EDEMA
Seorang laki-laki, umur 24 tahun berobat ke dokter dengan keluhan kaki dan perut
membengkak sejak 2 bulan yang lalu. Untuk mengurangi bengkak biasnaya pasien menaikkan
kedua kakinya, tetapi sekarang tidak membantu. Tidak ada riwayat penyakit berat lainnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites pada abdomen dan edema pada kedua tungkai
bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium: kadar protein albumin di dalam plasma darah 2,0 g/L
(nomal>3,5 g/L), pemeriksaan lain dalam batas normal. Keadaan ini menyebabkan gangguan
tekanan koloid osmotic dan tekanan hidrostatik di dalam tubuh. Dokter menyarankan pemberian
infus albumin.
1
I. IDENTIFIKASI KATA SULIT
2
II. BRAIN STORMING
Pertanyaan
1. Apa penyebab edema dan ascites?
2. Bagaimana gejala edema?
3. Apa saja jenis-jenis edema?
4. Bagaimana mekanisme edema?
5. Organ apa saja yang rusak saat edema?
6. Apa peran albumin?
7. Bagaimana cara menangani edema?
8. Apa hubungan edema dengan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid?
9. Apa perbedaan edema dan ascites?
10. Apa penyebab kadar albumin dalam darah turun?
Jawaban
1. Edema : penurunan tekanan osmotik, peningkatan permeabilitas vaskuler terhadap
protein, naiknya tekanan hidrostatik, obstruksi aliran limfe, retensi H2O dan Na, turunnya
protein plasma.
Ascites : sirosis hati,gagal jantung.
2. Berat badan naik secara cepat, tekanan darah naik, denyut nadi penuh dan keluar,
pembengkakan di atas kulit, wajah, pergelangan kaki.
3. a) local : satu sisi tubuh
b) general : lebih dari satu sisi
c) intrasel : akibat deplesi
d) ekstrasel : akibat kebocoran abnormal cairan
4. Terjadinya kelebihan cairan di salah satu pembuluh darah sehingga tekanan darah naik,
akibatnya jantung gagal memompa darah dari arteri ke vena dan terjadi kelainan berupa
penumpukan cairan.
5. Paru-paru, ginjal, jantung, hati.
6. Menimbulkan pergerakan cairan secara osmosis dari ruang interstisial ke plasma darah.
7. a) Pengeluaran cairan
b) Penanganan penyakit awal
c) Retriksi asupan Na
8. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan turunnya tekanan osmotik.
Penurunan tekanan ini menyebabkan filtrasi jaringan yang keluar dari kapiler tinggi
sehingga yang di reabsorbsi sedikit.
9. Ascites : pembengkakan dari abdomen (rongga peritoneum).
Edema : pembengkakan pada seluruh tubuh.
10. Gagal ginjal, jantung, hati, sindrom nefrotik.
3
III. HIPOTESIS
4
IV. SASARAN BELAJAR
2. Mengetahui dan memahami aspek fisiologi dan biokimia dari kelebihan cairan
2.1 kelebihan cairan CIS dan CES
2.2 Metabolisme
2.3 Hubungan tekanan koloid dan hidrostatik
2.4 terjadinya edema pada gangguan keseimbangan aliran darah pada kapiler,
arteri, venula, dan limfe.
5
V. PEMBAHASAN
Dinding kapiler tersusun dari satu lapisan uniselular sel-sel endotel dan
dikelilingi oleh suatu membran basal yang sangat tipis di sisi luar kapiler.
Total ketebalan dinding kapiler hanya sekitar 0,5 µm. Diameter interna kapiler
besarnya 4 sampai 9 µm, yaitu ukuran yang cukup besar untuk dapat dilewati
oleh sel darah merah dan sel darah lainnya.
Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim,
melingkar dalam bentuk tabung, mengelilingi ruang silindris, garis tengah
rata-rata kapiler berkisar dari 7 sampai 9 µm.
• Di dalam otak yaitu sel endotel kapiler sangat rapat, jadi hanya molekul
yang sangat kecil yang dapat masuk / keluar dari jaringan otak.
• Di dalam hati yaitu antara sel endotel kapiler lebar terbuka sehingga
hampir semua zat yang larut dalam plasma dapat lewat dari darah masuk
ke hati.
• Di dalam berkas glomerulus ginjal yaitu terdapat fenestra ( lubang ) yang
langsung menembus bagian tengah sel endotel sehingga banyak zat yang
dapat di filtrasi melewati glomerulus tanpa harus melewati celah di antara
sel endotelia.
6
Pada rangkaian mesentrium, darah memasuki kapiler melalui arteriol dan
meninggalkan arteri melalui venula. Darah yang berasal dari arteriol akan memasuki
metarteriol atau arteriol terminalis dan yang mempunyai struktur pertengahan antara
arteriol dan kapiler. Sesudah meninggalkan metarteriol, darah memasuki kapiler yang
berukuran besar disebut saluran istimewa dan yang berukuran kecil disebut kapiler murni.
Sesudah melalui kapiler, darah kembali ke dalam sistemik melalui venula.
Arteriol sangat berotot dan diameternya dapat berubah beberapa kali lipat.
Metarteriol tidak mempunyai lapisan otot yang bersambungan, namun mempunyai serat-
serat otot polos yang mengelilingi pembuluh darah pada titik-titik yang bersambungan.
Pada titik dimana kapiler murni berasal dari metarteriol, serat otot polos
mengelilingi kapiler yang disebut dengan sfingter prekapiler yang dapat membuka dan
menutup jalan masuk ke kapiler.
Venula ukurannya jauh lebih besar daripada arteriol tapi lapisan ototnya lebih
lemah.
7
1.3 Aliran dari arteri ke sel tubuh
1. Difusi Pasif
Dinding kapiler tidak ada sistem transportasi, sehingga zat terlarut berpindah melalui
proses difusi menuruni gradien konsentrasi mereka. Gradien konsentrasi adalah
perbedaan konsentrasi antara 2 zat yang berdampingan.Difusi zat terlarut terus
berlangsung independen hingga tak ada lagi perbedaan konsentrasi antara darah dan
sel di sekitarnya.
2. Bulk Flow
Merupakan suatu volume cairan bebas protein yang tersaring ke luar kapiler,
bercampur dengan cairan interstisium disekitarnya, dan kemudian direabsorpsi. Bulk
flow sangat penting untuk mengatur distribusi CES antara plasma dan cairan
interstisium. Proses ini disebut bulk flow karena berbagai konstituen cairan berpindah
bersama-sama sebagai satu kesatuan.
2. Mengetahui dan memahami aspek fisiologi dan biokimia dari kelebihan cairan
Cairan tubuh berada pada dua kompartemen yaitu Cairan Intraselular (CIS) dan
Cairan Ektraselular (CES)
a. Cairan Intraselular
Cairan intrasel merupakan cairan yang berada dalam sel di seluruh tubuh. Cairan
ini berfungsi sebagai media penting dalam proses kimia. Jumlahnya sekitar 2/3
dari jumlah cairan tubuh atau 40% dari berat badan. Elektrolit kation terbanyak
adalah K+, Mg+, sedikit Na+. Elektolit anion terbanyak adalah HPO42-, protein-
protein, sedikit HCO3-, SO42-, Cl-
8
b. Cairan Ekstrasel
Cairan ekstrasel merupakan cairan yang berada diluar sel, jumlahnya sekitar 1/3
dari total cairan tubuh atau sekita 20% dari berat badan. Cairan ekstrasel berperan
dalam transport nutrient, elektrolit dan okseigen ke sel dan membersihkan hasil
metabolisme untuk kemudian dikeluluarkan dari tubuh, regulasi panas, sebagai
pelumas pada persendian dan membran mukosa, penghancuran makanan dalam
proses pencernaan. Elektrolit kation terbanyak adalah Na+, sedikit K+ dan Ca2+.
Elektolit anion terbanyak adalah HCO3- dan Cl-
2) Cairan intavaskuler
3) Cairan transelular
9
Mekanisme homeostasis pada pengaturan eliminasi urine dapat dilakukan melalui
dua mekanisme:
Mekanisme renin – angiotensinogen- ADH
Hormon renin di produksi pada bagian glomerulus ginjal, Ketika aliran darah ke
glomerulus menurun, sel jugstaglomerulus akan mensekresikan hormon renin ke dalam
aliran darah menuju hepar. Di dalam hepar, hormon renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Lalu angiotensin I menuju ke paru-paru, dan
dikonversi menjadi angiotensin II oleh ACE. Angiotensin II menstimulus hypotalamus
untuk mensekresikan ADH pada hypofisis posterior, kemudian hormon ADH ini menuju
ke tubulus ginjal dan akan meningkatkan penyerapan air pada tubulus ginjal. Sehingga
sedikit urine yang akan dikeluarkan karena banyak zat-zat dan cairan yang diserap oleh
tubuh sehingga urine akan terlihat pekat atau berwarna lebih kekuningan.
Begitupula apabila tubuh kelebihan cairan maka hormone ADH yang diproduksi
pada kalenjer hipofisis akan menurun sehingga sedikit air yang akan diserap oleh ginjal.
Itulah yang menyebabkan urine akan menjadi lebih encer dibanding yang orang yang
kekurangan cairan.
Peranan Vasopresin/Antidiuretik hormon (ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangasng osmoreseptor di
hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hipothalamus yaitu nervus
vagus dan nervus glossofaringeus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan
dilepaskan oleh hypofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan
reseptornya di duktus koligentis. Ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus
koligentifus memicu terbentuknya aquoporin yaitu kanal air di membrane bagian apeks di
duktus koligentifus. Pembentukan aquoporin ini memungkinkan terjadinya reabsorpsi
cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang di bentuk di duktus koligentifus
menjadi sedikit dan hyperosmotik (pekat) sehingga cairan dalam tubuh tetap
dipertahankan.
Mekanisme renin- angiotensin- aldosteron
Ginjal mensekresikan hormon renin sebagai respon terhadap penurunan
NaCl.Renin mengaktifkan angiotensinogen, suatu protein plasma yang diproduksi oleh
hati, menjadi angiotensin I.
Angiotennsin I diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme
yang diproduksi oleh paru.Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk
mengsekresikan hormon aldosteron, yang merangsang reabsorpsi Na+ oleh ginjal.Retensi
Na+ menimbulkan efek osmotik yang menahan lebih banyak H2O di cairan ekstrasel.
Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentasi reabsorpsi Na+ yang
difiltrasi bersifat konstan berapapun beban Na+.Reabsorpsi sejumlah bagian kecil di
bagian distal tubulus berada di bawah kontrol hormon aldosteron.Tingkat reabsorpsi
terkontrol ini berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu
banyak terdapat Na+ hanya sedikit dari Na+ ini yang di reabsorpsi. Di pihak lain apabila
10
terjadi kekurangan Na+, sebagian besar Na+ direabsorpsi sehingga kandungan Na+ dalam
urin sedikit. Hormon aldosteron juga merangsang sintesis protein-protein baru di dalam
sel-sel tubulus ginjal.Protein-protein tersebut disebut aldosterone inducet proteins yang
meningkatkan reabsorpsi Na+ dengan dua cara. Pertama, mereka terlibat dalam
pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel tubulus distal dan pengumpul,
sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. Kedua, mereka
menginduksi sintesis pembawa Na+-K+ ATPase, yang disisipkan ke dalam membran
basolateral sel-sel tersebut. Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorpsi Na+.
Aspek Biokimia
Pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui sistem endokrin, seperti sistem hormon
(ADH), aldosteron, prostaglandin, glukokortikoid, dan mekanisme rasa haus.
1) ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorbsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus di hipofisis posterior, yang mengsekresi ADH dengan meningkatan
osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
2) Aldosteron
Hormon ini berfungsi sebagai absorbsi natrium yang disekresi kelenjar
adrenal dan tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya
perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin renin.
3) Prostaglandin
Prostaglandin merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan yang
berfungsi merespon radang, mengendalikan tekanan darah dan kontraksi uterus serta
mengatur pergerakkan gastrointestinal.
4) Glukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorbsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
11
Aspek Fisiologis
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, paru-paru,
kulit, dan gastrointestinal.
1) Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur
kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlibat pada fungsi ginjal, yaitu sebagai
pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam
basa darah, dan ekskresi bahan buangan/ kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan
bagian ginjal, seperti glomerolus, dalam menyaring cairan. Rata-rata setiap 1 liter
darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerlus, 10%-nya
disaring keluar. Cairan yang tersaring (flitrat glomerolus), kemudian mengalir melalui
tubulus renalis yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urin
yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron rata-rata 1
ml/kgBB/jam.
2) Paru-Paru
Organ paru-paru berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan
insensible water loss ± 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respon
akibat perubahan upaya kemampuan bernafas.
3) Kulit
Kulit merupakan bagian penting pengaturan cairan yang terkait dengan proses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh vaso
motorik dengan kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara vasodilatasi
dan vasokonstriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara penguapan
panas. Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung banyaknya darah yang mengalir
melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainnya dapat dilakukan
melalui cara pemancaran panas ke udara sekitar konduksi (pengalihan panas ke benda
yang disentuh), dan konveksi (pengaliran udara panas ke permukaan yang lebih
dingin).
4) Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam
mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi
normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100 – 200 ml/hari.
12
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolism air
Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant
dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding
usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban
udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit
melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang
panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika
intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak
sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal
keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini
akan menyebabkan edema.
Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan
retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
Kondisi Sakit
13
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh Misalnya :
- Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya
secara mandiri.
Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian deuretik,laksative dapat berpengaruh pada
kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan
darah selama pembedahan.
2.3 Hubungan tekanan koloid dan hidrostatik
14
Tekanan yang bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan
intersitisium. Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam kapiler,
yang besarnya 1 mmHg.
HUKUM STARLING
“Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling: perbedaan tekanan
hidrostatik intravaskuler dan interstisial, dan perbedaan tekanan koloid osmotik
intravaskuler dan interstisial”. Maka aliran cairan :
K (Pc + i) – (Pi + c)
Ket: K = Koefisien filtrasi kapiler
Pc = Tekanan hidrostatik kapiler = 37 mmHg
Pi = Tekanan hidrostatik interstitial = 17 mmHg
πc = Tekanan koloid-osmotik kapiler = 25 mmHg
πi = Tekanan koloid-osmotik interstitial = diabaikan
15
2.4 Menjelaskan Terjadinya Edema pada Gangguan Keseimbangan Aliran Darah
pada Kapiler, Arteri, Venula dan Limfe
Macam-macam gangguan :
Gangguan volume :
a) Hipovolemia (kekurangan volume cairan dalam darah)
b) Euvolemia (normovolemia)
c) Hypervolemia – edema (kelebihan volume cairan dalam darah)
16
FAKTOR AKIBAT KONDISI KLINIS
17
hidrokortison)
18
b. Edema Non Pitting
Edema non pitting adalah keadaan edema apabila ditekan pada bagian
edema, maka dengan segera cekungan itu akan kembali seperti semula, bahkan
tidak akan timbul bekas bahwa bagian yang terkena edema sudah ditekan. Edema
non pitting ini biasanya terjadi pada kasus edema yang disebabkan karena
inflamasi, obstruksi pembuluh limfe, dll.
b. Edema General
Edema general ialah apabila pembengkakan terjadi pada lebih dari satu
bagian tubuh. Edema general disebut edema anasarka apabila akumulasi cairan
yang berlebihan terjadi bersamaan dan tersebar luas di dalam semua jaringan dan
rongga tubuh yang terjadi secara bersamaan.
3) Berdasarkan Letaknya:
19
4) Berdasarkan Lamanya:
a. Edema Akut
Akut adalah istilah medis yang berarti onset mendadak. Jadi jika Anda
baru menyadari bahwa Anda memiliki edema, maka Anda kemungkinan besar
mengalami edema akut.
b. Edema Kronik
Kronis adalah istilah medis yang mengacu pada kondisi yang sedang
berlangsung atau sesuatu yang telah ada selama 6 bulan atau lebih dan bahkan
mengkin bertahun-tahun.
20
4) Peningkatan Permeabilitas Kapiler
Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada:
a. Infeksi berat
b. Reaksi anafilatik
c. Keracunan akibat obat-obatan atau zat kimiawi
d. Anoxia vena yang meningkatkan akibat payah jantung
e. Kekurangan protein dalam plasma akibat albuminuria
21
mudah yakni dengan menekan pada daerah mata kaki akan timbul cekungan yang
cukup lama untuk kembali pada keadaan normal. Pemeriksaan lanjutan untuk
menentukan penyebab dari ankle edema adalah menentukan kadar protein darah
dan di air seni (urin), pemeriksaan jantung (Rontgen dada, EKG), fungsi liver dan
ginjal. Pengobatan awal yang dapat dilakukan dengan mengganjal kaki agar tidak
tergantung dan meninggikan kaki pada saat berbaring. Pengobatan lanjutan
disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya. Pergelangan kaki bengkak bisa
akibat cedera atau penyakit tulang, otot dan sendi. Penyebabnya secara umum
akibat reaksi inflamasi/peradangan di daerah tersebut, antara lain asam urat,
rheumatoid arthritis dll (Irham, 2009).
Tatalaksana :
1. Cari tahu penyebab edema. Edema merupakan gejala dari suatu penyakit, oleh
sebab itu harus diketahui lebih dulu penyebab edemanya.
2. Tirah baring dengan mengangkat kaki ke tempat yang lebih tinggi. Tirah baring
dapat memperbaiki efektifitas diuretika pada pasien yang berhubungan dengan
hipertensi porta yang bisa menyebabkan aldosterone menurun.
3. Diet rendah natrium : <500mg/hari
4. Stocking suportif dan elevasi kaki
5. Restriksi cairan : <1500ml/hari
6. Pengobatan pada penyakit yang mendasar. Menyembuhkan penyakit yang
mendasari seperti asites peritonitis tuberculosis.
7. Hindari factor yang memperburuk penyakit dasar : diuresis yang berlebihan
menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi, perfusi yang inadekuat,
sehingga diuretic harus diberikan dengan hati-hati.
Pemberian Diuretik
22
Pencegahan :
Karena edema merupakan gejala dari suatu penyakit, maka pencegahan yang
dilakukan, diutamakan dari penyakitnya.
Pemeriksaan Laboratorium :
2) Langkah Pemeriksaan
a. Ucapkan salam
b. Inspeksi daerah edema (simetris, apakah ada tanda-tanda peradangan)
c. Lakukan palpasi pitting dengan cara menekan dengan menguunakan ibu
jari dan amati waktu kembalinya
3) Penilaian
a. Derajat I : Kedalaman 1 – 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
b. Derajat II : Kedalaman 3 – 5 mm dengan waktu kembali 5 detik
c. Derajat III : Kedalaman 5 – 7 mm dengan waktu kembali 7 detik
d. Derajat IV : Kedalaman > 7 mm dengan waktu kembali 7 detik
23
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisologi. Jakarta: EGC. Hal: 453
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: EGC; 657
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Gibson, J. (2003). Fisiologis dan Anatomi Modern untuk Perawat. Ed. 2. Jakarta:
EGC. Hal: 126
Harrison. (1995). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol.3 . Yogyakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Himawan, S. (1990). Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran
mediskus.com/penyakit/edema
Pringoutomo, S., Himawan, S., dan Tjarta, A. (2002). Patologi I (Umum). Jakarta:
Sagung Seto
Sherwood, L. (2001). Fisiologis Manusia dari Sel ke Sistem. Ed. 2. Jakarta: EGC:
319 – 321
www.artikelsiana.com/2014/12/pengertian-fungsi-ciri-pembuluh-kapiler.html
www.progressivehealth.com/edema-types.htm
www.watercures.org/types-of-edema.html
24