Anda di halaman 1dari 7

1.

Memahami dan mempelajari sirkulasi kapiler darah


1.1. Definisi
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang berasal dari cabang terhalus dari
arteri sehingga tidak tampak kecuali dibawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di
seluruh jaringan tubuh, kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi pembuluh
darah yang lebih besar dan disebut vena. Kapiler adalah pembuluh yang ideal untuk tempat
pertukaran bahan-bahan antara darah dan jaringan memiliki percabangan yang luas sehingga
terjangkau oleh semua sel.

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang berasal dari cabang terhalus dari
arteri sehingga tidak tampak kecuali dibawah mikroskop. Kapiler juga merupakan tempat
pertukaran anatara darah dan jaringan, memiliki percabangan yang luas sehinggaterjangkau ke
semua sel. (kamuskesehatan)
1.2. Fungsi
 Tempat pertukaran cairan, zat makanan, elektrolit, hormon, dan bahan lainnya antara
darah dan cairan interstisial.
 Tempat terjadinya pertukaran gas serta berbagai zat lainnya antara pembuluh darah dan
sel jaringan
 Menyerap dan mengedarkan sari-sari makanan ke seluruh tubuh.
 Mengambil sisa metabolisme dari jaringan.
 Menghubungkan ujung pembuluh nadi yang terkecil dan berhubungan langsung dengan
sel-sel tubuh
 Absorbsi sekret kelenjar
 Menyaring darah yang terdapat di ginjal
 Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena
 Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan jaringan. Oksigen dan zat-
zat makanan dimasukkan ke dalam sel melalui pembuluh kapiler. Zat-zat ini digunakan
sel untuk memperoleh energi dengan cara pembakaran.
1.3. Struktur
Diameter kapiler sejati pada ujung arteri adalah sekitar 5µm dan pada ujung vena sekitar 9µm.
Pada orang dewasa, luas total semua dinding kapiler dalam tubuh melebihi 6300m2. Dinding
yang tebalnya 1µm, terbuat dari satu lapis sel endotel. Nukleus tampak dalam salah satu sel
endotel. Tidak terdapat otot polos atau jaringan ikat. Sel endotel ditopang oleh membran basal
yang tipis, lapisan matrik ekstrasel aseluler di sekitarnya yang terdiri dari glikoprotein dan
kolagen. Kapiler juga memiliki pori tempat materi yang terlarut air dapat melewatinya. Ukuran
dan jumlah pori kapiler bervariasi, bergantung pada jaringannya. Di otak kapiler menyerupai
kapiler di otot, tetapi taut antar sel endotelnya lebuh ketat, dan transportasi melalui sel-sel ini
umumnya terbatas untuk molekul berukuran kecil.
Kapiler dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu :
1. Kapiler Sempurna
Banyak dijumpai pada jaringan termasuk otot paru, susunan saraf pusat dan kulit. Sitoplasma
sel endotel menebal di tempat yang berinti dan menipis di bagian lainnya.
2. Kapiler Bertingkap
Pembuluh kapiler bertingkap dijumpai pada mukosa usus, glumerolus, ginjal, dan pankreas.
Sitoplasma tipis dan di tempat pori-pori
3. Kapiler Sinusidal
Mempunyai garis tengah, lumen lebih besar dari normal.
Kapiler hanya memiliki dinding pembuluh tipis yang hanya terdiri atas endothelium dan
membrane basal. Struktur tersebut mempermudah pertukaran zat antara darah dan cairan
interstisial.
 Dinding kapiler : Satu sel endotel
 Tebal dinding kapiler : 0,5 mikrometer
 Diameter kapiler : 4-9 mikrometer
 pori-pori : celah interseluler
 Banyak vesikel plasmalemal : terdapat pada sel endotel  terbentuk pada salah satu
permukaan sel dengan menyerap paket-paket plasma kecil atau cairan ekstraseluler
 Adanya penghubung celah antar sel untuk menghubungkan kapiler bagian dalam
dengan bagian luar
1.4. Mekanisme
Pertukaran darah dan jaringan disekitarnya melalui dinding kapiler berlangsung melalui
difusi pasif dan Bulk flow
1. Difusi pasif
Di dinding kapiler tidak terdapat sistem transportasi, maka dari itu zat-zat terlarut
berpindah melalui peroses difusi yang menuruni gradien kosentrasi mereka. Proses
homeostatik ini dilakukan secara terus menerus menambahkan nutrien dan O2. Serta
mengelurakan CO2 dan zat-zat sisa sewaktu darah melewati organ-organ itu. Karena
dinding kapiler tidak membatasi lewatnya konstituen apapun kecuali protein plasma
tingkat pertukaran untuk setiap zat terlarut secara independen ditentukan oleh gradien
konsentrasi antara darah dan jaringan. Difusi ini dilakukan sampai tidak ada perbedaan
konsentrasi.
2. Bulk flow
Suatu volume cairan bebas-protein sebenarnya tersaring ke luar kapiler bercampur
dengan cairan interstisium dan kemudian di reabsorbsi proses ini disebut bulk flow.
Dinding kapiler berfungsi sebagai ayakan, dengan cairan bergerak melalui pori-porinya
yang terisi air. Apabila tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan diluar, cairan terdorong
ke luar melalui pori-pori tersebut dikenal sebagai ultrafiltrasi. Sebaliknya jika tekanan
yang mengarah ke dalam melebihi tekanan ke arah luar, terjadi perpindahan cairan dari
kompartemen interstisium ke dalam kapiler melalui pori-pori disebut reabsorbsi. Bulk
flow terjadi karena perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik antara plasma dan
cairan interstisium.
Perbedaan bulkflow dan difusi
Kalau bulk flow berbagai konstituen cairan berpindah bersama-sama sebagai satu-
kesatuan, tapi difusi disekret tiap-tiap zat terlarut mengikuti penurunan gradien konsetrasi
Aliran darah dalam kapiler
Mengalir secara intermiten yang mengalir dan berhenti setiap beberapa detik atau menit.
Penyebab timbulnya gerakan ini adalah vasomotion, yang berarti kontraksi intermiten
pada metarteriol dan sfingter.Faktor penting yang mempengaruhi derajat pembukaan dan
penutupan kapiler adalah konsentrasi oksigen dalam jaringan. Bila jumlah pemakaian
oksigen besar, aliran darah yang intermiten akan makin sering terjadi dan lamanya waktu
aliran lebih lama sehingga dapat membawa lebih banyak oksigen.
Empat gaya yang mempengaruhi perpindahan cairan menembus dinding kapiler adalah :
 Tekanan darah kapiler : Yaitu tekanan hidrostatik yang mendorong cairan keluar dari
kapiler ke cairan interstisium.
 Tekanan osmotik koloid plasma : Yaitu tekanan onkotik yang berasal dari protein
plasma yang mendorong perpindahan cairan dari interstisium ke dalam kapiler.
 Tekanan hidrostatik cairan interstitium : Yaitu tekanan yang ditimbulkan oleh cairan
interstisium yang medorong cairan interstisium masuk ke dalam kapiler.
 Tekanan osmotik koloid cairan interstitium : Normalnya tekanan osmotic koloid
cairan interstisium mendekati nol karena kandungan protein plasma pada interstisium
sangat rendah.Namun,jika protein plasma secara patologis bocor ke dalam cairan
interstisium maka akan meningkatkan tekanan osmotik koloid interstisium yang
menimbulkan edema.

2. Memahami dan mempelajari aspek biokimia dan fisiologi kelebihan cairan


Definisi Cairan CIS dan CESCIS adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang
dewasa kira-kira dua pertiga dari cairan tubuh adalah intraselular yaitu 25 L pada rata-rata pria
dewasa (70 g). Sebaliknya, hanya setengah dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular.
CES adalah cairan diluar sel, menurun dengan peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira
setengah cairan tubuh terkandung di dalam CES. Setelah usia satu tahun, volume relative dari
CES menurun sampai kira-kira sepertiga dari volume total. ini hampir sebanding dengan 15 L
dalam rata-rata pria dewasa (70g). CES dibagi menjadi:
- Cairan interstisial : cairan disekitar sel, sama dengan 8 L pada orang dewasa. Volume
interstisial pada bayi lebih besar dua kali dibanding orang dewasa.
- Cairan intravaskuler : Cairan yang terkandung di dalam pembuluh darah. Volume sama
antara anak-anak dan dewasa.
- Cairan transeluler: cairan yang terkandung didalam rongga khusus dari tubuh.

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume


cairan ekstrasel dan osmolaritas ekstrasel.
Ginjal mengatur volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan
mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Pada
saat seseorang dalam keadaan kekurangan cairan, berarti asupan air berkurang maka harus ada
keseimbangan antara air yang keluar dan yang masuk kedalam tubuh.
Mekanisme homeostasis pada pengaturan eliminasi urin dapat dilakukan melalui dua
mekanisme.

 Mekanisme renin-angiotensin-ADH
Hormon renin di produksi pada bagian glomerulus ginjal. Ketika aliran darah ke glomerulus
menurun, sel jugstaglomerulus akan mensekresikan hormon renin ke dalam aliran darah
menuju hepar. Di delam hepar, hormon renin akan mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I. lalu angiotensin I menuju ke paru-paru dan dikonversi menjadi Angiotensin II
oleh ACE. Angiotensin II menstimulus hipotalamus untuk mensekresikan ADH pada hipofisis
posterior, kemudian hormon ADH ini menuju ke tubulus ginjal dan akan meningkatkan
penyerapan air pada tubulus ginjal. Sehingga sedikit urin yang akan dikeluarkan karena banyak
zat-zat dan cairan yang diserap oleh tubuh sehingga urin akan terlihat pekat atau berwarna lebih
kekuningan.
Begitupula apabila tubuh kelebihan cairan maka hormon ADH yang diproduksi pada kelenjar
hipofisis akan menurun sehingga sedikit air yang akan diserap oleh ginjal. Itulah yang
menyebabkan urin akan menjadi lebih encer dibanding orang yang kekurangan cairan.

 Peranan vasopressin/Antidiuretik Hormon (ADH)


Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangsang osmoreseptor di hipotalamu.
Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hipotalamus yaitu nervus vagus dan nervus
glossofaringeus yang mensintesis vasopressin. Vasopressin akan dilepaskan oleh hipofisis
posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di ductus koligentifus.
Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorpsi cairan ke vasa recta. Hal ini
menyebabkan urin yang dibentuk di ductus koligentifus menjadi sedikit dan hiperosmotik
(pekat) sehingga cairan dalam tubuh tetap dipertahankan.

 Mekanisme renin-angiotensin aldosteron


Ginjal mensekresikan hormone renin sebagai respon terhadap penurunan NaCl. Renin
mengaktifkan angiotensinogen, suatu protein plasma yang diproduksi oleh hati menjadi
angiotensin I.
Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme yang
diproduksi oleh paru. Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan hormon
aldosterone, yang merangsang reabsorpsi Na+ oleh ginjal. Retensi Na+ menimbulkan efek
osmotic yang menahan lebih banyak H2O di cairan ekstrasel.
Ditubulus proksimal dan lengkung henle, presentasi reabsorpsi Na+ yang difiltrasi bersifat
konstan berapapun beban Na+ . Reabsorpsi sejumlah bagian kecil di bagian distal tubulus
berada dibawah kontrol hormon aldosterone. Tingkat reabsorpsi terkontrol ini berbanding
terbalik dnegan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu banyak terdapat Na+ hanya sedikit
dari Na+ ini yang di reabsorpsi sehingga kandungan Na+ dalam urin sedikit. Hormone
aldosterone juga merangsang sintesis protein-protein baru di dalam sel-sel tubulus ginjal.
Protein-protein tersebut disebut aldosterone inducet proteins yang meningkatkan reabsorpsi
Na+ dengan dua cara. Pertama, mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membran
luminal sel tubulus distal dan pengumpul, sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari
lumen ke dalam sel. Kedua, mereka menginduksi sintesis pembawa Na+ - K+ ATPase, yang
disisipkan ke dalam membran basolateral sel-sel tersebut. Hasil akhirnya adalah peningkatan
reabsorpsi Na+.
2.1 Faktor yang mempengaruhi metabolisme cairan
Usia, ukuran tubuh, massa otot, jenis kelamin, aktivitas fisik, hormone, obat-obatan, diet
2.2 penyebab kelebihan cairan dan cara mengatasinya
 Asupan natrium yang berlebih
 Pemberian infus berisi natrium yang terlalu cepat dan banyak,terutama pada klien
dengan gangguan mekanisme regulasi cairan
 Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi,seperti gangguan jantung (gagal
jantung kongestif),gagal ginjal,sirosis hati,sindrom cushing.
 Kelebihan steroid
Mengonsumsi minuman dengan fungsi diuretic(teh/kopi), hentikan penggunaan obat yang
menyebabkan overhidrasi, konsultasi pada dokter, hentikan aktivitas yang dapat memicu
kebutuhan air

2.3 Tekanan aliran darah yang berasal dari tekanan hidrostatik, osmotic dan intersitial
2.4 Menjelaskan terjadinya keseimbangan aliran darah di kapiler, arteri, limfe,veneula
3. Memahami dan menjelaskan Edema
3.1 Definisi
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam
berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai pada praktek klinik sehari-hari yang terjadi
sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh,
antara lain gangguan hemodinamik system kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air,
penyakit ginjal serta perpindahannya air dari intravascular ke intestinum.Pembengkakan
jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema.
Ini merupakan suatu keadaan dengan akumulasi cairan di jaringan interstisium secara
berlebih akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan pembuluh limfe.
Akumulasi cairan di jaringan interstisium dapat dideteksi secara klinis sebagai suatu
pembengkakan. Pembengkakan akibat akumulasi cairan ini disertai atau tanpa terjadi
penurunan volume intravaskular (sirkulsi).
3.2 Etiologi
Edema Bilateral Edema Unilateral
Gagal Jantung Obstruksi Limfatik
Gagal Hati Obstruksi Vena
Gagal Ginjal Selulitis
Sindrom Nefrotik Repturnya Kista Baker
Malnutrisi Imobilitas Local, Misalnya Hemiparesis
Imobilitas
Obat-Obatan (OAINS, Bloker Kanal
Kalsium)
Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum:
1. Berkurangnya konsentrasi protein plasma
2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
3. Meningkatnya tekanan vena
4. Sumbatan pembuluh limfe
3.3 Klasifikasi
Edema dapat dibedakan menjadi :
a. Edema lokalisata (edema lokal) Hanya tebatas pada organ/pembuluh darah tertentu. Terdiri
dari :
 Ekstremitas (unilateral), pada vena atau pembuluh darah limfe
 Ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah
 Muka (facial edema)
 Asites (cairan di rongga peritoneal)
 Hidrotoraks (cairan di rongga pleura)
b. Edema Generalisata ( edema umum ) Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh atau
sebagian besar tubuh pasien. Biasanya pada :
 Gagal jantung
 Sirosis hepatis
 Gangguan ekskresi
c. Edema Organ, adalah suatu pembengkakan yang terjadi di dalam organ, misalnya, hati,
jantung, ataupun ginjal. Edema akan terjadi di organ-organ tertentu sebagai bagian dari
peradangan, seperti dalam faringitis, tendonitis atau pancreatitis, sebagai contoh. Organ-organ
tertentu mengembangkan edema melalui mekanisme jaringan tertentu

3.4 Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisis
Untuk penyebab edema Untuk luasnya edema
 Bengkak tungkai  Tekanan vena jugularis (JVP)
 Bengkak sacral  Tanda penyakit jantung, hati, ginjal
 Asites  Pemeriksaan rektal, vaginal
 Efusi pleura  Limfadenopati
 Edema paru
 Inspeksi : Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pada daerah edema biasanya bentuk
paru seperti kdok (abdomen cekung dan sedikit tegang), variesis di dekat usus , variesis
di dekat tungkai bawah dan sebagainya
 Palpasi : Menekan dengan ibu jari bagian yang bengkak dan di amati waktu
pengembaliannya (Pitting dan Non Pitting)
Derajat 1 : Kedalaman 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik
Derajat 2 : Kedalaman 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
Derajat 3 : Kedalaman 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Derajat 4 : Kedalaman 7 mm dengan waktu kembali 7 detik

Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan tergantung dari gambaran yang didapat pada
anmnesis dan pemeriksaan fisis. Namun yang biasanya dilakukan adalah pengukuran
kadar albumin serum, kebocoran protein urin, tes fungsi hati, kreatinin, EKG, foto
toraks, dan ekokardiografi.
 Penurunan Serum osmolalitas (280 mOsm/kg)
 Penurunan serum protein, albumin, ureum , Hb, dan Ht.
 Peningkatan tekanan vena sentral

3.5 Gejala
1. Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
2. Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh,kuat
3. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
4. Edema perifer dan periorbita
5. Asites, Efusi pleura, Edema paru akut (dispnea, takipnea, ronki basah di seluruh
lapangan paru)
6. Penambahan berat badan secara cepat: penambahan 2% = kelebihan ringan,
penambahan 5%= kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
7. Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum
normal, natrium urine rendah (<10 mEq/24 jam)
8. Pemendekan nafas
9. Perubahan mendadak pada mental dan abnormalitas tanda syaraf
3.6 Mekanisme

a. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan


osmotik koloid plasma.
b. Peningkatan permaebilitas dinding kapiler memungkinkan lebih banyak protein
plasma keluar dari kapiler ke cairan interstitium di sekitarnya-sebagai contoh,
melalui pelebaran pori-pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera
jaringan atau reaksi alergi.
c. Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan
osmotik koloid cairan interstitium yang disebabkan oleh kelebihan protein
dicairan interstitium meningkatkan tekanan ke arah luar.
d. Peningkatan tekanan vena, misalnya ketika darah terbendung di vena, akan
disertai peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya
ke dalam vena. Peningkatan tekanan ke arah luar dinding kapiler ini terutama
berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif.
e. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema karena kelebihan cairan
yang di filtrasi keluar tertahan di cairan interstitium dan tidak dapat di
kembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan
interstitium memperberat masah melalui efek osmotiknya.

Pada intinya mekanisme edema adalah :


Sesuai dengan hokum starling , jika tekanan kapiler starling tidak seimbang , yaitu

Hpc + Opi > Opc + Hpi.


Hpc Opc
Hpc : Tekanan Hidrostatik Kapiler = 35 mmHg
Opc : Tekanan Onkotik Kapiler = 25 mmHg
Hpi : Tekanan Hidrostatik interstitial = 0 mmHg
Opc : Tekanan Onkotik interstitial = 1 mmHg

Hpi Opi

-Hpc dan Opi : memindahkan cairan dari vaskuler ke intravaskuler


-Hpi dan Opc : memindahkan cairan dari eksravaskuler ke vaskuler

3.7 Penatalaksanaan
1. Cari dan atasi penyebabnya
2. Tirah baring  Memperbaiki efektivitas diuretika pada pasien transudat yang
berhubungan dengan hipertensi porta yang dapat menyebabkan peningkatan aldosteron.
Dengan cara kaki diangkat.
3. Diet rendah Natrium : < 500 mg/hari
4. Mengetahui penyebabnya dengan transudat atau eksudat dan menghitung sel untuk
mengetahui akibat inflamasi
5. Stoking suportif dan elevasi kaki
6. Restriksi cairan : < 1500 ml/hari6.
7. Diuretik
- Pada gagal jantung :
 Hindari overdiuresis karena dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan
azotemia pre renal
 Hindari diuretik yang bersifat hipokalemia karena dapat menyebabkanintoksikasi
digitalis
- Pada sirosis hati :
 Spironolakton dapat menyebabkan asidosis dan hiperkalemia-
 Dapat pula ditambahkan diuretik golongan tiazid-
 Deplesi volume yang berlebihan dapat menyebabkan gagal ginjal,hiponatremia dan
alkalosis
- Pada sindroma nefrotik :
 Pemberian albumin dibatasi hanya pada kasus yang berat

Anda mungkin juga menyukai