Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MANDIRI PBL

SKENARIO 1
Kekurangan Cairan

Nama : Muhammad Akhna Adib Nabhan


NPM : 1102021134
Kelompok : B1
Tutor : Dr. Isna Indrawati, MSc
Blok : Homeostasis dan Cairan

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA 2021
1. Memahami dan menjelaskan Cairan dan larutan :
1.1 Definisi

 Larutan

Larutan adalah campuran homogen (susunannya begitu seragam sehingga tidak


dapat diamati adanya bagian yang berbeda) antara molekul, atom, maupun ion dari dua
zat atau lebih. Zat dengan jumlah sedikit dalam suatu larutan disebut solut atau zat
terlarut, dan zat yang jumlahnya lebih banyak dari zat lain dalam suatu larutan disebut
solven atau pelarut. Solut dan solven dapat berwujud padat, gas, dan cair (Roni &
Herawati, 2020).

 Cairan

Cairan dalam tubuh adalah cairan suspensi sel tubuh untuk mengangkut nutrisi
seperti karbohidrat, vitamin, mineral, dan O2 ke sel tubuh. Cairan dalam tubuh sebanyak
60% atau 2/3 dari berat tubuh. Cairan dalam tubuh juga bersifat heterogen, yang dapat
terlihat dari partikel partikel pembentuknya (solute dan solvent) yang masih
menunjukkan sifat dari masing partikel-partikel pembentuk tersebut (Khrisna, 2017).

Persentase cairan tubuh total berdasarkan berat badan adalah:


Bayi prematur : 80% BB
Bayi dan anak normal : 70-75% BB
Pra-pubertas : 65-70% BB
Dewasa : 55-60% BB

Usia (Tahun) Pria Wanita

10-18 59% 57%

18-40 61% 51%

40-60 55% 47%

>60 52% 46%


Tabel 1. Persentase cairan tubuh total berdasarkan usia dan jenis kelamin
(Moenadjat dkk, 2017)

1.2 Perbedaan

Cairan adalah pertengahan antara gas dan padatan yang dapat melarutkan zat jauh
lebih cepat daripada padatan. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut)
dan zat tertentu (zat terlarut). Sedangkan Larutan adalah campuran homogen dua zat atau
lebih yang tersebar secara molekuler dalam jumlah medium pelarut secukupnya, serta
saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara
fisik. Cairan tubuh terbagi menjadi cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Larutan
dapat diklasifikasikan berdasarkan Jenis Larutan, kejenuhan, daya hantar Listrik, dan
komposisi zat terlarutnya (Moenadjat dkk, 2017).

1.3 Kandungan dan fungsi

 Kandungan

Cairan dalam tubuh terdiri dari dua kompartemen yaitu intraseluler dan
ekstraseluler. Kompartemen intraseluler merupakan sekitar dua pertiga H2O
tubuh total. Triliunan kompartemen cairan kecil ini serupa sehingga secara
kolektif dapat dianggap sebagai satu kompartemen cairan besar. Kompartemen
ekstraseluler dibagi menjadi plasma yaitu bagian cair darah, cairan interstisium
yaitu cairan yang terletak antarsel, dan cairan transeluler yaitu cairan khusus
seperti cairan serebrospinal (cairan yang mengelilingi otak). Larutan merupakan
campuran homogen yang terdiri atas dua komponen (zat) atau lebih, Komponen
yang berjumlah sedikit dinyatakan sebagai solut (zat terlarut), sedangkan yang
jumlahnya lebih banyak dinyatakan sebagai solven (pelarut). Baik solut maupun
solven dapat berwujud padat, gas, atau cair. Solut dapat berupa atom, ion, atau
molekul yang mengalami dispersi (Moenadjat dkk, 2017).

Larutan dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan daya hantar listriknya


dan berdasarkan tingkat kejenuhannya. Larutan berdasarkan daya hantar listriknya
dibagi menjadi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan berdasarkan
tingkat kejenuhannya dibagi menjadi larutan tak jenuh, larutan jenuh, dan larutan
sangat jenuh. Elektrolit adalah senyawa yang di dalam larutan berdisosiasi
menjadi ion bermuatan positif dan negatif. Elektrolit penting dalam mengatur
keseimbangan cairan dan fungsi sel (Moenadjat dkk, 2017).

 Fungsi

 Mengatur suhu tubuh, apabila kekurangan air, suhu tubuh akan menjadi panas
 Pemulihan penyakit, air mendukung proses pemulihan ketika sakit karena
asupan air yang memadai berfungsi untuk menggantikan cairan tubuh yang
terbuang.
 Melancarkan peredaran darah, jika tubuh seseorang kurang cairan, darah akan
mengental karena cairan dalam tubuh tersedot untuk kebutuhan dalam tubuh.
 Cairan tubuh melindungi dan melumasi gerakan pada sendi dan otot. Otot
tubuh akan mengempis apabila tubuh kekurangan cairan. Oleh sebab itu, perlu
minum air dengan cukup selama beraktivitas untuk meminimalisir risiko
kejang otot dan kelelahan.
 Membuang racun dan sisa makanan, tersedianya cairan tubuh yang cukup
dapat membantu mengeluarkan racun dalam tubuh
 Paru-paru memerlukan air untuk pernapasan karena paru-paru harus basah
dalam bekerja memasukkan oksigen ke sel tubuh dan memompa
karbondioksida keluar tubuh. Hal ini dapat dilihat apabila kita
menghembuskan nafas ke kaca, maka akan terlihat cairan berupa embun dari
nafas yang dihembuskan pada kaca. (Wibawa, 2015)

1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu solute

 Jenis Zat pada Kelarutan


Zat dengan struktur kimia mirip dapat bercampur lebih baik daripada yang
beda struktur. Contohnya adalah senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut
polar, alkohol dan air bercampur sempurna, air dan eter bercampur sebagian, air
dan minyak tidak bercampur (Wibawa, 2015).
 Temperatur
Kelarutan gas berkurang pada temperatur yang tinggi. Jika air dipanaskan
maka timbul gelembung gas yang kurang terlarut dalam air. Kelarutan zat padat
lebih tinggi pada temperatur tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat
(Wibawa, 2015).
 Tekanan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau
Padat. Perubahan tekanan 500 atm hanya mengubah kelarutan NaCl sekitar 2,3%.
Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas. Massa gas yang melarut
dalam sejumlah pelarut berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas
itu, yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu (Wibawa, 2015).

 Ukuran partikel

Ukuran partikel padatan mempengaruhi kelarutan karena dengan


mengecilnya ukuran partikel, rasio luas permukaan terhadap volume meningkat.
Luas permukaan molekul zat terlarut yang lebih besar memungkinkan lebih
banyak interaksi dengan pelarut. Pengaruh ukuran partikel pada kelarutan dapat
dijelaskan oleh:

Dimana, S adalah kelarutan partikel halus, S˳ adalah kelarutan partikel


besar tak terhingga, γ adalah tegangan permukaan benda padat, V adalah volume
molar, dan r adalah jari-jari partikel halus (Kaur, 2016).
 Ukuran molekul

Ukuran molekul akan mempengaruhi kelarutan obat karena semakin besar


molekul atau semakin tinggi berat molekul obat, lebih sedikit kelarutan zat itu.
Dalam senyawa organik, jumlah percabangan karbon meningkatkan kelarutan
karena lebih banyak percabangan akan mengurangi ukuran molekul dan juga
memudahkan pelarut untuk melarutkan molekul. (Kaur, 2016).

 Sifat zat terlarut dan pelarut

Ada banyak perbedaan kelarutan dua atau lebih zat yang berbeda atas
dasar
sifat mereka. Sebagai contoh: Dalam 100 gram air pada suhu kamar hanya 1 gram
Timbal(II)klorida dapat dilarutkan di mana 200 gram Seng klorida dapat
dilarutkan dalam larutan yang sama jumlah air yaitu 100 gram air pada suhu
kamar yang sama. (Kaur, 2016).

 Polaritas

Polaritas molekul zat terlarut dan pelarut akan mempengaruhi proses


kelarutan. Umumnya, molekul zat terlarut polar dilarutkan dalam sistem pelarut
polar dan nonpolar molekul zat terlarut dilarutkan dalam sistem pelarut nonpolar.
Jadi jika molekul zat terlarut adalah bersifat polar, ia harus memiliki ujung positif
dan negatif dan jika pelarutnya juga polar alam maka itu juga terdiri dari kedua
ujungnya, sehingga ujung positif dari molekul zat terlarut mendapat tertarik ke
arah ujung negatif molekul pelarut. Jenis atraksi tersebut adalah dikenal sebagai
interaksi dipol-dipol yang merupakan jenis gaya antarmolekul. (Kaur, 2016).

 Laju larutan
Laju larutan dapat didefinisikan sebagai ukuran seberapa cepat zat larut
dalam suatu pelarut. Berbagai faktor yang mempengaruhi laju larutan adalah:
 ukuran partikel
 suhu
 jumlah zat terlarut yang sudah larut
 pengadukan (Kaur, 2016).

2. Memahami dan menjelaskan Keseimbangan Cairan Tubuh :


2.1 Menjelaskan kompartemen cairan tubuh

 Kompartemen Intrasel

Cairan intrasel (intracellular fluid) adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh.
Volume cairan intrasel lebih kurang 33% BB atau 60% dari jumlah air tubuh total;
merupakan air yang terdapat di dalam sel. Kandungan air di intrasel lebih banyak
dibanding di ekstrasel dan persentase volume cairan intrasel pada anak lebih kecil
dibandingkan orang dewasa karena jumlah sel lebih sedikit dan ukuran sel lebih
kecil. Cairan intrasel berperan menghasilkan, menyimpan, dan penggunaan energi
serta proses perbaikan sel. Selain itu, cairan intrasel juga berperan dalam proses
replikasi dan berbagai fungsi khusus antara lain sebagai cadangan air untuk
mempertahankan volume dan osmolalitas cairan ekstrasel (Moenadjat dkk, 2017).

 Kompartemen Ekstrasel

Cairan ekstrasel adalah cairan yang terdapat di luar sel tubuh. Cairan ekstrasel
terdiri dari:
 Cairan interstisium atau cairan antar–sel, yang berada di antara sel–sel
 Cairan intra–vaskular, yang berada dalam pembuluh darah yang
merupakan bagian air dari plasma darah.
 Cairan trans–sel, yang berada dalam rongga–rongga khusus, misalnya
cairan otak (likuor serebrospinal), bola mata, sendi. Jumlah cairan trans–
sel relatif sedikit (Moenadjat dkk, 2017).

Cairan ekstrasel berperan sebagai pengantar semua keperluan sel seperti nutrien,
oksigen, ion, mineral, dan hormon. Selain itu juga sebagai pengangkut CO2 sisa
metabolisme, bahan toksik (telah mengalami detoksifikasi) (Moenadjat dkk, 2017).

Perbedaan antara cairan ekstrasel dan intrasel adalah pada kationnya. Kation
utama dalam cairan ekstrasel adalah natrium (Na+) dan dalam cairan intrasel kalium
(K+). Kation ekstrasel lainnya adalah kalium (K+), kalsium, (Ca2+) dan magnesium
(Mg2+). Untuk menjaga netralitas listrik, di dalam cairan ekstrasel terdapat anion
klorida, bikarbonat dan albumin (Moenadjat dkk, 2017).

2.2 Menjelaskan sumber input dan output cairan tubuh

Dalam proses pertahanan keseimbangan cairan, cairan hilang harus diganti,


dimana jumlah asupan air yang diperlukan dan dikeluarkan tubuh per hari kurang lebih
sama. Input cairan banyak diperoleh dari air minum dan air preformed dari makanan,
juga dapat berasal dari oksidasi molekular (oksidasi 1gram karbohidrat, protein, dan
lemak) (Sherwood, 2013).

H2O berasal dari minuman sebanyak 1250 ml, dan makanan dari daging
mengandung 1000 ml H2O dan buah-buahan serta sayuran yang memiliki 60-90% H2O.
Tubuh mengubah O2 dan bahan makanan menjadi energi dengan hasil CO2 dan H2O,
dimana H2O dikeluarkan menuju cairan ekstraseluler sebanyak 350 ml tiap hari. Rata-
rata input H2O manusia tiap hari adalah 2600 ml (Sherwood, 2013).

Jumlah cairan tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor:


 Umur: Lebih tua umur seseorang, cairan tubuh semakin berkurang
 Aktivitas: Cairan yang terkandung dalam atlet lebih besar daripada non-atlet
 Tekanan hidrostatik: Berpengaruh pada pertukaran cairan travaskular dan
ekstravaskular
Kehilangan cairan tubuh (output) dapat terjadi dengan pembentukan urin oleh
ginjal dan diekskresi (1400-1500 perhari). Kemudian Insensible Water Loss yang
merupakan kehilangan cairan dengan difusi melalui paru dan kulit (900 ml perhari,
tergantung respirasi dan suhu tubuh). Selain itu, keringat adalah respon (dari anterior
hiotalamus) terhadap kondisi tubuh yang panas, dan tinja (100 ml) yang diatur dengan
mekanisme rearbsorpsi dalam mukosa kolon (Sherwood, 2013).

Tabel 2. Input dan Output Cairan per Hari (Sherwood, 2013)

2.3 Memahami dan menjelaskan mekanisme keseimbangan cairan tubuh

Keseimbangan cairan tubuh adalah usaha untuk mempertahankan jumlah volume


cairan yang terdapat dalam kompartemen ekstrasel dan intrasel selalu dalam keadaan
tetap. Hal ini dipengaruhi oleh:
(a) jumlah cairan yang masuk dan keluar tubuh
(b) proses difusi melalui membran sel
(c) tekanan osmotik yang dihasilkan oleh elektrolit pada kedua kompartemen

Perubahan volume cairan ekstrasel dalam jumlah kecil tidak akan memberi reaksi
fisiologik. Keseimbangan cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan
osmolaritas cairan ekstrasel. Bila terjadi peningkatan volume dalam jumlah besar akan
timbul mekanisme koreksi yang serupa dengan pengaturan volume dan tekanan darah.
Peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume dan tekanan darah;
demikan pula sebaliknya. Jadi, pengaturan volume cairan ekstrasel penting dalam
pengaturan tekanan darah. Oleh karena itu, pemantauan jumlah cairan ekstrasel
dilakukan dengan melakukan pemantauan tekanan darah (Moenadjat dkk, 2017).
Bila asupan (intake) air terlalu banyak, akan segera dikeluarkan, dengan
mengurangi sekresi anti diuretic hormone (ADH) dari hipofisis posterior, yang
rnengurangi reabsorpsi air di tubulus distal dan duktus koligentes nefron ginjal.
Peningkatan volume plasma akan diikuti oleh berkurangnya venous return. yang akan
meregang dinding atrium. Dengan adanya rangsangan pada reseptor (berupa
baroreseptor yang berada di sinus karotid, sinus aorta dan dinding atrium kanan) 49 akan
merangsang pelepasan atrial natriuretic peptide (ANP) yang menimbulkan blokade pada
sekresi aldosteron dan diikuti peningkatan pengeluaran natrium dan air melalui urin
(Moenadjat dkk, 2017).

Pada keadaan hipovolemia baik karena kekurangan intake atau pengeluaran


berlebihan seperti pada diare dan muntah–muntah, tubuh berusaha menghambat
pengeluaran air berkelanjutan dengan cara meningkatkan sekresi ADH, yang selanjutnya
akan meningkatkan reabsorpsi air di ginjal. Bersamaan dengan peristiwa tersebut, juga
timbul rasa haus dan dorongan untuk minum, agar kekurangan segera teratasi
(Moenadjat dkk, 2017).

Pada saat terjadi penurunan volume cairan ekstrasel, volume dan tekanan darah
akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada sistem renin–angiotensin
sehingga timbul respons berupa pengurangan produksi urin (restriksi pengeluaran
cairan), rangsang haus yang disertai dengan meningkatnya pemasukan cairan yang
selanjutnya akan meningkatkan volume cairan ekstrasel. Keseimbangan cairan
dipertahankan dengan mengatur volume dan osmolaritas cairan ekstrasel (Moenadjat
dkk, 2017).

Mekanisme homeostasis air dan elektrolit bertujuan mempertahankan volume dan


osmolaritas cairan ekstrasel dalam batas normal, dengan mengatur keseimbangan antara
absorbsi diet (makanan dan minuman) dan ekskresi ginjal (konservasi dan ekskresi air
dan elektrolit) yang melibatkan juga sistem hormonal (Moenadjat dkk, 2017).

2.4 Memahami dan menjelaskan gangguan keseimbangan cairan tubuh

 Overhidrasi

Kelebihan atau intoksikasi cairan dalam tubuh, sering terjadi akibat


adanya kekeliruan dalam tindakan terapi cairan. Kejadian tersebut seharusnya
tidak perlu sampai terjadi. Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan
ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada
terapi cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi prostat transuretra,
dan korban tenggelam. Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema,
peningkatan tekanan vena jugular, edema paru akut dan gagal jantung. Dari
pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi dalam plasma. Terapi terdiri dari
pemberian diuretic (bila fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal
menurun), dan flebotomi pada kondisi yang darurat (Khrisna, 2017).

 Hipovolemia

Hipovolemia adalah suatu keadaan berkurangnya volume (jumlah) air ekstrasel.


Kondisi ini akan menyebabkan hipoperfusi jaringan. Hipovolemia disebut juga
deplesi volume.

Pada hipovolemia, berkurangnya air dan natrium terjadi dalam jumlah yang
sebanding. Misalnya hilangnya air dan natrium melalui saluran cerna seperti muntah
dan diare, perdarahan atau melalui pipa naso–gastrik. Hilangnya air dan natrium juga
dapat melalui ginjal (misalnya penggunaaan diuretik, diuresis osmotik, salt–wasting
nephropathy, hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (misalnya
insensible water losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan
(misalnya pada obstruksi usus, trauma, fraktur, pankreatitis akut).

Bila terjadi penurunan volume cairan ekstrasel, volume dan tekanan darah akan
berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada sistem renin–angiotensin
sehingga timbul respons berupa penurunan produksi urin (restriksi pengeluaran
cairan), rangsang haus diikuti meningkatnya pemasukan cairan akan meningkatkan
volume cairan ekstrasel (Moenadjat dkk, 2017).

 Hipervolemia

Edema
Akumulasi cairan di jaringan interstisium dapat dideteksi secara klinis sebagai
suatu pembengkakan. Tergantung penyebabnya, pembengkakan akibat akumulasi
cairan ini disertai atau tanpa terjadi penurunan volume intravaskular (sirkulasi).
Penyebabnya antara lain adalah kegagalan jantung dalam menjalankan fungsinya,
kegagalan ginjal dalam menjalankan fungsi ekskresi, kegagalan atau kelainan sistem
pembuluh limfatik, dan gangguan permeabilitas kapiler (syok luka bakar, dengue
shock syndrome) dan hipoproteinemia berat yang menyebabkan gangguan tekanan
osmotik koloid (Moenadjat dkk, 2017).

 Dehidrasi

Dehidrasi adalah berkurangnya volume cairan intrasel akibat perpindahan air


intrasel ke ekstrasel. Perpindahan air ini terjadi akibat peningkatan osmolalitas
efektif cairan ekstrasel. Peningkatan osmolalitas cairan ekstrasel terjadi karena
cairan ekstrasel yang terbuang (ke luar tubuh) bersifat hipotonik; berkurangnya air
jauh melebihi berkurangnya natrium di ekstrasel. Air dari intrasel berpindah ke
ekstrasel; hal ini merupakan bentuk regulasi agar osmolalitas cairan intrasel sama
dengan osmolalitas cairan ekstrasel (homeostasis) (Moenadjat dkk, 2017).
Secara klinik perbedaan antara hipovolemia dan dehidrasi terletak pada kadar
natrium dalam plasma. Pada dehidrasi, dijumpai hipernatremia sedangkan pada
hipovolemia kadar natrium plasma normal. Dehidrasi dapat terjadi akibat keluarnya
air melalui keringat, penguapan dari kulit, saluran cerna, diabetes insipidus (sentral
dan nefrogenik), atau diuresis osmotik; yang kesemuanya disertai gangguan rasa
haus atau gangguan akses cairan. Dehidrasi dapat pula terjadi pada keadaan
masuknya cairan ekstrasel ke intrasel secara berlebihan, kejang hebat, setelah
melakukan latihan berat, atau pada pemberian cairan natrium hipertonik berlebihan
(Moenadjat dkk, 2017).

Hipovolemia dan dehidrasi dapat timbul secara bersamaan bila cairan hipotonik
terbuang secara berlebihan hingga menimbulkan gejala hipovolemia berat seperti
hipotensi dan gejala klinik hypernatremia (Moenadjat dkk, 2017).

3. Memahami dan menjelaskan Keseimbangan elektrolit dalam tubuh :


3.1 Mekanisme/peran elektrolit dalam tubuh

Dalam cairan intrasel, kation utama adalah kalium, sedangkan anion utama adalah
+¿¿ 2+¿¿
fosfat dan protein. Ion K , Mg 2+¿¿ , dan PO 4 . merupakan solut yang dominan untuk
menimbulkan efek osmotik pada cairan intrasel. Ion K +¿¿ juga penting dalam proses
biolistrik. Konsentrasi ion kalsium intrasel sangat rendah (Moenadjat dkk, 2017).

Komposisi bahan yang terlarut dalam subkompartemen cairan ekstrasel (plasma


dan cairan interstisium) ternyata berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh
keseimbangan Gibbs–Donnan, kecuali untuk ion Ca2+¿ ¿ dan Mg 2+¿¿ ; kadarnya lebih
rendah pada cairan interstisium karena ion ini banyak yang terikat pada protein
(Moenadjat dkk, 2017).

Perbedaan yang nyata antara cairan ekstrasel dan intrasel adalah pada kationnya.
Kation utama dalam cairan ekstrasel adalah natrium (Na+) dan dalam cairan intrasel
kalium ( K +¿¿ ). Kation ekstrasel lainnya adalah kalium ( K +¿¿ ), kalsium, (Ca2+¿ ¿) dan
magnesium ( Mg 2+¿¿). Untuk menjaga netralitas listrik, di dalam cairan ekstrasel terdapat
anion klorida, bikarbonat dan albumin. Natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat
merupakan elektrolit penting karena kontribusinya sebagai daya osmotik untuk
mempertahankan air dalam cairan ekstrasel. Natrium dan kalium memengaruhi tekanan
osmosis kristaloid cairan ekstrasel dan intrasel serta secara langsung berhubungan dengan
fungsi sel dalam proses biolistrik. Konsentrasi natrium merupakan kontributor utama
dalam osmolalitas serum dan penentu utama tonisitas plasma (Moenadjat dkk, 2017).

3.2 ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh

Gangguan keseimbangan elektrolit umumnya berhubungan dengan


ketidakseimbangan natrium dan kalium. Prinsip utama ketidakseimbangan tersebut
adalah:
 Ketidakseimbangan elektrolit umumnya disebabkan oleh pemasukan dan
pengeluaran natrium yang tidak seimbang. Kelebihan natrium dalam darah akan
meningkatkan tekanan osmotik dan menahan air lebih banyak sehingga tekanan
darah akan meningkat (Moenadjat dkk, 2017).

 Ketidakseimbangan kalium jarang terjadi, namun jauh lebih berbahaya dibanding


dengan ketidakseimbangan natrium. Kelebihan ion kalium darah akan menyebabkan
gangguan berupa penurunan potensial trans–membran sel. Pada pacemaker jantung
menyebabkan peningkatan frekuensi dan pada otot jantung menurunkan
kontraktilitas bahkan ketidak–berdayaan otot (flaccid) dan dilatasi. Kekurangan ion
kalium ini menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat (Moenadjat dkk, 2017).

1. Gangguan Keseimbangan Natrium

Nilai-nilai rujukan natrium normal :


Bayi baru lahir : 132 -147 mEq/L
Sampai usia 6 bulan : 135 -143 mEq/L
Anak-anak : 132 -145 mEq/L
Dewasa :  135-147 mEq/L

 Hiponatremia (< 135 mEq/L)

Hiponatremia terjadi karena jumlah asupan air melebihi kemampuan ekskresi dan
tidak dapat menekan sekresi ADH contohnya kehilangan air melalui saluran cerna,
gagal jantung dan sirosis hati. Kodisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma
dibawah 130 mEq/L. Hiponatremia dibagi menjadi 2, yaitu hiponatremia akut dan
kronik. Gejala hiponatremia akut adalah penurunan kesadaran dan kejang, terjadi
akibat edema sel otak (air ekstrasel masuk ke intrasel yang osmolalitasnya lebih
tinggi). Hiponatremia kronik adalah kejadian yang berlangusng lebih lama dari
hiponatremia akut dan gejalanya adalah lemas dan mengantuk (Moenadjat dkk, 2017;
Khrisna, 2017).
 Hipernatremia (>150 mEq/L)

Hipernatremia adalah keadaan defisit cairan akibat ekskresi air melebihi ekskresi
air tanpa elektrolit, contohnya insensible water loss, osmotik diare, diabetes insipidus,
diuresis osmotik, dan gangguan pusat rasa haus di hipotalamus. Hipernatremia terjadi
apabila kadar natrium lebih dari 150 mg/L. Hipernatremia juga terjadi karena
penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh, dan masuknya air
tanpa elektrolit ke dalam sel (asam laktat meningkat sehingga osmolalitas sel
meningkat dan menyebabkan air ekstrasel masuk ke intrasel) (Moenadjat dkk, 2017;
Khrisna, 2017).

2. Gangguan Keseimbangan Kalium

Nilai-nilai rujukan natrium normal :


Bayi baru lahir : 3,6-6,1 mEq/L
Sampai usia 6 bulan : 3,7-5,8 mEq/L
Anak-anak : 3,1-5,2 mEq/L
Dewasa :  3,5-5,5 mEq/L

 Hipokalemia

Hipokalemia terjadi karena kurangnya kadar kalium dalam plasma. Hipokalemia


dapat disebabkan karena asupan kalium yang kurang, pengeluaran kalium berlebihan,
dan kalium masuk ke dalam sel. Nilai kalium plasma normal adalah 3,5-4,5 mEq/L
dan hipokalemia terjadi apabila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L. Pemberian
diuretikum dapat menurunkan kadar kalium. Peningkatan alkalosis metabolik akibat
muntah menyebabkan bikarbonat terfiltrasi akan mengikat kalium di tubulus distal
yang dibantu dengan hiperaldosteronisme sekunder dari hipovolemia, semua ini akan
meningkatkan ekskresi kalium melalui urin (Moenadjat dkk, 2017; Khrisna, 2017).

 Hiperkalemia

Hiperkalemia adalah keadaan kadar kalium lebih dari 5 mEq/L dalam plasma
yang terjadi akibat keluarnya kalium intrasel ke ekstrasel (pada keadaan asidosis
metabolik) dan berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal. Pasien biasanya
mengalami tanda seperti yaitu kelemahan otot dan perubahan EKG (Moenadjat dkk,
2017; Khrisna, 2017).

3.3 Sumber elektrolit (natrium dan kalium)

Natrium adalah makromineral dan elektrolit esensial yang memainkan peran


penting dalam transportasi membran sel, keseimbangan air, persarafan saraf, dan
kontraksi otot sebagai kation ekstraseluler yang paling melimpah. Natrium tersedia dalam
sumber makanan seperti garam, makanan olahan, daging, susu, telur, dan sayuran. AI
untuk natrium untuk orang dewasa adalah 1.500 mg/hari; namun, rata-rata asupan
natrium di negara-negara industri adalah 2 atau 3 kali lipat sebagai perbandingan, pada
3.000 hingga 4.500 mg/hari (Shrimanker & Bhattarai, 2021).

Kalium merupakan makromineral dan elektrolit esensial yang berperan penting


dalam kontraksi otot, persarafan saraf, keseimbangan pH darah, dan keseimbangan air
sebagai kation intraseluler yang paling melimpah. Kalium dapat diperoleh dari sumber
makanan seperti buah-buahan dan sayuran. AI untuk kalium untuk orang dewasa adalah
4.700 mg/hari (Shrimanker & Bhattarai, 2021).

4. Memahami dan menjelaskan etika minum dalam kaidah islam :


4.1 Tata cara minum dalam kaidah islam

Sesuai dengan perspektif syariah tata cara minum dalam kaidah islam hendaknya
ketika ingin memulai untuk minum alangkah baiknya mengucapkan “Bismillah” terlebih
dahulu. Apabila lupa menyebut nama Allah di awal minum maka hendaklah
mengucapkan “Bismillah awaluhu wa akhirahu” (Sohrah, 2016).

Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam muslim, bahwa menyebut nama
Allah sebelum makan berfungsi mencegah setan untuk ikut berpartisipasi menikmati
makan yang dihidangkan. Apabila seseorang selesai makan dan minum lalu memuji nama
Allah, nampaknya amalan ini sepele, padahal dapat menjadi sebab seseorang
mendapatkan ridha Allah swt. sebagaimana hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik,
Bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah ridha terhadap seorang
hamba yang menikmati makanan lalu memuji Allah sesudahnya atau meneguk minuman
lalu memuji Allah sesudahnya” (Sohrah, 2016).

Setelah memulai makan dan minum dengan membaca bismillah, dianjurkan


makan dan minum dengan tangan kanan. Makan dan minum dengan tangan kanan pada
dasarnya adalah wajib. Dengan demikian, seseorang yang makan dan minum dengan
tangan kiri adalah berdosa karena telah melanggar perintah Allah swt yang telah
disampaikan melalui Rasulullah saw. serta merupakan bentuk perbuatan tasyabuh
(meniru) perilaku setan dan orang-orang kafir (Sohrah, 2016).

Secara umum Rasulullah saw. dalam praktiknya lebih sering minum sambil
duduk, bahkan dapat dikatakan selalu minum dalam keadaaan duduk, kecuali dalam
kondisi tertentu di mana Nabi terpaksa minum saambil berdiri, seperti jika tempatnya
sempit atau karena tempat minum yang tergantung. Pandangan medis seperti yang
dikemukakan oleh Abdurrazaq al-Kailani berkata: “Minum dan makan sambil duduk
lebih sehat, lebih selamat, dan lebih sopan. Disebabkan apa yang diminum atau dimakan
oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapun
minum sambil berdiri, hal tersebut akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke
dasar usus dan menabraknya dengan keras pula. Jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam
waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, dan hal ini dapat
menyebabkan disfungsi pencernaan (Sohrah, 2016).

Selain itu, menurut Ibnul Qayyim ada beberapa akibat buruk bila minum sambil
berdiri. Di samping tidak dapat memberikan kesegaran pada tubuh secara optimal, air
yang masuk ke dalam tubuh akan cepat turun ke organ tubuh bagian bawah. Hal ini
dikarenakan air yang dikonsumsi tidak tertampung di dalam maiddah (lambung) yang
nantinya akan dipompa oleh jantung untuk disalurkan ke seluruh organ-organ. Dengan
demikian air tidak akan menyebar ke organ-organ tubuh yang lain. Padahal menurut ilmu
kedokteran 70% dari tubuh manusia terdiri dari zat cair (Sohrah, 2016).

Ibrahim al-Rawi juga berpendapat bahwa manusia pada saat berdiri, ia dalam
keadaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, agar
mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga dapat berdiri stabil dan
dengan sempurna. Ini merupakan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan
syaraf dan otot secara bersamaan, dan menjadikan manusia tidak bisa mencapai
ketenangan yang merupakan syarat terpenting pada saat makan dan minum. Dan
ketenangan ini dapat dihasilkan padaa saat duduk, yang ketika itu syaraf berada dalam
keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk
menerima makanan dan minuman dengan cepat (Sohrah, 2016).

Lebih jauh al-Rawi menekankan makanan dan minuman yang disantap pada saat
berdiri, dapat berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana
(saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus.
Refleksi ini apabiala terjadi secara keras dan tiba-tiba, dapat menyebabkan tidak
berfungsinya saraf (vagal inlubition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan
bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau bahkan mati mendadak. Demikian
pula, makan dan minum berdiri secara terus menerus terbilang membahayakan dinding
usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka
pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa berbenturan dengan makanan
atau minuman yang masuk. Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh
sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga
air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang diminum akan disalurkan pada ‘pos-
pos’ penyaringan yang berada di ginjal (Sohrah, 2016).

Kemudian, terdapat larangan bernafas dalam wadah ketika minum, dan anjuran
bernafas di luar wadah. Terdapat pula larangan meniup air minum dalam wadah. Terakhir
yaitu alangkah baiknya berdoa setelah selesai makan dan minum (Sohrah, 2016).

4.2 Dalil dan hadist tentang etika minum

Larangan Makan dan Minum dengan tangan kiri

‫ل‬TT‫يطان يأك‬TT‫اءن الش‬TT‫ه ف‬TT‫رب بيمين‬TT‫رب فليش‬TT‫ه وادا ش‬TT‫ادا أكل أحدكم فليأكل بيمين‬
‫بشماله ويشرب بشماله‬.
Artinya: “Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah makan dengan
tangan kanan dan apabila dia minum, minumlah dengan tangan kanan. Karena setan
apabila dia makan, makan dengan tangan kiri dan apabila minum, minum dengan tangan
kiri”.

Larangan Makan dan minum sambil berdiri

‫رب‬T‫لم نهى عن الش‬T‫ه وس‬T‫عن ابي سعيد الخدري ان رسول هلال صلى هلال علي‬
‫قا ئما‬
Artinya: Dari Abi said al-Khudri “sesungguhnya Rasulullah saw. melarang minum
sambil berdiri”(HR Muslim).

Larangan bernafas dalam wadah ketika minum, dan anjuran bernafas di luar
wadah.
‫لم‬TT‫ه وس‬TT‫لى هلال علي‬TT‫عن عبدهلال بن ابى قتادة عن ابيه قال قال رسول هلال ص‬
‫ه‬T‫ره بيمين‬TT‫ال يمس دك‬T‫ ف‬T‫الء‬TT‫اء وادا اتى الخ‬T‫ال يتنفس فى االب‬T‫ادا شرب أحدكم ف‬
‫وال يتنسخ بيمينه‬
Artinya: Dari Abdullah bin Abi Qatadah dari ayahnya berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Apabila seseorang di antara kamu minum maka janganlah dia bernafas di dalam wadah,
dan apbila dia mendatangi kakus (istinja di tempat buang air) maka janganlah ia
menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan dan mengusapnya dengan tangan kanan.

Larangan meniup dalam wadah

‫لم عن‬TT‫ه وس‬TT‫لى هلال علي‬TT‫ول هلال ص‬TT‫عن أبي سعيد الخدرى أنه قا ل نهى رس‬
‫الشرب ثلمة القدح وأن ينفخ في الشراب‬.
Artinya: Dari Abi Sa’id al-Khudri sesungguhnya ia berkata, Rasulullah saw. melarang
minum sambil memecahkan lubang wadah air dan dilarang meniup air minum.

Berdoa setelah selesai makan dan minum

‫عن أبي سعيد رضي هلال عنه فال كان النبي صلى هلال عليه رسلم ادا اكل أو‬
‫شرب قال الحمد هلل الدى أطعمنا وسقان وجعلنا مسلمين‬.
Artinya: Dari Abi Sa’id al-Khudri ra. Berkata, Nabi saw, apabila selesai makan atau
minum beliau berdoa: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan
memberi kami minum dan menjadikan kami orang-orang muslim”.

Larangan berlebihan dalam minum

Sebagaimana yang telah tercantum dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 31 sebagai
berikut:

Yang artinya:

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah


tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
DAFTAR PUSTAKA

Sohrah, S. Etika Makan dan Minum dalam Pandangan Syariah. Al Daulah: Jurnal Hukum
Pidana dan Ketatanegaraan, 5(1), 21-41.
Shrimanker, I., & Bhattarai, S. (2021). Electrolytes. In StatPearls. StatPearls Publishing.
Sherwood, L. 2013. Introduction to Human Physiology Eight Edition. Amerika Serikat:
Brooks/Cole Cencage Learning
Moenadjat, Y., dkk. 2017. Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam-Basa (Ed 3).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 31. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Khrisna, I.N.E.A. 2017. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Fakultas Kedokteran, Universitas
Udayana
Morris AL, Mohiuddin SS. Biochemistry, Nutrients. [Updated 2021 May 12]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554545/
Roni, K.A., & Herawati, N. 2020. Kimia Fisika II. Palembang: Rafah Press UIN Raden Fatah
Wibawa, P.P. 2015. Kimiabiofisika: Cairan Tubuh. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
Kaur, A., et al. 2016. ASPECTS OF SOLUBILISATION: A REVIEW. World Journal of
Pharmaceutical Research

Anda mungkin juga menyukai