Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PATOFISIOLOGI PENYAKIT DEFESIENSI DAN INFEKSI

“GANGGUAN SIRKULASI”
KELOMPOK 1
Dosen Pengampu : Ariani, SKM., M.GZ

Disusun Oleh:
Nur Fadillah P211 21 001
Nayla Sasikirana P211 21 015
Titi Kusriani L. Akase P211 21 019
Siti Hajar P211 21 037
Neescha Diandra Rahmasari P211 21 055
Ni Wayan Vivi Swastini P211 21 073
Sitti Masyitha Hermanto P211 21 089
Ulil Ismi P211 21 107
Sri Wahyuni P211 21 127

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 6 November 2022

KELOMPOK 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem sirkulasi darah adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan
zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH tubuh
(bagian dari homeostasis). Sistem sirkulasi dibagi dalam dua bagian besar yaitu
sistem kardiovaskular (peredaran darah) dan sistem limfatik. Sistem
kardiovaskular terdiri atas jantung, yang memompa dan mempertahankan aliran
darah, arteri yang mengangkut darah pergi dari jantung, arteriol, pembuluh kecil
yang menuju ke pembuluh yang lebih kecil lagi yaitu kapiler, venul, pembuluh
halus yang menampung isi kapiler. Fungsi sirkulasi adalah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan tubuh, untuk mentranspor zat makanan ke jaringan tubuh,
mentranspor produk-produk yang tidak berguna, menghantarkan hormon dari
suatu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dan secara umum untuk
memelihara lingkungan yang sesuai di dalam seluruh jaringan tubuh agar sel bisa
bertahan hidup dan berfungsi secara optimal. Kecepatan aliran darah yang
melewati sebagian besar jaringan dikendalikan oleh respon dari kebutuhan
jaringan terhadap zat makanan. Jantung dan sirkulasi selanjutnya dikendalikan
untuk memenuhi curah jantung dan tekanan arteri yang sesuai agar aliran darah
yang mengalir di jaringan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Sirkulasi
dibagi menjadi dua yaitu, sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru.

Sistem sirkulasi darah merupakan salah satu sistem yang penting sebagai alat
perfusi jaringan. Gangguan sistem sirkulasi cukup banyak terjadi dalam
masyarakat. Salah satunya adalah Peripheral Arterial Disease (PAD). PAD
merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan aliran darah akut atau kronis
ke ekstrimitas, biasanya akibat aterosklerosis. Gambaran klinis PAD bervariasi
dan meliputi rentang gejala mulai dari yang tidak bergejala (umumnya pada awal
penyakit) hingga nyeri dan rasa tidak nyaman. Gejala yang paling umum terkait
dengan PAD adalah intermitten claudication pada ekstrimitas bawah. Intermitten
claudication ditandai dengan adanya kelemahan, rasa tidak nyaman, nyeri, kram,
dan rasa ketat atau baal pada ekstrimitas yang terkena (biasanya pada bokong,
paha, atau betis). Gejala- gejala ini biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda
setelah beristirahat dalam beberapa menit. Nyeri saat istirahat biasanya terjadi
selanjutnya ketika aliran darah tidak adekuat untuk melakukan perfusi ke
ekstrimitas. Gangguan pada sistem sirkulasi sebaiknya jangan diabaikan karena
keluhan ringan yang timbul kemungkinan akan mengganggu aktivitas sehari-hari,
sedangkan manifestasi klinis yang berat dapat mengganggu kinerja pasien,
mempengaruhi produktivitas, bahkan dapat menyebabkan kematian.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah yaitu Memahami patologi umum dan mekanisme
penyakit:
1.Menjelaskan gangguan sirkulasi
a. Kongesti
b. Edema
c. Pendarahan
d. Trombosis
e. Embolisme
f. Arterioklerosis
g. Iskemia dan infark
2.Menjelaskan gangguan pertumbuhan, proliferasi, dan diferensiasi sel
a. Organ dan jaringan yang lebih kecil dari normal
b. Organ dan jaringan yang lebih besar dari normal
c. Diferensiasi abnormal
d. Neoplasia dan sifat-sifat neoplasma
e. Karsinogenesis

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui Macam- macam
gangguan sirkulasi, dan gangguan pertumbuhan, proliferasi dan diferensiasi sel.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gangguan Sirkulasi


Sistem Peredaran Darah Manusia adalah sistem transportasi dibutuhkan untuk
membawa dan memasukkan zat-zat makanan dari suatu organ ke organ lain yang
membutuhkan serta membuang sisanya ke lingkungan. Sistem peredaran darah
pada manusia terdiri atas darah dan alat peredaran darah.

Gangguan pada Sistem Peredaran Darah Manusia terdapat beberapa penyakit


atau kelainan yang dapat terjadi pada sistem peredaran darah manusia. Untuk itu,
dikembangkanlah teknologi yang berhubungan dengan sistem peredaran darah
manusia, di antaranya EKG (Elektrokardiograf), alat pacu jantung (defibrilator),
dan kateter balon.

Adanya gangguan pada peredaran darah memang sangat mengganggu, hal ini
sering kali menjadikan kondisi tubuh kurang bahkan tidak fit. Akibatnya
kegiatan manusia menjadi terganggu.

2.1.1 Kongesti
Kongesti dan hiperemi mempunyai pengertian yang sama bila dilihat dari
sudut adanya peningkatan volume darah pada jaringan atau bagian tubuh
yang mengalami proses patologik. Hiperemi, atau lebih lengkapnya
hiperemi aktif, timbul jika dilatasi pembuluh arteriol dan arteri
menyebabkan peningkatan aliran daram ke dalam jaringan kapiler dengan
terbukanya kapiler-kapiler yang tidak aktif. Dilatasi pembuluh darah ini
disebabkan oleh lepasan zat-zat vasoaktif. Gerakan otot dan demam yang
menimbulkan panas tubuh yang sangat tinggi dan memerlukan
dilepaskannya suhu tersebut dapat dijumpai pada permukaan kulit. Orang
yang merasa malu, misalnya, mukanya akan tampak kemerahan akibat
adanya proses yang sama. Sedangkan bendungan (kongesti), yang disebut
juga hiperemi pasif akan terjadi apabila aliran cairan tubuh yang melalui
vena mengalami gangguan, misalnya pada sianosis atau peningkatan
hemoglobin darah menaglami deoksigenasi. Dilihat dari waktu
berlangsungnya, hiperemi dibagi menjadi dua, akut dan kronik.

Kongesti adalah berlimpahnya darah dalam pembuluh di region tertentu.


Daerah jaringan atau organ yang mengalami kongesti berwarna lebih
merah karena bertambahnya darah di dalam jaringan tersebut.
Terdapat 2 mekanisme kongesti dapat timbul :
-Kongesti aktif, Kenaikan jumlah darah yang mengalir ke daerah itu dari
biasanya. Kenaikan aliran darah lokal ini disebabkan oleh karena adanya
dilatasi arteriol yang bekerja sebagai katup yang mengatur aliran ke dalam
mikrosirkulasi local. Contoh kongesti aktif yang sering dijumpai adalah
hiperemia yang menyertai radang akut, hal ini yang menyebabkan
terjadinya kemerahan. Contoh kongesti aktif lain adalah warna merah
padam pada wajah, yang pada dasarnya adalahvasodilatasi yang timbul
akibat respon terhadap stimulus neurogenik. Karena sifatnya yang sangat
alamiah, kongesti aktif sering terjadi dalam waktu singkat. Bila rangsngan
terhadap dilatasi arterior berhenti, aliran darah ke daerah tersebut akan
berkurang dan keadaan menjadi normal kembali.

-Kongesti pasif, Penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah yang
disebabkan oleh adanya tekanan pada venula-venula dan vena-vena yang
mengalirkan darah dari jaringan, dan juga kegagalan jantung dalam
memompa darah yang mengakibatkan gangguan aliran vena. Selain
sebab-sebab lokal, kongesti pasif dapat juga disebabkan oleh sebab-sebab
sentral atau sistemik yang dapat mengganggu drainase vena. Kadang-
kadang jantung gagal memompa darah, yang dapat mengakibatkan
gangguan drainase vena. Misalnya, kegagalan jantung kiri mengakibatkan
aliran darah yang kembali ke jantung dari paru akan terganggu. Dalam
keadaan ini darah akan terbendung dalam paru, menimbulkan kongesti
pasif pembuluh darah paru. Kongesti pasif mungkin relatif berlangsung
dalam waktu singkat, dalam hal ini diberi istilah kongesti pasif akut, atau
dapat juga berlangsung lama, keadaan ini diberi nama kongesti pasif
kronik. Jika kongesti pasif terjadi secara singkat maka tidak ada pengaruh
pada jaringan yang terkena, sebaliknya kongesti pasif kronik akan
menyebabkan perubahan-perubahan permanen pada jaringan. Bila
perubahan yang terjadi ini cukup nyata, maka terjadi hipoksia jaringan
yang menyebabkan menciutnya jaringan atau bahkan hilangnya sel-sel
dari jaringan yang terkena tersebut. Pada organ-organ tertentu, hal ini juga
mengakibatkan kenaikan jumlah serabut fibrosa jaringan ikat. Pada
banyak daerah juga terdapat bukti adanya pemecahan sel darah merah
lokal, yang mengakibatkan pengendapan pigmen yang berasal dari
hemoglobin di dalam jaringan.

Pengaruh kongesti pasif kronik khususnya dapat terlihat pada hati dan
paru. Pada paru yang terserang dinding ruang udara cenderung menebal
dan banyak sekali makrofag yang mengandung pigmen hemosiderin,
pigmen ini terbentuk sebagai hasil pemecahan hemoglobin dari sel-sel
darah merah yang lolos dari pembuluh darah yang mengalami kongesti ke
dalam ruang udara. Makrofag yang mengandung hemosiderin itu disebut
sel gagal jantung dan dapat ditemukan dalam sputum penderita gagal
jautng kronik. Pada hati yang terserang, kongesti pasif kronik
mengakibatkan dilatasi yang nyata dari pembuluh darah di sentral tiap
lobulus hati, disertai penyusutan sel-sel hati di daerah ini. Akibat dari
keadaan ini adalah penampilan kasar yang mencolok dari hati yang
ditimbulkan olah hiperemia daerah senrtrolobular diselingi daerah-daerah
perifer tiaqp lobulus yang lebih sedikit terpengaruh. Penampilan secara
makroskopis ini kadang-kadang disebut sebagai ”nutmeg liver” karena
gambaran potongan permukaan hati yang mirip dengan potongan
permukaan buah pala. Akibat lain dari kongesti pasif kronik adalah
dilatasi vena di daerah yang terkena. Akibat teregang secara kronik,
dinding vena yang terkena menjadi agak fibrotik, dan vena-vena itu
cenderung memanjang. Karena terfiksasi pada berbagai tempat sepanjang
perjalanannya, maka vena menjadi berkelok-kelok di antara titik-titik
fiksasi. Vena-vena yang melebar, agak berkelok-kelok, berdinding tebal
itu disebut vena varikosa atau varsises. Varises pada tungkai sering
terlihat, juga sring dijumpai hemoroid yang sebenarnya merupakan
varises pada anus.

Penyebab hiperemia pasif (kongesti) dapat diobati. Dokter mengobati


gagal jantung dengan mengatasi penyebab penyakit, seperti tekanan darah
tinggi dan diabetes.

2.1.2 Edema
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan diantara sel-sel tubuh
atau didalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai pada
praktik klinik sehari-hari yang terjadi akibat ketidak seimbangan faktor-
faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubh, antara lain gangguan
hemodinamik sistem kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air,
penyakit ginjal serta berpindahnya air dari intravskular ke interstisium.
Volume cairan intertisial dipertahankan oleh hukum starling. Menurut
hukum starling, kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut
termasuk protein antara kapiler dan jaringan sangat dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik masing-masing kompartemen.
Tekanan osmotik adalah tekanan yang dihasilkan molekul protein plasma
yang tidak permeabel melalui membran kapiler. Proses perpindahan ini
melalui proses difusi, ultrafiltrasi dan reabsorpsi. Faktor yang terlibat
adalah perbedaan tekanan tekanan hidrostatik intravaskular dengan
ekstravaskular, perbedaan tekanan osmotik dan permeabilitas kapiler.
Edema terjadi pada kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler atau peningkatan tekanan
osmotik interstisial atau penurunan tekanan osmotik plasma. Ginjal
mempunyai peranan sentral dalam mempertahankan homeostasis cairan
tubuh dengan kontrol volume cairan ekstraselular melalui pengaturan
eksresi natrium dan air. Hormon antidiuretik disekresikan sebagai respon
terhadap perubahan dalam volume darah, tonisitas dan tekanan darah untuk
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.

KATEGORI PATOFISIOLOGI EDEMA


1. Peningkatan tekanan hidrostatik
a. Gangguan aliran vena balik :
- Gagal jantung kongestif
- Perikarditis konstriktif
- Asites (sirotis hati)
- Kompresi atau obstrukasi vena :
o Thrombosis
o Tekanan eksterna (missal massa)
o Inaktivitas ekstremitas inferior yang lama di topang

b. Dilatasi arteriolar
- Panas
- Disregulasi neurohumonal

2. Penurunan tekanan osmoik plasma (hipoproteinemia)


- Glumerulopati yang kehilangan protein (sindrom nefrotik)
- Sirosis hati (asites)
- Malnutrisi
- Gastroenteropati yang kehilngan protein

3. Obstruksi limpatik
- Inflamasi
- Neoplastic
- Pasca pembedahn
- Pasca radiasi

4. Retensi natrium
- Asupan garam berlebih dengan insupisiensi ginjal
- Peningkatan reabsorsi natrium di tubulus :
o Hipoperfusi ginjal
o Peningkatan sekresi renin-angiotensin-aldosterom

5. Inflamasi
- Inflamasi akut dan kronik
- Angiogenesis

Edema akibat retensi natrium bersifat ekstrarenal (dipengaruhi oleh saraf)


dapat juga disebabkan oleh hormon lain. Pada penderita yang mendapat
pengobatan dengan ACTH, testoteron, progesterone, atau estrogen sering
terjadi edema sedikit atau banyak.

Hal yang penting dilakukan untuk mencegah dan mengatasi edema adalah
melakukan perubahan pola hidup dan pola makan menjadi lebih sehat,
terutama dengan menghindari makanan yang mengandung garam berlebih.

2.1.3 Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai
penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah
dari tubuh. Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah
hilangnya integritas dinding pembuluh darah yang memungkinkan darah
keluar, dan hal ini sering disebabkan oleh trauma eksternal contohnya
cedara yang disertai memar. Dinding pembuluh bisa pecah akibat penyakit
maupun trauma. Penyebab lainnya adalah adanya gangguan faktor
pembekuan darah.

Patofisiologi Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh


darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah
yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah
di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa
organ: 1. Mikrosirkulasi : Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular
sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna
menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan
lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan
energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi
tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi.
Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan
nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu
yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan
arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg,
maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan
terganggu.
2. Neuroendokrin : Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi
oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan
dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.
3. Kardiovaskular : Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan
terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja
keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung, penentu utama
dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi
jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang
pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi
jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
4. Gastrointestinal : Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan
intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan
oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini memicu
pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan
memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
5. Ginjal : Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan
hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian
cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut
akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik
seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi,
ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada
saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat
untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan
aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya
produksi urin.

Kehilangan darah dapat diakibatkan karena trauma akut dan perdarahan,


baik secara eksternal ataupun internal. Gejala-gejala yang dimiliki
bergantung pada persentase darah yang hilang dari seluruh darah yang
dimiliki pasien, namun ada beberapa gejala umum yang dimiliki oleh
seluruh penderita hypovolemic shock. Pada umumnya, pasien yang
menderita hypovolemic shock memiliki tekanan darah yang rendah
(dibawah 100mmHg) dan suhu tubuh yang rendah pada bagian-bagian
tubuh perifer. Tachycardia (diatas 100 bpm), brachycardia (dibawah 60
bpm), dan tachypnea juga umumnya terjadi pada pasien-pasien yang
menderita hypovolemic shock. Kandungan haemoglobin yang relatif
kurang (<=6g/l) pada darah juga dapat menjadi pertanda adanya
perdarahan dan dapat membantu dalam mendeteksi hypovolemic shock.
Pasien juga umumnya memiliki kegangguan kesadaran dan mengalami
kebingungan/kemarahan yang diakibatkan oleh gangguan pada sistem
saraf akibat kurangnya darah.

Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko perdarahan, Perawat harus


memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien,
yaitu:
1. Aneurisma
2. Gangguan gastrointestinal (misalnya ulkus lambung, polip, varises)
3. Gangguan fungsi hati (misalnya sirosis hepatis)
4. Komplikasi kehamilan (misalnya ketuban pecah sebelum waktunya)
5. Komplikasi pasca partum (misalnya atoni uterus, retensi plasenta)
6. Gangguan koagulasi (misalnya trombositopenia)
7. Efek agen farmakologis
8. Tindakan pembedahan
9. Trauma
10. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan
11. Proses keganasan

Jika seseorang terluka dan mengalami pendarahan, harus segera


diusahakan untuk mengurangi darah yang hilang. Biasanya, Kita
seharusnya bisa mengendalikan pendarahan tanpa banyak kesulitan.
Namun dalam kasus-kasus yang lebih berat, pendarahan yang tidak
terkendali atau parah dapat menyebabkan shock, gangguan peredaran
darah, atau dampak kesehatan yang lebih parah lagi seperti kerusakan
jaringan dan organ utama yang dapat menyebabkan kematian.

2.1.4 Trombosis
Trombosis yaitu proses pembentukan bekuan darah (trombus) dan resiko
emboli. Trombosis Vena Dalam (TVD) adalah kondisi dimana terbentuk
bekuan dalam vena sekunder / vena dalam oleh karena inflamasi /trauma
dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian. Trombosis Vena Dalam
(TVD) menyerang pembuluh-pembuluh darah sistem vena dalam.
Serangan awalnya disebut trombosis vena dalam akut. TVD dapat bersifat
parsial atau total.

Kebanyakan trombosis vena dalam berasal dari ekstrimitas bawah.


Penyakit ini dapat menyerang satu vena bahkan lebih. Venavena di betis
adalah vena-vena yang paling sering terserang. Trombosis pada vena
poplitea, femoralis superfisialis, dan segmen segmen vena ileofemoralis
juga sering terjadi. Banyak yang sembuh spontan, dan sebagian lainnya
berpotensi membentuk emboli. Emboli paru-paru merupakan resiko yang
cukup bermakna pada trombosis vena dalam karena terlepasnya trombus
kemudian ikut aliran darah dan terperangkap dalam arteri pulmonalis.

Patofisiologi
Penyebab utama trombosis vena belum jelas, tetapi ada tiga kelompok
faktor pendukung yang dianggap berperan penting dalam pembentukannya
yang dikenal sebagai TRIAS VIRCHOW yaitu abnormalitas aliran darah,
dinding pembuluh darah dan komponen factor koagulasi.

 Stasis vena
Stasis aliran darah vena, terjadi bila aliran darah melambat, seperti pada
gagal jantung atau syok; ketika vena berdilatasi, sebagai akibat terapi obat,
dan bila kontraksi otot skeletal berkurang, seperti pada istirahat lama,
paralisis ekstremitas atau anastesi. Hal-hal tersebut menghilangkan
pengaruh dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan
pengumpulan darah di ekstremitas bawah. TVD pada penderita stroke
terjadi pada tungkai yang mengalami paralisis.

 Kerusakan pembuluh darah


Cedera dinding pembuluh darah, diketahui dapat mengawali pembentukan
trombus. Penyebabnya adalah trauma langsung pada pembuluh darah,
seperti fraktur dan cedera jaringan lunak, dan infus intravena atau
substansi yang mengiritasi, seperti kalium klorida, kemoterapi, atau
antibiotik dosis tinggi.

 Hiperkoagubilitas
Keseimbangan antara faktor koagulasi alamiah, fibrinolisis serta
inhibitornya berfungsi mempertahankan keseimbangan hemostasis normal.
Hiperkoagulabilitas darah, terjadi paling sering pada pasien dengan
penghentian obat antikoagulan secara mendadak, penggunaan kontrasepsi
oral dan sulih hormon estrogen dan kanker terutama jenis adenokarsinoma
dapat mengaktifkan faktor pembekuan sehingga meningkatkan risiko
TVD.

Pengobatan hanya dilakukan pada kasus yang diagnosisnya sudah jelas


ditegakkan mengingat obat-obatan dapat menimbulkan efek samping
serius. Tujuan tatalaksana DVT fase akut yaitu, menghentikan
bertambahnya thrombus, membatasi bengkak tungkai yang progresif,
membuang bekuan darah serta mencegah disfungsi vena atau
terjadinya sindrom pasca-trombosis dan mencegah terjadinya emboli.
Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis vena pasien dianjurkan
untuk istirahat atau bedrest di tempat tidur, meninggikan posisi kaki, dan
dipasang compression stocking dengan tekanan kira-kira 40 mmHg.
Tujuan bedrest pada pasien DVT yaitu untuk mencegah terjadinya emboli
pulmonal. Meluasnya proses trombosis dan emboli paru dapat dicegah
dengan antikoagulan dan fibrinolitik. Usahakan biaya serendah mungkin
dan efek samping seminimal mungkin. Prinsip pemberian anti-koagulan
adalah safe dan efektif. Safe artinya antikoagulan tidak menyebabkan
perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan trombus dan mencegah
timbulnya trombus baru dan emboli.

2.1.5 Embolisme
Emboli adalah penyumbatan pada aliran pembuluh darah yang dapat
berupa gelembung udara atau darah yang menggumpal. Penyumbatan yang
terjadi dapat membatasi bahkan menghentikan aliran darah. Hal ini yang
membuat emboli menjadi kondisi yang membahayakan karena dapat
memicu kematian. Kondisi ini menyebabkan gejala yang berbeda-beda
pada pengidapnya. Gejala akan dialami sesuai dengan tipe dan lokasi
sumbatan pembuluh yang dialami. Biasanya, emboli dapat memengaruhi
beberapa fungsi organ vital, seperti otak, jantung, dan paru-paru. Emboli
yang terjadi pada otak dapat menyebabkan pengidapnya stroke.
Penyumbatan pada area paru menyebabkan emboli paru. Selain gangguan
fungsi, emboli yang terjadi dalam waktu yang cukup lama membuat organ
tersebut mengalami kerusakan secara permanen.

Penyebab Emboli
Berikut ini hal-hal yang menyebabkan seseorang mengidap emboli:
 Lemak
Fraktur atau keretakan pada tulang panjang, seperti tulang paha, dapat
menyebabkan lemak dalam tulang dilepaskan ke dalam aliran darah.
Partikel lemak juga dapat muncul setelah seseorang mengalami luka bakar
yang parah atau komplikasi dari operasi tulang.

 Penggumpalan Darah
Darah memiliki kandungan pembekuan alami untuk mencegah perdarahan
ketika terjadi luka terbuka. Namun, beberapa gangguan kesehatan, seperti
obesitas, kanker, gangguan jantung, hingga kehamilan dapat menyebabkan
gumpalan pembekuan darah terbentuk meskipun tidak ada luka yang
terbuka. Gumpalan darah yang terbentuk ini dapat mengalir dalam darah
dan menyebabkan penyumbatan di bagian tertentu.

 Kolesterol
Timbunan kolesterol bisa menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah.

 Udara
Gelembung udara atau gas juga bisa memasuki aliran darah. Kondisi ini
merupakan penyebab kematian utama di antara para penyelam. 

 Cairan Ketuban
Embolisme yang disebabkan cairan ketuban biasa terjadi pada ibu hamil,
meskipun kondisi ini sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh
masuknya cairan ketuban ke dalam aliran darah ibu ketika menjalani
persalinan. Kondisi ini bisa menyebabkan ibu kesulitan bernapas hingga
penurunan tekanan darah.

Faktor Risiko Emboli


Inilah beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko terjadinya emboli:
1. Sedang hamil.
2. Mengalami kegemukan atau obesitas.
3. Merokok.
4. Mengidap penyakit jantung.
5. Berusia di atas 60 tahun.
6. Tidak bergerak dalam jangka waktu lama.
7. Kurang melakukan aktivitas fisik atau olahraga.
8. Memiliki riwayat operasi atau patah tulang.
9. Memiliki riwayat penyakit diabetes, kanker, hingga stroke.
 
Gejala Emboli
Gejala emboli akan disesuaikan dengan terjadinya lokasi penyumbatan.
Jika terjadi di sekitar area otak, maka pengidap emboli dapat mengalami
stroke. Berikut gejalanya:
1. Lemah pada salah satu sisi tubuh.
2. Wajah yang menjadi lebih turun.
3. Mati rasa pada salah satu sisi tubuh.
4.Kesulitan berbicara.
5. Kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.
Segera lakukan pemeriksaan dan kunjungi rumah sakit terdekat ketika
kerabat atau keluarga mengalami gejala yang berkaitan dengan emboli
pada otak atau stroke.
Selain itu, emboli juga dapat terjadi pada bagian paru-paru. Kondisi ini
dikenal sebagai emboli paru. Ada beberapa gejala yang akan dialami oleh
pengidap emboli paru, seperti:
1. Napas menjadi lebih pendek secara tiba-tiba.
2. Rasa nyeri yang sangat tajam pada bagian leher, dada, rahang, hingga
bagian lengan.
3. Batuk tanpa dahak.
4. Kulit menjadi pucat dan kebiruan.
5. Detak jantung yang cepat.
6. Keringat berlebihan.
7. Pusing.
8. Napas berbunyi (mengi).
Jangan abaikan keluhan kesehatan yang terkait dengan emboli paru. Segera
kunjungi rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pengobatan dan
perawatan yang tepat. 

Pencegahan Emboli
Emboli bisa dicegah dengan melakukan beberapa hal, seperti:
 Mengonsumsi Makanan Sehat. Sebaiknya hindari mengonsumsi makanan
dengan lemak tinggi. Sebagai gantinya coba konsumsi makanan yang
mengandung serat, dan perbanyak buah dan sayur setiap hari.
 Batasi Asupan Garam. Cegah emboli dengan membatasi asupan garam
setiap hari. Kamu disarankan untuk mengonsumsi garam tidak lebih dari 6
gram atau satu sendok teh per harinya.
 Mengontrol Berat Badan. Obesitas menjadi salah satu faktor pemicu
emboli. Sebaiknya kontrol berat badan dengan pola makan yang sehat dan
tepat.
 Olahraga. Dengan rutin berolahraga kamu bisa membuat tubuh tetap sehat.
Bahkan kamu juga menurunkan dan mengontrol berat badan untuk cegah
emboli.
 Berhenti Merokok. Jika kamu memiliki kebiasaan merokok, sebaiknya
hentikan kebiasaan ini. Bukan hanya memicu emboli, merokok dapat memicu
penyakit kanker hingga gangguan paru-paru. 

2.1.6 Arteriosklerosis
Arteriosklerosis secara harfiah berarti "pengerasan arteri". Ini merupakan
istilah umum yang mencerminkan penebalan dinding dan hilangnya
elastisitas arteri. Terdapat tiga jenis arteriosklerosis yang berbeda, masing-
masing dengan dampak klinis dan patologis yang berbeda, yaitu:
a. Arteriolosklerosis mempengaruhi arteri kecil dan arteriol dan dapat
menyebabkan cedera iskemik di hilir. Terdapat dua varian yaitu
arteriolosklerosis hialin dan hiperplastik.
b. Sklerosis medialis Monckeberg ditandai dengan adanya deposit
kalsifikasi di arteri sedang, biasanya pada orang yang berusia di atas 50
tahun. Lesi ini tidak mengganggu lumen pembuluh dan biasanya tidak
signifikan secara klinis.

Patofisiologi aterosklerosis adalah Arterial remodeling selama


pembentukan ateromata bertanggung jawab terhadap ekspresi klinis
penyakit aterosklerotik. Pada pembentukan awal ateroma, lesi terbentuk
mejauhi lumen dan pembuluh darah cenderung meningkatkan diameternya,
fenomena ini dinamakan “compensatory enlargement”. Ateroma yang
sedang tumbuh tidak akan mengganggu lumen kecuali aterosklerosis sudah
melebihi 40% luas di dalam lamina elastika interna. Dengan demikian,
stenosis akan terjadi pada fase yang lebih lanjut dari perkembangan
ateroma.

Arteriosklerosis bisa dicegah dengan meminimalkan faktor risiko yang


telah disebutkan di atas. Caranya adalah dengan menjalani pola hidup
sehat, seperti:
 Tidak merokok
 Berolahraga secara rutin
 Mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang, serta memperbanyak
asupan sayur-sayuran dan buah-buahan
 Mempertahankan berat badan ideal
 Beristirahat dan tidur yang cukup
 Mengelola stress dengan baik

2.1.7 Iskemia dan Infark


Iskemia dan infark adalah dua proses yang disebabkan oleh kurangnya
pasokan faktor-faktor vital ini ke dalam sel. Obstruksi mekanis arteri yang
menyebabkan hipoksia yang merupakan dasar iskemia. Gangguan drainase
vena juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan iskemik.
Iskemia adalah suatu keadaan kurangnya aliran darah ke organ tubuh
tertentu, yang mengakibatkan organ tersebut kekurangan oksigen. Iskemia
menyebabkan terjadinya defisiensi nutrisi dan oksigen pada jaringan atau
organ tubuh yang sangat diperlukan untuk membantu proses metabolisme
sel. Seluruh organ tubuh dapat mengalami kondisi ini. Jika tidak segera
ditangani, kondisi ini dapat menyebabkan kematian sel.

Penyebab Iskemia
Penyebab yang sering terjadi disebabkan oleh aterosklerosis, ketika plak
yang sebagian besar mengandung lemak menghambat aliran darah. Begitu
kondisi ini terjadi arteri yang terhambat dapat mengeras dan menyempit
(aterosklerosis). 
Kondisi lain yang dapat menimbulkan iskemia adalah bekuan darah yang
terbentuk dari pecahan plak dan berpindah ke pembuluh darah yang lebih
kecil, sehingga dapat menghentikan aliran darah secara tiba-tiba.

Faktor Risiko Iskemia


Beberapa faktor risiko iskemia, antara lain:
 Mengidap penyakit tertentu
Mengidap penyakit tertentu seperti diabetes, hipertensi, hipotensi,
kolesterol tinggi, obesitas, gangguan pembekuan darah, anemia sel sabit,
penyakit Celiac, dan gagal jantung dapat menempatkan seseorang pada
risiko iskemia.
 Memiliki kebiasaan merokok
Memiliki kebiasaan merokok bisa menempatkan seseorang pada risiko
iskemia. Ini disebabkan kandungan zat berbahaya pada rokok dapat
menghambat aliran darah.
 Mengalami kecanduan alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan plak
di arteri (aterosklerosis). Penumpukan ini dapat mengurangi aliran darah. 
 Menggunakan obat-obatan terlarang 
Penyalahguna narkoba memiliki peningkatan risiko stroke hemoragik dan
iskemik. Selain itu penyalahgunaan obat sering menjadi penyebab stroke
pada orang dewasa muda.
 Jarang melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga
Jarang berolahraga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami
penyumbatan aliran darah. Orang yang aktif berolahraga peredaran
darahnya jauh lebih baik ketimbang orang yang tidak aktif secara fisik. 

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kondisi ini, antara
lain: Berolahraga atau melakukan aktivitas latihan fisik secara rutin,
Mengonsumsi makanan kaya serat dan antioksidan, Beristirahat dengan
cukup dan berkualitas dan Berhenti merokok dan mengonsumsi minuman
beralkohol.
Infark adalah kondisi dimana adanya gangguan pasokan oksigen ke suatu
organ seperti jantung, otak atau paru yang mengakibatkan kematian
jaringan pada organ tersebut. Penyebab infark karena penyumbatan aliran
pembuluh darah dan kadang bisa terjadi pada pembuluh balik.

Proses terjadinya infark yaitu Thrombus menyumbat aliran darah arteri


koroner, sehingga suplai nutrisi dan O2 ke bagian distal terhambat sel otot
jantung bagian distal mengalami hipoksia iskhemik infark, kemudian serat
otot menggunakan sisa akhir oksigen dalam darah, hemoglobin menjadi
teroduksi secara total dan menjadi berwarna birui gelap, dinding arteri
menjadi permeable, terjadilah edmatosa sel, sehingga sel mati.

2.2 Gangguan Pertumbuhan, Proliferasi, dan Diferensiasi sel


Menurut World Health Organization, gangguan pertumbuhan (growth faltering)
pada anak dapat diidentifikasi melalui kenaikan berat badan anak yang kurang
dari persentil ke-5Growth faltering merupakan suatu keadaan yang ditandai
dengan kenaikan ukuran tubuh bayi atau anak lebih rendah dari yang
seharusnya.Gangguan pertumbuhan pada anak dapat ditandai melalui kurva
pertumbuhan yang tidak berada pada jalur yang seharusnya yang akan
berdampak pada kejadian kurang gizi. Indikasi adanya gangguan pertumbuhan
adalah kenaikan berat badan anak lebih rendah dari yang seharusnya.

Proliferasi adalah fase sel saat mengalami pengulangan siklus sel tanpa
hambatan. Istilah proliferasi sel secara khusus berlaku untuk peningkatan jumlah
sel, yang diukur sebagai jumlah sel sebagai fungsi waktu.

Diferensiasi sel adalah suatu proses yangmenyebabkan timbulnya perbedaan


tetap diantara sel-sel, sehingga populasi sel yangsatu mempunyai morfologi dan
fungsi yangberbeda dari pada populasi sel yang lain.

2.2.1 Organ dan Jaringan Yang Lebih kecil dari normal


Sel pada organisme multiseluler (manusia) mempunyai potensial
untukproliferasi dirinya dan untuk tumbuh dan berkembang. bakteri setiap 20
menit membelah diri pada kondisi optimal. Sel normal pada manusia dapat
membelah sekali atau 2 kali dalam sehari secara invivo.
1. Semua informasi genetik yang dimiliki oleh suatu organisme akan diwariskan
kepada selanak pada saat pembelahan sel. Artinya : Informasi genetik yang tepat
perlu diterima oleh
setiap sel, sehingga setiap organ pada organisme dapat berkembang pada
jalur yang tepat.Dalam perjalanan proses perkembangan, setiap informasi
genetik yang tidak relevan atau tidakdibutuhkan atau disimpan dan tidak
digunakan.
2. Semua sel anak mula-mula memperoleh semua informasi genetik, tetapi
bila padajaringan tertentu tidak diperlukan lagi akan mengalami degenerasi.
3. Semua informasi genetik diwariskan sama banyak, tetapi pada jaringan
tertentu informasi tersebut dilipat gandakan. Selain disebabkan oleh perbedaan
aktivitas gen tersebut diatas, diferensiasi juga dapat disebabkan karena :
a). Polaritas pada saat pembelahan sel tidak merata.
Perbedaan tersebut disebabkan karena penyebaran senyawa tertentu di dalam
plasma tidak merata. Pada kutub yang satu konsentrasinya rendah, sedangkan
di kutub yang lain konsentrasinya tinggi.
b). Pembelahan sel tidak setara
Dinding pemisah sel terbentuk tidak ditengah-tengah sehingga dihasilkan 2
sel yang tidak sama besar. Awal yang tidak sama dari 2 sel anakan ini tentu
menyebabkan perbedaan aktivitas
metabolisme sehingga salah satu sel anak dapat membelah lagi sedangkan
yang lain tidak mampu lagi.
c). Letak sel dalam jaringan. (digunakan dalam teknik kultur jaringan).
d). Faktor Hormon.
Diperlukan dalam jumlah sedikit, karena tidak berpengaruh secara langsung
dan kerjanya relatif lambat.
e). Faktor ling kungan (cahaya, suhu, ketersediaan air, oksigen, dll).
Patofisiologi : buku saku/ Elizabeth J. Corwin ; alih bahasa, Nike Budhi
Subekti ; editor edisi
bahasa Indonesia, Egi Komra Yudha … [et al.]. – Ed. 3. – Jakarta : EGC,
2009.
Diferensiasi sel pada kanker kanker adalah penyakit yang ditandai dengan
kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk:tumbuh
tidak terkendali (pembelahan sel melebihi batas normal),menyerang jaringan
biologis di dekatnya, bermigrasi ke jaringan tubuh yang lainsirkulasi darah atau
sistem limfatik, disebut metastasis.Selama perkembangan, sel normal akan
berdiferensiasi. Diferensiasi berarti bahwa suatu sel menjadi khusu dalam
struktur dan fungsinya, dan berkumpul dengan sel-sel yang berdiferensiasi
serupa. Sebagai contoh, sebagian sel embrionik ditakdirkan untuk menjadi sel
kulit atau jantung. Semakin tinggi diferensiasi sebuah sel, semakin jarang sel
tersebut masuk kesiklus sel untuk bereproduksi dan membelah. Sel-sel saraf,
yang tidak mengalami reproduksi,adalah sel yang berdiferensiasi tinggi. Sel
yang jarang atau tidak pernah menjalani siklus sel tidak mungkin menjadi sel
kanker, sedangkan sel yang sering menjalani siklus sel lebih mungkin
cenderung mengalami kanker.
Diferensiasi tampaknya terjadi akibat supresi selektif gen tertentu pada
beberapa sel, sedangkan pada sel lain, gen yang sama tetap aktif. Diferensiasi
setiap sel dan jaringan tampaknya mempengaruhi diferensiasi sel dan jaringan
di sekitarnya. Sel melepaskan factor pertumbuhan khusus yang menuntun
diferensiasi sel sekitar

Anda mungkin juga menyukai