Anda di halaman 1dari 26

WRAP UP SKENARIO 2

BLOK CAIRAN

“EDEMA"

Kelompok : B-8
Ketua : Muhamad Farhan Nabil (1102017143)
Sekretaris : Nanda Febylia (1102017167)

Anggota : Muhamad Firdaus (1102017144)


Mohammad Rifqi Sauqi Sanusi (1102017142)
Nabella Des Kaulika (1102016144)
Nabila Sari Annisa (1102014183)
Nanda EnggarKusumo (1102017166)
Rencany Priyanto (1102017191)
Yunita Puspita Dewi (1102017247)

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI


2017-2018
Jalan.LetjenSuprapto, CempakaPutih, Jakarta 10510
Telp. (+62)214244574 Fax.(+62)214244574

1
SKENARIO

EDEMA

Seorang laki-laki, umur 24 tahun berobat ke dokter dengan keluhan kaki dan perut
membengkak sejak 2 bulan yang lalu. Untuk mengurangi bengkak biasanya pasien
menaikkan kedua kakinya, tetapi sekarang tidak membantu. Tidak ada riwayat penyakit berat
lainnya. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites pada abdomen dan edema pada kedua
tungkai bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium: kadar protein albumin di dalam plasma
darah 2,0 g/L (normal > 3,5 g/L), pemeriksaan lain dalam batas normal. Keadaan ini
menyebabkan gangguan tekanan koloid osmotic dan tekanan hidrostatik di dalam tubuh.
Dokter menyarankan pemberian infus albumin.

2
KATA SULIT

1. Asites : Penumpukan cairan dalam rongga perut. Biasanya cairan


tersebut
bersifat serous.
2. Edema : Keadaan dimana meniingkatnya volume ekstrasel dan
ekstravaskuler yang disertai dengan penimbunan cairan
abnormal dalam sela-sela jaringan dalam rongga serousa.
3. Albumin : Protein plasma utama yang berperan penting menimbulkan
tekanan osmotic koloid plasma dan berperan sebagai protein
transport untuk anion organic besar.
4. Tekanan hidrostatik : Tekanan yang sangat ditentukan oleh tekanan darah. Tekanan
ini
bergerak dari luar ke dalam kapiler.
5. Tekanan koloid osmotic : Tekanan yang dihasilkan oleh molekul tidak dapat berdifusi,
dalam hal ini koloid. Tekanan ini bergerak dari dalam ke luar
sel.
6. Abdomen : Bagian tubuh yang terletak di antara toraks dan pelvis dan di
dalamnya terdapat rongga abdomen dan visera.

3
BRAIN STORMING
1. Mengapa menaikkan kaki dapat mengurangi bengkak?
2. Apa perbedaan antara edema dan asites?
3. Apa saja factor resiko terjadinya edema?
4. Mengapa dokter menyarankan infuse albumin?
5. Apa hubungan antara tekanan koloid osmotic dengan tekanan hidrostatik?
6. Apa hubungan plasma darah dengan edema?
7. Mengapa kadar albumin rendah dapat menyebabkan edema?
8. Apa gejala, tatalaksana, dan akibat dari edema?
9. Organ apa saja yang terganggu dari efek edema?
10. Mengapa kadar albumin rendah menyebabkan gangguan tekanan koloid dan tekanan
hidrostatik?
11. Bagaimana mekanisme terjadinya edema?
12. Apa yang menyebabkan kadar albumin rendah?

JAWABAN
1. Karena adanya gaya gravitasi, maka peredaran darah akan mengikuti arah gravitasi.
2. Edema letaknya ada di seluruh tubuh dan dapat terlihat secara fisik, sedangkan asites
berada di rongga perut.
3. Alkoholik, perokok, jarang berolahraga.
4. Karena kadar albumin pasien rendah, maka diberi infuse albumin agar menaikkan kadar
albuminnya.
5. Tekanan onkotik/ koloid osmotik adalah tekanan yang bergerak dari dalam ke luar
kapiler. Sedangkan tekanan hidrostatik adalah tekanan yang bergerak dari luar ke dalam
kapiler. Kedua tekanan ini bekerja agar cairan dapat keluar dan masuk ke dalam kapiler.
6. Jika plasma darah meningkat, cairan akan keluar dari plasma darah lalu menuju
ektraseluler, lalu terjadi penumpukan di ekstraseluler sehingga terjadinya edema.
7. Karena albumin berperan mengikat cairan tubuh agar tidak bocor keluar dari pembuluh
darah. Jadi jika albuin rendah cairan akan keluar sehingga terjadi edema.
8. Gejala : - Bengkak, bila ditekan sulit kembali
- Peningkatan berat badan
- Ada bendungan vena di leher
- Denyut nadi teraba kuat.
Tata laksana : - Pemberian diuretic
- Restriksi asupan natrium untuk menetralisir retensi air.
Akibat : Terjadi pembengkakan.
9. Ginjal, jantung, hati.
10. Jika albumin rendah, maka kerja tekanan onkotik menurun.Hal ini membuat volume
plasma darah meningkat karena tekanan hidrostatik bekerja secara terus menerus.
11. Kadar albumin dalam plasma darah menurun, menyebabkan tekanan onkotik yang
bertugas untuk mengeluarkan cairan dari dalam ke luar kapiler menurun kerjanya.
Sehingga terjadi penumpukan cairan di kapiler darah. Hal ini dinamakan edema.
12. Kadar albumin rendah bisa disebabkan oleh gangguan ginjal, sirosis hati dan gangguan
jantung.

4
HIPOTESIS

Edema merupakan peningkatan volume ekstrasel dan ekstravaskuler. Disebabkan oleh


penurunan tekanan koloid osmotic dan peningkatan tekanan hidrostatik. Gejala yang
ditimbulkan adalah bengkak, bila ditekan sulit kembali, peningkatan berat badan, adanya
bendungan vena di leher, denyut nadi teraba kuat. Dapat diatasi dengan pemberian diuretic
dan restriksi asupan natrium untuk menetralisir retensi air.

5
SASARAN BELAJAR

1. Memahami & Menjelaskan Kapiler Darah


1.1 Definisi
1.2 Fungsi
1.3 Susunan / Struktur
1.4 Mekanisme Sirkulasi

2. Memahami dan Menjelaskan Aspek Biokimia & Fisiologi Kelebihan Cairan


2.1 Metabolisme
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Cairan
2.3 Hubungan Tekanan Hidrostatik & Onkotik dengan Aliran Cairan

3. Memahami dan Menjelaskan Edema


3.1 Definisi
3.2 Jenis
3.3 Manifestasi Klinis
3.4 Penyebab
3.5 Penanganan
3.6 Jenis
3.7 Pemeriksaan
3.8 Patofisiologi

6
1. Memahami & Menjelaskan Kapiler Darah
1.1 Definisi
- Kapiler adalah setiap pembuluh halus yang menghubungkan arteriol dan venul,
dindingnya berlaku sebagai membran permeabel untuk pertukaran berbagai
substansi antara darah dan cairan jaringan. (Dorland).

- Kapiler merupakan tempat pertukaran bahan antara darah dan sel jaringan-
jaringan, dan bercabang-cabang secara ekstensif untuk membawa darah agar dapat
dijangkau oleh setiap sel. (Sherwood, 2011)

1.2 Fungsi

Fungsi kapiler darah secara umum adalah:


- Penguhubung antara pembuluh arteri dan vena
- Tempat terjadi pertukaran zat-zat antara darah dan cairan di jaringan
- Mengambil hasil dari kelenjar
- Menyaring darah di ginjal
- Menyerap makanan di usus

Bagian fungsional dari sirkulasi:


 Arteri berfungsi untuk mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan,
dindingarteri kuat dan darah mengalir kuat di arteri.
 Kapiler berfungsi untuk pertukaran cairan, zat makanan, elektrolit, hormon, dan
bahan lainnya antara darah dan cairan interstisial.
 Vena berfungsi untuk saluran darah dari jaringan kembali ke jantung. Dindingnya
sangat tipis, punya otot, dan dapat menampung darah sesuai kebutuhan

1.3 Susunan / Struktur

Struktur dinding kapiler tersusun atas satu


lapisan uniselular sel-sel endothelial, dan di
sebelah luarnya dikelilingi oleh membran dasar.
Total ketebalan dinding itu kira-kira 0,5µm,.
diameter kapiler besarnya 4-9µm, yaitu ukuran
yang cukup besar untuk dilewati sel darah merah
dan sel darah lainnya. Luas total semua dinding
kapiler di dalam tubuh melebihi 6300m2. Pada
dinding kapiler terdapat dua buah penghubung
kecil yang menghubungkan bagian dalam dengan
bagian luar kapiler. Salah satu dari penghubung
ini adalah celah interseluler yang merupakan
celah tipis yang terletak diantara sel-sel endotel
yang saling berdekatan.

Dalam otot rangka, otot jantung dan otot

7
polos hubungan antara sel endotel memungkinkan lewatnya molekul sampai
diameter 10nm. Sitoplasma sel endotel yang menipis disebut fenetrasi. Fenetrasi
memungkinkan lewatnya molekul yang relative besar dan membuat kapiler seperti
berpori.

Pori - pori kapiler pada beberapa organ mempunyai sifat khusus:

a. Di dalam otak yaitu sel endotel kapiler sangat rapat, jadi hanya molekul yang sangat
kecil yang dapat masuk / keluar dari jaringan otak.
b. Di dalam hati yaitu celah antara sel endotel kapiler lebar terbuka sehingga hampir
semua zat yang larut dalam plasma dapat lewat dari darah masuk ke hati.
c. Di dalam berkas glomerulus ginjal yaitu terdapat fenestra ( lubang ) yang langsung
menembus bagian tengah sel endotel sehingga banyak zat yang dapat di filtrasi
melewati glomerulus tanpa harus melewati celah di antara sel endotelia.

Pada rangkaian mesentrium, darah memasuki kapiler melalui arteriol dan


meninggalkan arteri melalui venula. Darah yang berasal dari arteriol akan memasuki
metarteriol atau arteriol terminalis dan yang mempunyai struktur pertengahan antara
arteriol dan kapiler. Sesudah meninggalkan metarteriol , darah memasuki kapiler
yang berukuran besar disebut saluran istimewa dan yang berukuran kecil disebut
kapiler murni. Sesudah melalui kapiler, darah kembali ke dalam sistemik melalui
venula.

Arteriol sangat berotot dan diameternya dapat berubah beberapa kali lipat.
Metarteriol tidak mempunyai lapisan otot yang bersambungan, namun mempunyai
serat-serat otot polos yang mengelilingi pembuluh darah pada titik-titik yang
bersambungan.

Pada titik dimana kapiler murni berasal dari metarteriol, serat otot polos
mengelilingi kapiler yang disebut dengan Sfingter prekapiler yang dapat membuka
dan menutup jalan masuk ke kapiler.

Venula ukurannya jauh lebih besar daripada arteriol tapi lapisan ototnya lebih lemah.

Kapiler darah dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu:

1. Kapiler Sempurna
Banyak dijumpai pada jaringan termasuk otot paru, susunan saraf pusat, dan kulit.
Sitoplasma sel endotel menebal di tempat yang berinti dan menipis di bagian lainnya

2. Kapiler Bertingkat
Kapiler bertingkat dijumpai pada mukosa usus, glomerolus, ginjal dan pancreas.
Sitoplasma tipis dan terdapat pori-pori.

3. Kapiler Sinusidal
Mempunyai garis tengah, lumen lebih besar dari normal

8
1.4 Mekanisme Sirkulasi

Sirkulasi Kapiler Darah

Sistem sirkulasi adalah sistem transpor yang menghantarkan oksigen dan berbagai
zat yang diabsorbsi dari traktus gastrointestina menuju ke jaringan serta melibatkan karbon
dioksida ke paru dan hasil metabolisme lain menuju ke ginjal. Sistem sirkulasi berperan
dalam pengaturan suhu tubuh dan mendistribusi hormon serta berbagai zat lain yang
mengatur fungsi sel. Setiap pembuluh halus yang menghubungkan arteriol dan venol
membentuk suatu jaringan pada hampir seluruh bagian tubuh. Dindingnya berkerja sebagai
membran semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.

Mekanisme Pertukaran Cairan dalam Kapiler Darah:


Pertukaran zat antara darah dan jaringan melalui dinding kapiler terdiri dari 2 tahap:

- Difusi Pasif
Dinding kapiler tidak ada sistem transportasi, sehingga zat terlarut berpindah
melalui proses difusi menuruni gradien konsentrasi mereka. Gradien konsentrasi
adalah perbedaan konsentrasi antara 2 zat yang berdampingan. Difusi zat terlarut
terus berlangsung independen hingga tak ada lagi perbedaan konsentrasi antara
darah dan sel di sekitarnya.

- Bulk flow
Merupakan suatu volume cairan bebas protein yang tersaring ke luar kapiler,
bercampur dengan cairan interstisium disekitarnya, dan kemudian direabsorpsi.
Bulk flow sangat penting untuk mengatur distribusi CES antara plasma dan cairan
interstisium. Proses ini disebut bulk flow karena berbagai konstituen cairan
berpindah bersama sama sebagai satu kesatuan.

a. Tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan diluar sehingga cairan terdorong


keluar melalui pori-pori tersebut dalam suatu proses yang disebutultrafiltrasi
b. Tekanan yang mengarah ke dalam melebihi tekanan keluar, terjadi perpindahan
netto cairan dari kompartemen interstitium ke dalam kapiler melalui pori-pori,
yang disebut denganreabsorpsi.

Bulk flow dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik
koloid antara plasma dan cairan interstitium. 4 gaya yang mempengaruhi
perpindahan cairan menembus dinding kapiler adalah :
a. Tekanan darah kapiler
b. Tekanan osmotik koloid plasma
c. Tekanan hidrostatik cairan interstitium4
d. Tekanan osmotik koloid cairan interstitium

9
Aliran darah dalam kapiler

Mengalir secara intermiten yang mengalir dan berhenti setiap beberapa detik
atau menit.Penyebab timbulnya gerakan ini adalah vasomotion, yang
berarti kontraksi intermiten padametarteriol dan sfingter prekapiler.
Faktor penting yang mempengaruhi derajat pembukaan dan pentutupan kapiler
adalah konsentrasi oksigen dalam jaringan. Bila jumlah pemakaian oksigen besar,
aliran darah yang intermiten akan makin sering terjadi dan lamanya waktualiran
lebih lama sehingga dapat membawa lebih banyak oksigen.

Sistem Limfatik
Fungsi sistem limfatik adalah mengembalikan cairan dan protein yang difiltrasi
kapiler ke sistem sirkulasi. Sistem limfatik didesain hanya 1 jalan, yaitu dari jaringan
ke system sirkulasi. Ujung pembuluh limf (kapiler limf) berada dekat kapiler darah.
Penyumbatan pembuluh limfa dapat menyebabkan edema.
- Jalur tambahan cairan dari ruang interstitial ke dalam darah
- Dapat mengangkut protein dan zat-zat berpartikel besar keluar dari jaringan
yang tidak dapat dipindahkan dengan proses absorpsi langsung ke dalam
kapiler
- Kapiler Limfe dan permeabilitasnya
- Cairan merembes dari ujung arteriol kapiler darah ke dalam ujung vena
dari kapiler darah kembali ke darah melalui sistem limfatik dan bukan melalui
kapiler vena
- Cairan kembali ke limfe 2-3 liter/hari

Cairan Limfe
- Cairan limfe berasal dari cairan interstitial yang mengalir ke dalam sistem
limfatik
- Cairan limfe yang masuk ke pembuluh limfe, komposisinya hampir sama
dengancairan interstitial.
- Sistem limfatik jalur utama untuk reabsorpsi zat nutrisi dari saluran cerna
(terutama absorpsi lemak tubuh)

Peran Sistem Limfatik


Peran sentral dalam mengatur:
1. Konsentrasi protein dalam cairan interstitial
- Protein terus keluar dari kapiler darah lalu masuk ke dalam interstitium. Jika ada
protein yang bocor kembali ke sirkulasi melalui ujung-ujung vena kapiler darah
- Protein berakumulasi di cairan interstitial peningkatan tekanan osmotik koloid
cairan interstitial

2. Volume cairan interstitial


- Peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstitial menggeser keseimbangan
daya pada membran kapiler darah dalam membantu filtrasi cairan ke dalam
interstitium
- Sehingga terjadi peningkatan volume cairan interstitial dan tekanan cairan
interstitial

10
3. Tekanan cairan interstitial
Meningkatnya tekanan cairan interstitial membuat terjadinya peningkatan
kecepatan aliran limfe sehingga membawa keluar kelebihan volume cairan
interstitial dan kelebihan protein terakumulasi dalam ruang interstitial.

2. Memahami dan Menjelaskan Aspek Biokimia & Fisiologi Kelebihan Cairan


2.1 Metabolisme
Cairan dibedakan menjadi 2 (CIS dan CES)

A. CIS (Cairan Intra Selular)


Semua cairan di dalam sel secara keseluruhan disebut cairan intraseluler, sekitar 28L dari
42L cairan tubuh dan ada didalam kurang lebih 75 triliun sel. CIS merupakan 40% dari
berat badan total pada orang rata-rata

B. CES (Cairan Ekstra Selular)


Semua cairan diluar sel secara keseluruhan disebut CES. Cairan ini merupakan 20% dari
berat badan atau sekitar 14L pada orang dewasa normal dengan berat badan 70kg.
Kompartmen terbesar dari cairan ekstrasel adalah cairan interstisial yang berjumlah ¾
bagian ekstrasel dan plasma yang berjumlah 1/3 atau sekitar 3L

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter


penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas ekstrasel.
Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan cairan. Pada saat seseorang dalam keadaan
kekurangan cairan, berarti asupan air berkurang maka harus ada
keseimbangan antara air yang keluar dan yang masuk kedalam
tubuh.
Mekanisme homeostasis pada pengaturan eliminasi urine dapat dilakukan melalui dua
mekanisme:
 Mekanisme renin – angiotensinogen- ADH
Hormon renin di produksi pada bagian glomerulus ginjal, Ketika aliran darah ke
glomerulus menurun, sel jugstaglomerulus akan mensekresikan hormon renin ke dalam
aliran darah menuju hepar. Di dalam hepar, hormon renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Lalu angiotensin I menuju ke paru-paru, dan
dikonversi menjadi angiotensin II oleh ACE. Angiotensin II menstimulus hypotalamus
untuk mensekresikan ADH pada hypofisis posterior, kemudian hormon ADH ini menuju
ke tubulus ginjal dan akan meningkatkan penyerapan air pada tubulus ginjal. Sehingga
sedikit urine yang akan dikeluarkan karena banyak zat-zat dan cairan yang diserap oleh
tubuh sehingga urine akan terlihat pekat atau berwarna lebih kekuningan.

11
Begitupula apabila tubuh kelebihan cairan maka hormone ADH yang diproduksi pada
kalenjer hipofisis akan menurun sehingga sedikit air yang akan diserap oleh ginjal. Itulah
yang menyebabkan urine akan menjadi lebih encer dibanding yang orang yang
kekurangan cairan.
 Peranan Vasopresin/ Antidiuretik hormon (ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangasng osmoreseptor di hypotalamus.
Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hipothalamus yaitu nervus vagus dan nervus
glossofaringeus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hypofisis
posterior ke dalam darah dan akan berikatan
dengan reseptornya di duktus koligentis.
Ikatan vasopresin dengan reseptornya di
duktus koligentifus memicu terbentuknya
aquoporin yaitu kanal air di membrane
bagian apeks di duktus koligentifus.
Pembentukan aquoporin ini memungkinkan
terjadinya reabsorpsi cairan ke vasa recta.
Hal ini menyebabkan urine yang di bentuk
di duktus koligentifus menjadi sedikit dan
hyperosmotik (pekat) sehingga cairan dalam
tubuh tetap dipertahankan.
 Mekanisme renin- angiotensin- aldosteron
Ginjal mensekresikan hormon renin sebagai respon terhadap penurunan NaCl. Renin
mengaktifkan angiotensinogen, suatu protein plasma yang diproduksi oleh hati, menjadi
angiotensin I.
Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme yang
diproduksi oleh paru. Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mengsekresikan
hormon aldosteron, yang merangsang reabsorpsi Na+ oleh ginjal. Retensi Na+
menimbulkan efek osmotik yang menahan lebih banyak H2O di cairan ekstrasel.
Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentasi reabsorpsi Na+ yang difiltrasi
bersifat konstan berapapun beban Na+. Reabsorpsi sejumlah bagian kecil di bagian distal
tubulus berada di bawah kontrol hormon aldosteron. Tingkat reabsorpsi terkontrol ini
berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu banyak terdapat
Na+ hanya sedikit dari Na+ ini yang di reabsorpsi. Di pihak lain apabila terjadi
kekurangan Na+, sebagian besar Na+ direabsorpsi sehingga kandungan Na+ dalam urin
sedikit. Hormon aldosteron juga merangsang sintesis protein-protein baru di dalam sel-
sel tubulus ginjal. Protein-protein tersebut disebut aldosterone inducet proteins yang
meningkatkan reabsorpsi Na+ dengan dua cara. Pertama, mereka terlibat dalam
pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel tubulus distal dan pengumpul,
sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. Kedua, mereka
menginduksi sintesis pembawa Na+-K+ ATPase, yang disisipkan ke dalam membran
basolateral sel-sel tersebut. Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorpsi Na+

12
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Cairan
Aspek Biokimia

Definisi

Jika konsentrasi protein plasma sangat menurun, cairan tidak ditarik kembali
kedalam kompartmen intravaskular tetapi ditimbun di dalam ruang jaringan
ekstravaskular dan menjadi edema. Salah satu penyebab edema adalah defisiensi
protein. Edema jaringan lunak yang disebabkan tekanan osmotik koloid
intravaskular yang menurun juga berasal dari pengaruh konsentrasi albumin yang
rendah.

Patofisiologi

Jika tekanan hidrostatik kapiler dan tekanan onkotik intersisial yang memindahkan
cairan dari vaaskular ke ekstravaskular lebih besar daripada tekanan hidrostatik
interstisial dan tekanan onkotik kapiler yang memindahkan cairan dari
ekstravaskular ke vaskular maka hal ini dapat menyebabkan pembengkakan jaringan
lunak di ekstravaskular (interstisial).

Aspek Fisiologi

Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema.


Penyebab edema secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1. Penurunan Konsentrasi protein plasma, menyebabkan penurunan tekanan osmotik


koloid plasma.
2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler, memungkinkan lebih banyak (dari
biasanya) protein plasma keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya.
3. Peningkatan tekanan vena
4. Penyumbatan pembuluh limfe

FAKTOR AKIBAT KONDISI KLINIS

Tekanan Darah yang terhambat Gagal jantung


hidrostatik plasma kembali kevena dapat
kapiler meningkat menyebabkan peningkatan Gagal ginja
tekanan kapiler. Akibatnya Obstruksi vena
cairan akan banyak masuk
kedalam jaringan → edema Kehamilan

Tekanan Konsentrasi plasma Malnutrisi


osmotik koloid protein berkurang →

13
plasma menurun tekanan osmotik koloid Diare kronik
plasma menurun →
air berpindah dari plasma Luka bakar
masuk kedalam jaringan → Sindroma nefrotik
edema
Sirosis

Permeabilitas Peningkatan permeabilitas Infeksi bakteri


kapiler meningkat kapiler menyebabkan
terjadinya kebocoran Reaksi alergi
membran kapiler sehingga Luka bakar
protein dapat berpindah dari
kapiler masuk ke ruang Penyakit ginjal akut:
interstitial Nefriris

Retensi Natrium Ginjal mengatur ion natrium Gagal jantung


meningkat dicairan ekstrasel oleh.
Fungsi ginjal dipengaruhi Gagal ginjal
oleh aliran darah yang Sirosis hati
masuk. Bila aliran darah
tidak adekuat akan terjadi Trauma (fraktur,
retensi natrium dan air → operasi,luka bakar)
edema
Peningkatan produksi
hormon kortikoadrenal:
(Aldosteron,
kortison,hidrokortison)

Drainase Drainase limfatik berfungsi Obstruksi limfatik


limfatik menurun untuk mencegah kembalinya (kanker sistem limfatik)
protein ke sirkulasi. Bila
terjadi gangguanlimfatik
maka protein akan masuk ke
sirkulasi, akibatnya tekanan
koloid osmotik plasma
akanmenurun → edema

Faktor-faktor penentu terhadap terjadinya kelebihan cairan:

1. Perubahan hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan


intravaskular ke dalam jaringan interstisium
Hemodinamik dipengaruhi oleh :
a. Permeabilitas kapiler
b. Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalam intersisium
c. Selisih tekanan onkotik dalam plasma dengan tekanan onktik dalam intersisium.

14
2. Retensi natrium di ginjal
Retensi natrium dipengaruhi oleh :
a. Sistem renin angiotensin-aldosteron
b. Aktifitas ANP
c. Aktifitas saraf simpatis
d. Osmoreseptor di hipotalamus

 Edema di kapiler terjadi bila terjadi peningkatan permeabilitas dinding kapiler


yang memungkinkan lebih banyak protein plasma keluar dari kapiler ke cairan
intersitium disekitarnya terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang
menurunkan tekanancairan intersitium yang menurunkan tekanan ke arah
dalam sementara peningkatantekanan osmotik koloid cairan intersitium yang
disebabkan oleh kelebihan protein dicairan intersitium meningkatkan tekanan ke
arah luar edema lokal.

 Edema terjadi di limfe bila terjadi penyumbatan pembuluh limfe karena


kelebihancairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan intersisium dan tidak
dapat dikembalikanke dalam melalui sistem limfe.

Penyebab dan koreksi kelebihan air

Kelebihan volume CES dapat terjadi jika Na dan air tertahan dengan proporsi
yanglebih kurang sama seiring dengan terkumpulnya cairan isotonik berlebihan di C
ES (hipervolemia) maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan interstitial >
Edema.
Kelebihan cairan volume selalu terjadi sekunder akibat peningkatan kadar Na
tubuh totalyang akan menyebabkan terjadinya retensi air.

Penyebab volume CES berlebihan :

a. Mekanisme pengaturan yang berubah


b.Gagal jantung
c.Sirosis hati
d.Sindrom nefrotik
e. Gagal ginjal

Gejala :

a. Distensi vena jugularis


b.Peningkatan tekanan yang sentral
c.Peningkatan tekanan darah
d.Denyut nadi penuh /kuat
e.Edema perifer dan periobita
f.Asitesis
g.Efusi pleura
h.Edema paru akut
i.Penambahan berat badan secara cepat

15
2.3 Hubungan Tekanan Hidrostatik & Onkotik dengan Aliran Cairan
- Tekanan Hidrostatik cairan interstisium adalah tekanan cairan yang bekerja di
bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium, tekanan ini cenderung
mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.
- Tekanan osmotik koloid plasma (Onkotik) adalah suatu gaya yang disebabkan oleh
dispersi koloid protein-protein plasma, tekanan ini mendorong pergerakan cairan ke
dalam kapiler. Tekanan koloid plasma rata-rata adalah 25mmHg

Hukum Starling
Hukum starling adalah kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut antara
kapiler dan jaringan dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan osmotik masing
masing kompartemen.
“Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling: perbedaan tekanan
hidrostatik intravaskuler dan interstisial, dan perbedaan tekanan koloidosmotik
intravaskuler dan interstisial”. Maka aliran cairan :
K (Pc + i) – (Pi + c)
Ket: K = Koefisien filtrasi kapiler
Pc = Tekanan hidrostatik kapiler = 37 mmHg
Pi = Tekanan hidrostatik interstitium = 17 mmHg
πc = Tekanan koloid-osmotik kapiler = 25 mmHg
πi = Tekanan koloid-osmotik interstitium = diabaikan

Tekanan Hidrostatik dan Koloid Osmotik ada edema :

Intravena HPc ↑ Opc ↓

Interstitium Hpi ↓ Opi ↑

Hubungan kedua tekanan :

1. Tekanan Hidrostatik Kapiler (HPc)


Bekerja pada bagian dalam dinding kapiler, cenderung mendorong cairan dari
kapiler untuk masuk ke dalam cairan interstisium. Secara rata-rata, tekanan
hidrostatik di ujung arteriol kapiler jaringan adalah 37mmHg dan semakin
menurun menjadi 17mmHg di ujung venula.

2. Tekanan Osmotik Kapiler (OPc)


Mendorong gerakan cairan ke dalam kapiler. Karena portein plasma tetap berada
di plasma dan tidak masuk ke dalam jaringan interstisium, terdapat perbedaan
konsentrasi protein antara plasma dan cairan interstisium. Begitu juga dengan
konsentrasi air yang berada antara kedua kompartmen tersebut. Plasma memiliki

16
konsentrasi protein yang lebih besar dan konsentrasi air yang lebih kecil daripada
cairan yang ada pada cairan interstisium.
3. Tekanan Hidrostatik cairan interstisium (HPi)
Tekanan yang bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium.
Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam kapiler, besarnya
1mmHg
4. Tekanan Osmotik Koloid Cairan Interstisium (OPi)
Sebagian kecil protein plasma yang bocor ke luar dinding kapiler dan masuk ke
ruang interstisium dalam keadaan normal akan dikembalikan ke dalam darah
melalui sistem limfe. Tetapi apabila protein plasma bocor secara patologis,
protein yang bocor menimbulkan efek osmotik yang akan mendorong
perpindahan cairan keluar dari kapiler dan masuk ke cairan interstisium.
Dengan demikian 2 tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar kapiler
adalah tekanan darah kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium,
sedangkan 2 tekanan yang mendorong cairan masuk ke dalam kapiler darah
adalah tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan koloid cairan interstisium.

Pada Edema = HPc + OPi > HPi + Opc

3. Memahami dan Menjelaskan Edema


3.1 Definisi
Edema merupakan suatu keadaan dengan akumulasi cairan di jaringan
interstisium secara berlebih akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas
penyerapan pembuluh limfe. Akumulasi cairan di jaringan interstisium dapat dideteksi
secara klinis sebagai suatu pembengkakan. Pembengkakan akibat akumulasi cairan ini
disertai atau tanpa terjadi penurunan volume intravaskular (sirkulasi).
Edema juga bisa diakrtikan sebagai pengumpulan cairan yang berlebihan di
antara sel-sel (kompartemen cairan interstitial) atau di dalam berbagai rongga tubuh.
Cairan yang menggumpal dalam sebuah rongga disebut efusi.

3.2 Jenis
Edema dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Edema Intaseluler
Edema yang biasa terjadi akibat depresi sistem metabolik jaringan dan tidak adanya
nutrisi sel yang adekuat.

2. Edema Ekstraseluler
Edema yang biasanya disebabkan oleh kebocoran abnormal cairan dari plasma ke
ruang interstitial dengan melintasi kapiler dan kegagalan limfatik untuk
mengembalikan cairan dari interestitium ke dalam darah.

17
Berdasarkan letaknya, edema dibedakan menjadi

1. Edema lokalisata (edema lokal)


Hanya tebatas pada organ/pembuluh darah tertentu. Terdiri dari:

a. Hydroperitoneum/Asites = cairan di rongga peritoneal


b. Hidrotoraks = cairan di rongga pleura
c. Hydropercardium = cairan di pericardium
d. Cerebral Edema = Edema pada otak
e. Pulmonary Edema = Edema pada paru-paru
f. Macular Edema = Edema pada mata
g. Idiopathic Edema = Belum diketahui
h. Skin Edema = Edema pada kulit
i. Cardiac Edema = Edema pada jantung
j. Lymphedema = Pada gagalnya sistem limfatik untuk membuang
cairan dari ruang interstitial
k. Myxedema = Kondisi langka dari edema, dimana jaringan
penyambung diisi dengan komponen seperti
karbohidrat yang hidrofilik seperti hyaluronan.
Komponen ini menarik air ke dalam jaringan matriks
dan membengkak secara cepat
l. Prepattelar Edema = Edema pada dengkul (Pre = depan ; Pattelar =
dengkul)
m. Hydrothorax = Edema pada rongga dada
n. Hydropericardium = Edema pada pericardium
o. Hydroperitoneum = Edema pada rongga perut

2. Edema Generalisata (edema umum)


Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh pasien.

a. Anasarka (edema yang terjadi di seluruh jaringan subkutan)

Biasanya pada :
 Gagal Jantung
 Sirosis Hepatis
 Gangguan ekskres

Berdasarkan penekanan pada kulit :

1. Edema pitting adalah mengacu pada perpindahan (menyingkirnya) air interstisial


oleh tekanan dari pada kulit yang meninggalkan cekungan. Setelah tekanan dilepas
memerlukan beberapa menit bagi cekungan ini untuk kembali pada keadaan semula.
Edema pitting sering terlihat pada sisi dependen,seperti sokrum pada individu yang

18
tirah baring,begitu juga dengan tekanan hidrostatik gravitasi meningkatkan
akumulasi cairan di tungkai dan kaki pada individu yang berdiri.
2. Edema Non pitting adalah terlihat pada area lipatan kulit yang longgar,seperti
periorbital pada wajah. Edema non pitting apabila ditekan, bagian yg ditekan itu
akan segera kembali ke bentuk semula.

Berdasarkan Lamanya

1. Edema Akut
Akut adalah istilah medis yang berarti onset mendadak.Jadi jika Anda baru
menyadari bahwa Anda memiliki edema, maka Anda kemungkinan besar mengalami
edema akut.

2. Edema Kronik
Kronis adalah istilah medis yang mengacu pada kondisi yang sedang
berlangsung atau sesuatu yang telah ada selama 6 bulan atau lebih dan bahkan
mengkin bertahun-tahun.

3.3 Manifestasi Klinis


1. Bengkak, mengkilat, bila ditekan timbul cekungan dan lambat kembali
sepertisemula
2. Berat badan naik, penambahan 2% kelebihan ringan, penambahan 5%kelebih-an
sedang, penambahan 8% kelebihan berat
3. Adanya bendungan vena di leher
4. Pemendekan nafas dan dalam, penyokong darah (pulmonary).
5. Perubahan mendadak pada mental dan abnormalitas tanda saraf,
penahanan pernapasan (pada edema cerebral yang berhubungan DKA)
6. Nyeri otot yang berkaitan dengan pembengkakan
7. Distensi vena jugularis, peningkatan tekanan vena ( > 11cm O)
8. Efusi pleura
9. Denyut nadi kuat
10. Edema perifer dan periorbita
11. Asites

3.4 Penyebab
3.4.1.1 Berkurangnya protein dari plasma

Dapat terjadi melalui beberapa cara :


- Gangguan hati
- Gangguan ginjal
- Malnutrisi protein
- Tekanan Onkotik menurun
- Pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas

19
2. Meningkatnya tekanan darah kapiler

- Darah terbendung di vena, sering ditemukan pada ekstrimitas bawah akibat


trombosis abstruktif dan berakhir pada edema tungkai bawah
- Edema kardial pada penderita payah jantung
- Edema postural pada orang yang terus menerus berdiri
- Tekanan Hidrostatik meningkat

3. Meningkatnya permeabilitas kapiler


Meningkatnya permeaboilitas kapiler terhadap protein memungkinkan molekul
molekul besar ini lolos dari pembuluh, dan akibatnya tekanan osmotic koloid CIS
meningkat

4. Hambatan pembuluh limfatik

5. Obstruksi saluran limfe atau peningkatan tekanan onkotik interstisial


Merupakan penyebab primer lain edema, kelebihan cairan cairan interstisium
tidak dapat dikembalikan ke sistem limfe.Jika saluran ini tersumbat karena alasan
apapun, maka jalan keluar cairan yang penting ini akan hilang, mengakibatkan
penimbunan cairan.

6. Retensi Air dan Na


Jika natrium dalam urin lebih kecil daripada yang masuk, karena Na yang tinggi
akan hipertonik.

7. Perubahan Hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan


intravaskuler kedalam jaringan interstisium
Dipengaruhi oleh :

- Permeabilitas Kapiler
- Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan Hidrolik dalam interstisium
- Selisih tekanan Onkotik plasma dengan Onkotik dalam interstisium

3.5 Patofisiologi
1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan
osmotik koloid plasma.
2. Peningkatan permaebilitas dinding kapiler memungkinkan lebih banyak protein
plasma keluar dari kapiler ke cairan interstitium di sekitar-sebagai contoh,
melalui pelebaran pori-pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera
jaringan atau reaksi alergi.
3. Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan
osmotik koloid cairan interstitium yang disebabkan oleh kelebihan protein
dicairan interstitium meningkatkan tekanan ke arah luar.
4. Peningkatan tekanan vena, misalnya ketika darah terbendung di vena, akan
disertai peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya ke
dalam vena. Peningkatan tekanan ke arah luar dinding kapiler ini terutama
berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif.

20
5. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema karena kelebihan cairan
yang di filtrasi keluar tertahan di cairan interstitium dan tidak dapat di
kembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan
interstitium memperberat masah melalui efek osmotiknya.

Mekanisme pembentukan EDEMA :

1. Pembentukan Edema pada Sindrom Nefrotik


- Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik protenuria
(kehilangan protein melalui urin ≥ 3,5 g/hari , hipoproteinemia, edema, dan
hiperlipidemia.
- Proteinuria  hipoalbumin ( kehilangan protein )  penurunan tekanan
osmotik  pindah cairan dari intravaskular ke interstitium  edema
- penurunan volume darah efektif  retensi Na di ginjal

Gangguan fungsi ginjal

Defek intrinsik ekskresi Penurunan LFG Proteinuria


natrium & air

Hipoalbuminemia

Penurunan VDAE

Retensi natrium dan air oleh ginjal

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada Sindrom Nefrotik :

1. Mekanisme underfilling
Terjadinya edema akibat rendahnya kadar albumin serum rendahnya tekanan
osmotik plasma peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang
interstisial (hk. Starling)

Volume darah berkurang (underfilling)  merangsang sistem RAS (renin-


angiotensin-aldosteron) meretensi natrium dan air pada tubulus distalis.

Hipotesis : menempatkan albumin dan volume plasma berperan dalam terjadinya


edema.

21
Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik plasma

Volume plasma

ADH Sistem renin angiotensin ANP

Retensi Na

RETENSI AIR RETENSI

EDEMA

2. Mekanisme Overfilling
Pada pasien sindrom nefrotikterganggu ekskresi Natrium tubulus distalis 
tingginya volume darah (overfilling) penekanan sistem renin-angiotensin dan
vasopressin.

Skema hipotesis overfilling :

Defek tubulus primer

Retensi Na

Volume plasma

ADH Aldosteron ANP

Tubulus Resisten
terhadap ANP

EDEMA

22
2. Pembentukan Edema pada gagal jantung

- Kegagalan pompa jantung  darah terbendung di vena vol darah arteri


turun  sist. saraf simpatis vasokonstriksi  suplai darah ke otak,
jantung dan paru  vol darah ginjal berkurang  ginjal akan menahan Na dan
air
- Gagal jantung berat  hiponatremia  ADH  pemekatan urin  produksi
urin berkurang
- ADH  pusat haus  pemasukan air meningkat

3.6 Penanganan
1. Pengobatan pada penyakit yang mendasar. Menyembuhkan penyakit yang
mendasari seperti asites peritonitis tuberkulosis.
2. Tirah Baring. Tirah Baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika pada pasien
transudasi yang berhubungan dengan hipertensi porta yang bisa menyebabkan
aldosteron menurun. Dianjurkan Tirah Baring ini sedikit kakinya diangkat,
selama beberapa jam setelah minum diuretika.
3. Diet. Diet rendah natrium antara 40-60 mEq/hari atau setara dengan <500 mg/hari
namun jika diet garam terlalu rendah akan mengganggu fungsi ginjal.
4. Terapi presentesis. Dengan mengetahui dasar patofisiologi dari protein (gradien
nilai albumin serum) untuk mengetahui penyebabnya dengan transudat atau
eksudat dan menghitung sel untuk mengetahui akibat dari inflamasi
5. Stoking suportif dan elevasi kaki
6. Restriksi cairan <1500 ml/hari
Retriksi asupan Natrium

- Retriksi sekunder : pada penyakit sirosis hepatis dan gagal jantung untuk
memenuhi volume sirkulasi efektif menjadi normal sehingga perfusi jaringan
menjadi baik  Pemberian diuretik harus berhati-hati karena berisiko
berkurangnya perfusi jaringan.

- Retriksi primer : pada penyakit ginjal, akibat obat-obatan tertentu (minoksidil,


NSAID, estrogen), refeeding edema  tidak ada pengurangan volume sirkulasi
efektif dan terjadi ekspansi cairan ekstrasel  Pemberian diuretik aman karena
tidak mengurangi volume sirkulasi efektif sehingga tidak mengganggu perfusi
jaringan.

7. Diuretik

 Pada gagal jantung :


- hindari overdiuresis karena dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan
azotemia prerenal
- hindari diuretik yang bersifat hipokalemia karena dapat menyebabkan intoksikasi
digitalis
 Pada sirosis hati :
- spironolakton dapat menyebabkan asidosis dan hiperkalemia
- dapat pula ditambahkan diuretik golongan tiazid

23
- deplesi volume yang berlebihan dapat menyebabkan gagal ginjal, hiponatremia
dan alkalosis
 Pada sindroma nefrotik :
- pemberian albumin dibatasi hanya pada kasus yang berat
8. Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar : diuresis yang berlebihan
menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi, perfusi yang inadekuat,
sehingga diuretic harus diberikan dengan hati-hati

24
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisologi. Jakarta: EGC. Hal: 453
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: EGC; 657
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Gibson, J. (2003). Fisiologis dan Anatomi Modern untuk Perawat.Ed. 2. Jakarta: EGC. Hal:
126
Harrison. (1995). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol.3 . Yogyakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Himawan, S. (1990).Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
mediskus.com/penyakit/edema
Pringoutomo, S., Himawan, S., dan Tjarta, A. (2002).Patologi I (Umum). Jakarta: Sagung
Seto
Sherwood, L. (2001). Fisiologis Manusia dari Sel ke Sistem.Ed. 2. Jakarta: EGC: 319 – 321

GANGGUAN KESEIMBANGAN AIR-ELEKTROLIT DAN ASAM-BASA Penerbit: balai


penerbit FKUI, jakarta ; edisi kedua tahun 2008 ; penulis dr. Hendra Utama, Sp.FK

Ganong, WF, (2007), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21,ab. M. Djauhari
Widjajakusumah, Jakarta, EGC.

Guyton,Arthur c,dkk.1997.Buku ajar fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC.

http://www.ilmukedokteran.net/Daftar-Masalah-Individu/edema.html

KAPITA SELEKTA PATOLOGI KLINIK/ DN. Baron ; alih bahas, Petrus Andrianto,
Johannes Gunawan. Edisi4 jakarta : EGC, 1995

Murray R.K. et al (2000), Biokimia Harper edisi 25,ab. A.Hartono, Jakarta, EGC.

Sherwood, Lauralee (2001), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC.

pdf R.S Mitra Keluarga, Briggita Godong : Patofisiologi dan Diagnosis Asites)

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1251/1227
25
26

Anda mungkin juga menyukai