Anda di halaman 1dari 25

SKENARIO

EDEMA
Seorang laki laki, umur 60 tahun berobat ke dokter dengan keluhan perut membesar
dan tungkai bawah bengkak sejak 1 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya
asites pada abdomen dan edema pada tungkai bawah. Dokter menyatakan pasien mengalami
kelebihan cairan tubuh. Pemeriksaan laboratorium : kadar protein albumin di dalam plasma
darah 2,0 g/l (normal > 3,5 g/l) . Keadaan ini menyebabkan gangguan tekanan koloid osmotic
dan tekaan hidrostatik di dalam tubuh.

KATA SULIT

Edema : suatu kondisi dimana adanya penumpukan cairan pada jaringan interstisium.
Asites : suatu penumpukan cairan pada rongga perut yang dapat disebabkan oleh
sirosis hati atau berbagai penyakit lainnya.
Tekanan koloid osmotik : tekanan yang keluar dari dinding koloid kapiler yang
dipengaruhi oleh albumin dan dihasilkan oleh molekul koloid yang tidak dapat
berdifusi.
Tekanan hidrostatik : tekanan yang mendorong air keluar dari plasma ke interstitial.
Albumin : protein yang berfungsi untuk memelihara tekanan osmotik.
Tungkai : bagian kaki yang memanjang dari bangian atas paha ke telapak kaki.
Abdomen : bagian tubuh yang terletak antara torax / dada dari pelfis / panggul.

PERTANYAAN
1. Apa saja gejala edema?
2. Seperti apakah penanganan terhadap edema?
3. Apa saja penyebab edema?
4. Apa saja jenis jenis edema?
5. Organ apa saja yang terganggu pada pasein yang terkena edema?
6. Apa perbedaan asites dengan edema?
7. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan cairan tubuh?
8. Apa perbedaan tekanan osmotik dengan tekanan hidrostatik?
9. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan asites?
10. Bagaimana penanganan terhadap asites?

JAWABAN
1. Naiknya berat badan secara drastis, denyut nadi cepat, kulit menjadi meregang.
2. Minum obat diuretic , mengkonsumsi makanan kaya protein.
3. Kekurangan protein albumin, pengeluaran plasma yang berlebih, menngkatnya
permeabilitas kapiler, adanya sumbatan pembuluh limfe, meningkatnya tekanan vena.
4. Edema intrasel, edema ekstrasel, edema local, edema umum, edema pitting, non
pitting edema.
5. Kapiler pembuluh darah, jaringan bawah kulit, ginjal, jantug, paru paru.
6. Asites terjadi penumpukan cairan di rongga perut, sedangkan edema terjadi di bawah
jaringan.
7. Kesalahan pemasangan infus, terganggunya fungsi organ ( jantung, ginjal ).
8. Tekanan hidrostatik akan mendorong air, sedangkan tekanan osmotik akan
mempertahankan air dalam plasma .
9. Umur, aktifitas, asupan, cairan, gangguan fungsi organ, kekurangan protein albumin.
10. Minum obat diuretic, diet rendah Na, terapi presintesis.

HIPOTESIS
Asites dan edema merupakan penumpukan cairan pada jaringan yang disebabkan oleh
asupan Na yang berlebihan, kurangnya protein albumin dan pengeluaran plasma yang
berlebih yang akan mengakibatkan peningkatan hidrostatik kapiler, permeabilitas kapiler,
penurunan tekanan osmotik. Edema dan asitesdapat diatasi dengan meminum obat
diuretik dan mengkonsumsi makanan kaya protein.

SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan mejelaskan kapiler darah
LI 1.1 Memahami dan mejelaksan definisi kapiler darah.
LI 1.2 Memahami dan mejelaskan fungsi kapiler darah.
LI 1.3 Memahami dan mejelaskan struktur kapiler darah.
LI 1.4 Memahami dan menjelaskan mekanisme sirkulasi kapiler darah.

LO 2. Memahami dan menjelaskan keseimbangan cairan


LI 2.1 Memhami dan mejelaskan definisi CES dan CIS
LI 2.2 Memahami dan menjelaskan faktor - faktor yang mempengaruhi
keseimbangan cairan.
LI 2.3 Memahami dan menjelaskan mekanisme tubuh.

LO 3. Memahami dan menjelaskan edema dan asites


LI 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi edema
LI 3.2 memahami dan menjelaskan jenis edema dan asites.
LI 3.3 Memahami dan menjelaskan penyebab edema dan asites.
LI 3.4 Memahami dan menjelaskan mekanisme edema dan asites.
LI 3.5 Memahami dan menjelaskan gejala edema dan asites.
LI 3.6 Memahami dan menjelaskan pemeriksaan labolatorium.
LI 3.7 Memahami dan menjelaskan penanganan edema dan asites.

LO 1. Memahami dan mejelaskan kapiler darah


LI 1.1 Memahami dan mejelaksan definisi kapiler darah.
Kapiler adalah tempat pertukaran antara darah dan jaringan, memiliki percabangan yang
luas sehingga terjangkau ke semua sel. Kapiler merupakan saluran mikroskopik untuk
pertukaran nutrient dan zat sisa diantara darah dan jaringan. Dindingnya bersifat
semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.

LI 1.2 Memahami dan mejelaskan fungsi kapiler darah.

Tempat pertukaran cairan, zat makanan, elektrolit, hormon, dan bahan lainnya antara
darah dan cairan interstisial.
Tempat terjadinya pertukaran gas serta berbagai zat lainnya antara pembuluh darah
dan sel jaringan.
Menyerap dan mengedarkan sari sari makanan ke seluruh tubuh.
Mengambil sisa metabolisme dari jaringan.
Menghubungkan ujung pembuluh nadi yang terkecil dan berhubungan langsung
dengan sel-sel tubuh.
Absorbsi sekret kelenjar.
Menyaring darah yang terdapat di ginjal.
Menghubungkan ujung pembuluh nadi yang terkecil dan berhubungan langsung dengan sel-sel
tubuh.
Mengangkut zat-zat sisa pembakaran (oleh pembuluh kapiler yang berhubungandengan pembuluh
balik.

LI 1.3 Memahami dan mejelaskan struktur kapiler darah.

Ketebalan dinding kapiler: 1

Diameter kapiler besarnya 4 - 9 m


Terdiri dari hanya satu lapisan endotel gepeng. Tidak terdapat otot polos dan
jaringan ikat. Sel endotel ditopang oleh membran basal yang tipis, lapisan matriks
ekstrasel aselular (tidak ada sel) di sekitarnya yang terdiri dari glikoprotein dan
kolagen.
Pada dindingkapiler terdapat 2 buah penghubung kecil yang menghubungkan bagian
dalam dengan bagian luar kapiler. Salah satu dari penghubung ini adalah celah
interseluler yang merupakan celah tipis yang terletak diantara sel- sel endotel yang
saling berdekatan.

Tunica intima: Lapisan yang kontak langsung dengan darah. Dibentuk terutama oleh
sel endotel.
Tunica media: Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut
juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan jaringan
elastis.
Tunica adventitia: Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat.

Kapiler darah dibagi menjadi 3 jenis utama :


1. Kapiler sempurna
Bayak dijumpai pada jaringan termasuk otot paru,susundan saraf pusat dan kulit.
Sitoplasma sel endotel menebal d tempat yang berinti dan menipis di bagian lainnya.
2. Kapiler bertingkat
Kapiler bertingkat dijumpai pada mukosa usus,glomerulus,ginjal dan pancreas.
Sitoplasma tipis dan tempat pori-pori.
3. Kapiler sinusidal
Kapiler sinusidal mempunyai garis tengah,lumen lebih besar dari normal.
5

Pori-pori kapiler pada beberapa organ mempunyai sifat-sifat khusus sesuai dengan
kebutuhan organ, yaitu :
1. Dalam otak, sel endotel kapiler diotak hubungannya sangat rapat sehinggahanya
molekul yang sangat kecil yang dapat lewat masuk ke dalam jaringanotak.
2. Didalam hati, celah antara sel endotel kapiler begitu lebar terbuka,
sehinggahampir semua zat yang larut dalam plasma, dapat lewat dari darah masuk
kedalam jaringan hati.
3. Di dalam berkas glomerulus ginjal, ada beberapa jendela kecil berbentuk
ovalyang disebut fenestra yang langsung menembus melalui bagian tengah
selendotel, sehingga banyak sekali zat yang dapat difiltrasi melewati
glomerulustanpa harus melewati celah diantara sel endothelial.
LI 1.4 Memahami dan menjelaskan mekanisme sirkulasi kapiler darah.
Sistem sirkulasi adalah sistem transpor yang menghantarkan oksigen dan berbagai zat
yang diabsorbsi dari traktus gastrointestina menuju ke jaringan serta melibatkan
karbondioksida ke paru dan hasil metabolisme lain menuju ke ginjal. Sistem sirkulasi
berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan mendistribusi hormon serta berbagai zat lain yang
mengatur fungsi sel. Setiap pembuluh halus yang menghubungkan arteriol dan venol
membentuk suatu jaringan pada hampir seluruh bagian tubuh. Dindingnya berkerja sebagai
membran semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.
Kapiler memiliki percabangan yang luas sehingga terjangkau oleh semua sel.Karena
percabangan kapiler yang luas juga menyebabkan lambatnya aliran darah melalui kapiler.
Pertukaran zat antara darah dan jaringan melalui dinding kapiler terdiri dari dua tahap yaitu,
difusi pasif mengikuti penurunan gradient konsentrasi dan bulk flow.

Difusi pasif mengikuti penurunan gradien konsentrasi


Zat-zat terlarut berpindah terutama melalui proses difusi menuruni gradient
konsentrasi. Gradien konsentrasi merupakan perbedaan konsentrasi antara dua
zatyang berdampingan.
Difusi setiap zat terlarut terus berlangsung secara independent sampaitidak ada
lagi perbedaan konsentrasi antara darah dan sel-sel sekitarnya. Semuasel
menggunakan O2 dan glukosa, sementara darah terus menerus menyalurkan
pasokan segar kedua zat vital tersebut, sehingga gradien konsentrasi yang
mendorong difusi netto zat-zat tersebut dari darah ke sel dapat dipertahankan.
Kapiler meminimalkan jarak difusi dan memaksimalkan luas permukaan.

Bulk flow
Cara kedua pertukaran menembus dinding kapiler adalah dengan bulk flow.
Sebenarnya terjadi filtrasi suatu volume plasma bebas- protein keluar kapiler,
yang kemudian bercampur dengan cairan interstisium, dan kemudian di
reabsorpsi. Proses ini disebut bulk flow karena berbagai konstituen cairan cair
dan semua terlarut berpindah bersama-sama, atau sebagai suatu kesatuan, berbeda
dari difusi diskret masing-masing zat terlarut dan menuruni gradien konsentrasi.

Gaya bulk flow terjadi karena perbedaan dalam tekanan hidrostatik dan osmotik
antara plasma dan cairan interstisium. Ada 4 gaya yang mempengaruhi perpindahan
cairan menembus dinding kapiler antara lain:
1. Tekanan Darah Kapiler
Tekanan cairan atau hidrostatik yang dihasilkan olehdarah di dalam dinding
kapiler.Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar kapiler lalu masuk
kedalam cairan interstisium.Ketika sampai di kapiler, tekanan darah
menurunakibat gesekan darah dengan pembuluh arteriol beresistensi tinggi di
hulu.Tekanan hidrostatik di ujung arteriol kapiler jaringan adalah 37mmHg
disepanjang kapiler.
2. Tekanan Osmotik Koloid Plasma
Dikenal sebagai tekanan onkotik, adalah gaya yang disebabkan oleh dispersi
koloidal protein-protein plasma; tekanan ini mendorong perpindahan cairan ke
dalam kapiler. Karena protein plasma tetap berada di plasma dan tidak masuk ke
dalam cairan interstisium maka tebentuk perbedaan konsentrasi protein antara
plasma dan cairan interstisium. Begitu juga dengan konsentrasi air yang berbeda
antara kedua kompartemen tersebut. Plasma memiliki konsentrasi protein yang
lebih besar dan konsentrasi air yang lebih kecil daripada cairan interstisium.
Perbedaan ini menimbulkan efek osmotik yang cenderung mendorong air dari
daerahdengan konsentrasi air tinggi di cairan interstisium ke daerah dengan
konsentrasi air rendah di plasma. Dengan demikian, protein-protein plasma
dianggap menarik air. Konstituen-konstituen plasma lain tidak menimbulkan
efek osmotik karena mudah menembus dinding kapiler, sehingga konsentrasinya
di plasma dan cairan interstisium setara. Tekanan osmotic koloid plasma rata-rata
adalah 25 mmHg.
3. Tekanan Hidrostatik Cairan Interstisium
Tekanan yang ditimbulkan oleh cairan-cairan interstisium dibagian luar
dinding kapiler. Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam
kapiler. Tekanan hidrostatik ini besarnya 1 mmHg.

4. Tekanan Osmotik Koloid Cairan Interstisium


Adalah gaya lain yang dalam keadaannormal tidak berperan dalam bulk
flow. Sebagian kecil protein plasma yang bocor menembus dinding kapiler
kedalam cairan interstisium normalnya di kembalikan kedarah melalui sistem
limfe. Dengan demikian konsentrasi protein di cairan interstisium sangat rendah
dan tekanan osmotic koloid cairan interstisium mendekati nol. Namun apabila
protein plasma secara patologis bocor ke dalam cairan interstisium, misalnya
ketika histamin memperlebar pori kapiler selama cedera jaringan, protein yang
bocor menimbulkan efek osmotik yang cenderung mendorong perpindahan cairan
keluar kapiler dan masuk ke cairan interstisium.
Dengan demikian, dua tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar kapiler
adalah tekanan darah kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium.Dua
tekanan yang mendorong cairan kedalam kapiler darah adalah tekanan osmotik
koloid plasma dan tekanan hidrostatik cairan interstisium.

Tek. hid.
Tek.osmo
Kapile
r
kapiler

Tek. hid. Tek. osmo.


Interstitial Interstitial

Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling : perbedaan tekanan hidrostatik
intravaskuler dan interstisiil, dan perbedaan tekanan koloid-osmotik intravaskuler dan
interstisiil. Maka aliran cairan :
K (Pc + i) (Pi + c)
K
Pc
Pi
c
i

= koefisien filtrasi kapiler


= tekanan hidrostatik kapiler = 37 mm Hg
= tekanan hidrostatik interstitial = 17 mm Hg
= tekanan koloid osmotik kapiler = 25 mm Hg
= tekanan koloid osmotik interstisiil = diabaikan

10

LO 2. Memahami dan menjelaskan keseimbangan cairan

LI 2.1 Memahami dan mejelaskan definisi CES dan CIS


Kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan
keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang
mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan homeostasis.

Kompartemen Cairan Intrasel (CIS)


Cairan intrasel dipisahkan dari cairan ekstrasel oleh membrane sel yang
sangat permeable terhadap air, tetapi tidak permeable terhadap sebagian besar
elektrolit dalam tubuh. Komposisi dari cairan intrasel terdiri dari kation kalium dan
anion phosphate dalam jumlah yang sangat besar. Ditambah ion magnesium dan sulfat
dalam jumlah sedang. Dalam intrasel juga mengandung sejumlah besar
protein,hampir empat kali jumlah protein plasma.

Kompartemen Cairan Ekstrasel (CES)


Dalam CES, dibagi menjadi 3 yaitu cairan interstitial, intravascular, dan transeluler.
Cairan interstitial adalah cairan antar sel, yang berada diantara sel-sel.
Cairan intravaskuler adalah cairan yang berada dalam pembuluh darah.
Cairan transeluler adalah cairan yang terkandung dalam rongga-rongga khusus
interstisial dan plasma.
Keduanya dibatasi oleh membrane kapiler yang sangat permeable kecuali oleh
protein plasma sehingga protein di plasma lebih banyak terdapat daripada di
interstisial. Karena protein plasma mempunya muatan akhir negative, jadi pada
plasma lebih banyak terdapat kation (natrium) sedangkan pada interstisial lebih
banyak terdapatanion (klorida). Komposisi cairan ekstrasel diatur oleh ginjal sehingga
akan menjaga konsentrasi elektrolit tubuh.

LI 2.2 Memahami dan menjelaskan faktor - faktor yang mempengaruhi


keseimbangan cairan.
FAKTOR

AKIBAT

KONDISI KLINIS

Tekanan hidrostatik
plasma kapiler
meningkat

Darah yang terhambat kembali ke


vena dapat menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler.
Akibatnya cairan akan banyak
masuk kedalam
jaringan edema
Konsentrasi plasma protein
berkurang tekanan osmotik

Gagal jantung
Gagal ginjal
Obstruksi vena
Kehamilan

Tekanan osmotik
koloid plasma

Malnutrisi
Diare kronik

menurun

koloid plasma menurun air


berpindah dari plasma masuk ke
dalam jaringan edema

Luka bakar
Sindroma nefrotik
Sirosis

Permeabilitas
kapiler meningkat

Peningkatan permeabilitas kapiler


menyebabkan terjadinya
kebocoran membran kapiler
sehingga protein dapat berpindah
dari kapiler masuk ke ruang
interstitial
Ginjal mengatur ion natrium di
cairan ekstrasel oleh. Fungsi
ginjal dipengaruhi oleh aliran
darah yang masuk. Bila aliran
darah tidak adekuat akan terjadi
retensi natrium dan air edema

Infeksi bakteri
Reaksi alergi
Luka bakar
Penyakit ginjal akut :
nefriris

Retensi Natrium
meningkat

Drainase limfatik
menurun

Drainase limfatik berfungsi untuk


mencegang protein kembali ke
sirkulasi.

Gagal jantung
Gagal ginjal
Sirosis hati
Trauma (fraktur, operasi,
luka bakar)
Peningkatan produksi
hormon kortikoadrenal :
(aldosteron, kortison,
hidrokortison)
Obstruksi limfatik (kanker
sistem limfatik)

Adapun faktor lainnya :


1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih
mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia
lanjut, sering terjadi gangguan keseimbangan cairan di karenakan gangguan fungsi
ginjal atau jantung.
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi
tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum

albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan
dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen
otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5. Kondisi sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan
elektrolit, misalnya:

Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan
intake cairan karena kehilangan kemapuan untuk memenuhinya secara mandiri.

6. Tindakan medis
Banyak tindakan medis akan berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh seperti: suction, NGT dan lain-lain.
7. Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian diuretik, laksative, dapat berpengaruh pada kondisi
cairan dan elektrolit tubuh.
8. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh karena kehilangan darah selama
pembedahan.

LI 2.3 Memahami dan menjelaskan mekanisme keseimbangan tubuh


Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280mOsm) akan merangsang osmoreseptor di
hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus yang menyintesis
vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior kedalam darah dan akan
berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin dengan reseptornya di
duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin,yaitu kanal air di membran bagian apeks
duktus koligen. Pembentukan aquaporin ini memicu terjadinya reabsorpsi cairan ke vasa
recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan
hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dapat dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan osmolaritas
cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus sehingga terbentuk
perilaku untuk mengatasi haus dan cairan dalam tubuh kembali normal.

LO 3. Memahami dan menjelaskan edema dan asites

LI 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi edema dan asites


Edema adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi air di jaringan interstisium secara
berlebihan akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan pembuluh
limfe.Keadaan ini memberi gejala klinis pembengkakan.Edema juga merupakan refleksi dari
kelebihan natrium dan hypervolemia.
Asites adalah keadaan patologis berupa terkumpulnya cairan dalam rongga peritoneal
abdomen. Asites biasanya merupakan tanda dari proses penyakit kronis yang mungkin
sebelumnya bersifat subklinis.

LI 3.2 memahami dan menjelaskan jenis edema.


Jenis-jenis edema menurut lokasi anatomisnya :

1. Edema menyeluruh atau generalisata


disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik koloid pada hipoproteinema.

Hanya tebatas pada organ/pembuluh darah tertentu. Terdiri dari :


Ekstremitas (unilateral), pada vena atau pembuluh darah limfe
Ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah
Muka (facial edema)
Asites (cairan di rongga peritoneal)
Hidrotoraks (cairan di rongga pleura)

2. Edema local
disebabkan oleh kerusakan kapiler, konstriksi sirkulasi atau sumbatan drainase hati
atau vena.
Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh pasien.
Biasanya pada :
o Gagal jantung
o Sirosis hepatis
o Gangguan ekskresi
Jenis-jenis edema menurut tempat akumulasinya :
1. Edema intraselular (non pitting edema),
Edema yang mengakibatkan keadaan ini yaitu adanya gangguan metabolik jaringan
dan tidak adanya nutrisi sel yang kuat juga dengan adanya kelebihan jumlah elektrolit dalam
sel akan meningkatkan tekanan osmotik didalam sel sehingga menyebabkan terjadinya
pergerakan cairan dari luar ke dalam sel.
2. Edema ekstraselular (pitting edema),
Dapat terjadi karena kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial
dengan melintasi kapiler dan juga karena kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan
dari interstisial ke dalam darah.

LI 3.3 Memahami dan menjelaskan penyebab edema dan asites.


Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori:
1) Berkurangnya konsentrasi protein plasma
Menyebabkan penurunan tekanan osmotic koloid plasma. Penurunan ini
menyebabkan kelebihan cairan yang keluar, sementara jumlah cairan yang
direabsorpsi kurang dari normal ; karena itu, kelebihan cairan tersebut tetap berada
di ruang interstisium. Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein
plasma melalui beberapa cara berebeda: pengeluaran berlebihan protein plasma
melalui urin, akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat

penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma ); makanan yang
kurang mengandung protein ; atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas.
2) Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
Memungkinkan lebih banyak protein plasma yang keluar dari plasma ke cairan
interstisium disekitarnya. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler yang
dipicu oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Penurunan tekanan
osmotik koloid plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara
peningkatan tekanan osmotik
koloid cairan interstisium yangterjadi
akibatpeningkatan protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan ke luar
efektif. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang
berkaitan dengan cedera ( misalnya , lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran).
3) Meningkatnya tekanan vena
Seperti darah terbendung di vena , menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler.
Karena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. Pembendungan darah di vena
mengarah pada back log darah di dalam kapiler karena lebih sedikit darah yang
keluar dari kapiler menuju vena yang kelebihan muatan daripada yang masuk ke
arteriol. Peningkatan tekanan hidrostatik keluar melewati dinding kapiler ini
berperan besar menyebabkan edema pada gagal jantung kongestif. Edema regional
juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Contoh adalah adalah
pembengkakan di tungkai dan kaki selama kehamilan. Uterus yang membesar
menekan vena vena besar yang menyalurkan darah dari ekstremitas bawah
sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut masuk ke rongga abdomen. Bendungan
darah di vena ini meningkatkan tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki,
mendorong edema regional ekstrimitas bawah.
4) Sumbatan pembuluh limfe
Menyebabkan edema,karena kelebihan cairan filtrasi tertahan di cairan interstisium
dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui pembuluh limfe. Akumulasi protein
di cairan interstisium mempparah masalah melalui efek osmotiknya. Sumbatan
pembuluh limfe lokal dapat terjadi, sebagai contoh, di lengan wanita yang saluransaluran drainase limfenya dari lengan telah tersumbat akibat pengangkatan kelenjar
limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan pembuluh limfe
yang lebih luas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasit yang ditularkan melalui
nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacingcacing filaria yang halus mirip benang menginfeksi pembuluh limfedan
keberadaanya mencegah aliran limfe yang normal. Bagian tubuh yang terkena,
terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema berat. Penyakit ini sering
disebut sebagai elephantiasis, karena kaki yang membengkak seperti kaki gajah.
Apapun penyebab edemanya, satu konsenkuensi yang penting adalah berkurangnya
pertukaran bahan antara darah dan sel. Karena penumpukan cairan berlebih, jarak antara
darah dan sel yang harus dilalui oleh nutrient O 2, CO2, dan zat sisa untuk berdifusi
bertambah. Karena itu, sel-sel di dalam jaringan edematosa mungkin mengalami kekurangan
pasokan.
Penyebab asites antara lain :

Sirosis hati kronik:


1. Keadaan penyakit yang kronik atau subakut
2. Penyebab yang paling sering terjadi adalah sirosis, hepatitis kronik, hepatitis
alkohol yang berat (tanpa sirosis) dan obstruksi vena hepatika (sindroma
Budd-Chiari)
Gagal jantung
Sindroma nefrotik
Hipoalbuminemia yang berat
Gangguan intra abdomen: karsinomatosis, peritonitis tuberkulosis, pankreatitis
(asites pankreatik)
LI 3.4 Memahami dan menjelaskan mekanisme edema dan asites.
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik
Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik proteinuria (kehilangan
protein melalui urin 3,5 g /hari , hiponatremia, edema dan hyperlipidemia. Pasien
sindrom nefritik juga mengalami volume plasma yang meningkat sehubungan dengan defek
intrinsic eksresi natrium dan air.Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik berhubungan
dengan kehilangan protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotic menyebabkan
perpindahan cairan intravascular ke interstitium dan memperberat pembentukan edema.Pada
koondisi tertentu, kehilangan protein dan hipoalbumin dapat sangat berat sehingga volume
plasma menjadi berkurang yang menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang juga
merangsang retensi natrium dan air.

Gangguan fungsi ginjal


Defek intrinsik ekskresi
natrium & air

Penurunan LFG

Proteinuria
Hipoalbuminemia
Penurunan VDAE

Retensi natrium dan air oleh ginjal

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik:


1. Mekanisme underfilling
Terjadinya edema disebabkan rendahnya kadar albumin serum yang
mengakibatkan rendahnya tekanan osmotic plasma, kemudian akan diikuti

peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang interstitial sesuai dengan


hukum starling,akibatnya volume darah yang beredar akan berkurang
(underfilling) yang selanjutnya mengakibatkan perangsangan sekunder system
renin-angiotensin-aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distal.
Hipotesis ini menempatkan albumin dan volume plasma berperan penting pada
proses terjadinya edema.

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik plasma

Volume plasma

AD
H

Sistem renin angiotensin

ANP

Retensi Na
RETENSI AIR

RETENSI

EDEMA

2. Mekanisme overfilling
Pada beberapa pasien sindrom nefrotik terdapat kelainan yang bersifat primer
yang mengganggu eksekresi natrium pada tubulus distal, sebagai akibatnya
terjadi peningkatan volume darah, penekanan system renin-angiotensin dan
vasopressin.Kondisi volume darah yang meningkat (overfilling) yang disertai
dengan rendahnya tekanan osmosis plasma mengakibatkan transudasi cairan dari
kapiler ke interstitial sehingga terjadi edema.

Pembentukan edema pada gagal jantung kongestif


Gagal jantung kongestif ditandai adanya kegagalan pompa jantung, saat jantung mulai gagal
memompa darah, darah akan terbendung pada sistem vena dan saat yang bersamaan volume
darah pada arteri mulai berkurang. Pengurangan pengisian arteri ini (direfleksikan pada
VDAE) akan direspon oleh reseptor volume pada pembuluh darah arteri yang menicu aktivasi
system saraf simpatis yang mengakibatkan vasokontriksi sebagai usaha untuk
mempertahankan curah jantung yang memadai. Akibat dari vasokontriksi ini, suplai darah
akan diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung dan paru-paru, sementara ginjal dan organ
lain akan mengalami penurunan aliran darah. Akibatnya VDAE akan berkurang dan ginjal
akan menahan natrium dan air.
Kondisi gagal jantung yang sangat berat, juga akan terjadi hiponatremia, ini terjadi karena
ginjal lebih banyak menahan air dibanding dengan natrium, ini terjadi karena gagal ginjal
lebih banyak menahan air disbanding dengan natrium, pada keadaan ini ADH akan
meningkat dengan cepat dan akan terjadi pemekatan urin, keadaan ini deperberat oleh tubulus
proksimal yang juga menahan air dan natrium secara berlebihan sehingga produksi urin akan
sangat berkurang. Di lain pihak, ADH juga merangsang pusat rasa haus menyebabkan
peningkatan masukan air.

Pembentukan edema pada sirosis hepatis


Sirosis hepatis ditandai oleh fibrosis jaringan hati yang luas dengan pembentukan nodule.
Pada sirosis hepatis, fibrosis hati yang luas yang disertai distorsi struktur parenkim hati
menyebabkan peningkatan system porta dan diikuti dengan terbentuknya pintas porto
sistemik baik intra maupun ekstra hati. Apabila perubahan struktur parenkim semakin
berlanjut, vasodilatasi juga akan semakin berat menyebabkan tahanan perifer semakin
menurun. Tubuh akan menafsirkan seolah-olah terjadi penurunan VDAE. Reaksi yang
dikeluarkan untuk melawan keadaan itu adalah meningkatkan tonus saraf simpatis adrenergic.
Hasil akhirnya aktivasi system vasokontriktor dan anti diuresis yakni system reninangiotensinaldosteron, saraf simpatis dan ADH. Peningkatan kadar ADH akan menyebabkan
retensi air, aldosterone akan menyebabkan retensi garam sedangkan system saraf simpatis
dan angiotensin akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan
meningkatkan reabsorbsi garam pada tubulus proksimal.

Pembentukan edema karena obat


Beberapa obat yang sering dipakai dalam praktek sehari-hari juga dapat menyebabkan
edema.Mekanisme penyebab edema karena obat diantaranya terjadi vasokontriksi arteri
renalis (OAINS, cyclosporine), dilatasi arteri sistemik (vasodilator), meningkatkan reabsorbsi
natrium di ginjal (hormone steroid) dan merusak struktur kapiler (interleukin 2).
Pembentukan edema idiopatik
Keadaan ini biasanya terjadi pada perempuan yang ditandai dengan episode edema yang
periodic yang tidak berhubungan dengan siklus menstruasi dan biasanya disertai dengan
distensi abdomen .pada edema idiopatik ini terdapat perbedaan berat badan yang dipengaruhi
oleh posisitubuh. Pada posisi berdiri terjadi retensi natrium dan air sehingga terjadi
peningkatan berat badan, ini diduga karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler pada
posisi berdiri. Pada kondisi tertentu dapat disertai penurunan volume plasma yang kemudian
mengaktivasi system renin-angiotensin-aldosteron sehingga edema akan memberat.
LI 3.5 Memahami dan menjelaskan gejala edema dan asites.

Gejala edema :
-

Bengkak, mengkilat, bila ditekan timbul cekungan dan lambat kembali seperti
semula
Berat badan naik, penambahan 2% kelebihan ringan, penambahan 5%
kelebihan sedang, penambahan 8% kelebihan berat.
Adanya bendungan vena dileher, pemendekan nafas dan dalam, penyokong
darah (pulmonary)

Perubahan mendadak pada mental dan abnormalitas tanda saraf, penahanan


pernapasan (pada edema cerebral yang berhubungan DKA)
Nyeri otot yang berkaitan dengan pembengkakan
Peningkatan tekanan vena (> 11 cm H2O)
Efusi pleura
Denyut nadi kuat
Edema perifer dan periorbita
Asites

Gejala asites :
Bentuk perut seperti perut kodok : abdomen cembung dan sedikit tegang karena
banyaknya udara di dalam intestine yang telah mengalami dilatasi, dan umbilikus
menonjol keluar
Tekanan cairan peritoneum pada vena kafa inferior sehingga terbentuk kolateral dari
umbilikus ke sekelilingnya secara radier (caput medusae)
Striae abdominalis yang berwarna putih karena adanya regangan pada dinding perut
Efusi pleura kanan (6 %), karena adanya defek pada diafragma sehingga cairan asites
dapat melalui kavum pleura
Edema tibial, karena hipoalbuminemia
Perubahan sirkulasi : terjadi peningkatan tekanan intra abdominal, tekanan intra
pleural, vena kafa inferior dan vena hepatika
LI 3.7 Memahami dan menjelaskan pemeriksaan labolatorium.
Jika edema terjadi menyeluruh (generalisata) maka yang harus diperiksa dari
pasien adalah kadar albuminnya, menentukan apa pasien ini hipoalbuminemia atau
tidak.
Selanjutnya pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu pemeriksaan urinalis
yang bertujuan untuk mengevaluasi apakan pasien tersebut sirosis atau malnutrisi
berat atau sindroma nefrotik. Jika pasien tidak terjadi hipoproteinemia, dokter harus
menunjukan kegagalan jantung kongestif.

Pemeriksaan laboratorium :
1. Tes protein dengan tes pandy dan tes nonne, test pandy untuk globulin dan albumin
sedangkan test nonne hanya untuk globulin
2. Test plasma
3. Test urine
a) Pemeriksaan makroskopis
- jumlah
- warna
- kejernihan
- bau
- berat jenis
- bekuan

b) Pemeriksaan kimia
- percobaan rivalta
- kadar protein
- zat lemak
c) Pemeriksaan mikroskopis
- menghitung jumlah leukosit
- menghitung jenis sel
d) Bakterioskopi
- tes fungsi hati
- tes fungsi ginjal
- EKG
- Foto thorax
- ekokardiogram

LI 3.8 Memahami dan menjelaskan penanganan edema dan asites.


Penanganan edema secara umum :

Pengobatan pada penyakit yang mendasar. Menyembuhkan penyakit yang


mendasari seperti asites peritonitis tuberkulosis.

Tirah Baring. Tirah Baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika pada


pasien transudasi yang berhubungan dengan hipertensi porta yang bisa
menyebabkan aldosteron menurun. Dianjurkan Tirah Baring ini sedikit
kakinya diangkat, selama beberapa jam setelah minum diuretika.

Diet. Diet rendah natrium antara 40-60 mEq/hari atau setara dengan <500
mg/hari namun jika diet garam terlalu rendah akan mengganggu fungsi ginjal.
Terapi presentesis. Dengan mengetahui dasar patofisiologi dari protein (gradien
nilai albumin serum) untuk mengetahui penyebabnya dengan transudat atau
eksudat dan menghitung sel untuk mengetahui akibat dari inflamasi.
Stoking suportif dan elevasi kaki
Restriksi cairan <1500 ml/hari
Diuretik
Penanganan edema menurut penyakit :
1. Edema pada pasien paru akut dengan hipoksemia:
Memulihkan pertukaran gas secepat mungkin.
Mengurangi beban jantung.
Pemberian morfin.
Minum obat diuretic yang bekerja cepat (furosemid).
Pemberian oksigen.

Pemasangan torniket.
Pemantauan kecepatan dalam pemberian cairan intravena.
Pengurangan cairan harus lebih perlahan.

2. Edema pada pasien gagal jantung kongestif :


Pemberian diuretik.
Pembatasan asupan natrium.
3. Edema pada pasien sirosis hati :
Diet rendah garam.
Pemeberian obat diuretik.
4. Edema karena malnutrisi :
Pemberian makanan berprotein.
Tirah baring.

Pemberian diuretik :
o Loop diuretik, dapat diberikan per oral atau intravena.
Furosemid :
40-120 mg (1-2 kali sehari), masa kerja pendek, poten, efektif pada
laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah.
Bumetanide :
0,5-2 mg (1-2 kali sehari), digunakan bila alergi terhadap furosemid.
Asam etakrinat :
50-200 mg (1 kali sehari), masa kerja panjang.
o Bekerja di tubulus distal, tidak hemat kalium (menyebabkan
hipokalemia).
Hidroklorotiazide (HCT) :
25-200 mg (1 kali sehari), bekerja bila LFG >25 ml/menit.
Clortalidone :
100 mg (1 hari atau 2 hari sekali), masa kerja panjang sampai 72 jam,
bekerja bila LFG >25 ml/menit.
Metolazone :
Masa kerja panjang, efektif pada LFG yang rendah.
o Bekerja di tubulus distal, tapi hemat kalium.
Spironolakton :
25-100 mg (4 kali sehari), dapat menyebabkan hiperkalemia, asidosis,
blok aldosteron, ginekomastia, impotensi.

Amenorea :
Onset 2-3 hari, jangan bersamaan dengan ACE-inhibitor dan K.
Sebalikanya tidak digunakan pada pasien gagal ginjal.
Amiloride :
5-10 mg (1-2 kali sehari), kurang poten dibanding spironolakton, dapat
menyebabkan hiperkalemia.
Triamterene :
100 mg (2 kali sehari), kurang poten dibanding spironolakton, ES :
hiperkalemia dan pembentukan ginjal.

Penanganan asites :

Diuretik untuk membantu menghilangkan cairan; biasanya, spironolactone (aldactone)


yang diberikan 1-3 mg/kg/24 jam digunakan pada awalnya, dan kemudian furosemide
(Lasix) yang diberikan 1-2mg/kg/24 jam akan ditambahkan.
Antibiotik, jika infeksi berkembang.
Membatasi garam dalam makanan (tidak lebih dari 1.500 mg / hari natrium)
Hindari minum alkohol
Paracentesis : pengambilan cairan untuk mengurangi asites.
Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS), yang membantu mengubah
darah ke seluruh hati

DAFTAR PUSTAKA
Sherwood L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 8. Jakarta: EGC
Utama Hendra.2008. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Jakarta :
Penerbit FKUI
Guyton & Hall.1997.Fisologi Kedokteran Ed 9.Jakarta : penerbit EGC
Robbins dan Cotran. 2008. Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance MEDICINE. Jakarta: Erlangga
Lewis, James L. 2013. Overhydration
Tambayong, Jan. Buku Patofisiologis
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
http://kamuskesehatan.com/arti/edema/
http://medicastore.com/penyakit/702/Asites.html
Murray R.K. et al (2000), Biokimia Harper edisi 25,ab. A.Hartono, Jakarta, EGC.
Price, Sylvia Anderson (2005), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi
6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai