Anda di halaman 1dari 22

PRIESYANDI ASYSY ADIWINATA

1102016167
LO 1: Memahami & Menjelaskan Kapiler Darah

1.1 Definisi

Kapiler adalah tempat pertukaran antara darah dan jaringan, memilik percabangan
yang luas sehingga terjangkau ke semua sel. Kapiler merupakan saluran mikroskopik
untuk pertukaran nutrient dan zat sisa diantara darah dan jaringan. Dindingnya ber-
sifat semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.

1.2 Fungsi

Fungsi kapiler darah secara umum adalah:


- Penguhubung antara pembuluh arteri dan vena
- Tempat terjadi pertukaran zat-zat antara darah dan cairan di jaringan
- Mengambil hasil dari kelenjar
- Menyaring darah di ginjal
- Menyerap makanan di usus

Bagian fungsional dari sirkulasi:


 Arteri berfungsi untuk mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan,
dinding arteri kuat dan darah mengalir kuat di arteri.
 Kapiler berfungsi untuk pertukaran cairan, zat makanan, elektrolit, hormon,
dan bahan lainnya antara darah dan cairan interstisial.
 Vena berfungsi untuk saluran darah dari jaringan kembali ke jantung.
Dindingnya sangat tipis, punya otot, dan dapat menampung darah sesuai
kebutuhan

1.3 Susunan / Struktur

Struktur dinding kapiler tersusun atas


satu lapisan uniselular sel-sel
endothelial, dan di sebelah luarnya
dikelilingi oleh membran dasar. Total
ketebalan dinding itu kira-kira 0,5µm,.
diameter kapiler besarnya 4-9µm, yaitu
ukuran yang cukup besar untuk dilewati
sel darah merah dan sel darah lainnya.
Luas total semua dinding kapiler di
dalam tubuh melebihi 6300m2. Pada
dinding kapiler terdapat dua buah
penghubung kecil yang menghubungkan
bagian dalam dengan bagian luar kapiler.
Salah satu dari penghubung ini adalah
celah interseluler yang merupakan celah
tipis yang terletak diantara sel-sel
endotel yang saling berdekatan.

1
Dalam otot rangka, otot jantung dan otot polos hubungan antara sel endotel
memungkinkan lewatnya molekul sampai diameter 10nm. Sitoplasma sel endotel
yang menipis disebut fenetrasi. Fenetrasi memungkinkan lewatnya molekul yang
relative besar dan membuat kapiler seperti berpori.
Pori - pori kapiler pada beberapa organ mempunyai sifat khusus:
a. Di dalam otak yaitu sel endotel kapiler sangat rapat, jadi hanya molekul
yang sangat kecil yang dapat masuk / keluar dari jaringan otak.
b. Di dalam hati yaitu celah antara sel endotel kapiler lebar terbuka sehingga
hampir semua zat yang larut dalam plasma dapat lewat dari darah masuk
ke hati.
c. Di dalam berkas glomerulus ginjal yaitu terdapat fenestra ( lubang ) yang
langsung menembus bagian tengah sel endotel sehingga banyak zat yang
dapat di filtrasi melewati glomerulus tanpa harus melewati celah di antara
sel endotelia.
Pada rangkaian mesentrium, darah memasuki kapiler melalui arteriol dan
meninggalkan arteri melalui venula. Darah yang berasal dari arteriol akan memasuki
metarteriol atau arteriol terminalis dan yang mempunyai struktur pertengahan antara
arteriol dan kapiler. Sesudah meninggalkan metarteriol , darah memasuki kapiler
yang berukuran besar disebut saluran istimewa dan yang berukuran kecil disebut
kapiler murni. Sesudah melalui kapiler, darah kembali ke dalam sistemik melalui
venula.

Arteriol sangat berotot dan diameternya dapat berubah beberapa kali lipat. Metarteriol
tidak mempunyai lapisan otot yang bersambungan, namun mempunyai serat-serat otot
polos yang mengelilingi pembuluh darah pada titik-titik yang bersambungan.

Pada titik dimana kapiler murni berasal dari metarteriol, serat otot polos mengelilingi
kapiler yang disebut dengan Sfingter prekapiler yang dapat membuka dan menutup
jalan masuk ke kapiler.

Venula ukurannya jauh lebih besar daripada arteriol tapi lapisan ototnya lebih lemah.

Kapiler darah dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu:

1. Kapiler Sempurna
Banyak dijumpai pada jaringan termasuk otot paru, susunan saraf pusat,
dan kulit. Sitoplasma sel endotel menebal di tempat yang berinti dan
menipis di bagian lainnya

2. Kapiler Bertingkat
Kapiler bertingkat dijumpai pada mukosa usus, glomerolus, ginjal dan
pancreas. Sitoplasma tipis dan terdapat pori-pori.

3. Kapiler Sinusidal
Mempunyai garis tengah, lumen lebih besar dari normal

2
1.4 Mekanisme Sirkulasi

Sirkulasi Kapiler Darah


Sistem sirkulasi adalah sistem transpor yang menghantarkan oksigen dan berbagai zat
yang diabsorbsi dari traktus gastrointestina menuju ke jaringan serta melibatkan
karbondioksida ke paru dan hasil metabolisme lain menuju ke ginjal. Sistem sirkulasi berper
-an dalam pengaturan suhu tubuh dan mendistribusi hormon serta berbagai zat lain yang
mengatur fungsi sel. Setiap pembuluh halus yang menghubungkan arteriol dan venol
membentuk suatu jaringan pada hampir seluruh bagian tubuh. Dindingnya berkerja sebagai
membran semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.

Mekanisme Pertukaran Cairan dalam Kapiler Darah:


Pertukaran zat antara darah dan jaringan melalui dinding kapiler terdiri dari 2 tahap:
 Difusi Pasif
Dinding kapiler tidak ada sistem transportasi, sehingga zat terlarut berpindah
melalui proses difusi menuruni gradien konsentrasi mereka. Gradien konsentrasi
adalah perbedaan konsentrasi antara 2 zat yang berdampingan. Difusi zat terlarut
terus berlangsung independen hingga tak ada lagi perbedaan konsentrasi antara
darah dan sel di sekitarnya.

 Bulk flow
Merupakan suatu volume cairan bebas protein yang tersaring ke luar kapiler,
bercampur dengan cairan interstisium disekitarnya, dan kemudian direabsorpsi.
Bulk flow sangat penting untuk mengatur distribusi CES antara plasma dan cairan
interstisium. Proses ini disebut bulk flow karena berbagai konstituen cairan
berpindah bersama sama sebagai satu kesatuan.
a. Tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan diluar sehingga cairan
terdorong keluar melalui pori-pori tersebut dalam suatu proses yang
disebut ultrafiltrasi
b. Tekanan yang mengarah ke dalam melebihi tekanan keluar, terjadi
perpindahan netto cairan dari kompartemen interstitium ke dalam kapiler
melalui pori-pori, yang disebut dengan reabsorpsi.

Bulk flow dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik
koloidantara plasma dan cairan interstitium. 4 gaya yang mempengaruhi perpindahan
cairanmenembus dinding kapiler adalah :
a. Tekanan darah kapiler
b. Tekanan osmotik koloid plasma
c. Tekanan hidrostatik cairan interstitium4
d. Tekanan osmotik koloid cairan interstitium

Aliran darah dalam kapiler


Mengalir secara intermiten yang mengalir dan berhenti setiap beberapa detik atau
menit.Penyebab timbulnya gerakan ini adalah vasomotion, yang berarti kontraksi
intermiten padametarteriol dan sfingter prekapiler.

3
Faktor penting yang mempengaruhi derajat pembukaan dan pentutupan kapiler adalah
konsentrasi oksigen dalam jaringan. Bila jumlah pemakaian oksigen besar, aliran
darah yang intermiten akan makin sering terjadi dan lamanya waktu aliran lebih lama
sehingga dapat membawa lebih banyak oksigen.

Sistem Limfatik
Fungsi sistem limfatik adalah mengembalikan cairan dan protein yang difiltrasi
kapiler ke sistem sirkulasi. Sistem limfatik didesain hanya 1 jalan, yaitu dari jaringan
ke system sirkulasi. Ujung pembuluh limf (kapiler limf) berada dekat kapiler darah.
Penyumbatan pembuluh limfa dapat menyebabkan edema.
 Jalur tambahan cairan dari ruang interstitial ke dalam darah
 Dapat mengangkut protein dan zat-zat berpartikel besar keluar dari jaringan
yangtidak dapat dipindahkan dengan proses absorpsi langsung ke dalam
kapiler
 Kapiler Limfe dan permeabilitasnya
 Cairan merembes dari ujung arteriol kapiler darah ke dalam ujung venadari ka
piler darah kembali ke darah melalui sistem limfatik dan
bukan melalauikapiler vena
 Cairan kembali ke limfe 2-3 liter/hari

Cairan Limfe
 Cairan limfe berasal dari cairan interstitial yang mengalir ke dalam sistem
limfatik
 Cairan limfe yang masuk ke pembuluh limfe, komposisinya hampir sama
dengancairan interstitial.
 Sistem limfatik jalur utama untuk reabsorpsi zat nutrisi dari saluran cerna
(terutamaabsorpsi lemak tubuh)

Peran Sistem Limfatik


Peran sentral dalam mengatur:
1.Konsentrasi protein dalam cairan interstitial
•Protein terus keluar dari kapiler darah lalu masuk ke dalam interstitium. Jika ada
protein yang bocor kembali ke sirkulasi melalui ujung-ujung vena kapiler darah
•Protein berakumulasi di cairan interstitial peningkatan tekanan osmotik koloid cairan
interstitial

2.Volume cairan interstitial


•Peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstitial menggeser keseimbangan
daya pada membran kapiler darah dalam membantu filtrasicairan ke dalam
interstitium
•Sehingga terjadi peningkatan volume cairan interstitial dan tekanan cairan interstitial

3.Tekanan cairan interstitial


•Meningkatnya tekanan cairan interstitial membuat terjadinya peningkatan kecepatan
aliran limfe sehingga membawa keluar kelebihan volume cairan interstitial dan
kelebihan protein terakumulasi dalam ruang interstitial.

4
LO 2: Memahami dan Menjelaskan Aspek Biokimia & Fisiologi Kelebihan
Cairan

2.1 Metabolisme

Cairan dibedakan menjadi 2 (CIS dan CES)


A. CIS (Cairan Intra Selular)
Semua cairan di dalam sel secara keseluruhan disebut cairan intraseluler,
sekitar 28L dari 42L cairan tubuh dan ada didalam kurang lebih 75 triliun sel.
CIS merupakan 40% dari berat badan total pada orang rata-rata

B. CES (Cairan Ekstra Selular)


Semua cairan diluar sel secara keseluruhan disebut CES. Cairan ini merupakan
20% dari berat badan atau sekitar 14L pada orang dewasa normal dengan berat
badan 70kg. Kompartmen terbesar dari cairan ekstrasel adalah cairan
interstisial yang berjumlah ¾ bagian ekstrasel dan plasma yang berjumlah 1/3
atau sekitar 3L

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2


parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan
osmolaritas ekstrasel.
Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan cairan. Pada saat seseorang dalam keadaan
kekurangan cairan, berarti asupan air berkurang maka harus
ada keseimbangan antara air yang keluar dan yang masuk
kedalam tubuh.
Mekanisme homeostasis pada pengaturan eliminasi urine dapat dilakukan melalui
dua mekanisme:
 Mekanisme renin – angiotensinogen- ADH
Hormon renin di produksi pada bagian glomerulus ginjal, Ketika aliran darah ke
glomerulus menurun, sel jugstaglomerulus akan mensekresikan hormon renin ke
dalam aliran darah menuju hepar. Di dalam hepar, hormon renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Lalu angiotensin I menuju ke paru-paru,
dan dikonversi menjadi angiotensin II oleh ACE. Angiotensin II menstimulus
hypotalamus untuk mensekresikan ADH pada hypofisis posterior, kemudian
hormon ADH ini menuju ke tubulus ginjal dan akan meningkatkan penyerapan air
pada tubulus ginjal. Sehingga sedikit urine yang akan dikeluarkan karena banyak
zat-zat dan cairan yang diserap oleh tubuh sehingga urine akan terlihat pekat atau
berwarna lebih kekuningan.
Begitupula apabila tubuh kelebihan cairan maka hormone ADH yang diproduksi
pada kalenjer hipofisis akan menurun sehingga sedikit air yang akan diserap oleh
ginjal. Itulah yang menyebabkan urine akan menjadi lebih encer dibanding yang
orang yang kekurangan cairan.

5
 Peranan Vasopresin/ Antidiuretik hormon (ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangasng osmoreseptor di
hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hipothalamus yaitu
nervus vagus dan nervus glossofaringeus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin
akan dilepaskan oleh hypofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan
reseptornya di duktus koligentis. Ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus
koligentifus memicu terbentuknya aquoporin yaitu kanal air di membrane bagian
apeks di duktus koligentifus. Pembentukan aquoporin ini memungkinkan
terjadinya reabsorpsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang di
bentuk di duktus koligentifus menjadi sedikit dan hyperosmotik (pekat) sehingga
cairan dalam tubuh tetap dipertahankan.
 Mekanisme renin- angiotensin-
aldosteron
Ginjal mensekresikan hormon renin
sebagai respon terhadap penurunan NaCl.
Renin mengaktifkan angiotensinogen, suatu
protein plasma yang diproduksi oleh hati,
menjadi angiotensin I.
Angiotennsin I diubah menjadi
angiotensin II oleh angiotensin converting
enzyme yang diproduksi oleh paru.
Angiotensin II merangsang korteks adrenal
untuk mengsekresikan hormon aldosteron,
yang merangsang reabsorpsi Na+ oleh ginjal. Retensi Na+ menimbulkan efek
osmotik yang menahan lebih banyak H2O di cairan ekstrasel.
Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentasi reabsorpsi Na+ yang difiltrasi
bersifat konstan berapapun beban Na+. Reabsorpsi sejumlah bagian kecil di bagian
distal tubulus berada di bawah kontrol hormon aldosteron. Tingkat reabsorpsi
terkontrol ini berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu
banyak terdapat Na+ hanya sedikit dari Na+ ini yang di reabsorpsi. Di pihak lain
apabila terjadi kekurangan Na+, sebagian besar Na+ direabsorpsi sehingga
kandungan Na+ dalam urin sedikit. Hormon aldosteron juga merangsang sintesis
protein-protein baru di dalam sel-sel tubulus ginjal. Protein-protein tersebut disebut
aldosterone inducet proteins yang meningkatkan reabsorpsi Na+ dengan dua cara.
Pertama, mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel
tubulus distal dan pengumpul, sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari
lumen ke dalam sel. Kedua, mereka menginduksi sintesis pembawa Na+-K+
ATPase, yang disisipkan ke dalam membran basolateral sel-sel tersebut. Hasil
akhirnya adalah peningkatan reabsorpsi Na+.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Cairan

Aspek Biokimia
Definisi
Jika konsentrasi protein plasma sangat menurun, cairan tidak ditarik kembali kedalam
kompartmen intravaskular tetapi ditimbun di dalam ruang jaringan ekstravaskular dan
menjadi edema. Salah satu penyebab edema adalah defisiensi protein. Edema jaringan

6
lunak yang disebabkan tekanan osmotik koloid intravaskular yang menurun juga
berasal dari pengaruh konsentrasi albumin yang rendah.

Patofisiologi
Jika tekanan hidrostatik kapiler dan tekanan onkotik intersisial yang memindahkan
cairan dari vaaskular ke ekstravaskular lebih besar daripada tekanan hidrostatik
interstisial dan tekanan onkotik kapiler yang memindahkan cairan dari ekstravaskular
ke vaskular maka hal ini dapat menyebabkan pembengkakan jaringan lunak di
ekstravaskular (interstisial).

Aspek Fisiologi
Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema.
Penyebab edema secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Penurunan Konsentrasi protein plasma, menyebabkan penurunan tekanan
osmotik koloid plasma.
2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler, memungkinkan lebih banyak
(dari biasanya) protein plasma keluar dari kapiler ke cairan interstisium
disekitarnya.
3. Peningkatan tekanan vena
4. Penyumbatan pembuluh limfe

FAKTOR AKIBAT KONDISI KLINIS


Tekanan Darah yang terhambat Gagal jantung
hidrostatik plasma kembali kevena dapat Gagal ginja
kapiler meningkat menyebabkan peningkatan Obstruksi vena
tekanan kapiler. Akibatnya Kehamilan
cairan akan banyak masuk
kedalam jaringan → edema
Tekanan osmotik koloid Konsentrasi plasma Malnutrisi
plasma menurun protein berkurang → Diare kronik
tekanan osmotik koloid Luka bakar
plasma menurun → Sindroma nefrotik
air berpindah dari plasma Sirosis
masuk kedalam jaringan →
edema
Permeabilitas kapiler Peningkatan permeabilitas Infeksi bakteri
meningkat kapiler menyebabkan Reaksi alergi
terjadinya kebocoran Luka bakar
membran kapiler sehingga Penyakit ginjal akut:
protein dapat berpindah dari Nefriris
kapiler masuk ke ruang
interstitial
Retensi Natrium Ginjal mengatur ion natrium Gagal jantung
meningkat dicairan ekstrasel oleh. Gagal ginjal
Fungsi ginjal dipengaruhi Sirosis hati
oleh aliran darah yang Trauma (fraktur,
masuk. Bila aliran darah operasi,luka bakar)

7
tidak adekuat akan terjadi Peningkatan produksi
retensi natrium dan air → hormon kortikoadrenal:
edema (Aldosteron,
kortison,hidrokortison)
Drainase Drainase limfatik berfungsi Obstruksi limfatik
limfatik menurun untuk mencegah kembalinya (kanker sistem limfatik)
protein ke sirkulasi. Bila
terjadi gangguanlimfatik
maka protein akan masuk ke
sirkulasi, akibatnya tekanan
koloid osmotik plasma
akanmenurun → edema

Faktor-faktor penentu terhadap terjadinya kelebihan cairan:

1. Perubahan hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan


intravaskular ke dalam jaringan interstisium

Hemodinamik dipengaruhi oleh :


a. Permeabilitas kapiler
b. Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalam
intersisium
c. Selisih tekanan onkotik dalam plasma dengan tekanan onktik dalam
intersisium.

2. Retensi natrium di ginjal


Retensi natrium dipengaruhi oleh :
a. Sistem renin angiotensin-aldosteron
b. Aktifitas ANP
c. Aktifitas saraf simpatis
d. Osmoreseptor di hipotalamus

 Edema di kapiler terjadi bila terjadi peningkatan permeabilitas dinding


kapiler yang memungkinkan lebih banyak protein plasma keluar dari
kapiler ke cairan intersitium disekitarnya terjadi penurunan tekanan
osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan cairan
intersitium yang menurunkan tekanan ke arah
dalam sementara peningkatantekanan osmotik koloid cairan intersitium
yang disebabkan oleh kelebihan protein dicairan intersitium
meningkatkan tekanan ke arah luar edema lokal.

 Edema terjadi di limfe bila terjadi penyumbatan pembuluh


limfe karena kelebihan cairan yang di filtrasi keluar tertahan di cairan
intersisium dan tidak dapat dikembalikan ke dalam melalui sistem
limfe.

8
Penyebab dan koreksi kelebihan air

Kelebihan volume CES dapat terjadi jika Na dan air tertahan dengan proporsi yang
lebih kurang sama seiring dengan terkumpulnya cairan isotonik berlebihan di CES(hip
ervolemia) maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan interstitial > Edema.
Kelebihan cairan volume selalu terjadi sekunder akibat peningkatan kadar Na tubuh
totalyang akan menyebabkan terjadinya retensi air.

Penyebab volume CES berlebihan :

a. Mekanisme pengaturan yang berubah


b.Gagal jantung
c.Sirosis hati
d.Sindrom nefrotik
e. Gagal ginjal

Gejala :
a. Distensi vena jugularis
b.Peningkatan tekanan yang sentral
c.Peningkatan tekanan darah
d.Denyut nadi penuh /kuat
e.Edema perifer dan periobita
f.Asitesis
g.Efusi pleura
h.Edema paru akut
i.Penambahan berat badan secara cepat

2.3 Hubungan Tekanan Hidrostatik & Onkotik dengan Aliran Cairan

 Tekanan Hidrostatik cairan interstisium adalah tekanan cairan yang bekerja di


bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium, tekanan ini cenderung
mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.
 Tekanan osmotik koloid plasma (Onkotik) adalah suatu gaya yang disebabkan
oleh dispersi koloid protein-protein plasma, tekanan ini mendorong
pergerakan cairan ke dalam kapiler. Tekanan koloid plasma rata-rata adalah
25mmHg

Hukum Starling

Hukum starling adalah kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut
antara kapiler dan jaringan dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan osmotik masing
masing kompartemen.

Hubungan kedua tekanan :


1. Tekanan Hidrostatik Kapiler (Hk)
Bekerja pada bagian dalam dinding kapiler, cenderung mendorong cairan dari
kapiler untuk masuk ke dalam cairan interstisium. Secara rata-rata, tekanan

9
hidrostatik di ujung arteriol kapiler jaringan adalah 37mmHg dan semakin
menurun menjadi 17mmHg di ujung venula.

2. Tekanan Osmotik Kapiler (Ok)


Mendorong gerakan cairan ke dalam kapiler. Karena portein plasma tetap
berada di plasma dan tidak masuk ke dalam jaringan interstisium, terdapat
perbedaan konsentrasi protein antara plasma dan cairan interstisium. Begitu
juga dengan konsentrasi air yang berada antara kedua kompartmen tersebut.
Plasma memiliki konsentrasi protein yang lebih besar dan konsentrasi air yang
lebih kecil daripada cairan yang ada pada cairan interstisium.

3. Tekanan Hidrostatik cairan interstisium (Hi)


Tekanan yang bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium.
Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam kapiler, besarnya
1mmHg

4. Tekanan Osmotik Koloid Cairan Interstisium (Oi)


Sebagian kecil protein plasma yang bocor ke luar dinding kapiler dan masuk
ke ruang interstisium dalam keadaan normal akan dikembalikan ke dalam
darah melalui sistem limfe. Tetapi apabila protein plasma bocor secara
patologis, protein yang bocor menimbulkan efek osmotik yang akan
mendorong perpindahan cairan keluar dari kapiler dan masuk ke cairan
interstisium.

Dengan demikian 2 tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar


kapiler adalah tekanan darah kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan
interstisium, sedangkan 2 tekanan yang mendorong cairan masuk ke dalam
kapiler darah adalah tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan koloid cairan
interstisium.

Pada Edema : Hk + Oi > Hi + Ok

LO 3: Memahami dan Menjelaskan Gangguan Kelebihan Cairan

3.1 Edema

3.1.1 Definisi

Edema merupakan suatu keadaan dengan akumulasi cairan di jaringan interstisium


secara berlebih akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan
pembuluh limfe. Akumulasi cairan di jaringan interstisium dapat dideteksi secara
klinis sebagai suatu pembengkakan. Pembengkakan akibat akumulasi cairan ini
disertai atau tanpa terjadi penurunan volume intravaskular (sirkulasi).

Edema juga bisa diakrtikan sebagai pengumpulan cairan yang berlebihan di antara
sel-sel (kompartemen cairan interstitial) atau di dalam berbagai rongga tubuh. Cairan
yang menggumpal dalam sebuah rongga disebut efusi.

10
3.1.2 Manifestasi Klinis

1. Bengkak, mengkilat, bila ditekan timbul cekungan dan lambat kembali


sepertisemula
2. Berat badan naik, penambahan 2% kelebihan ringan, penambahan 5%kelebih-
an sedang, penambahan 8% kelebihan berat
3. Adanya bendungan vena di leher
4. Pemendekan nafas dan dalam, penyokong darah (pulmonary).
5. Perubahan mendadak pada mental dan abnormalitas tanda saraf,
penahanan pernapasan (pada edema cerebral yang berhubungan DKA)
6. Nyeri otot yang berkaitan dengan pembengkakan
7. Distensi vena jugularis, peningkatan tekanan vena ( > 11cm O)
8. Efusi pleura
9. Denyut nadi kuat
10. Edema perifer dan periorbita
11. Asites

3.1.3 Penyebab

1. Berkurangnya protein dari plasma


Dapat terjadi melalui beberapa cara :
- Gangguan hati
- Gangguan ginjal
- Malnutrisi protein
- Tekanan Onkotik menurun
- Pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas

2. Meningkatnya tekanan darah kapiler


- Darah terbendung di vena, sering ditemukan pada ekstrimitas bawah akibat
trombosis abstruktif dan berakhir pada edema tungkai bawah
- Edema kardial pada penderita payah jantung
- Edema postural pada orang yang terus menerus berdiri
- Tekanan Hidrostatik meningkat

3. Meningkatnya permeabilitas kapiler


Meningkatnya permeaboilitas kapiler terhadap protein memungkinkan molekul
molekul besar ini lolos dari pembuluh, dan akibatnya tekanan osmotic koloid CIS
meningkat

4. Hambatan pembuluh limfatik

5. Obstruksi saluran limfe atau peningkatan tekanan onkotik interstisial


Merupakan penyebab primer lain edema, kelebihan cairan cairan interstisium tidak
dapat dikembalikan ke sistem limfe. Jika saluran ini tersumbat karena alasan apapun,
maka jalan keluar cairan yang penting ini akan hilang, mengakibatkan penimbunan
cairan.

11
6. Retensi Air dan Na
Jika natrium dalam urin lebih kecil daripada yang masuk, karena Na yang tinggi akan
hipertonik.

7. Perubahan Hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan


intravaskuler kedalam jaringan interstisium
Dipengaruhi oleh :
 Permeabilitas Kapiler
 Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan Hidrolik dalam
interstisium
 Selisih tekanan Onkotik plasma dengan Onkotik dalam
interstisium

3.1.4 Penanganan

 Pengobatan pada penyakit yang mendasar. Menyembuhkan penyakit yang


mendasari seperti asites peritonitis tuberkulosis.
 Tirah Baring. Tirah Baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika pada
pasien transudasi yang berhubungan dengan hipertensi porta yang bisa
menyebabkan aldosteron menurun. Dianjurkan Tirah Baring ini sedikit
kakinya diangkat, selama beberapa jam setelah minum diuretika.
 Diet. Diet rendah natrium antara 40-60 mEq/hari atau setara dengan <500
mg/hari namun jika diet garam terlalu rendah akan mengganggu fungsi ginjal.
 Terapi presentesis. Dengan mengetahui dasar patofisiologi dari protein
(gradien nilai albumin serum) untuk mengetahui penyebabnya dengan
transudat atau eksudat dan menghitung sel untuk mengetahui akibat dari
inflamasi
 Stoking suportif dan elevasi kaki
 Restriksi cairan <1500 ml/hari
Retriksi asupan Natrium
- Retriksi sekunder : pada penyakit sirosis hepatis dan gagal jantung untuk
memenuhi volume sirkulasi efektif menjadi normal sehingga perfusi
jaringan menjadi baik  Pemberian diuretik harus berhati-hati karena
berisiko berkurangnya perfusi jaringan.
- Retriksi primer : pada penyakit ginjal, akibat obat-obatan tertentu
(minoksidil, NSAID, estrogen), refeeding edema  tidak ada pengurangan
volume sirkulasi efektif dan terjadi ekspansi cairan ekstrasel  Pemberian
diuretik aman karena tidak mengurangi volume sirkulasi efektif sehingga
tidak mengganggu perfusi jaringan.

 Diuretik
 Pada gagal jantung :
- hindari overdiuresis karena dapat menurunkan curah jantung dan
menyebabkan azotemia prerenal

12
- hindari diuretik yang bersifat hipokalemia karena dapat menyebabkan
intoksikasi digitalis
 Pada sirosis hati :
- spironolakton dapat menyebabkan asidosis dan hiperkalemia
- dapat pula ditambahkan diuretik golongan tiazid
- deplesi volume yang berlebihan dapat menyebabkan gagal ginjal,
hiponatremia dan alkalosis
 Pada sindroma nefrotik :
- pemberian albumin dibatasi hanya pada kasus yang berat
 Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar : diuresis yang
berlebihan menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi, perfusi yang
inadekuat, sehingga diuretic harus diberikan dengan hati-hati

Jenis jenis obat diuretik


1. Loop diuretik : dapat diberikan per oral atau intra vena
• Furosemid :
- 40-120 mg (1-2 kali sehari)
- masa kerja pendek, poten
- efektif pada laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah
• Bumetanide :
- 0,5 – 2 mg (1-2 kali sehari)
- digunakan bila alergi terhadap furosemid
• Asam etakrinat
- 50-200 mg (1 kali sehari)
- masa kerja panjang
2. Bekerja di tubulus distal, tidak hemat kalium (menyebabkan
hipokalemia)
• Hidroklorotiazide (HCT)
- 25-200 mg (1 kali sehari)
- bekerja bila LFG > 25 ml/menit
• Clortalidone
- 100 mg (1 hari atau 2 hari sekali)
- masa kerja panjang sampai 72 jam
- bekerja bila LFG > 25 ml/menit
• Metolazone
- masa kerja panjang
- efektif pada LFG yang rendah
3. Bekerja di tubulus distal, tapi hemat kalium
• Spironolakton
- 25-100 mg (4 kali sehari)
- dapat menyebabkan hiperkalemia, asidosis
- blok aldosteron → ginekomastia, impotensi,
amenorea
- onset 2-3 hari
- jangan bersamaan dengan ACE-inhibitor dan K
- sebaiknya tidak digunakan pada pasien GG
• Amiloride
- 5-10 mg (1-2 kali sehari)
- kurang poten dibanding spironolakton
- dapat menyebabkan hiperkalemia

13
• Triamterene
- 100 mg (2 kali sehari)
- kurang poten dibanding spironolakton
- ES : hiperkalemia dan pembentukan batu ginjal

4. Bekerja di tubulus proksimalis


– Asetazolamide (Diamoks)
– Teofilin
• Diperantarai oleh cyclic adenosine monophosphate.

3.1.5 Jenis

Edema dibedakan menjadi 2, yaitu :


1. Edema Intaseluler
Edema yang biasa terjadi akibat depresi sistem metabolik jaringan dan tidak
adanya nutrisi sel yang adekuat.
2. Edema Ekstraseluler
Edema yang biasanya disebabkan oleh kebocoran abnormal cairan dari plasma
ke ruang interstitial dengan melintasi kapiler dan kegagalan limfatik untuk
mengembalikan cairan dari interestitium ke dalam darah.

Berdasarkan letaknya, edema dibedakan menjadi


1. Edema lokalisata (edema lokal)
Hanya tebatas pada organ/pembuluh darah tertentu. Terdiri dari:
a. Hydroperitoneum/Asites (cairan di rongga peritoneal)
b. Hidrotoraks (cairan di rongga pleura)
c. Hydropercardium (cairan di pericardium)
d. Ekstemitas (unilateral), pada vena atau pembuluh darah limfe
e. Ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah

2. Edema Generalisata (edema umum)


Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh
pasien.
a. Anasarka (edema yang terjadi di seluruh jaringan subkutan)

Biasanya pada :
 Gagal Jantung
 Sirosis Hepatis
 Gangguan ekskres

Berdasarkan penekanan pada kulit :

1. Edema pitting adalah mengacu pada perpindahan (menyingkirnya) air


interstisial oleh tekanan dari pada kulit yang meninggalkan cekungan. Setelah
tekanan dilepas memerlukan beberapa menit bagi cekungan ini untuk kembali
pada keadaan semula. Edema pitting sering terlihat pada sisi dependen,seperti
sokrum pada individu yang tirah baring,begitu juga dengan tekanan hidrostatik

14
grafitasi meningkatkan akumulasi cairan di tungkai dan kaki pada individu
yang berdiri.
2. Edema Non pitting adalah terlihat pada area lipatan kulit yang longgar,seperti
periorbital pada wajah. Edema non pitting apabila ditekan, bagian yg ditekan
itu akan segera kembali ke bentuk semula.

3.1.6 Pemeriksaan
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Inspeksi => Wajah : terutama bagian periorbital dan palbebra=> simetris, tanda-
tanda inflamasi (kalor, rubor, dolor, tumor, functio laesa)
=> Perut (asites) : simteris, bentuk perut,
Ciri-ciri asites : kulit perut mengkilap, umbilicus keluar, vena keliatan seperti
akar pohon/caput medusa, perut membesar dan bergelambir,
=> Kaki : simetris, tanda-tanda inflamasi
Auskultasi : Perut => amati gerak peristaltik usus pada atas atau samping kanan
umbilicus, kalau ada kemungkinan (-) asites
Palpasi : Perut => unggulasi ( tangan pasien letakkan ditengah/diumbilicus,tangan
kanan memegan perut bagian kanan, tangan kiri memegang perut bagian kiri, lalu kita
tepukan tangan kanan kita pada perut bagian kanan, adakah terasa getaran seperti air,
jika ada (+) asites
Kaki => tekan kurang lebih selama 5 detik pada bagian dorsum pedis, malleolus
medial, tibia, bial turgor kulit kembalinya lama, kemungkinan (+) edema
Perkusi : Shifting dullness => lakukan perkusi untuk mengetahui batas antar timpani
dan redup

Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali hal-hal
sebagai berikut:
- Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut
- Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat
intravena,lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga,
dll
- Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau
penyakit-penyakit yang dapat bekembang menjadi sirosis dll.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:


- Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice,
eritema palmaris atau spider angioma
- Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi
- Shifting dullness (tanda perdarahan intraabdominal), pudle sign,
undulasi
- Peningkatan tekanan vena jugularis, dll.

Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau


parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat
mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada
cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan sbb:

15
- Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan
dengan keganasan, warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler
peritoneum dll.
- Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl)
terdapat pada hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada
asites eksudat. Konsentrasi protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan
asites eksudat, sebaliknya (<3 gr/dl) menunjukkan asites transudat.
- Hitung sel: peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya
inflamasi. Untuk menilai asal infeksi dapat digunakan hitung jenis sel.
- Biakan kuman dan pemeriksaan sitologi.

Menjaga pasien dalam kondisi tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan
untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Jika edema berat, diet rendah
natrium. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretic ringan, seperti Tiazid atau furosemide dosis rendah. Bila edema refrakter
dapat ditambahkan albumun IV dan kalium.

Pemeriksaan Laboratorium

- Serum
- Ureum
- Tekanan vena sentral, pemeriksaan yang dilakukan tidak di
laboraturium
- Tekanan osmolaritas, yang dilihat apakah menurun atau tidak
- Haemoglobin
- Ureum

Urin, digunakan untuk mencari penyebab protonurea

Positif edema jika pemeriksaan lab menunjukan hasil sebagai berikut:


 Penurunan serum osmolalitas : < 280 mOsm/kg
 Penurunan serum protein, albumin, ureum, Hb dan Ht
 Peningkatan tekanan vena sentral (Central Vein Pressure)

3.1.7 Patofisiologi

1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan


osmotik koloid plasma.
2. Peningkatan permaebilitas dinding kapiler memungkinkan lebih banyak
protein plasma keluar dari kapiler ke cairan interstitium di sekitar-sebagai
contoh, melalui pelebaran pori-pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin
pada cedera jaringan atau reaksi alergi.
3. Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan
tekanan osmotik koloid cairan interstitium yang disebabkan oleh kelebihan
protein dicairan interstitium meningkatkan tekanan ke arah luar.
4. Peningkatan tekanan vena, misalnya ketika darah terbendung di vena, akan
disertai peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan
isinya ke dalam vena. Peningkatan tekanan ke arah luar dinding kapiler ini
terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif.

16
5. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema karena kelebihan cairan
yang di filtrasi keluar tertahan di cairan interstitium dan tidak dapat di
kembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan
interstitium memperberat masah melalui efek osmotiknya.

Mekanisme pembentukan EDEMA :

1. Pembentukan Edema pada Sindrom Nefrotik


 Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik protenuria (
kehilangan protein melalui urin ≥ 3,5 g/hari , hipoproteinemia, edema, dan
hiperlipidemia.
 Proteinuria  hipoalbumin ( kehilangan protein )  penurunan tekanan osmotik
 pindah cairan dari intravaskular ke interstitium  edema
 penurunan volume darah efektif  retensi Na di ginjal

Gangguan fungsi ginjal

Defek intrinsik ekskresi Penurunan LFG Proteinuria


natrium & air

Hipoalbuminemia

Penurunan VDAE

Retensi natrium dan air oleh ginjal

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada Sindrom Nefrotik :


1. Mekanisme underfilling
Terjadinya edema akibat rendahnya kadar albumin serum rendahnya tekanan
osmotik plasma  peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang
interstisial (hk. Starling )
Volume darah berkurang (underfilling)  merangsang sistem RAS (renin-
angiotensin-aldosteron) meretensi natrium dan air pada tubulus distalis.
Hipotesis : menempatkan albumin dan volume plasma berperan dalam terjadinya
edema.
Proteinuria
Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik plasma

Volume plasma

ADH Sistem renin angiotensin ANP

Retensi Na
RETENSI AIR RETENSI

EDEMA

17
2. Mekanisme Overfilling
Pada pasien sindrom nefrotik terganggu ekskresi Natrium tubulus distalis 
tingginya volume darah (overfilling) penekanan sistem renin-angiotensin dan
vasopressin.
Skema hipotesis overfilling :
Defek tubulus primer

Retensi Na

Volume plasma

ADH Aldosteron ANP

Tubulus Resisten
terhadap ANP

EDEMA
2. Pembentukan Edema pada gagal jantung

 Kegagalan pompa jantung  darah terbendung di vena  vol darah arteri turun
 sist. saraf simpatis vasokonstriksi  suplai darah ke otak, jantung dan paru 
vol darah ginjal berkurang  ginjal akan menahan Na dan air

 Gagal jantung berat  hiponatremia  ADH  pemekatan urin  produksi urin


berkurang
 ADH  pusat haus  pemasukan air meningkat

3.2 Asites

3.2.1 Definisi
Asites adalah akumulasi cairan tubuh (biasanya cairan serous; cairan kunin pucat &
bening) di dalam rongga peritoneum. Kata asites berasal dari bahasa yunani askites
dan askos yang berarti kantong atau perut. Asites adalah salah satu komplikasi
penting pada pasien sirosis hati. Dalam kurun waktu 10 tahun sejak diagnosis
ditegakkan, sekitar 50% pasien sirosis mengalami komplikasi berupa asites. Beberapa
studi yang dilakukan pada pasien dewasa mengemukakan bahwa adanya asites pada
kasus sirosis merupakan tanda prognosis buruk dengan survival rate dua tahun setelah
asites timbul sebesar 50%.

18
3.2.2 Manifestasi Klinis
 Bentuk Perut seperti perut kodok
 Striae abdominalis yang berwarna putih karena renggangan pada dinding perut
 Efusi pleura kanan
 Edema tibial, karena hipoalbuminemia
 Perubahan sirkulasi; terjadi peningkatan tekanan intra abdminal, intra pleural,
vena kafa inferior, dan vena hepatika

3.2.3 Penyebab

Penyebab Asites adalah:


 Infeksi bakteri
 Menderita Gagal Jantung Kongestif
 Menderita Pankreatitis
 Menderita Prerikarditis Konstriktif
 Menderita Sirosis Hati

3.2.4 Penanganan
Pengobatan ascites sebagian besar tergantung pada penyebab yang mendasarinya.
Misalnya, carcinomatosis peritoneal atau ascites ganas dapat diobati dengan reseksi
bedah kanker dan kemoterapi, sedangkan pengelolaan ascites yang berhubungan
dengan gagal jantung diarahkan mengobati gagal jantung dengan penatalaksanaan
medis dan pembatasan diet.
Karena sirosis hati adalah penyebab utama dari ascites, itu akan menjadi fokus utama
dari bagian ini.

Diet
Mengelola asites pada pasien dengan sirosis biasanya melibatkan membatasi asupan
natrium makanan dan penggunaan diuretik (pil air). Membatasi natrium diet (garam)
asupan kurang dari 2 gram per hari adalah sangat praktis, sukses, dan secara luas
direkomendasikan untuk pasien dengan ascites. Dalam sebagian besar kasus,
pendekatan ini perlu dikombinasikan dengan penggunaan diuretik sebagai pembatasan
garam sendirian umumnya bukan cara yang efektif untuk mengobati ascites.
Konsultasi dengan ahli gizi dalam hal pembatasan garam harian dapat sangat
membantu untuk pasien dengan ascites.

Obat
Diuretik meningkatkan ekskresi air dan garam dari ginjal. Regimen diuretic yang
direkomendasikan dalam pengaturan terkait hati ascites adalah kombinasi dari
spironolactone (Aldactone) dan furosemide (Lasix). Dosis harian tunggal dari 100
miligram spironolactone dan 40 miligram furosemide adalah dosis awal yang
direkomendasikan biasanya. Hal ini dapat ditingkatkan secara bertahap untuk
mendapatkan respon yang tepat dengan dosis maksimum 400 miligram spironolactone
dan 160 miligram furosemide, sepanjang pasien dapat mentolerir peningkatan dosis
tanpa efek samping. Mengambil obat-obat ini bersama-sama di pagi hari biasanya
disarankan untuk buang air kecil preventfrequent pada malam hari.

19
Terapi Paracentesis
Untuk pasien yang tidak merespon dengan baik atau tidak dapat mentolerir rejimen di
atas, paracentesis terapeutik sering (jarum dengan hati-hati ditempatkan ke daerah
perut, dalam kondisi steril) dapat dilakukan untuk menghilangkan sejumlah besar
cairan. Beberapa liter (sampai 4 sampai 5 liter) cairan dapat dihapus dengan aman
dengan prosedur ini setiap kali. Untuk pasien dengan malignant ascites, prosedur ini
juga mungkin lebih efektif daripada penggunaan diuretik.

Operasi
Untuk kasus yang lebih tahan api, prosedur bedah mungkin diperlukan untuk
mengontrol ascites. Transjugular shunt portosystemic intrahepatik (TIPS) adalah
prosedur yang dilakukan melalui vena jugularis internal (vena utama pada leher)
dibawah pembiusan lokal oleh seorang ahli radiologi intervensi. Sebuah shunt
ditempatkan antara sistem vena portal dan sistem vena sistemik (vena mengembalikan
darah kembali ke jantung), sehingga mengurangi tekanan portal. Prosedur ini
disediakan untuk pasien yang memiliki respon minimal untuk perawatan medis
agresif. Telah terbukti mengurangi ascites dan membatasi atau menghilangkan
penggunaan diuretik dalam sebagian besar kasus dilakukan. Namun, hal ini terkait
dengan komplikasi yang signifikan seperti hepaticencephalopathy (kebingungan) dan
bahkan kematian.
Penempatan shunt yang lebih tradisional (shunt peritoneovena dan shunt
portosystemic sistemik) telah dasarnya ditinggalkan karena tingkat tinggi komplikasi.

Transplantasi Hati
Akhirnya, transplantasi hati untuk sirosis lanjut dapat dianggap sebagai pengobatan
untuk asites akibat gagal hati. Transplantasi hati melibatkan proses verycomplicated
dan berkepanjangan dan membutuhkan pemantauan sangat dekat dan manajemen oleh
spesialis transplantasi.

3.2.5 Jenis

Secara tradisional, ascites dibagi menjadi 2 jenis; transudative atau eksudatif.


Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah protein yang ditemukan dalam cairan.
Sebuah sistem yang lebih berguna telah dikembangkan berdasarkan pada jumlah
albumin dalam cairan ascites dibandingkan dengan albumin serum (albumin diukur
dalam darah). Ini disebut Serum Ascites Albumin Gradient atau SAAG.
Ascites yang berhubungan dengan hipertensi portal (sirosis, gagal jantung kongestif,
Budd-Chiari) umumnya lebih besar dari 1,1.
Ascites yang disebabkan oleh alasan lain (ganas, pankreatitis) lebih rendah dari 1,1.

Eksudat merupakan cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau ruangan karena
bertambahnya permeabilitas pembuluh terhadap protein.
sedangkan transudate merupakan cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau
ruangan karena alasan-alasan lain dan bukat akibat dari perubahan permeabilitas
pembuluh.

20
3.2.6 Pemeriksaan

1. Analisa cairan asites


2. Urin (jumlah dan kadar Na)
3. Serum SAAG
>1.1 mg/dL sangat mungkin sirosis hepatis
<1.1 mg/dL cari penyebab lain
4. Neutrofil
>250/mm3 cairan asites menunjukan infeksi/keganasan
5. Sitologi

3.2.7 Patofisiologi

Akumulasi cairan asites dalam rongga peritoneum menggambarkan


ketidakseimbangan pengeluaran air dan garam. Saat ini penyebabnya belum diketahui
dengan pasti, namun ada beberapa teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan
mekanisme terbentuknya asites, yaitu :
A. Hipotesis underfilling
Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena sekuestrasi cairan yang tidak
memadai pada pembuluh darah splanknik akibat peningkatan tekanan portal
dan penurunan Effective Arterial Blood Volume (EABV). Hal tersebut
mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem
persarafan simpatis sehingga terjadi retensi air dan garam.

B. Hipotesis Overflow
Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena ketidakmampuan ginjal
dalam mengatasi retensi garam dan air, yang berakibat tidak adanya penurunan
volume. Dasar teori ini adalah kondisi hipervolemia intravaskular yang umum
dijumpai pada pasien dengan sirosis hati.

C. Hipotesis vasodilatasi arteri perifer


Hipotesis ini adalah hipotesis terbaru yang merupakan gabungan dari kedua
hipotesis sebelumnya. Hipertensi portal menyebabkan vasodilatasi arteri
perifer, dan berakibat penurunan EABV. Sesuai dengan perjalanan alami
penyakit, terdapat peningkatan eksitasi neurohumoral, dan peningkatan retensi
natrium oleh ginjal sehingga volume plasma meningkat. Urutan kejadian antara
hipertensi portal dan retensi natrium ginjal belum jelas. Hipertensi portal juga
menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida Nitrat oksida merupakan
mediator kimia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan
perifer. Kadar NO pada arteri hepatika pasien asites lebih besar daripada pasien
tanpa asites.

Peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin, dan hipoalbuminemia juga


berkontribusi dalam pembentukan asites. Hipoalbuminemia mengakibatkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma ke
rongga peritoneum. Dengan demikian, asites jarang terjadi pada pasien sirosis tanpa
hipertensi portal dan hipoalbuminemia.

21
Daftar Pustaka

GANGGUAN KESEIMBANGAN AIR-ELEKTROLIT DAN ASAM-BASA


Penerbit: balai penerbit FKUI, jakarta ; edisi kedua tahun 2008 ; penulis dr.
Hendra Utama, Sp.FK

Ganong, WF, (2007), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21,ab. M. Djauhari
Widjajakusumah, Jakarta, EGC.

Guyton,Arthur c,dkk.1997.Buku ajar fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC.

http://www.ilmukedokteran.net/Daftar-Masalah-Individu/edema.html

KAPITA SELEKTA PATOLOGI KLINIK/ DN. Baron ; alih bahas, Petrus


Andrianto, Johannes Gunawan. Edisi4 jakarta : EGC, 1995

Murray R.K. et al (2000), Biokimia Harper edisi 25,ab. A.Hartono, Jakarta, EGC.

Sherwood, Lauralee (2001), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta,
EGC.

pdf R.S Mitra Keluarga, Briggita Godong : Patofisiologi dan Diagnosis Asites)

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1251/1227

22

Anda mungkin juga menyukai