Anda di halaman 1dari 9

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Retinopati merupakan kelompok penyakit pada retina mata (selaput jala) yang
ditandai dengan gejala penurunan tajam penglihatan tanpa disertai proses inflamasi. Sering
merupakan manifestasi okular (gejala pada mata) dari suatu penyakit sistemik. retinopati
diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang diandai oleh kerusakan dan sumbatansumbatan pembuluh halus yang meliputi arteriol prekaipler retina, kapiler-kapiler dan venavena.
Retinopati diabetik termasuk salah satu komplikasi mikrovaskular dari penyakit
diabetes melitus yang tidak boleh dianggap remeh karena kondisi inilah yang paling sering
menimbulkan kebutaan pada penderita diabetes
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
Retinopati non Proliferatif
Merupakan stadium awal dari proses penyakit Retinopati Diabetik. Selama menderita
diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah
sehingga timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat
pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina.
Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk
cotton wool berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih
kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak
mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak
menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula
edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.
Retinopati Prapoliferatif
Keadaan yang merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif yang dianggap
sebagai pencetus timbulnya retinopati proliferative yang lebih serius. Bukti epidemiologi
menyebutkan bahwa 10% hingga 50% penderita retinopati diabetik akan menderita
retinopati proliferatif dalam waktu yang singkat (mungkin hanya dalam waktu 1 tahun).
Seperti retinopati nonproliferatif, jika perubahan visual terjadi selama stadium
prepoliferatif maka keadaan ini biasanya disebabkan oleh edema mukula.
Retinopati Proliferatif
Retinopati proliferative merupakan stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati
diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari
pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini
mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi
penglihatan.
Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas
dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara

permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan


penglihatan yang berat atau kebutaan (Melayu, 2008; Brunner & Suddarth, 2001).
Pembagian Retinopati Diabetik dapat diklasifikasikan berdasarkan derajatnya
menjadi: Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus
okuli Derajat II.
Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa eksudat
lemak pada fundus okuli. Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan dan bercak
terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.
B. etiologi
Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan yang paling sering dijumpai ,
terutama di Negara barat.kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun mengidap diabetes dan
kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang diabetes.prevalensi retinopati
diabetic ploriferatif pada diabetes tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah 50%.
Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun tanpa
memperhatikan lamanya diabetes.resiko berkembangnya retinopati meningkat setelah
pubertas.
Penyebab pasti retinopati diabetic belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya
terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebkan perubahan fisiologi dan biokimia yang
akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang
muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini.hal serupa
telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit
ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan
dengan pravelensi dan beratnya retinopati antara lain:
adhesife platelet yang meningkat
agregasi eritrosit yang meningkat
abnormalitas lipid serum
fibrinolisis yang tidak sempurna
abnormalitas dari sekresi growth hormon
abnormalitas serum dan vikositas darah
C. patofisiologi
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan
bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ.
Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat
akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur
poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada
jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi

kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan
sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak
akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan
uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi
sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil)
yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat
terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan
perlambatan dari progresifisitas retinopati.
2)
Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu
regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara
relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran
darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi
plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan
agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu,
sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan
matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan
dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor
sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan,
hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

3)

Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)


Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini
saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh
sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular
retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi
AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada
non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka
meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada
intrasel daripada ekstrasel.

4)

Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)


ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat
melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di
jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia
kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan
konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam
menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini
akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa
pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat
ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan
funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena
angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut
Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi
karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding
vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian
lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang
lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada
funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters
atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.
Kebutaan pada Retinopati Diabetik
Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena proses berikut, antara lain:
1)
Retinal Detachment (Ablasio Retina)
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan
peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini
dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat
melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada
retinopati diabetik.
2)
Oklusi vaskular retina
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan
terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi
total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam
penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan
penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya
didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding
vaskular yang lemah. 3, 4

Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang
mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan
oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri
retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap
tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat
seluruh retina berwarna pucat.
3)
Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan
dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular.
D. Manifestasi klinis
Retinopati diabetik sering asimtomatis, terutama pada tahap awal penyakit. Seiring
dengan bertambah beratnya penyakit, penglihatan pasien dapat memburuk atau bierubahubah. Retinopati tahap lanjut dapat berakibat kebutaan total.
Non-proliferative diabetic retinopathy dikarakteristikan pada tahap awal dengan
ditemukannya bilateral dot/bintik perdaraan intraretina, eksudat baik keras maupun tidak,
mikroaneurisma, dan cotton wool spots. Dengan bertambah beratnya retinopati, dapat terlihat
rangkaian vena dan abnormalitas pembuluh darah kecil intraretina.
Kehilangan penglihatan berhubungan dengan iskemia dan edema makula,
digolongkan CSME apabila terdapat salah satu dari:
1. Penebalan retina <500 m dari tengah fovea
2. Hard exudatei <500 m dari tengah fovea dengan penebalan disekitarnya
3. Penebalan retina >1 diskus pada daerah <1 diskus diameter dari tengah fovea pada titiktitik kebocoran.
E. pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan penderita Retinopati Diabetika antara lain:
1.

Indirect of Thalamoskop

Diperiksa seluruh permukaan fundus sampai belakang penggantung lensa dapat dilihat
dengan alat indirect oftalmoskop, yang sebelumnya mata pasien ditetes dengan midirasil.

2. Foto fundus
Dilakukan foto fundus dengan foto-polaroid, sehingga akan nampak optikus, retina dan
pembuluh darah diretina, sebelumnya penderitaditetesi medriasil.
3. Foto Fluorescein Angiografi
Dilakukan pemotretan fundus, seperti diatas tetapi sebelumnya penderita selain ditetes
medriasil, akan diinjeksi intravena dengan zat kontrassehingga gambaran detail halus epitel
pigmen retina, aliran sirkulasi darah retina, gambaran pembuluh darah dan integritas

fungsinya. Selain itu FFA juga berfungsi untuk memonitor terapi fotokoagulasi pada penyakit
Retina dan Khoroid.
4. Foto Koagulasi Laser
Adalah teknik terapi menggunakan sumber sinar kuat untuk mengkoagulasikan jaringan,
tujuannya merusak jaringan retina yang tidak normal, antara lain menghilangkan adanya
pembuluh darah, melekatkan jaringan chorioretina yang terlepas maupun robek dll.
5. Operasi Vitreoretina, Vitrektomi
Penderita Diabetes Retinopati yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan kaca keruh akibat
pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat adanya jaringan ikat dibadan kaca
yang akan mengakibatkan tarikan retina, sehingga akan berakibat terlepasnya retina atau
ablasio-retina. Operasi Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan badan kaca dan juga
mengupas jaringan ikat yang ada, sehingga lokasi asal perdarahan dapat dilakukan
photokoagulasi laser, dan adanya tarikan retina dapat dihindarkan.
F. Penatalaksanaan
Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah laser.
Angiogram fluoresein dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai derajat iskemia
retina dan mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma maupun dari pembuluh
darah baru. Makulopati diabetik diterapi dengan mengarahkan laser pada titik-titik
kebocoran.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A.PENGKAJIAN
1). DS :
Mata silau,bila terkena sinar
Mata kabur, kesulitan membaca
Kesulitan melihat ( focus ) pada jarak jauh atau dekat.
DO:
retina tidak Nampak
Pandangan kabur / redup
Gangguan sensori-perseptual penglihatan.
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
gangguan persepsi sensori;penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan
kehilangan vitreus, pandangan kabur
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
C.RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori;penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori
Tujuan
Pasien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan
Kriteria hasil
Mempertahankan ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut
Intervensi
Pastikan derajat atau tipe kehilangan penglihatan
Dorong pasien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/ kemungkinan kehilangan
penglihatan
Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan
2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan kehilangan vitreus,pandangan kabur.
Tujuan:
Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Intervensi
Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisipembatasan aktifitas, penampilan.
Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk.
Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan


tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
intervensi
Pantau informasi tentang kondisi individu
Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman
.
4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan
Tujuan : mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
Criteria hasil : mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
intervensi
Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau gejala komplikasi yang
harus dilaporkan segera kepada dokter.
Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan, Penemuan dan penanganan awal
komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : ansietas berkutang/ hilang
Criteria hasil :pasien tampak rileks, melaporkan kecemasan berkurang
Intervensi
iKaji tingkat kecemasan yang dialami pasien
observasi TTV
Beri informasi yang akurat dan jujur
dorong partisipasi keluarga dalam perawatan
Identifikasi sumber/orang yang menolong

Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan keadaan
klien untuk membantu mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah

disusun. Dalam memberikan asuhan keperawatan harus menggunakan teknik komunikasi


terapeutik serta penjelasan setiap kali melakukan tindakan kepada klien.
Tindakan keperawatan ini dilakukan dengan pendekatan independent, dependent,
interdependent. Independent adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sendiri tanpa
ada ketergantungan dengan tim kesehatan lain. Dependent merupakan tindakan keperawatan
yang dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti
dokter, ahli gizi, dan farmasi. Sedangkan interdependent adalah tindakan keperawatan yang
dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan tim kesehatan yang terlibat dalam keperawatan
klien, seperti konsultasi tentang kesehatan klien.
Dalam melakukan tindakan khusunya pada klien dengan diabetes mellitus yang harus
diperhatikan adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan melakukan
pemberian diet 1700 kalori, meningkatkan masukan cairan, perawatan luka dengan cara ganti
balutan dengan teknik steril, sera pendidikan kesehatan meliputi perawatan dirumah.
Evaluasi Keperawatan
Proses evaluasi mencakup perbandingan antara data yang telah terkumpul dengan kriteria
hasil, memeriksa ulang rencana asuhan keperawatan dan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan. Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, dimana penulis
menilai sejauh mana tujuan keperawatan tercapai yang didokumentasikan menggunakan
format SOAP yaitu Subjektif, Objektif, Analisa, dan Planning. Pada evaluasi akhir akan
terlihat apakah tujuan tercapai atau tidak. Sesuai dengan rencana
atau timbul masalah baru. Jika tujuan belum tercapai, maka perawat perlu melanjutkan
rencana tindakan keperawatan atau memodifikasinya. Tetapi bila tujuan telah tercapai, maka
perawat menghentikan rencana asuhan keperawatan tersebut dan mendokumentasikannya

Anda mungkin juga menyukai