BLOK CAIRAN
“EDEMA"
Kelompok : B-8
Ketua : Muhamad Farhan Nabil (1102017143)
Sekretaris : Nanda Febylia (1102017167)
1
SKENARIO
EDEMA
Seorang laki-laki, umur 24 tahun berobat ke dokter dengan keluhan kaki dan perut
membengkak sejak 2 bulan yang lalu. Untuk mengurangi bengkak biasanya pasien
menaikkan kedua kakinya, tetapi sekarang tidak membantu. Tidak ada riwayat penyakit berat
lainnya. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites pada abdomen dan edema pada kedua
tungkai bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium: kadar protein albumin di dalam plasma
darah 2,0 g/L (normal > 3,5 g/L), pemeriksaan lain dalam batas normal. Keadaan ini
menyebabkan gangguan tekanan koloid osmotic dan tekanan hidrostatik di dalam tubuh.
Dokter menyarankan pemberian infus albumin.
2
KATA SULIT
3
BRAIN STORMING
1. Mengapa menaikkan kaki dapat mengurangi bengkak?
2. Apa perbedaan antara edema dan asites?
3. Apa saja factor resiko terjadinya edema?
4. Mengapa dokter menyarankan infuse albumin?
5. Apa hubungan antara tekanan koloid osmotic dengan tekanan hidrostatik?
6. Apa hubungan plasma darah dengan edema?
7. Mengapa kadar albumin rendah dapat menyebabkan edema?
8. Apa gejala, tatalaksana, dan akibat dari edema?
9. Organ apa saja yang terganggu dari efek edema?
10. Mengapa kadar albumin rendah menyebabkan gangguan tekanan koloid dan tekanan
hidrostatik?
11. Bagaimana mekanisme terjadinya edema?
12. Apa yang menyebabkan kadar albumin rendah?
JAWABAN
1. Karena adanya gaya gravitasi, maka peredaran darah akan mengikuti arah gravitasi.
2. Edema letaknya ada di seluruh tubuh dan dapat terlihat secara fisik, sedangkan asites
berada di rongga perut.
3. Alkoholik, perokok, jarang berolahraga.
4. Karena kadar albumin pasien rendah, maka diberi infuse albumin agar menaikkan kadar
albuminnya.
5. Tekanan onkotik/ koloid osmotik adalah tekanan yang bergerak dari dalam ke luar
kapiler. Sedangkan tekanan hidrostatik adalah tekanan yang bergerak dari luar ke dalam
kapiler. Kedua tekanan ini bekerja agar cairan dapat keluar dan masuk ke dalam kapiler.
6. Jika plasma darah meningkat, cairan akan keluar dari plasma darah lalu menuju
ektraseluler, lalu terjadi penumpukan di ekstraseluler sehingga terjadinya edema.
7. Karena albumin berperan mengikat cairan tubuh agar tidak bocor keluar dari pembuluh
darah. Jadi jika albuin rendah cairan akan keluar sehingga terjadi edema.
8. Gejala : - Bengkak, bila ditekan sulit kembali
- Peningkatan berat badan
- Ada bendungan vena di leher
- Denyut nadi teraba kuat.
Tata laksana : - Pemberian diuretic
- Restriksi asupan natrium untuk menetralisir retensi air.
Akibat : Terjadi pembengkakan.
9. Ginjal, jantung, hati.
10. Jika albumin rendah, maka kerja tekanan onkotik menurun.Hal ini membuat volume
plasma darah meningkat karena tekanan hidrostatik bekerja secara terus menerus.
11. Kadar albumin dalam plasma darah menurun, menyebabkan tekanan onkotik yang
bertugas untuk mengeluarkan cairan dari dalam ke luar kapiler menurun kerjanya.
Sehingga terjadi penumpukan cairan di kapiler darah. Hal ini dinamakan edema.
12. Kadar albumin rendah bisa disebabkan oleh gangguan ginjal, sirosis hati dan gangguan
jantung.
4
HIPOTESIS
5
SASARAN BELAJAR
6
1. Memahami & Menjelaskan Kapiler Darah
1.1 Definisi
- Kapiler adalah setiap pembuluh halus yang menghubungkan arteriol dan venul,
dindingnya berlaku sebagai membran permeabel untuk pertukaran berbagai
substansi antara darah dan cairan jaringan. (Dorland).
- Kapiler merupakan tempat pertukaran bahan antara darah dan sel jaringan-
jaringan, dan bercabang-cabang secara ekstensif untuk membawa darah agar dapat
dijangkau oleh setiap sel. (Sherwood, 2011)
1.2 Fungsi
7
polos hubungan antara sel endotel memungkinkan lewatnya molekul sampai
diameter 10nm. Sitoplasma sel endotel yang menipis disebut fenetrasi. Fenetrasi
memungkinkan lewatnya molekul yang relative besar dan membuat kapiler seperti
berpori.
a. Di dalam otak yaitu sel endotel kapiler sangat rapat, jadi hanya molekul yang sangat
kecil yang dapat masuk / keluar dari jaringan otak.
b. Di dalam hati yaitu celah antara sel endotel kapiler lebar terbuka sehingga hampir
semua zat yang larut dalam plasma dapat lewat dari darah masuk ke hati.
c. Di dalam berkas glomerulus ginjal yaitu terdapat fenestra ( lubang ) yang langsung
menembus bagian tengah sel endotel sehingga banyak zat yang dapat di filtrasi
melewati glomerulus tanpa harus melewati celah di antara sel endotelia.
Arteriol sangat berotot dan diameternya dapat berubah beberapa kali lipat.
Metarteriol tidak mempunyai lapisan otot yang bersambungan, namun mempunyai
serat-serat otot polos yang mengelilingi pembuluh darah pada titik-titik yang
bersambungan.
Pada titik dimana kapiler murni berasal dari metarteriol, serat otot polos
mengelilingi kapiler yang disebut dengan Sfingter prekapiler yang dapat membuka
dan menutup jalan masuk ke kapiler.
Venula ukurannya jauh lebih besar daripada arteriol tapi lapisan ototnya lebih lemah.
1. Kapiler Sempurna
Banyak dijumpai pada jaringan termasuk otot paru, susunan saraf pusat, dan kulit.
Sitoplasma sel endotel menebal di tempat yang berinti dan menipis di bagian lainnya
2. Kapiler Bertingkat
Kapiler bertingkat dijumpai pada mukosa usus, glomerolus, ginjal dan pancreas.
Sitoplasma tipis dan terdapat pori-pori.
3. Kapiler Sinusidal
Mempunyai garis tengah, lumen lebih besar dari normal
8
1.4 Mekanisme Sirkulasi
Sistem sirkulasi adalah sistem transpor yang menghantarkan oksigen dan berbagai
zat yang diabsorbsi dari traktus gastrointestina menuju ke jaringan serta melibatkan karbon
dioksida ke paru dan hasil metabolisme lain menuju ke ginjal. Sistem sirkulasi berperan
dalam pengaturan suhu tubuh dan mendistribusi hormon serta berbagai zat lain yang
mengatur fungsi sel. Setiap pembuluh halus yang menghubungkan arteriol dan venol
membentuk suatu jaringan pada hampir seluruh bagian tubuh. Dindingnya berkerja sebagai
membran semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.
- Difusi Pasif
Dinding kapiler tidak ada sistem transportasi, sehingga zat terlarut berpindah
melalui proses difusi menuruni gradien konsentrasi mereka. Gradien konsentrasi
adalah perbedaan konsentrasi antara 2 zat yang berdampingan. Difusi zat terlarut
terus berlangsung independen hingga tak ada lagi perbedaan konsentrasi antara
darah dan sel di sekitarnya.
- Bulk flow
Merupakan suatu volume cairan bebas protein yang tersaring ke luar kapiler,
bercampur dengan cairan interstisium disekitarnya, dan kemudian direabsorpsi.
Bulk flow sangat penting untuk mengatur distribusi CES antara plasma dan cairan
interstisium. Proses ini disebut bulk flow karena berbagai konstituen cairan
berpindah bersama sama sebagai satu kesatuan.
Bulk flow dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik
koloid antara plasma dan cairan interstitium. 4 gaya yang mempengaruhi
perpindahan cairan menembus dinding kapiler adalah :
a. Tekanan darah kapiler
b. Tekanan osmotik koloid plasma
c. Tekanan hidrostatik cairan interstitium4
d. Tekanan osmotik koloid cairan interstitium
9
Aliran darah dalam kapiler
Mengalir secara intermiten yang mengalir dan berhenti setiap beberapa detik
atau menit.Penyebab timbulnya gerakan ini adalah vasomotion, yang
berarti kontraksi intermiten padametarteriol dan sfingter prekapiler.
Faktor penting yang mempengaruhi derajat pembukaan dan pentutupan kapiler
adalah konsentrasi oksigen dalam jaringan. Bila jumlah pemakaian oksigen besar,
aliran darah yang intermiten akan makin sering terjadi dan lamanya waktualiran
lebih lama sehingga dapat membawa lebih banyak oksigen.
Sistem Limfatik
Fungsi sistem limfatik adalah mengembalikan cairan dan protein yang difiltrasi
kapiler ke sistem sirkulasi. Sistem limfatik didesain hanya 1 jalan, yaitu dari jaringan
ke system sirkulasi. Ujung pembuluh limf (kapiler limf) berada dekat kapiler darah.
Penyumbatan pembuluh limfa dapat menyebabkan edema.
- Jalur tambahan cairan dari ruang interstitial ke dalam darah
- Dapat mengangkut protein dan zat-zat berpartikel besar keluar dari jaringan
yang tidak dapat dipindahkan dengan proses absorpsi langsung ke dalam
kapiler
- Kapiler Limfe dan permeabilitasnya
- Cairan merembes dari ujung arteriol kapiler darah ke dalam ujung vena
dari kapiler darah kembali ke darah melalui sistem limfatik dan bukan melalui
kapiler vena
- Cairan kembali ke limfe 2-3 liter/hari
Cairan Limfe
- Cairan limfe berasal dari cairan interstitial yang mengalir ke dalam sistem
limfatik
- Cairan limfe yang masuk ke pembuluh limfe, komposisinya hampir sama
dengancairan interstitial.
- Sistem limfatik jalur utama untuk reabsorpsi zat nutrisi dari saluran cerna
(terutama absorpsi lemak tubuh)
10
3. Tekanan cairan interstitial
Meningkatnya tekanan cairan interstitial membuat terjadinya peningkatan
kecepatan aliran limfe sehingga membawa keluar kelebihan volume cairan
interstitial dan kelebihan protein terakumulasi dalam ruang interstitial.
11
Begitupula apabila tubuh kelebihan cairan maka hormone ADH yang diproduksi pada
kalenjer hipofisis akan menurun sehingga sedikit air yang akan diserap oleh ginjal. Itulah
yang menyebabkan urine akan menjadi lebih encer dibanding yang orang yang
kekurangan cairan.
Peranan Vasopresin/ Antidiuretik hormon (ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangasng osmoreseptor di hypotalamus.
Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hipothalamus yaitu nervus vagus dan nervus
glossofaringeus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hypofisis
posterior ke dalam darah dan akan berikatan
dengan reseptornya di duktus koligentis.
Ikatan vasopresin dengan reseptornya di
duktus koligentifus memicu terbentuknya
aquoporin yaitu kanal air di membrane
bagian apeks di duktus koligentifus.
Pembentukan aquoporin ini memungkinkan
terjadinya reabsorpsi cairan ke vasa recta.
Hal ini menyebabkan urine yang di bentuk
di duktus koligentifus menjadi sedikit dan
hyperosmotik (pekat) sehingga cairan dalam
tubuh tetap dipertahankan.
Mekanisme renin- angiotensin- aldosteron
Ginjal mensekresikan hormon renin sebagai respon terhadap penurunan NaCl. Renin
mengaktifkan angiotensinogen, suatu protein plasma yang diproduksi oleh hati, menjadi
angiotensin I.
Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme yang
diproduksi oleh paru. Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mengsekresikan
hormon aldosteron, yang merangsang reabsorpsi Na+ oleh ginjal. Retensi Na+
menimbulkan efek osmotik yang menahan lebih banyak H2O di cairan ekstrasel.
Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentasi reabsorpsi Na+ yang difiltrasi
bersifat konstan berapapun beban Na+. Reabsorpsi sejumlah bagian kecil di bagian distal
tubulus berada di bawah kontrol hormon aldosteron. Tingkat reabsorpsi terkontrol ini
berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu banyak terdapat
Na+ hanya sedikit dari Na+ ini yang di reabsorpsi. Di pihak lain apabila terjadi
kekurangan Na+, sebagian besar Na+ direabsorpsi sehingga kandungan Na+ dalam urin
sedikit. Hormon aldosteron juga merangsang sintesis protein-protein baru di dalam sel-
sel tubulus ginjal. Protein-protein tersebut disebut aldosterone inducet proteins yang
meningkatkan reabsorpsi Na+ dengan dua cara. Pertama, mereka terlibat dalam
pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel tubulus distal dan pengumpul,
sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. Kedua, mereka
menginduksi sintesis pembawa Na+-K+ ATPase, yang disisipkan ke dalam membran
basolateral sel-sel tersebut. Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorpsi Na+
12
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Cairan
Aspek Biokimia
Definisi
Jika konsentrasi protein plasma sangat menurun, cairan tidak ditarik kembali
kedalam kompartmen intravaskular tetapi ditimbun di dalam ruang jaringan
ekstravaskular dan menjadi edema. Salah satu penyebab edema adalah defisiensi
protein. Edema jaringan lunak yang disebabkan tekanan osmotik koloid
intravaskular yang menurun juga berasal dari pengaruh konsentrasi albumin yang
rendah.
Patofisiologi
Jika tekanan hidrostatik kapiler dan tekanan onkotik intersisial yang memindahkan
cairan dari vaaskular ke ekstravaskular lebih besar daripada tekanan hidrostatik
interstisial dan tekanan onkotik kapiler yang memindahkan cairan dari
ekstravaskular ke vaskular maka hal ini dapat menyebabkan pembengkakan jaringan
lunak di ekstravaskular (interstisial).
Aspek Fisiologi
13
plasma menurun tekanan osmotik koloid Diare kronik
plasma menurun →
air berpindah dari plasma Luka bakar
masuk kedalam jaringan → Sindroma nefrotik
edema
Sirosis
14
2. Retensi natrium di ginjal
Retensi natrium dipengaruhi oleh :
a. Sistem renin angiotensin-aldosteron
b. Aktifitas ANP
c. Aktifitas saraf simpatis
d. Osmoreseptor di hipotalamus
Kelebihan volume CES dapat terjadi jika Na dan air tertahan dengan proporsi
yanglebih kurang sama seiring dengan terkumpulnya cairan isotonik berlebihan di C
ES (hipervolemia) maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan interstitial >
Edema.
Kelebihan cairan volume selalu terjadi sekunder akibat peningkatan kadar Na
tubuh totalyang akan menyebabkan terjadinya retensi air.
Gejala :
15
2.3 Hubungan Tekanan Hidrostatik & Onkotik dengan Aliran Cairan
- Tekanan Hidrostatik cairan interstisium adalah tekanan cairan yang bekerja di
bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium, tekanan ini cenderung
mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.
- Tekanan osmotik koloid plasma (Onkotik) adalah suatu gaya yang disebabkan oleh
dispersi koloid protein-protein plasma, tekanan ini mendorong pergerakan cairan ke
dalam kapiler. Tekanan koloid plasma rata-rata adalah 25mmHg
Hukum Starling
Hukum starling adalah kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut antara
kapiler dan jaringan dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan osmotik masing
masing kompartemen.
“Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling: perbedaan tekanan
hidrostatik intravaskuler dan interstisial, dan perbedaan tekanan koloidosmotik
intravaskuler dan interstisial”. Maka aliran cairan :
K (Pc + i) – (Pi + c)
Ket: K = Koefisien filtrasi kapiler
Pc = Tekanan hidrostatik kapiler = 37 mmHg
Pi = Tekanan hidrostatik interstitium = 17 mmHg
πc = Tekanan koloid-osmotik kapiler = 25 mmHg
πi = Tekanan koloid-osmotik interstitium = diabaikan
16
konsentrasi protein yang lebih besar dan konsentrasi air yang lebih kecil daripada
cairan yang ada pada cairan interstisium.
3. Tekanan Hidrostatik cairan interstisium (HPi)
Tekanan yang bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium.
Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam kapiler, besarnya
1mmHg
4. Tekanan Osmotik Koloid Cairan Interstisium (OPi)
Sebagian kecil protein plasma yang bocor ke luar dinding kapiler dan masuk ke
ruang interstisium dalam keadaan normal akan dikembalikan ke dalam darah
melalui sistem limfe. Tetapi apabila protein plasma bocor secara patologis,
protein yang bocor menimbulkan efek osmotik yang akan mendorong
perpindahan cairan keluar dari kapiler dan masuk ke cairan interstisium.
Dengan demikian 2 tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar kapiler
adalah tekanan darah kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium,
sedangkan 2 tekanan yang mendorong cairan masuk ke dalam kapiler darah
adalah tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan koloid cairan interstisium.
3.2 Jenis
Edema dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Edema Intaseluler
Edema yang biasa terjadi akibat depresi sistem metabolik jaringan dan tidak adanya
nutrisi sel yang adekuat.
2. Edema Ekstraseluler
Edema yang biasanya disebabkan oleh kebocoran abnormal cairan dari plasma ke
ruang interstitial dengan melintasi kapiler dan kegagalan limfatik untuk
mengembalikan cairan dari interestitium ke dalam darah.
17
Berdasarkan letaknya, edema dibedakan menjadi
Biasanya pada :
Gagal Jantung
Sirosis Hepatis
Gangguan ekskres
18
tirah baring,begitu juga dengan tekanan hidrostatik gravitasi meningkatkan
akumulasi cairan di tungkai dan kaki pada individu yang berdiri.
2. Edema Non pitting adalah terlihat pada area lipatan kulit yang longgar,seperti
periorbital pada wajah. Edema non pitting apabila ditekan, bagian yg ditekan itu
akan segera kembali ke bentuk semula.
Berdasarkan Lamanya
1. Edema Akut
Akut adalah istilah medis yang berarti onset mendadak.Jadi jika Anda baru
menyadari bahwa Anda memiliki edema, maka Anda kemungkinan besar mengalami
edema akut.
2. Edema Kronik
Kronis adalah istilah medis yang mengacu pada kondisi yang sedang
berlangsung atau sesuatu yang telah ada selama 6 bulan atau lebih dan bahkan
mengkin bertahun-tahun.
3.4 Penyebab
3.4.1.1 Berkurangnya protein dari plasma
19
2. Meningkatnya tekanan darah kapiler
- Permeabilitas Kapiler
- Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan Hidrolik dalam interstisium
- Selisih tekanan Onkotik plasma dengan Onkotik dalam interstisium
3.5 Patofisiologi
1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan
osmotik koloid plasma.
2. Peningkatan permaebilitas dinding kapiler memungkinkan lebih banyak protein
plasma keluar dari kapiler ke cairan interstitium di sekitar-sebagai contoh,
melalui pelebaran pori-pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera
jaringan atau reaksi alergi.
3. Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan
osmotik koloid cairan interstitium yang disebabkan oleh kelebihan protein
dicairan interstitium meningkatkan tekanan ke arah luar.
4. Peningkatan tekanan vena, misalnya ketika darah terbendung di vena, akan
disertai peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya ke
dalam vena. Peningkatan tekanan ke arah luar dinding kapiler ini terutama
berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif.
20
5. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema karena kelebihan cairan
yang di filtrasi keluar tertahan di cairan interstitium dan tidak dapat di
kembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan
interstitium memperberat masah melalui efek osmotiknya.
Hipoalbuminemia
Penurunan VDAE
1. Mekanisme underfilling
Terjadinya edema akibat rendahnya kadar albumin serum rendahnya tekanan
osmotik plasma peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang
interstisial (hk. Starling)
21
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma
Retensi Na
EDEMA
2. Mekanisme Overfilling
Pada pasien sindrom nefrotikterganggu ekskresi Natrium tubulus distalis
tingginya volume darah (overfilling) penekanan sistem renin-angiotensin dan
vasopressin.
Retensi Na
Volume plasma
Tubulus Resisten
terhadap ANP
EDEMA
22
2. Pembentukan Edema pada gagal jantung
3.6 Penanganan
1. Pengobatan pada penyakit yang mendasar. Menyembuhkan penyakit yang
mendasari seperti asites peritonitis tuberkulosis.
2. Tirah Baring. Tirah Baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika pada pasien
transudasi yang berhubungan dengan hipertensi porta yang bisa menyebabkan
aldosteron menurun. Dianjurkan Tirah Baring ini sedikit kakinya diangkat,
selama beberapa jam setelah minum diuretika.
3. Diet. Diet rendah natrium antara 40-60 mEq/hari atau setara dengan <500 mg/hari
namun jika diet garam terlalu rendah akan mengganggu fungsi ginjal.
4. Terapi presentesis. Dengan mengetahui dasar patofisiologi dari protein (gradien
nilai albumin serum) untuk mengetahui penyebabnya dengan transudat atau
eksudat dan menghitung sel untuk mengetahui akibat dari inflamasi
5. Stoking suportif dan elevasi kaki
6. Restriksi cairan <1500 ml/hari
Retriksi asupan Natrium
- Retriksi sekunder : pada penyakit sirosis hepatis dan gagal jantung untuk
memenuhi volume sirkulasi efektif menjadi normal sehingga perfusi jaringan
menjadi baik Pemberian diuretik harus berhati-hati karena berisiko
berkurangnya perfusi jaringan.
7. Diuretik
23
- deplesi volume yang berlebihan dapat menyebabkan gagal ginjal, hiponatremia
dan alkalosis
Pada sindroma nefrotik :
- pemberian albumin dibatasi hanya pada kasus yang berat
8. Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar : diuresis yang berlebihan
menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi, perfusi yang inadekuat,
sehingga diuretic harus diberikan dengan hati-hati
24
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisologi. Jakarta: EGC. Hal: 453
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: EGC; 657
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Gibson, J. (2003). Fisiologis dan Anatomi Modern untuk Perawat.Ed. 2. Jakarta: EGC. Hal:
126
Harrison. (1995). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol.3 . Yogyakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Himawan, S. (1990).Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
mediskus.com/penyakit/edema
Pringoutomo, S., Himawan, S., dan Tjarta, A. (2002).Patologi I (Umum). Jakarta: Sagung
Seto
Sherwood, L. (2001). Fisiologis Manusia dari Sel ke Sistem.Ed. 2. Jakarta: EGC: 319 – 321
Ganong, WF, (2007), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21,ab. M. Djauhari
Widjajakusumah, Jakarta, EGC.
http://www.ilmukedokteran.net/Daftar-Masalah-Individu/edema.html
KAPITA SELEKTA PATOLOGI KLINIK/ DN. Baron ; alih bahas, Petrus Andrianto,
Johannes Gunawan. Edisi4 jakarta : EGC, 1995
Murray R.K. et al (2000), Biokimia Harper edisi 25,ab. A.Hartono, Jakarta, EGC.
Sherwood, Lauralee (2001), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC.
pdf R.S Mitra Keluarga, Briggita Godong : Patofisiologi dan Diagnosis Asites)
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1251/1227
25
26