah sampai hilang. 7,9

 Perkusi

23
Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

 Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi
usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen yang
hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi dan
gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak
distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap
lanjut di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya
feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya
keganasan danintususepsi. 6,10

DIAGNOSIS BANDING

Ileus paralitik

Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak
berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat
sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun
defekasi dan dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan menghilang, tidak
terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan
radiologi, foto polos abdomen didapatkan gambaran dilatasi usus menyeluruh dari
gaster sampai rektum dan herring bone appearance (gambaran tulang ikan).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat


jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis

24
metabolik. Leukos it normal atau sediki t meningkat , j ika sudah t inggi kemungkinan
sudah ter jadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit. 4,5,6

Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnose ileus


obstruksi.Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar
perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan
air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas
tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak. 4,5,6

Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid
level,distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus.
Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan gambaran
haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon
yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding
abdomen. 4,5,6

Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan


bariumkontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis
neoplasma dan bahkan bisa langsung dilakukan biopsi. 4,5,6,7

Gambaran Radiologi

Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto
abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara
lain :

 Ileus obstruksi letak tinggi :


o Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dankolaps usus di bagian distal sumbatan.
o Coil spring appearance
o Herring bone appearance
o Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
 Ileus obstruksi letak rendah :
o Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi

25
o Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
o Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus
paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh
dari gaster sampai rectum.

Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik :

Gambar 2. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance4

Gambar 3. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan4

26
KOMPLIKASI

Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir
dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat
peritonitis generalisata. 7,8

TATALAKSANA

 Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai
pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau
dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena
sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen
dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan
aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan
peningkatan tekanan intalumen.
c) Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
 Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus. 9

27
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya
pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
 Post-operatif

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang
cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

PROGNOSIS

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka


kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut
usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian
sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya
gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. 11

Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan. 11

28
BAB IV

KESIMPULAN

Ileus obstruktif adalah terjadinya kerusakan atau hilangnya pasase usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena obstruksi dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan pada usus halus maupun usus besar.

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar serta flatus. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada
pemeriksaan abdomen yang terlihat adalah abdomen yang distensi, terdapat Darm
Contour dan Darm Steifung, pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan
Borborygmi (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) atau metallic
sound. Pada fase lanjut, bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. Pada foto
posisi tegak akan didapatkan bayangan air fluid level yang banyak di beberapa tempat
yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga (step ladder appearance), juga terlihat
gambaran distensi. Dasar pengobatan ileus adalah koreksi keseimbangan cairan dan
elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi traktus
gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan syok bila ada serta menghilangkan obstruksi
untuk memeperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal dengan cara
operasi. Prognosis baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan segera.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum.


Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.
2. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L,
Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency Medicine. 2nd
ed. New York: Churchill Livingstone; 2004 . p. 306-9.
3. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.
4. Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J, editors.
Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. p. 544-59.
5. Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks
Histologi Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.
6. Anonymous. Ileus. September 13, 2008. Available from URL:
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html. Accessed July 11, 2011.
7. Mukherjee S. Ileus. December 28, 2009. Available from URL:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed July 11, 2011.
8. Ansari p. Intestinal Obstruction. 2007 September. Available from URL:
http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html. Accessed July 13, 2011.

9. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit
Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.
10. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox
KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical
practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 1323-42.
11. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Hambatan Pasase Usus. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 841-5.

30
31

Anda mungkin juga menyukai