Anda di halaman 1dari 36

Referat

Manajemen Syok

Pembimbing
: dr. Edith S,

Sp. An
Penyusun: Friska Pratiwi

2012-061-100

KEPANITERAAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA
PERIODE 23 SEPTEMBER - 26 OKTOBER 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Referat ini.
Penulis menyadari Referat ini mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Edith S, Sp.An.
Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaiki kekurangan Referat ini di kemudian hari. Penulis juga memohon maaf jika ada
kata-kata penulis yang kurang berkenan.
Akhir kata, penulis berharap agar Referat ini dapat bermanfaat. Atas perhatian yang
diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, Oktober 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3. Tujuan.............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Syok.................................................................................................
2.2. Tanda-Tanda Syok..........................................................................................
2.3. Derajat Syok...................................................................................................
2.4. Stadium Syok..................................................................................................
2.5. Jenis-Jenis Syok..............................................................................................
2.5.1. Syok Kardiogenik.................................................................................
2.5.2. Syok Distributif....................................................................................
2.5.2.1. Syok Septik............................................................................
2.5.2.2. Syok Anafilaktik....................................................................
2.5.2.3. Syok Neurogenik....................................................................
2.5.3. Syok Hipovolemik................................................................................
2.5.4. Syok Obstruktif.....................................................................................
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................

i
ii

1
1
1

2
2
2
3
6
6
10
10
13
19
23
30

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
32
33

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Syok adalah keadaan tidak adekuatnya aliran darah yang mengarah pada

ketidakcukupan penghantaran oksigen ke jaringan-jaringan tubuh (perfusi jaringan tidak


adekuat) sehingga terjadi kegagalan sirkulasi, kegagalan sistem kardiovaskuler yang
menyebabkan gangguan perfusi jaringan dan hipoxia.1
Gejala pada penderita syok cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung kondisi syok.
Gejala gejala umum yang ditemukan pada penderita syok, yaitu kulit dingin dan pucat,
takikardi, takipneu, hipotensi dan oligouria. Berdasarkan penyebab terjadinya, syok dapat
dibagi menjadi empat jenis, yaitu syok hipovolemik, syok distributif, syok kardiogenik
dan syok obstruktif.
Syok dapat merusak semua jaringan dan sistem organ dalam tubuh. Keterlambatan
dalam mengenali dan menangani syok dapat menyebabkan perubahan yang cepat dari syok
reversibel yang terkompensasi menjadi gagal sistem multi organ hingga kematian.1,2,3
Pengenalan dan manajemen yang dini dari berbagai tipe syok dan kegagalan
sirkulasi adalah sangat krusial untuk mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat
sebelum kerusakan organ menjadi tidak dapat diperbaiki. Penatalaksanaan syok dilakukan
seperti pada penderita trauma umumnya yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksana syok
bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.4

1.2

Rumusan Masalah
Bagaimana penatalaksanaan pada syok?

1.3

Tujuan Penulisan
1. Mengetahui mengenai jenis-jenis syok.
2. Mengetahui prinsip-prinsip penatalaksanaan syok.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Syok


Syok adalah keadaan tidak adekuatnya aliran darah yang mengarah pada
ketidakcukupan penghantaran oksigen ke jaringan-jaringan tubuh (perfusi jaringan tidak
adekuat) sehingga terjadi kegagalan sirkulasi, kegagalan sistem kardiovaskuler yang
menyebabkan gangguan perfusi jaringan dan hipoxia.1
2.2. Tanda-Tanda Syok
Tanda-tanda syok, yaitu:

Kulit dingin, pucat, dan vena kolaps akibat penurunan pengisian kapiler.
Pernapasan cepat dan dangkal
Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke

mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.


Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat

dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.


Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Perubahan mental dan kesadaran. Bila tekanan darah rendah sampai
menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar.5,6,7

2.3. Derajat Syok


a.

Syok Ringan (kehilangan volume cairan < 15% dari volume total)
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit,
lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan relatif dapat hidup lebih lama dengan
perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (ireversibel).
Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun,
asidosis metabolik tidak ada atau ringan.8

b.

Syok Sedang (kehilangan 15% - 40% dari volume darah total)


4

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal).
Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada
lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5
mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Kesadaran relatif masih baik.8
c.

Syok Berat (kehilangan > 40% dari volume darah total)


Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Pada syok lanjut terjadi
vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain, oligouri dan asidosis berat,
gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah
jantung menurun).8

2.4. Stadium Syok


a.

Stadium Kompensasi
Pada tingkat ini ditandai dengan pengaturan berbagai mekanisme fisiologi
tubuh, termasuk neural, humoral dan mekanisme biokimia dengan tujuan
mengkompensasi keadaan syok.9
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi fisiologis tubuh, dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga
terjadi :
1) Peningkatan resistensi sistemik:
Distribusi selektif aliran darah dari organ sekunder ke organ primer (otak,
jantung).
Resistensi arteriol meningkat sehingga tekanan diastolik meningkat.
2) Denyut nadi meningkat cardiac output meningkat
3) Sekresi vasopressin, rennin-angiotensin-aldosteron meningkat ginjal
menahan air dan Na+ di dalam sirkulasi
Manifestasi klinis pada stadium ini, yaitu takikardia, gelisah, kulit pucat dan
dingin, pengisian kapiler lambat (> 2 detik). Akibat dari asidosis, pasien akan
mulai hiperventilasi supaya oksigen lebih banyak terhirup. Baroreseptor di arteri
mendeteksi keadaan hipotensi, dan menyebabkan pelepasan adrenalin dan
noradrenalin.

Ini

menyebabkan

vasokonstriksi

yang

luas

menghasilkan

peningkatan tidak hanya tekanan darah tapi juga frekuensi jantung. Kekurangan
5

darah di sistem ginjal menyebabkan produksi di urin rendah. Stadium ini di tandai
dengan takikardi, gaduh gelisah, kulit pucat, dingin, pengisian kapiler lambat. 5,9
b.

Stadium Progresif atau Dekompensasi


Pada stadium ini telah terjadi :
1) Perfusi jaringan buruk sehingga kadar oksigen sangat menurun. Hal ini
menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob sehingga konsentrasi laktat
meningkat dan terjadi lactic acidosis. Kejadian ini diperberat dengan
penumpukan CO2 dimana CO2 menjadi asam karbonat. Asidemia akan
menghambat kontraktilitas miokardium dan respon terhadap katekolamin.
2) Gangguan metabolisme energi dependent Na+/K+ pump ditingkat seluler
menyebabkan integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan
mitokondria memburuk sehingga menyebabkan kerusakan sel.
3) Aliran darah lambat dan kerusakan sistem koagulasi, diperburuk dengan
terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai tendesi
perdarahan.
4) Pelepasan mediator vaskuler seperti histamin, serotonin, sitokin (TNF dan
interleukin) dan xanthin oxydase akan membentuk oksigen radikal serta
platelet aggregating factor.
5) Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga venous return menurun dan
preload menurun. Hal ini menyebabkan cardiac output menurun.
Manifestasi klinis : takikardia, tekanan darah menurun, perfusi perifer buruk,
asidosis oliguria dan kesadaran menurun.
Jika penyebab keadaan ini tidak di tangani dengan benar, syok akan menuju
ke tingkat progresif dan mekanisme kompensasi mulai gagal. Karena penurunan
perfusi sel, ion natrium meningkat ketika ion kalium keluar. Metabolisme
anaerobik terus berlanjut, meningkatkan produk-produk dari asidosis metabolik,
arteriol dan precapillary sphincters kontriksi sesuai dengan darah yang ada
didalam kapiler-kapiler. Karenanya tekanan hidrostatik akan meningkat dan,
kombinasi dengan pelepasan histamin, ini menyebabkan kebocoran dari protein
dan cairan ke dalam jaringan. 5,9

c.

Stadium Refrakter atau Ireversibel

Pada stadium ini, telah terjadi kegagalan pada organ-organ vital dan syok
tidak dapat lagi diatasi. Sehingga tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba,
kesadaran sangat menurun, dan anuria. Syok yang berlanjut akan menyebabkan
kerusakan dan kematian sehingga terjadi kegagalan multi organ. Cadangan ATP
akan habis, terutama di jantung dan hepar dan menyebabkan tubuh kehabisan
energi. Telah terjadi kerusakan otak dan sel dan akan segera terjadi kematian.9

2.5. Jenis-Jenis Syok


Syok secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya ada 4 kategori:2
1.

Syok Kardiogenik

2.

Syok Distributif : Syok Septik, Syok Anafilaktif, Syok Neurogenik

3.

Syok Hipovolemik

4.

Syok Obtruktif

2.5.1 Syok Kardiogenik


a.

Definisi

Syok kardogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah


jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok kardiogenik biasanya ditandai dengan
penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran
urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit
dengan atau tanpa adanya kongesti organ.2,5
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang
luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya sehingga menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ
vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel
kiri.
b.

c.

Etiologi10
Gangguan kontraktilitas miokardium
Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti

hipoperfusi iskemik
Infark miokard akut (AMI)
Komplikasi dari infark miokard akut, seperti ruptur otot papillary,

ruptur septum atau infark ventrikel kanan


Valvular stenosis
Myocarditis
Cardiomyopathy (gangguan otot jantung

penyebabnya)
Acute mitral regurgitation
Valvular heart disease
Hypertrophic obstructive cardiomyopathy

yang

tidak

diketahui

Patofisiologi
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung yang
menyebabkan menurunnya tekanan darah arterial ke organ-organ vital. Aliran
darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun,
sehingga meningkatkan iskemia dan penurunan kemampuan jantung untuk
memompa.

Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat
dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi,
penurunan keluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering
terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan
curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan
mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End
Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.2,5,11

Sumber Gambar :

Fauci, Braunwald, et al. Harrisons Principles of Internal

Medicine. Edisi 18. AS : McGraw Hill; 2012.


d.

Manifestasi Klinis
Pasien dengan syok kardiogenik memiliki tanda klinis perfusi sistemik
inadekuat

meskipun

volume

intravaskularnya

masih

adekuat

ataupun

hipervolemia. Bentuk syok ini umumnya berhubungan dengan penurunan curah


jantung. Pada perabaan ekstremitas teraba dingin, dan dapat ditemukan
pemanjangan capillary refill. Terdapat peningkatan tekanan vena sentral seperti
9

hepatomegali, dan edema periorbital. Dapat pula ditemukan edema pulmo pada
pemeriksaan radiologi toraks maupun penilaian klinis, oligouri (urin < 20
mL/jam), berhubungan dengan infark miokard akut, dan terdapat nyeri
substernal seperti pada infark miokard akut.
Tanda Penting Syok Kardiogenik :

e.

Tekanan darah < 80-90 mmHg


Napas cepat (takipneu) dan dalam
Takikardi
Tanda-tanda bendungan paru, seperti terdapat ronki di kedua basal paru
Bunyi jantung sangat lemah
Sianosis
Diaforesis
Ektremitas teraba dingin
Produksi urin kurang dari 20 ml/jam
Terjadi perubahan mental10,12

Tatalaksana
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila pasien tidak sadar sebaiknya
dilakukan intubasi
2. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70-120 mmHg
3. Pemberian morfin untuk mengatasi rasa nyeri akibat infark akut yang dapat
memperbesar syok
4. Mengoreksi hipoksia, gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa
5. Pasang CVP (central venous presurre) bila mungkin
6. Pasang kateter Swans Ganzt untuk meneliti hemodinamik
Medikamentosa:
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.

Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri


Anti ansietas
Digitalis, bila takiaritmia dan fibrilasi atrial
Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50 x/menit
Dopamin 2-15 g/kg/menit dan Dobutamin 2,5-10 g/kg/menit, bila perfusi
jantung tidak adekuat
Norepinefrin 2-20 g/kg/menit
Diuretik 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan. 10,12

10

2.5.2 Syok Distributif


2.5.2.1
a.

Syok Septik11,12,13
Definisi dan Etiologi
Syok septik merupakan syok yang paling sering terjadi akibat
berkurangnya tonus dan reaktivitas dari otot vaskular, sehingga seringkali
berkaitan dengan distribusi aliran darah yang tidak normal. Bakteri gram
negatif merupakan penyebab tersering dari insidens sepsis dan hampir 50 %
berkembang menjadi syok septik. Sebaliknya hanya 5-10 % kasus syok septik
yang disebabkan karena infeksi bakteri gram positif maupun infeksi fungal
seperti Candida albicans.
Hipoperfusi dan disfungsi organ yang terjadi pada syok septik dapat
muncul dengan kondisi curah jantung yang normal, menurun atau justru
meningkat. Selama evaluasi dan resusitasi, jika ditemui kondisi curah jantung
yang normal atau justru meningkat maka gejala klinis yang dapat ditemukan
berupa ekstremitas yang teraba hangat, waktu pengisian pembuluh
kapiler yang cepat, dan rendahnya tekanan diastoli k pada waktu
pengisian ventrikel sehingga ventrikel dapat meregang secara sempurna.
Sementara itu, pada syok septik dengan jumlah curah jantung yang meningkat
maka akan ditemui kondisi suhu tubuh yang tidak teratur dan peningkatan
jumlah sel darah putih.
Sepsis memerlukan kolonisasi organisme, bukti klinis adanya infeksi, dan
tanda respon inang. Pembuktian sepsis dengan kultur darah positif tidak
diperlukan untuk mendiagnosa sepsis atau sindrom septik. Pasien yang
mempunyai risiko terbesar mendapat sepsis adalah yang umumya berada di
posisi ekstrim (seperti anak-anak dan lanjut usia), mereka yang
menggunakan kateter, mendapat insisi bedah, trauma atau luka bakar, pasien
dengan gangguan system imun, dan mereka yang mendapat terapi antibiotik
kronik. Banyak dari faktor resiko tersebut terdapat pada anak yang sakit berat
atau terluka atau anak dengan penyakit kronis.14
Syok septik merupakan sepsis yang disertai dengan disfungsi organ
kardiovaskular walaupun telah diberikan bolus cairan isotonus intravena
40mL/kg dalam 1 jam, hipotensi < persentil kelima menurut usia atau
tekanan darah sistolik < 2 Standar Deviasi dibawah normal menurut usia,
11

atau perlunya obat vasoaktif untuk mempertahankan tekanan darah dalam


batas normal (dopamine >5gr/kg/menit atau dobutamin, epinefrin, atau
norepinefrin dosis berapapun) atau dua dari kriteria berikut :15
- Asidosis metabolik yang tidak diketahui etiologinya ; defisit basa >5.0
mEq/L
- Peningkatan kadar laktat darah arteri > 2x nilai normal
- Oliguria : keluaran urin < 0.5 mL/kg/jam
- Capillary refill memanjang > 5 detik
- Perbedaan suhu sentral dan perifer >3C

Sumber Gambar : Brunicardi C. Andersen, et al. Schwartzs Principles of Surgery.


Edisi 9. AS : McGraw-Hill; 2010.
b.

Patofisiologi2,5
Syok septik tidak terlepas dari sepsis dimana kuman gram negatif akan
mengeluarkan endotoksin dan masuk airan darah akan menyebabkan proses
inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi yaitu sitokin, neutrofil,
komplemen. Target seluler dari mediator-mediator ini akan menstimulasi
pelepasan sitokin, protease, radikal oksigen, dan nitrat oksida (NO) dan
katabolitnya. Sitokin menyebabkan diferensiasi sel-T, sel-B, dan sel-sel natural

12

killer, yang mengarah pada kerusakan jaringan secara langsung. Aktivasi dari
rangkaian inflamasi ini juga akan menyebabkan mata rantai hiperkatabolisme
dan demam. Kerusakan pada sistem kardiovaskuler akan menyebabkan
disfungsi miokardium sehngga menyebabakan hipotensi.

Syok septik yang disebabkan bakteri gram positif sebagian besar


disebabkan oleh penggunaan antibiotik spektrum luas pada pengobatan
empiris, penggunaan kateter intravaskular jangka panjang dan benda asing
yang ditanam dalam tubuh, perubahan epidemiologi patogen gram positif,
dan resistensi antibiotik antar bakteri gram positif.
c.

Manifestasi Klinis11,12,14,16
Manifestasi klinis syok septik terbagi dalam beberapa fase : sepsis,
sindrom sepsis, syok septik, dan syok septik refrakter atau non-refrakter.
Sepsis merupakan kondisi dimana terdapat bukti infeksi dan respon sistemik.
Infeksi dapat berupa tersangka; kultur darah tidak sepenuhnya diperlukan untuk
diagnosis.
Sindrom sepsis merupakan adanya bukti infeksi disertai tanda gangguan
perfusi organ. Gangguan perfusi organ tersebut harus terpisah dari lokasi fokus

13

infeksi. Perbedaan ini penting untuk menentukan diagnosis. Pasien-pasien


dengan sindrom sepsis memiliki bukti infeksi, takikardia, takipnea, atau
peningkatan kebutuhan penunjang ventilasi, dan demam atau hipotermia
dan tanda gangguan fungsi organ yang meliputi gangguan status mental,
gagal paru (peningkatan usaha napas dan aliran intrapulmoner), disfungsi
gastrointestinal (peningkatan enzim hati, atau ileus paralitik, perdarahan atau
ulkus), atau oliguria (keluaran urin <0.1 ml/kg/jam).
Seorang pasien dikatakan syok septik apabila pasien tersebut memiliki
sindrom septik disertai bukti adanya perfusi jaringan inadekuat. Seorang anak
hanya cenderung mengalami hipotensi hanya pada fase-fase akhir dari setiap
syok, oleh karena itu, syok septik pada anak harus dikenali apabila telah ada
asidosis metabolik atau peningkatan laktat serum, penurunan nadi perifer dan
kulit mottled.
d.

Tatalaksana
Resusitasi dilakukan segera mungkin saat pasien tiba di IGD
Meliputi : A, B, C, terapi cairan kristaloid, dan tranfusi bila diperlukan.
Terapi cairan: Hipovolemia terjadi pada sepsis, diatasi dengan pemberian
ringer laktat, diharapkan dengan pemberian cairan ada peningkatan
tekanan darah, frekuensi jantung, kecukupan isi nadi.
Pemberian antibiotik spektrum luas: ceftriaxone, cefotaxim.
Pemberian vasopresor, diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi:
beri dopamin >8mcg/kg/menit atau norepinerfin 0,1-0,5mcg/kgBB/mnt IV.

2.5.2.2
a.

Syok Anafilaktik
Definisi dan Etiologi11,12,17
Anafilaksis merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang
seringkali

memiliki

konsekuensi yang membahayakan jiwa. Reaksi

anafilaktik memiliki berbagai penyebab di antaranya makanan, lateks, obatobatan, dan venom hymenoptera. Reaksi anafilaktik dapat berlangsung pada
segala usia terutama pada individu yang mudah tersensitisasi sehingga
menghasilkan manifestasi klinis pada sistem mukokutaneus, kardiovaskular,
dan respirasi. Selain reaksi anafilatik juga ada yang disebut sebagai reaksi
14

anafilaktoid yang pada dasarnya identik dengan reaksi anafilaktik tetapi sama
sekali tidak dimediasi dengan imunoglobulin E. Adapun penyebab dari reaksi
anafilaktoid di antaranya yaitu media radiokontras, analgetik narkotik, dan
obat-obatan NSAID.
b.

Patofisiologi
Reaksi anafilaktik dan anafilaktoid dihasilkan dari pelepasan
mediator inflamasi secara sistemik dari sel mast dan sel basofil. Reaksi
anafilaksis terjdi setelah adanya paparan berulang terhadap antigen di mana
individu yang bersangkutan sudah memproduksi antibodi spesifik IgE.
Antibodi IgE yang diproduksi ini akan mengenali epitop yang bervariasi dari
alergen manapun. Antibodi IgE ini kemudian akan berikatan dengan reseptor
IgE dengan afinitas yang tinggi pada permukaan sel mast maupun sel
basofil. Ketika terjadi paparan berulang oleh alergen yang sudah
tersensitisasi sebelumnya, alergen dapat menyebabkan cross link pada
permukaan sel mast maupun basofil di mana terjadi ikatan antara alergen
dengan IgE spesifik sehingga menghasilkan degranulasi sel mast maupun
basofil tersebut dan terjadi pelepasan beberapa bentuk mediator inflamasi.
Histamin merupakan mediator inflamasi yang terutama dilepaskan
pada saat syok anafilaktik berlangsung sehingga dapat dipastikan bahwa
berbagai gejala klinis yang muncul pada syok anafilaktik tidak lain karena
terikatnya histamin dengan reseptor spesifiknya. Saat berikatan dengan
reseptor H2 maka gejala klinis yang muncul dapat berupa pruritus, rhinorhea,
takikardia, dan bronkospasme. Sementara itu, saat berikatan dengan H1
maupun H2 maka dapat timbul gejala sakit kepala, flushing atau rasa terbakar
dan hipotensi.
Di samping pelepasan histamin, ada pula mediator inflamasi lainnya yang
cukup berperan dalam patofisiologi syok anafilaktik seperti metabolik asam
arakhidonat yaitu prostaglandin dan leukotriene. Prostaglandin D2 akan
memediasi berlangsungnya bronkospasme dan dilatasi vaskular, yang
tidak lain merupakan prinsip utama manifestasi dari syok anafilaktik.
Sementara itu, leukotriene C4 akan dikonversi ke dalam LTD4 dan LTE4,
yang tidak lain merupakan mediator dari berlangsungnya hipotensi,
15

bronkospasme, dan sekresi mukus berlebih saat reaksi anafilaktik. Selain itu,
dapat pula ditemukan mediator Bk-A yang memecahkan bradikinin dari
kininogen di mana substrat tersebut akan meningkatkan permeabilitas
vaskular, menimbulkan vasodilatasi, dan juga mengontraksikan otot-otot
polos. Faktor Hageman yang teraktivasi dapat mengakibatkan koagulasi
intravaskular pada beberapa pasien. Adapun subtipe limfosit yang spesifik
terbentuk sebagai respons dari induksi IgE adalah CD4+ Th2

16

c.

Manifestasi Klinis12,17
Anafilaksis dicurigai terjadi pada pasien yang telah dianestesi jika
timbul hipotensi atau bronkospasme secara tiba-tiba, terutama jika hal
tersebut terjadi setelah pemberian suatu obat atau cairan. Alergi lateks
mungkin mempunyai onset yang lambat, kadang-kadang memerlukan waktu
sampai 60 menit untuk bermanifestasi.
Pada sistem kardiovaskuler dapat ditemukan gejala hipotensi
dan kolaps kardiovaskuler, takikardi, aritmia, dan gambaran EKG mungkin
memperlihatkan perubahan iskemik bahkan dapat terjadi henti jantung.
Sementara itu, pada sistem pernapasan, dapat ditemukan edema glottis,
lidah dan saluran napas sehingga menyebabkan stridor atau obstruksi
saluran napas. Gejala klinis pada traktus gastrointestinal dapat berupa
nyeri abdomen, diare atau muntah. Selain itu dapat pula ditemukan
gejala

koagulopati

serta

kemerahan, eritema, urtikaria pada kulit

penderitanya.
d.

Tatalaksana17
Terapi harus segera diberikan terutama terhadap reaksi yang berat

Saluran Napas dan Adrenalin


Menjaga saluran napas dan pemberian oksigen 100%. Jika akses
IV tersedia, diberikan adrenalin 1:10.0000, 0.5-1 ml, dapat diulang
jika perlu. Alternatif lain dapat diberikan 0,5-1 mg (0,5-1 ml dalam
larutan 1:1000) secara IM diulang setiap 10 menit jika dibutuhkan.

Pernapasan
Jamin pernapasan yang adekuat. Intubasi dan ventilasi mungkin
diperlukan. Adrenalin akan mengatasi bronkospasme dan edema
saluran napas atas. Bronkodilator semprot (misalnya salbutamol 5
mg) atau aminofilin IV mungkin dibutuhkan jika bronkospasme
refrakter (dosis muat 5 mg/kg diikuti dengan 0,5 mg/kg/jam).

Sirkulasi
Akses sirkulasi dapat dilakukan mulai dari CPR jika terjadi henti

17

jantung. Adrenalin merupakan terapi yang paling efektif untuk hipotensi


berat. Pasang 1 atau dua kanula IV berukuran besar dan secepatnya
memberikan infus saline normal. Koloid dapat digunakan (kecuali jika
diperkirakan sebagai sumber reaksi anafilaksis). Aliran balik vena dapat
dibantu dengan mengangkat kaki pasien atau memiringkan posisi
pasien sehingga kepala lebih rendah.
Jika hemodinamik pasien tetap tidak stabil setelah pemberian cairan dan
adrenalin, beri dosis adrenalin atau infus intravena lanjutan (5 mg dalam 50 ml
saline atau dekstrose 5% melalui syringe pump, atau 5 mg dalam 500 ml
saline atau dekstrose 5% yang diberikan dengan infus lambat). Bolus
adrenalin intravena yang tidak terkontrol dapat membahayakan yaitu kenaikan
tekanan yang tiba-tiba dan aritmia. Berikan obat tersebut secara berhati-hati,
amati respon dan ulangi jika diperlukan. Coba lakukan monitor EKG,
tekanan darah dan pulse oximetry.
Penatalaksanaan Lanjut
- Berikan antihistamin. H1 bloker misalnya klorfeniramin (10 mg IV)
dan H2 bloker ranitidin (50 mg IV lambat) atau simetidin (200 mg IV
lambat).
- Kortikosteroid. Berikan hidrokortison 200 mg IV diikut dengan 100200 mg 4 sampai 6 jam. Steroid memakan waktu beberapa jam untuk
mulai bekerja.
- Buat keputusan apakah membatalkan atau melanjutkan usulan
pembedahan.
- Pindahkan pasien di tempat yang perawatannya yang lebih baik
(misalnya unit perawatan intensif, ICU) untuk observasi dan terapi
lebih lanjut. Reaksi anafilaktik mungkin memakan waktu beberapa jam
untuk dapat diatasi dan pasien hams diobservasi secara ketat pada
masa-masa tersebut.
Reaksi yang tidak terlalu berat. Anafilaksis kadang-kadang menimbulkan
reaksi yang tidak terialu berat. Terapi serupa dengan regimen di atas,
tetapi adrenalin IV mungkin tidak dibutuhkan. Lakukan tindakan ABC
18

seperti yang telah dijelaskan, dan nilai respon terhadap terapi tersebut. Obat
seperti efedrin dan metoksamin mungkin efektif untuk mengatasi
hipotensi bersama dengan cairan IV. Tetapi, jika keadaan pasien menunjukkan
perburukan gunakan selalu adrenalin.

19

2.5.2.3

a.

Syok Neurogenik11,12,16
Definisi
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). 12 Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga
dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera
pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum
yang dalam).18
20

b.

Etiologi
1.

Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).

2.

Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat


pada fraktur tulang.

3.

Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi


spinal/lumbal.

4.

Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).

5.

Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Sumber Gambar : Brunicardi C. Andersen, et al. Schwartzs Principles of Surgery. Edisi 9.


AS : McGraw-Hill; 2010.

c.

Patofisiologi
Syok

neurogenik

temasuk

syok

distributif

dimana

terdapat

penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil


utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh
darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan,
penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari
penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena,
kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan
permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang
bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel.19
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat
sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik
mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik
pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi
kulit.12
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
21

mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi


ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik
bisa

juga

akibat

rangsangan

parasimpatis

ke

jantung

yang

memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis


ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan
nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena
mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang
tidak efektif dan terjadi sinkop.16

d.

Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan
dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwama kemerahan.12
22

e.

Tatalaksana
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian
vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah
vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan
untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
1. Pertahankan

jalan

nafas

dengan

memberikan

oksigen,

sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distres


respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan
ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan
hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.
3.

Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi


cairan. Cairan kristaloid seperti NaC1 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan
yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output
untuk menilai respon terhadap terapi.

4.

Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan
seperti ruptur lien).12

- D o p a m i n : m erupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,


berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
- Norepinefrin : efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan
darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempuma jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
23

obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian
obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot
uterus.
- Epinefrin : pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan
pada pasien syok neurogenik
- Dobutamin : berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer.

2.5.3 Syok Hipovolemik


a.

Definisi dan Etiologi


Syok hipovolemik merupakan keadaan tidak adekuatnya perfusi jaringan
yang disebabkan oleh berkurangnya volume cairan tubuh, seperti perdarahan
(syok hemoragik) akibat trauma, kehilangan plasma akibat luka bakar, baik
derajat ringan sampai berat serta kehilangan air dan elektrolit akibat muntah
dan diare.3
Pendarahan adalah penyebab paling sering menyebabkan terjadinya syok
hipovolemik. Pada syok akibat perdarahan, terjadi kekurangan volume
intravaskuler yang menyebabkan penurunan stroke volume dan cardiac output,
yang mengakibatkan terjadinya inadekuat hantaran oksigen, gangguan
metabolisme sel dan perfusi jaringan tubuh. Syok akibat perdarahan dapat juga
disertai dengan asidosis akibat kekurangan oksigen di jaringan sehingga sel-sel
tubuh terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam
laktat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kematian bila syok hipovolemik
dengan atau tanpa asidosis menyebabkan gagal organ. Karena itu syok akibat
perdarahan merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif
dan pemantauan yang kontinyu secara terus-menerus.3

b.

Patofisiologi

24

1.

Tekanan darah vena dan atrium kanan akan menurun karena berkurangnya
volume darah. Keadaan ini kemudian akan diperberat apabila terjadi
vasokontriksi

yang

menyeluruh.

Sebagai

mekanisme

kompensasi

menurunnya isi sekuncup akan dijumpai takikardi.


2.

Tekanan nadi dan tekanan darah sistolik menurun karena menurunnya isi
sekuncup. Tekanan sistolik mungkin meninggi karena vasokontriksi.

3.

Menurunnya jumlah aliran darah ke organ-organ tubuh akan menimbulkan


iskemia yang menyeluruh.

4.

Berkurangnya aliran darah akan menimbulkan iskemia jaringan, akan


meningkatan metabolik anaerobik dengan hasil akhir tertimbunnya asam
laktat, asam amino dan asam fosfat dijaringan. Hal ini menimbulkan
asidosis metabolik yang menyebabkan yang dapat menyebabkan pecahnya
membran lisosom dengan enzim-enzim litik yang menyebabkan matinya
sel. Hipoksia dan asidosis metabolik menimbulkan gangguan fungsi
kontraksi otot jantung sehingga curah jantung dan tekanan darah makin
menurun. Tekanan darah yang rendah mengakibatkan semakin buruknya
perfusi

jaringan.

Hipoksia

dan

asidosis

metabolik

menyebabkan

vasokontriksi arteri dan vena pulmonalis, hal ini menimbulkan peniggian


tahanan pulmonal yang mengganggu perfusi dan pengembangan paru.
Akibatnya terjadi kolaps paru, kongesti pembuluh darah paru, edema
interstisial dan alveolar. Maka pada penderita dengan syok hipovolemik
terlihat gangguan pernafasan. Iskemia pada otak akan menimbulkan edema
otak dengan segala akibatnya. Pada ginjal, iskemia ini akan menyebabkan
gagal ginjal
5.

Sebagai mekanisme kompensasi terhadap hipovolemia, cairan interstisial


akan masuk kedalam pembuluh darah sehingga hematokrit menurun.

6.

Karena cairan interstisial jumlahnya berkurang akibat masuknya cairan


tersebut kedalam ruang intraseluler, maka penambahan cairan sangat
mutlak

diperlukan

untuk

memperbaiki

gangguan

metabolik

dan

hemodinamik ini.

25

7.

Pada syok juga terjadi peninggian sekresi kortisol 5-10 kali lipat. Kortisol
mempunyai efek inotrofik positif pada jantung dan memperbaiki
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

8.

Sekresi renin dari sel-sel juksta glomerulus ginjal meningkat sehingga


pelepasan angiotensin I dan II juga meningkat. Angiotensin II ialah
vasokonstriktor yang kuat dan merangsang pelepasan kalium oleh ginjal.

9.

Meningginya sekresi norepinefrin akan mengakibatkan vasokonstriksi,


selain itu juga mempunyai sedikit efek inotrofik positif pada miokardium.
Efineprin disekresikan hampir tiga kali lipat daripada norepinefrin,
terutama menyebabkan peninggian isi sekuncup dan denyut jantung. Kerja
kedua katekolamin ini dipotensiasi oleh aldosteron.

10. Peninggian sekresi hormon antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior


mengakibatkan resorpsi air ditubulus distal meningkat.
Berdasarkan persentase kehilangan volume darah yang akut, syok
hemoragik dibedakan atas kelas-kelas, yaitu:2,8,10

Sumber Gambar : Brunicardi C. Andersen, et al. Schwartzs Principles of Surgery. Edisi 9.


AS : McGraw-Hill; 2010.

1. Pendarahan kelas I : Kehilangan volume darah hingga 15%


Gejala klinis minimal. Bila tidak ada komplikasi, akan terjadi takikardi
minimal. Tidak ada perubahan berarti dari tekanan darah, tekanan nadi,
atau frekuensi pernapasan. Pada penderita yang dalam keadaan sehat,
jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti, karena pengisian
transkapiler dan mekanisme kompensasi akan memulihkan volume darah
dalam 24 jam.
26

2. Pendarahan kelas II: kehilangan volume darah 15-30%


Gejala klinis berupa takikardi ( >100 x/menit), takipneu, penurunan
tekanan nadi, perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas seperti cemas,
ketakutan, atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan
kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh (2030 ml/jam untuk orang dewasa)
3. Perdarahan kelas III : Kehilangan volume darah 30-40%
Kehilangan darah dapat mencapai 2000 ml. Penderita menunjukkan tanda
klasik perfusi yang tidak adekuat, antara lain: takikardi dan takipneu yang
jelas, perubahan status mental dan penurunan tekanan darah sistolik.
Penderitanya hampir selalu memerlukan transfusi darah. Keputusan untuk
memberikan transfusi darah didasarkan atas respon penderita terhadap
resusitasi cairan semula, perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.
4. Perdarahan Kelas IV: kehilangan volume darah >40 %
Jiwa penderita terancam. Gejala: takikardi yang jelas, penurunan tekanan
darah sistolik yang besar, tekanan nadi sangat sempit (atau tekanan
diastolik tidak teraba), kesadaran menurun, produksi urin hampir tidak ada,
kulit dingin dan pucat. Penderita membutuhkan transfusi cepat dan
intervensi pembedahan segera. Keputusan tersebut didasarkan atas respon
terhadap resusitasi cairan yang diberikan. Jika kehilangan volume darah
>50%, penderita tidak sadar, denyut nadi dan tekanan darah menghilang.
c.

Manifestasi Klinis12

27

Sumber Gambar : Fauci, Braunwald, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 18.
AS : McGraw Hill; 2012.

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan


hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok,
yaitu:
o

Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu

berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons


homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

(i0

Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi

pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer


adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan
arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
o

Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok


hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin
kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia


akan

menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor


jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah
28

menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.


Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat,
disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai
asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan
syok,

asidosis

laktat

juga

berhubungan

dengan

kegagalan

jantunQ

(decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika


(hiperglikemi, asidosis metabolk ketonuria), dan pada dehidrasi berat. Tempat
metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada
insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal
melakukan metabolisme laktat.
d.

Tatalaksana20
Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian ABCDE serta respon penderita
terhadap terapi yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat
kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan
saturasi >95%.
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
- Mengendalikan pendarahan
- Memperoleh akses intravena yang cukup
- Menilai perfusi jaringan
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, funsi
motorik

dan

sensorik.

Manfaat:

menilai

perfusi

otak,

mengikuti

perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.


4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta
pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi

29

Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan


terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan.
Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita
yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi
lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut
atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi
lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan
memantau produksi urin. Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak
tinggi, mudah bergerak.
Resusitasi cairan:
Resusitasi cairan yang cukup untuk memelihara perfusi organ vital dan
menghindari kolaps kardiovaskular sementara menjaga tekanan darah arteri
relatif rendah (misal, mean arterial pressure 60 mmHg) dengan harapan
membatasi kehilangan sel darah merah lebih lanjut sebelum pengendalian
perdarahan dengan operasi dicapai. Efek buruk yang mungkin terjadi dari
pendekatan ini adalah ada daerah yang dikorbankan dengan hipoperfusi
regional. Efek ini bergantung pada keparahan dan lama hipoperfusi.7
Pendekatan bertahap berikut dirancang untuk mendapatkan perkiraan
kasar dari volume setiap jenis cairan resusitasi yang diperlukan untuk
sepenuhnya memulihkan cardiac output dan perfusi organ.20
1. Perkirakan volume darah normal menggunakan perkiraan berdasarkan
2.

berat badan (60 mL / kg untuk wanita, 66 mL / kg untuk laki-laki)


Perkirakan berapa persen hilangnya volume darah dengan menetapkan
pasien ke salah satu empat tahap kehilangan darah progresif, yaitu kelas I,
<15% kehilangan volume darah, kelas II, 15-30% kehilangan volume
darah, kelas III, kehilangan 30-40% dari darah Volume kelas IV>

3.

kehilangan 40% volume darah.


Hitung defisit volume cairan dengan menggunakan perkiraan volume
darah normal dan persen kehilangan volume. (Defisit Volume = volume
darah yang normal % kehilangan volume)

30

Tentukan

volume

resusitasi

untuk

setiap

jenis

cairan

dengan

mengasumsikan bahwa peningkatan volume darah adalah 100% dari volume


infus whole blood, 50 sampai 75% dari volume infus cairan koloid, dan 20
sampai 25% dari volume infus dari cairan kristaloid. Volume resusitasi untuk
setiap jenis cairan ini kemudian ditentukan sebagai volume deficit dibagi
dengan retensi persen diresapi cairan. Sebagai contoh, jika defisit volume 2 L
dan cairan resusitasi adalah koloid, yang 50 sampai 75% disimpan dalam ruang
vaskuler, maka volume resusitasi 2/0.75 = 3 L untuk 2/0.5 = 4 L.14
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat
mengisi ruang intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan
volume vaskuler dengan cara mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam
ruang interstisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan
pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan kedua, karena NaCl fisiologis dapat
menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik. Jumlah cairan dan darah yang
diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita.
Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan adalah
mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid.
Sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang
interstisial dan intraseluler, dikenal dengan hukum 3 untuk 1 (3 for 1 rule).
Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan,
maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang
belum diketahui atau penyebab lain.20

2.5.4 Syok Obstruktif


Jenis syok ini merupakan hasil dari obstruksi aliran dalam sirkuit kardiovaskular.
Penyakit perikardial tamponade dan perikarditis konstriktif akan mengganggu proses
pengisian diastolik dari vetrikel kanan. Sementara itu, emboli pulmonal yang bersifat
invasif dapat mengarah pada terjadinya syok sehubungan dengan peningkatan
afterload dari ventrikel kanan. Pola hemodinamik yang terjadi pada syok obstruktif
sama dengan semua syok lainnya yang memiliki cardiac output yang rendah, begitu
pula dengan isi sekuncup dan mean arterial pressure. Sementara perubahan
hemodinamik lainna cenderung bervariasi tergantung pada lokasi obstruksi. Pada
31

kondisi pulmonal akut, akan terjadi gagal jantung kanan dengan peningkatan tekanan
pada arteri pulmonal dan jantung kanan sedangkan tekanan diastolik pada jantung
kiri cenderung menurun atau normal.

Sumber Gambar : Brunicardi C. Andersen, et al. Schwartzs Principles of Surgery. Edisi 9.


AS : McGraw-Hill; 2010.

32

BAB III
KESIMPULAN

Syok adalah keadaan tidak adekuatnya aliran darah yang mengarah pada
ketidakcukupan penghantaran oksigen ke jaringan-jaringan tubuh (perfusi jaringan tidak
adekuat) sehingga terjadi kegagalan sirkulasi, kegagalan sistem kardiovaskuler yang
menyebabkan gangguan perfusi jaringan dan hipoxia. Syok terjadi akibat berbagai keadaan
yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya
serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat
atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi).
Tanda-tanda syok secara umum yaitu kulit terasa dingin dan pucat, vena kulit kolaps,
takikardi, napas cepat dan dalam, hipotensi, dan dapat terjadi oligouria. Syok dibagi menjadi
4 Jenis, yaitu syok kardiogenik, syok distributif (syok septik, syok anafilaktif, syok
neurogenik), syok hipovolemik, dan syok obstruktif. Masing-masing syok memiliki etiologi
yang berbeda, karena itu harus teliti melihat tanda-tanda syok yang timbul.
Prinsip dan tujuan penanganan dari syok adalah memaksimalkan distribusi oksigen,
meminimalisir kebutuhan oksigen. Untuk mengurangi kebutuhan oksigen dilakukan dengan
cara mengatasi nyeri dan menjaga suhu tubuh.

33

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bongard F.S., Sue D.Y., Vintch J.R. Current Diagnosis and Treatment Critical Care.

2.

Third Edition. McGraw Hill. 2008; p 312-325.


Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit ; alih bahasa, Brahm U. Pendit, dkk. ; editor edisi bahasa Indonesia,

3.

Huriawati Hartanto, dkk. Ed. 6 Jakarta : EGC. 2005.


Brenner M., Safani M. Critical Care and Cardiac Medicine. Current Clinical Strategies

4.

Publishing. 2005; p 257-268.


American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support

5.

Untuk Dokter. 1997. 89-115


Guyton, Arthur C dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Yanuar,

6.

luqman, dkk. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC. 2006


Singer M., Webb A.R. Fluids and Electrolytes. In: Oxford Handbook of Critical Care.

7.
8.

Second Edition. Oxford University Press Inc. 2005; p 234-245.


Sue, D.Y. Current Essentials of Critical Care. McGraw Hill. 2005;p 331-344.
Basuki, Djudjuk Rahmad. Resusitasi Cairan pada Shock karena Perdarahan.

9.

Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi FKUB/RSUD Dr.Saiful Anwar Malang.


Leksana Ery. Terapi Cairan pada Perdarahan. SMF/Bagian Anestesiologi dan Terapi

10.

Intensif RS dr.Kariadi/FK Undip. Semarang.


David Hasdai, MD. Cardiogenic Shock : Diagnosis and Treatment. Humana Press,

11.

New Jersey. 2002.


Fauci, Braunwald, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 18. AS :

12.

McGraw Hill; 2012.


Brunicardi C. Andersen, et al. Schwartzs Principles of Surgery. Edisi 9. AS :

13.

McGraw-Hill; 2010.
Dellinger RP, Carlet JM, et al. Surviving Sepsis Campaign Guidelines for

14.

Management of Severe Sepsis and Septic Shock. Critical Care Med 2004; 32(3).
Miller, Ronald D. Millers Anesthesia. Edisi 7. Philadelphia : Churchill Livingstone;

15.
16.

2005.
Mohrman, Heller. Cardiovascular Physiology. Edisi 6. AS : McGraw Hill; 2006.
Graham C.A., Parke T.RJ. Review : Critical Care in the Emergency Department :

17.

Shock and Circulatory Support. Emergency Med J 2005; 22:17-21.


Ellis, A. K. And Day, J.H. Diagnosis and Management of Anaphylaxis. Canadian

18.

Medical Association Journal 2003. 164 (4); 307-310.


Donald W.L., Andry. The Pathogenesis of Vasodilatory Shock. N Engl J Med, Vol 345,
No 8 August 23, 2001.
34

19.
20.

Emilio M. Lobato. Complications in Anesthesiology. Williams Lippincot. 2008.


Marino, Paul L. Hemorrhage and Hypovolemia. In: The ICU Book.. Third Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p 229-252.

35

Anda mungkin juga menyukai