Anda di halaman 1dari 341

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun Oleh :
MISBA
NPM : 21149011330

Dosen Pembimbing:
Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep, M.Kes, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2022

i
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN SYOCK

1. DEFINISI
Suatu keadaan/syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh
sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005)
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien
dan oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular
jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler.
(Tash Ervien S, 2005)
Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan
jaringan sebab substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat
mikroseluler dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran darah yang
sangat sedikit atau aliran maldistribusi. (Candido, 1996)
Bentuk berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan.
Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan
dalam sirkulasi kapiler. Kekurangan oksigen akan berhubungan dengan
ASIDOSIS LACTATE, dimana kadar lactat tubuh merupakan indikator dari
tingkat berat- ringannya syock.
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang
menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat
makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi
jaringan yang kurang sempurna.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa
mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok

1
dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya
perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui
kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan
langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi
pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena
perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang
mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh
trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus
dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk
mendapatkan pertolongan.

2. ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan
suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu
peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari
kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain
itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler
karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,
sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan
intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia,
sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan
karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.

2
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam,
tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien
sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai
gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi
yang melebar.

3. ANATOMI FISIOLOGI

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait


fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-
ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa
jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian
pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh.
Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang
berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi
kelangsungan hidupnya. Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah
dari dan ke jantung.
Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi
vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah
kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju
ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.Darah yang biru
tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di paru-paru,
selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini kemudian
menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah
mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke
aorta.
Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan
tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini

3
mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel
ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini
selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara
bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.

4. PATOFISIOLOGI
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui
vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah
dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya
penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini
terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.
Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara

4
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika
tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada
saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga
dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan
kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah
hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan
bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek
syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia
usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar memperjelek keadaan.
Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia
jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

5
3. PATOFLOW

6
5. TANDA DAN GEJALA
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya
pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan
darah.
b. Nadi cepat dan halus.
c. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena
adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah.
d. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
e. CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai
tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa
gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah
60 ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).

7
6. KOMPLIKASI
a. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada
organ penting. TD sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi
arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan
aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat,
kapir retil
> 2 dok.
b. Dekompensasi

Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi


jaringan memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat
menumpuk terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan
karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur
pada mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi
pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan
memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga volumevenous retwn berkurang yang terjadi
timbulnya depresi muocard. Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter
buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
c. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem
multiorgan, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam).
terakhir kematian walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD
taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
a. Electrocardiogram (ECG)
b. Sonogram
8
c. Scan jantung
d. Kateterisasi jantung
e. Roentgen dada
f. Enzim hepar
g. Elektrolit oksimetri nadi
h. AGD
i. Kreatinin
j. Albumin / transforin serum
k. HSD

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen
oleh darah, untuk jantung (oksigen deliverip) Obsigonasi adekuat, hindari
hyroksemia. Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2)
dengan mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Membebaskan jalan nafas.
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
c. Kurangi rasa sakit & auxietas. suport cadiovaskuler sistem.

Therapi cairan untuk meningkatkan preload :


 Pasang akses vaskuler secepatnya.
 resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau
kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan darah
dan perfusi perifer baik.

Menurut konsesus Asia Afrika I (1997):


 Cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid
atau kristoloid.
 Therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep
sesuai unsur.

9
 Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas
jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
 Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
 Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
 Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
 Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
 Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan
tekanan pembuluh darah sitemik.

10
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SYOCK

1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
a. Airway
 Yakinkan kepatenan jalan napas
 Berikan alat bantu napas jika perlu Jika terjadi penurunan fungsi
pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke
ICU
b. Breathing
 Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala
yang signifikan
 Kaji saturasi oksigen
 Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi
dan kemungkinan asidosis
 Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask Auskulasi dada,
untuk mengetahui adanya infeksi di dadaPeriksa foto thorak
c. Circulation
 Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 Monitoring tekanan darah, tekanan darah <>Periksa waktu pengisian
kapiler
 Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 Pasang kateter
 Lakukan pemeriksaan darah lengkapCatat temperature,
kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360C
 Siapkan pemeriksaan urin dan sputum

11
 Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
b. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
c. Heart rate : takikardi biasa terjadi
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
d. Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
e. Integritas Ego
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
f. Makanan/Cairan
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea

12
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya
bowel sounds
g. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
h. Respirasi
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, ―air hunger‖
Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
i. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik
j. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi
eklampsia

2. DIAGNOSA

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 , edema paru.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan
preload.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac
output yang tidak mencukupi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

13
3. PERENCANAAN
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 edema paru.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen :
keperawatan selama ... x 24 Ø Buka jalan nafas
jam . pasien akan :  Posisikan pasien untuk
Ø TTV dalam rentang normal memaksimalkan ventilasi (
Ø Menunjukkan jalan napas fowler/semifowler)
yang paten  Auskultasi suara nafas , catat adanya
Ø Mendemostrasikan suara suara tambahan
napas yang bersih, tidak  Identifikasi pasien perlunya
ada sianosis dan dypsneu. pemasangan alat jalan nafas buatan
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor TTV.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan


afterload dan preload.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Cardiac care :
keperawatan selama ... x 24  catat adanya tanda dan gejala
jam . pasien akan : penurunan cardiac output
Ø Menunjukkan TTV dalam  monitor balance cairan
rentang normal  catat adanya distritmia jantung

14
Ø Tidak ada oedema paru dan  monitor TTV
tidak ada asites  atur periode latihan dan istirahat
Ø Tidak ada penurunan untuk menghindari kelelahan
kesadaran  monitor status pernapasan yang
Ø Dapat mentoleransi menandakan gagal jantung.
aktivitas dan tidak ada
kelelahan.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment :
keperawatan selama ... x 24  Observasi tanda-tanda vital tiap 3
jam . pasien akan : jam.
Ø Suhu tubuh dalam rentang  Beri kompres hangat pada bagian
normal lipatan tubuh ( Paha dan aksila ).
Ø Tidak ada perubahan warna  Monitor intake dan output
kulit dan tidak ada pusing  Monitor warna dan suhu kulit
Ø Nadi dan respirasi dalam  Berikan obat anti piretik
rentang normal
Temperature Regulation
 Beri banyak minum ( ± 1-1,5
liter/hari) sedikit tapi sering
 Ganti pakaian klien dengan bahan tipis
menyerap keringat.

15
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac
output yang tidak mencukupi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Management sensasi perifer:
keperawatan selama ... x 24  Monitor tekanan darah dan nadi
jam . pasien akan : apikal setiap 4 jam
Ø Tekanan sisitole dan diastole  Instruksikan keluarga untuk
dalam rentang normal mengobservasi kulit jika ada lesi
Ø Menunjukkan tingkat  Monitor adanya daerah tertentu yang
kesadaran yang baik hanya peka terhadap panas atau
dingin
 Kolaborasi obat antihipertensi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan oksigen.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy
keperawatan selama ... x 24  Kaji hal-hal yang mampu dilakukan
jam . pasien akan : klien.
Ø Berpartisipasi dalam  Bantu klien memenuhi kebutuhan
aktivitas fisik tanpa aktivitasnya sesuai dengan tingkat
disertai keterbatasan klien
peningkatan

16
tekanan darah nadi dan  Beri penjelasan tentang hal-hal yang
respirasi dapat membantu dan meningkatkan
Ø Mampu melakukan aktivitas kekuatan fisik klien.
sehari-hari secara mandiri  Libatkan keluarga dalam pemenuhan
Ø TTV dalam rentang normal ADL klien
Ø Status sirkulasi baik  Jelaskan pada keluarga dan klien
tentang pentingnya bedrest ditempat
tidur.

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction
keperawatan selama ... x 24  Kaji tingkat kecemasan
jam  Jelaskan prosedur pengobatan
. pasien akan : perawatan.
Ø Mampu mengidentifikasi  Beri kesempatan pada keluarga untuk
dan mengungkapkan gejala bertanya tentang kondisi pasien.
cemas  Beri penjelasan tiap prosedur/
Ø TTV normal tindakan yang akan dilakukan
Ø Menunjukkan teknik untuk terhadap pasien dan manfaatnya bagi
mengontrol cemas. pasien.
 Beri dorongan spiritual.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hudek & Bolla (1997) Keperawaan Kritis pendekatan Holistik, Jakarta,EGC.

Smetter &Bare (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth,
Jakarta, EGC.

Schmacer (1997) skema diagnosa dan penatalaksanaan gawat darurat Jakarta,


EGC.

Drerses, E Maryh (205) Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta EGC.

Yayasan Hulalars, Gawat Darurat 118 (2005) Pelatihan BTUS Jakarta.

18
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN TRAUMA DADA

Disusun Oleh :
MISBA
NPM : 21149011330

Dosen Pembimbing:
Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep, M.Kes, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2022

19
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN TRAUMA DADA

1. DEFINISI
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum
thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan
dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Brunner & Suddarth, 2002).
Kesimpulan : Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan
baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan
abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat
trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam
rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa
kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade
Jantung, dan sebagainya.

20
2. ETIOLOGI

Trauma dada dapat disebabkan oleh :


a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy
ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada
tanpa pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh
vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
c. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
d. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
e. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
f. Fraktu tulang iga
g. Tindakan medis (operasi)
h. Pukulan daerah torak.

3. ANATOMI FISIOLOGI
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan
tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem respirasi terdiri
dari:
a. Saluran nafas bagian atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan
dilembabkan
b. Saluran nafas bagian bawah
Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke
alveoli
c. Alveoli
Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2

21
d. Sirkulasi paru
Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena
meninggalkan paru.
e. Paru
Sirkulasi paru
f. Rongga Pleura
Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada
yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis
g. Rongga dan dinding dada
Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam
proses respirasi
Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
 Dihangatkan
 Disaring
 Dan dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari :
 Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan
partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan
disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi
melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi
menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha.
Kemudian udara akan diteruskan ke
 Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
 Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat
pangkal lidah)
 Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

22
Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring
Terdiri dari tiga struktur yang penting
 Tulang rawan krikoid
 Selaput/pita suara
 Epilotis
 Glotis
b. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin
tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus.
c. Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini
disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan
trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius,
inferior.
Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior
d. Alveoli
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.Membran alveolar :
 Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
 Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan
surfactant.
 Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling
berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam
rongga endotel
 Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler,
epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.

23
4. PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka
pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk
memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan
dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering
disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia
(kehilangan darah), pulmonary ventilation (contoh kontusio, hematoma, kolaps
alveolus) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax (contoh : tension
pneumothorax, pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh
tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intra thorax atau penurunan
tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan
(syok).
Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering
mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan
akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan
gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat
mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna
dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya
udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur
vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi
paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul.
Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan
antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan
menyebabkan kolapsnya jaringan paru.

24
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps
tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks
terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor.
Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik
pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau
ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan
observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada
dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto
toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan
pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang
mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga
sebelumnya, sampai dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama dari
hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau
arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks.

5. TANDA DAN GEJALA


Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
a. Tamponade jantung :
1) Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung.
2) Gelisah.
3) Pucat, keringat dingin.
4) Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
5) Pekak jantung melebar.
6) Bunyi jantung melemah.

25
7) Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
8) ECG terdapat low voltage seluruh lead.
9) Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).

b. Hematotoraks :
1) Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
2) Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).

c. Pneumothoraks :
1) Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
2) Gagal pernapasan dengan sianosis.
3) Kolaps sirkulasi.
4) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
5) Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

26
6. PATOFLOW

7. KOMPLIKASI
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding
dada, paru. Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong
tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung

27
darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut
nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan
pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi
keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong
mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi
pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada
lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok. Akibat
adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka
terjadi tanda
– tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahat pun
bisa terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian
tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi
keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang
berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

28
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari
trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari
kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
b. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan
hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks
dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
c. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-
pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai
untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam
darah, serta kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah
dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan
gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah
yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
d. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro
sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari
pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks
foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
e. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung

29
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
f. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi,
tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi
jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
g. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya
cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
h. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di
unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus
mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip
kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan
masing-masing klien secara spesifik.Bantuan oksigenisasi penting dilakukan
untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi
kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap
darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :

30
1) Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan
pada jalan napas.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau
sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari
tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh
benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana
ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan
Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver)

2) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)


Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik
melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan
hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini
dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.Bantuan napas diberikan
sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan
menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.

3) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)


Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma

31
benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka
dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ
(multiple).Tindakan menghentikan perdarahan diberikan dengan metode
yang sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh
darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-
hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP
seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.

4) Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis
dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang
mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ;
pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit,
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga
tindakan operatif yang bersifat darurat.

b. Konservatif
1) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan
kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat
cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan
manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok
Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang
mengenai bagian organ jantung.

32
2) Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan
perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya
mikroorganisme pathogen.

3) Jika Perlu Antibiotika


Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan
penyakit gawat, maka penderita dapat diberi ―broad spectrum
antibiotic‖, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.

4) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika
penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang
sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan konservatif.

c. Invasif / Operatif
1) WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga
thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
2) Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif
yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam
waktu yang lama.( Brunner dan Suddarth, 1996).

33
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN TRAUMA DADA

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks
(Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam
dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan
menyebar ke leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit,
perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Pernapasan : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit
paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar,
keganasan
; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan
kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada
hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan
ventilasi mekanik tekanan positif.
g. Keamanan

34
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
c. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage

3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Bersihan Jalan Nafas NOC:  Pastikan kebutuhan
tidak efektif  Respiratory status oral / tracheal
berhubungan dengan: : Ventilation suctioning.
- Infeksi, disfungsi  Respiratory status :  Berikan O2 ……l/mnt,
neuromuskular, hiperplasia Airway patency metode………

35
dinding bronkus, alergi  Aspiration Control  Anjurkan pasien
jalan nafas, asma, trauma untuk istirahat dan
- Obstruksi jalan nafas : Setelah dilakukan napas dalam
spasme jalan nafas, sekresi tindakan keperawatan  Posisikan pasien
tertahan, banyaknya selama...................pasien untuk memaksimalkan
mukus, adanya jalan nafas menunjukkan keefektifan ventilasi
buatan, sekresi bronkus, jalan nafas dibuktikan  Lakukan fisioterapi
adanya eksudat di dengan kriteria hasil : dada jika perlu
alveolus, adanya benda  Mendemonstrasikan  Keluarkan sekret
asing di jalan nafas. batuk efektif dan suara dengan batuk
nafas yang bersih, atau suction
DS: tidak ada sianosis dan  Auskultasi suara nafas,
- Dispneu dyspneu (mampu catat adanya suara
mengeluarkan sputum, tambahan
DO: bernafas dengan  Berikan bronkodilator
- Penurunan suara nafas mudah, tidak ada :
- Orthopneu pursed lips)  Monitor status
- Cyanosis  Menunjukkan jalan hemodinamik
- Kelainan suara nafas yang paten  Berikan pelembab
nafas (rales, (klien tidak merasa udara Kassa basah
wheezing) tercekik, irama nafas, NaCl Lembab
- Kesulitan berbicara frekuensi pernafasan  Berikan antibiotik
- Batuk, tidak efektif dalam rentang normal,  Atur intake
atau tidak ada tidak ada suara nafas untuk cairan
- Produksi sputum abnormal) mengoptimalkan
- Gelisah  Mampu  keseimbangan.
- Perubahan frekuensi mengidentifikasikan dan  Monitor respirasi
dan irama nafas mencegah faktor yang dan status O2

36
penyebab.  Pertahankan hidrasi
 Saturasi O2 dalam yang adekuat untuk
batas normal mengencerkan
 Foto thorak secret
dalam batas normal  Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : Respiratory status :  Posisikan pasien
- Hiperventilasi Ventilation untuk memaksimalkan
- Penurunan Respiratory status : ventilasi
energi/kelelahan Airway patency  Pasang mayo
- Perusakan/pelemahan Vital sign Status bila perlu
muskulo-skeletal Setelah dilakukan  Lakukan fisioterapi
- Kelelahan otot tindakan dada jika perlu
pernafasan keperawatan selama  Keluarkan sekret
- Hipoventilasi sindrom ………..pasien dengan batuk
- Nyeri menunjukkan atau suction
- Kecemasan keefektifan pola nafas,  Auskultasi suara nafas,
- Disfungsi dibuktikan dengan catat adanya suara
Neuromuskuler kriteria tambahan
- Obesitas hasil:  Berikan bronkodilator
- Injuri tulang belakang Mendemonstrasikan  Berikan pelembab
batuk efektif dan suara udara Kassa basah
DS: nafas yang bersih, NaCl Lembab
- Dyspnea tidak  Atur intake untuk
- Nafas pendek ada sianosis dan cairan
dyspneu (mampu mengoptimalkan

37
DO: mengeluarkan sputum, keseimbangan.
- Penurunan tekanan mampu bernafas dg  Monitor respirasi
inspirasi/ekspirasi mudah, tidakada dan status O2
Penurunan pertukaran pursed  Bersihkan mulut,
udara per menit lips) hidung dan secret
- Menggunakan otot Menunjukkan jalan Trakea
pernafasan nafas  Pertahankan jalan
tambahan yang paten (klien tidak nafas yang paten
- Orthopnea merasa tercekik, irama  Observasi adanya
- Pernafasan pursed-lip nafas, frekuensi tanda tanda
- Tahap ekspirasi pernafasan dalam hipoventilasi
berlangsung sangat rentang normal, tidak  Monitor adanya
lama ada suara nafas kecemasan pasien
- Penurunan kapasitas abnormal) terhadap
vital Tanda Tanda vital oksigenasi Monitor
- Respirasi: < 11 – 24 x dalam vital sign
/mnt rentang normal  Informasikan pada
(tekanan pasien dan
darah, nadi, keluarga tentang
pernafasan) tehnik relaksasi
untuk memperbaiki
pola nafas.
 Ajarkan bagaimana
batuk efektif
 Monitor pola nafas
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan  Lakukan pengkajian
dengan: nyeri secara
Agen injuri (biologi, komprehensif

38
kimia, Setelah dilakukan termasuk lokasi,
fisik, psikologis), tinfakan karakteristik, durasi,
kerusakan keperawatan selama frekuensi, kualitas dan
jaringan …. faktor presipitasi
DS: Pasien tidak  Observasi reaksi
- Laporan secara mengalami nonverbal dari
verbal DO: nyeri, dengan kriteria ketidaknyamanan
- Posisi untuk menahan hasil:  Bantu pasien dan
nyeri · Mampu mengontrol keluarga untuk
- Tingkah laku berhati- nyeri mencari dan
hati (tahu penyebab nyeri, menemukan dukungan
- Gangguan tidur mampu menggunakan  Kontrol lingkungan
(mata sayu, tehnik nonfarmakologi yang dapat
tampak capek, sulit untuk mengurangi mempengaruhi nyeri
atau nyeri, seperti suhu
gerakan kacau, mencari bantuan) ruangan,
menyeringai) · Melaporkan bahwa pencahayaan dan
- Terfokus pada nyeri kebisingan
diri sendiri berkurang dengan  Kurangi faktor
- Fokus menyempit menggunakan presipitasi
(penurunan persepsi manajemen nyeri nyeri
waktu, · Mampu  Kaji tipe dan sumber
kerusakan proses mengenali nyeri nyeri untuk
berpikir, (skala, intensitas, menentukan intervensi
penurunan interaksi frekuensi dan  Ajarkan tentang teknik
dengan tanda non farmakologi:
orang dan lingkungan) nyeri) napas dala, relaksasi,
- Tingkah laku · Menyatakan rasa distraksi, kompres
nyaman hangat/ dingin
 Berikan analgetik

39
distraksi, setelah nyeri berkurang untuk mengurangi
contoh : jalan-jalan, · Tanda vital nyeri:
menemui orang lain dalam rentang  Tingkatkan istirahat
dan/atau aktivitas, normal  Berikan informasi
aktivitas · Tidak mengalami tentang nyeri seperti
berulang-ulang) gangguan tidur penyebab nyeri,
- Respon autonom berapa lama nyeri
(seperti akan berkurang dan
diaphoresis, perubahan antisipasi
tekanan darah, ketidaknyamanan dari
perubahan prosedur
nafas, nadi dan dilatasi  Monitor vital sign
pupil) sebelum dan
- Perubahan sesudah pemberian
autonomic dalam analgesik pertama
tonus otot kali
(mungkin
dalam rentang dari
lemah
ke kaku)
- Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan
dan

40
minum
Risiko gangguan NOC : NIC : Pressure
integritas kulit - Tissue Integrity : Management
Faktor-faktor risiko: Skin and  Anjurkan pasien untuk
Eksternal : Mucous Membranes menggunakan pakaian
- Hipertermia - Status Nutrisi yang longgar
atau hipotermia - Tissue  Hindari kerutan padaa
- Substansi kimia Perfusion:perifer tempat tidur
- Kelembaban udara - Dialiysis Access  Jaga kebersihan kulit
- Faktor mekanik Integrity agar tetap bersih dan
(misalnya : alat Setelah dilakukan kering
yang dapat tindakan  Mobilisasi pasien
menimbulkan keperawatan selama…. (ubah posisi pasien)
luka, Gangguan integritas setiap dua jam
tekanan, restraint) kulit sekali
- Immobilitas fisik tidak terjadi dengan  Monitor kulit
- Radiasi kriteria akan adanya
- Usia yang ekstrim hasil: kemerahan
- Kelembaban kulit  Oleskan lotion atau
- Obat-obatan baik bisa minyak/baby oil
- Ekskresi dan dipertahankan pada derah yang
sekresi Internal : tertekan
- Perubahan status gangguan sensasi atau  Monitor aktivitas dan
metabolik nyeri pada daerah kulit mobilisasi pasien
- Tulang menonjol yang mengalami  Monitor status
- Defisit imunologi gangguan nutrisi pasien
- Berhubungan dengan  Memandikan pasien
dengan perkembangan pemahaman dalam dengan sabun dan
- Perubahan sensasi air hangat
 Gunakan pengkajian
risiko untuk

41
42
- Perubahan status proses perbaikan kulit memonitor faktor
nutrisi (obesitas, dan mencegah risiko pasien (Braden
kekurusan) terjadinya sedera Scale, Skala Norton)
- Perubahan pigmentasi berulang  Inspeksi kulit terutama
- Perubahan sirkulasi elindungi pada tulang-tulang
- Perubahan turgor kulit yang menonjol dan
(elastisitas kulit) dan mempertahankan titik-titik tekanan
- Psikogenik kelembaban kulit dan ketika merubah posisi
perawatan alami pasien.
 Jaga kebersihan
adekuat alat tenun
 Kolaborasi dengan
kulit ahli gizi untuk
Normal pemberian tinggi
protein, mineral dan
vitamin
 Monitor serum
albumin dan transferin

43
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M., & Nancy r R. Ahern. (2013). BUKU SAKU DIAGNOSA
KEPERAWATAN DIAGNOSA NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL
NOC, Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

http://yandrifauzan.blogspot.com/2011/03/trauma-thoraks.html

http://nurse87.wordpress.com/2009/04/28/asuhan-keperawatan-trauma-dada/

http://rikayuhelmi116.wordpress.com/2012/12/09/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-trauma-thorak

44
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

Disusun Oleh :
MISBA
NPM : 21149011330

Dosen Pembimbing:
Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep, M.Kes, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2022

45
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

1. DEFINISI
Gagal nafas adalah terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45mmHg (Hiperkapnia).
(Smeltzer & Barr,2002)
Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksemia, hiperkapnea (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan
asidosis. (Arif Muttaqin, 2008)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia).
(Brunner & Sudarth, 2001).

2. ETIOLOGI
a. Penyebab sentral
1) Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical,
muscle relaxans

46
2) Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
3) Kelainan diparu : edema paru, atelektasis, ARDS.
4) Kelainan tulang iga/thoraks : fraktur costae, pneumo thorax,
haematothoraks
5) Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri

b. Penyebab perifer
1) Trauma kepala : contusio cerebri
2) Radang otak : encephalitis
3) Gangguan vaskuler : perdarahan otak, infark otak
4) Obat-obatan : narkotika, anestesi
5) Kadar oksigen (Pao2 < 8 kPa) atau CO2 (Paco2 > 6,7 kPa) arterial yang
abnormal digunakan untuk menentukan adanya gagal nafas. Maka
gagal nafas dibagi menjadi :
 Hipoksemia (tipe 1) : kegagalan transfer oksigen dalam paru.
 Hipoksemia (tipe 2) : kegagalan ventilasi untuk mengeluarkan CO2
(Hudak and Gallo, 2010)

3. ANATOMI FISIOLOGI
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan
tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem respirasi
terdiri dari:
a. Saluran nafas bagian atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan
dilembabkan
b. Saluran nafas bagian bawah

47
Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke
alveoli
c. Alveoli
Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2
d. Sirkulasi paru
Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena
meninggalkan paru.
e. Paru
Sirkulasi paru
f. Rongga Pleura
Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga
dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura
veseralis
g. Rongga dan dinding dada
Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam
proses respirasi

Saluran Nafas Bagian Atas


a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
 Dihangatkan
 Disaring
 Dan dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari :
 Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi
menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel
yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar
serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh

48
darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal
tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan
diteruskan ke
 Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
 Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan
faring,terdapat pangkal lidah)
 Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan
aliran makanan)

Saluran Nafas Bagian Bawah


a. Laring
Terdiri dari tiga struktur yang penting
 Tulang rawan krikoid
 Selaput/pita suara
 Epilotis
 Glotis

b. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin
tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh
membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus.

c. Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan
ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat
dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior,
medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior

d. Alveoli

49
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.Membran alveolar :
 Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga
alveoli
 Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan
surfactant.
 Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang
saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran
darah dalam rongga endotel
 Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel
kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit
serum.

4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gagal napas adalah ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi paru yang menyebabkan hipoksemia atau peningkatan produksi
karbon dioksida dan gangguan pembuangan karbon dioksida yang
menyebabkan hiperkapnia.

Ketidakseimbangan Ventilasi Dan Perfusi


Paru normal memiliki rasio ventilasi dan perfusi (V/Q ratio) pada nilai
tertentu. Kelainan pada jalan napas, parenkim paru, dan sirkulasi paru akan
mempengaruhi rasio ventilasi dan perfusi sehingga dapat menyebabkan sesak
napas hingga gagal napas pada keadaan berat. Secara garis besar, terdapat
empat gambaran klinis paru berdasarkan rasio ventilasi dan perfusi. Keadaan
normal dengan rasio ventilasi dan perfusi seimbang
Keadaan dead space, yaitu ventilasi normal, namun perfusi berkurang
sehingga rasio V/Q meningkat. Dampaknya, tidak terjadi pertukaran gas pada
area ini dan udara yang diventilasi menjadi sia sia

50
Keadaan shunt, yaitu terjadi penurunan ventilasi namun perfusi normal
atau tidak menurun separah ventilasi sehingga rasio V/Q menurun.
Dampaknya adalah sirkulasi yang melalui area ini tidak mendapatkan
oksigenasi yang adekuat dan menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia. Pada
kerusakan paru luas seperti pada tuberkulosis paru, area shunt dapat menjadi
banyak dan menyebabkan hipoksemia yang bermakna pada pasien Silent unit,
merupakan segmen paru yang tidak mendapatkan ventilasi dan perfusi
Penyebab utama dari gagal napas hipoksemik adalah
ketidakseimbangan V/Q. Beberapa penyebab ketidakseimbangan ini misalnya
emboli paru, obstruksi jalan napas, pneumonia, atelektasis. Hipoksemia pada
keadaan-keadaan ini umumnya dapat dikoreksi sementara dengan bantuan
terapi oksigen dan ventilasi mekanik.

Right-To-Left Shunt
Pirau dari kanan ke kiri atau right-to-left shunt terjadi akibat sirkulasi
paru (sirkulasi kanan) yang langsung masuk ke sirkulasi sistemik (sirkulasi
kiri) tanpa melewati alveolus sehingga darah tidak mengalami oksigenasi.
Semakin besar aliran pada pirau ini, maka akan semakin berat hipoksemia
yang terjadi. Keadaan hipoksemia pada kasus ini tidak dapat dikoreksi dengan
suplementasi oksigen. Terapi harus dengan koreksi langsung penyebab
adanya pirau.

Fraksi Oksigen Rendah


Rendahnya oksigen yang diinspirasi lebih sering ditemukan pada
orang- orang pada dataran tinggi. Tekanan parsial oksigen pada lingkungan
dataran tinggi lebih rendah dibandingkan permukaan laut. Keadaan ini juga
dapat ditemukan pada orang yang menghirup kembali udara ekspirasi.
Rendahnya fraksi oksigen juga dapat menjadi penyebab hipoksemia pada

51
pasien yang sudah terpasang ventilator. Hal ini mungkin terjadi bila ventilator
mengalami malfungsi.

Gangguan Difusi
Pada keadaan seperti edema paru akut, terjadi gangguan pertukaran
gas alveolus dengan sirkulasi paru. Gangguan seperti ini terutama
mempengaruhi pertukaran oksigen. Karbon dioksida memiliki kelarutan di air
yang besar sehingga tidak menerima dampak sebesar oksigen.

Hiperkapnia
Penyebab hiperkapnia pada gagal napas hiperkapnik secara garis besar
ada dua, yaitu peningkatan produksi karbon dioksida dan gangguan
pembuangan karbon dioksida. Faktor yang paling berperan adalah
pembuangan karbon dioksida.
Parameter ventilasi alveolar (VA) dipakai untuk menjelaskan
pembuangan karbon dioksida. Retensi karbon dioksida terjadi akibat
hipoventilasi alveolar. Sebab-sebab hipoventilasi alveolar adalah:
 Penurunan Frekuensi Pernapasan
 Penurunan frekuensi pernapasan terjadi akibat penurunan dorongan
napas (respiratory drive). Secara garis besar, depresi napas ini
disebabkan Obat dengan efek sedasi
 Cedera kepala
 Infeksi intracranial
 Tumor intracranial

Depresi napas ini umumnya juga disertai dengan penurunan kesadaran


sehingga meningkatkan risiko aspirasi pada saluran napas.

52
Selain depresi napas, gangguan neuromuskular pada n. frenikus dan
otot diafragma juga dapat menyebabkan gagal napas dengan hipoventilasi
berat, misalnya pada kasus:
 Cedera medulla spinalis servikal di atas C3, karena n.
frenikus berasal dari C3-C5
 Sindrom Guillain-Barre
 Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
 Myasthenic crisis
 Intoksikasi organofosfat
 Penurunan Volume Tidal
Penurunan volume tidal menyebabkan penurunan oksigenasi
dan penurunan pembuangan karbon dioksida. Penurunan ini dapat
disebabkan oleh kelainan neuromuskular pada otot-otot
pernapasan. Selain itu, juga dapat disebabkan karena masalah pada
dinding dada yang menganggu mekanika pernapasan, misalnya:
 Kyphoscoliosis
 Flail chest
 Distensi abdomen hebat (misalnya akibat asites masif)
Masalah pada pleura (misalnya pneumothoraks dan
efusi pleura masif)

Peningkatan Volume Dead Space


Pada penyakit seperti emfisema, terjadi penurunan komplians paru dan
peningkatan volume dead space. Emboli paru juga dapat meningkatkan
volume dead space karena menyebabkan tidak adanya perfusi pada area yang
disumbat embolus.

53
Pada mulanya tubuh akan berusaha melakukan kompensasi dengan
hiperventilasi, namun lama-kelamaan akan mengalami kelelahan sehingga
mulai terjadi hiperkapnia.

5. TANDA DAN GEJALA


a. Tanda
a. Gagal nafas total
 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar / dirasakan.
 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra
klavikuladan sela iga serta tidak ada perkembangan dada pada
inspirasi.
 Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi
buatan
b. Gagal nafas parsial
 Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing, dan
whizing.
 Ada retraksi dada
b. Gejala
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis
(Po2 menurun) (Price & Wilson,2006)

54
6. PATOFLOW

7. KOMPLIKASI
a. Oksigenasi ke organ lain yang buruk dapat menyebabkan
kegagalan multi organ

55
b. Individu yang mengalami gagal nafas beresiko tinggi terhadap kematian
c. Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering
dijumpai. Adanya edema paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan
akan menurunkan daya tahan paru terhadap infeksi.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hb : dibawah 12 gr %
b. Analisa gas darah :
 pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45
 paO2 Hipoksemiaringan : PaO2 < 80 mmHg
 Hipoksemiasedang : PaO2 < 60 mmHg
 Hipoksemiaberat : PaO2 < 40 mmHg
 pCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg
 BE di bawah -2 atau di atas +2
 Saturasi O2 kurang dari 90 %
c. Ro‖ : terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat
perpindahan letak mediastinum
d. EKG mungkin memperhatikan bukti- bukti regangan jantung di sisi kanan
distritmia.
e. Radiografi dada
f. Pemeriksaan sputum
g. Pemeriksaan fungsi paru
h. Angiografi
i. Pemindaian ventilasi perfusi
j. CT
k. Skrinning toksikologi
l. Hitung darah lengkap
m. Elektrolit serum

56
n. Sitology
o. Urinalisis
p. Bronkogram
q. Bronkoskopii
r. Ekokardiografi
s. Torasentesis

9. PENATALAKSANAAN MEDIS

Terapi oksigen
 Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau
nasal prong
 Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP)
atau PEEP
 Inhalasi nebulizer
 Fisioterapi dada
 Pemantauan hemodinamik/jantung
 Pengobatan
 Brokodilator
 Steroid
 Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

57
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

1. PENGKAJIAN
Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran
secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan
apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan
cepat marah (iritability), tanpak binggung (confusion), atau mengantuk
(somnolen). Yang tak kalah penting ialah kemampuan orientasi klien terhadap
tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena gangguan funngsi paru
akut dan berat sering direfeksikan dalam bentuk perubahan status mental.
Selain itu, gangguan keadaan sering pula dihubungkan dengan hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun. Selain itu kaji riwayat
penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta habits/
kebiasaan.

Pemeriksaan Fisik
 Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan.

58
 Bunyi nafas krekles ronki dan mengi.
 Breating
 Distress pernafasan : pernafasan cupping hidung, takipneu/bradipneu
retraksi.
 Menggunakan otot aksesori pernafasan.
 Kesulitan bernafas : lapar udara, diaphoresis, sianosis.
 Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardi.
 Sakit kepala.
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk.
 Papiledema.
 Penurunan haluan urine.

Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara
bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, sianosis.

1. B1 (Breathing)
a. Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit
dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat
dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan.
Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan >
20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan,
syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus.

59
b. Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
c. Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak,
dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
d. Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang
didapat dari kelainan yang ada.

2. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

3. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena
merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas.
Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.

4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria,
karena hal tersebut merupaka tanda awal dari syok

5. B5 (Boowel)

60
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea
saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.

6. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/
integument.

2. DIAGNOSA
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke
alveoli atau kebagian utama paru
b. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan
kelelahan.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan
ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.

3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

61
Bersihan Jalan Nafas tidak NOC:  Pastikan kebutuhan
efektif berhubungan dengan: Respiratory status : oral / tracheal
- Infeksi, disfungsi Ventilation suctioning.
neuromuskular, hiperplasia Respiratory status :  Berikan O2
dinding bronkus, alergi Airway patency ……l/mnt,
jalan nafas, asma, trauma Aspiration Control metode………
- Obstruksi jalan nafas:  Anjurkan pasien
spasme jalan nafas, Setelah dilakukan untuk istirahat
sekresi tindakan dan napas dalam
tertahan, banyaknya keperawatan selama  Posisikan pasien
mukus, adanya jalan nafas …………..pasien untuk
buatan, sekresi bronkus, menunjukkan memaksimalkan
adanya eksudat di alveolus, keefektifan ventilasi
adanya benda asing di jalan jalan nafas dibuktikan  Lakukan fisioterapi
nafas. dengan kriteria hasil : dada jika perlu
Mendemonstrasikan  Keluarkan sekret
DS: batuk efektif dan dengan batuk
- Dispneu suara nafas yang bersih, atau suction
tidak ada sianosis dan  Auskultasi suara
DO: dyspneu (mampu nafas, catat
- Penurunan suara nafas mengeluarkan sputum, adanya suara
- Orthopneu bernafas dengan tambahan
- Cyanosis mudah, tidak ada pursed  Berikan
- Kelainan suara nafas (rales, lips) bronkodilator :
wheezing) Menunjukkan jalan  Monitor status
- Kesulitan berbicara nafas yang paten hemodinamik
- Batuk, tidak efekotif (klien tidak merasa  Berikan pelembab
atau tidak ada tercekik, udara Kassa
- Produksi sputum irama nafas, frekuensi basah
NaCl Lembab

62
- Gelisah pernafasan dalam  Berikan antibiotik
- Perubahan frekuensi rentang normal,  Atur intake
dan irama nafas tidak ada suara nafas untuk cairan
abnormal) mengoptimalkan
Mampu  keseimbangan.
mengidentifikasikan dan  Monitor
mencegah faktor yang respirasi dan
penyebab. status O2
Saturasi O2  Pertahankan hidrasi
dalam batas normal yang adekuat untuk
Foto thorak mengencerkan
dalam batas normal secret
 Jelaskan pada pasien
dan keluarga
tentang penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : Respiratory status :  Posisikan pasien
- Hiperventilasi Ventilation untuk
- Penurunan energi/kelelahan Respiratory status : memaksimalkan
- Perusakan/pelemahan Airway patency ventilasi
muskulo-skeletal Vital sign Status  Pasang mayo
- Kelelahan otot pernafasan bila perlu
- Hipoventilasi sindrom Setelah dilakukan  Lakukan fisioterapi
- Nyeri tindakan keperawatan dada jika perlu
- Kecemasan selama...............pasien  Keluarkan sekret
- Disfungsi Neuromuskuler menunjukkan keefektifan dengan batuk
- Obesitas pola nafas, dibuktikan atau suction
- Injuri tulang belakang dengan kriteria hasil:  Auskultasi suara

63
DS: Mendemonstrasikan nafas, catat adanya
- Dyspnea batuk efektif dan suara suara tambahan
- Nafas pendek nafas yang bersih, tidak  Berikan
ada sianosis dan dyspneu bronkodilator
DO: (mampu mengeluarkan  Berikan pelembab
- Penurunan tekanan sputum, mampu bernafas udara Kassa basah
inspirasi/ekspirasi dengan mudah, tidak ada NaCl Lembab
Penurunan pertukaran pursed lips)  Atur intake
udara per menit Menunjukkan jalan untuk cairan
- Menggunakan otot nafas yang paten (klien mengoptimalkan
pernafasan tambahan tidak merasa tercekik, keseimbangan.
- Orthopnea irama nafas, frekuensi  Monitor
- Pernafasan pursed-lip pernafasan dalam respirasi dan
- Tahap ekspirasi rentang normal, tidak status O2
berlangsung sangat lama ada suara nafas  Bersihkan mulut,
- Penurunan kapasitas vital abnormal) hidung dan secret
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt Tanda Tanda vital Trakea
dalam rentang normal  Pertahankan jalan
(tekanan darah, nadi, nafas yang paten
pernafasan)  Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
 Informasikan pada
pasien dan
keluarga tentang
tehnik

64
relaksasi untuk
memperbaiki pola
nafas.
 Ajarkan bagaimana
batuk efektif
 Monitor pola nafas

Gangguan Pertukaran NOC: NIC :


gas  Posisikan pasien
Berhubungan dengan : Gas exchange untuk
 ketidakseimbangan memaksimalkan
perfusi ventilasi Basa, Elektrolit ventilasi
 perubahan membran  Pasang mayo
kapiler-alveolar ventilation bila perlu
 Lakukan fisioterapi
DS: dada jika perlu
 sakit kepala Setelah dilakukan  Keluarkan sekret
ketika bangun tindakan keperawatan dengan batuk atau
 Dyspnoe selama …. Gangguan suction
 Gangguan penglihatan pertukaran pasien  Auskultasi suara
teratasi dengan nafas, catat
DO: kriteria hasil: adanya suara
 Penurunan CO2 tambahan
 Takikardi peningkatan ventilasi  Berikan
 Hiperkapnia dan oksigenasi yang bronkodilator
 Keletihan adekuat  Barikan pelembab
 Iritabilitas udara
 Atur intake untuk

65
 Hypoxia kebersihan paru paru cairan
 kebingungan dan bebas dari tanda mengoptimalkan
 sianosis tanda distress keseimbangan.
 warna kulit pernafasan  Monitor
abnormal (pucat, respirasi dan
kehitaman) batuk efektif dan suara status O2
 Hipoksemia nafas yang bersih, tidak  Catat pergerakan
 hiperkarbia ada sianosis dan dada,amati
 AGD abnormal dyspneu (mampu kesimetrisan,
 pH arteri abnormal mengeluarkan sputum, penggunaan otot
 frekuensi dan mampu bernafas dengan tambahan, retraksi
kedalaman mudah, tidak ada pursed otot supraclavicular
nafas lips) dan intercostals
abnormal  Monitor suara
dalam rentang normal nafas, seperti
dengkur
normal  Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
dalam batas normal kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Monitor TTV,
AGD, elektrolit dan
ststus mental
 Observasi sianosis

66
khususnya
membrane mukosa
 Jelaskan pada pasien
dan keluarga
tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi
jantung, jumlah,
irama dan denyut
jantung

Ketidakseimbangan nutrisi NOC:  Kaji adanya


kurang dari kebutuhan a. Nutritional status: alergi makanan
tubuh Adequacy of nutrient  Kolaborasi dengan
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : ahli gizi untuk
Ketidakmampuan untuk food and Fluid menentukan jumlah
memasukkan atau mencerna Intake kalori dan nutrisi
nutrisi oleh karena faktor c. Weight Control yang dibutuhkan
biologis, psikologis atau pasien
ekonomi. Setelah dilakukan  Yakinkan diet yang
tindakan keperawatan dimakan
DS: selama….nutrisi kurang mengandung tinggi
- Nyeri abdomen teratasi dengan indikator: serat untuk
- Muntah mencegah konstipasi
- Kejang perut albumin serum  Ajarkan pasien

67
- Rasa penuh tiba-tiba bagaimana membuat
setelah makan catatan makanan
capacity harian.
DO:  Monitor adanya
- Diare penurunan BB
- Rontok rambut dan gula darah
yang berlebih  Monitor lingkungan
- Kurang nafsu makan selama makan
- Bising usus berlebih  Jadwalkan
- Konjungtiva pucat pengobatan dan
- Denyut nadi lemah tindakan tidak
selama jam
makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor
kekeringan, rambut
kusam, total
protein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual
dan muntah
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake
nuntrisi
 Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat

68
nutrisi
 Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/ TPN
sehingga intake
cairan yang adekuat
dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama makan
 Kelola
pemberan anti
emetic
 Anjurkan banyak
minum
 Pertahankan terapi
IV line
 Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oval

69
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC,
Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis,


Philadelphia

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara,


Jakarta.

70
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth
edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan
I.Universitas Surabaya

71
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN INFARK MIOKARDIUM

Disusun Oleh :
MISBA
NPM : 20140011007

Dosen Pembimbing:
Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep, M.Kes, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2022

72
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN INFARK MIOKARDIUM

1. DEFINISI
Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan
oleh kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2008). Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang
berlangsung lebih dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular
yang irreversible dan kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium
(Price &Wilson, 2006).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang
cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran
darah dan kebutuhan darah miokard (Morton, 2012).
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial
bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang

tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau


fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara, 2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut
Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan
atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau
terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba
kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

2. ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor Penyebab:
1. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
73
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2. Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.

b. Faktor predisposisi :

1. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :


a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

2. Faktor resiko yang dapat diubah :


a. Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, aklori.
b. Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait
fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-
ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa
jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan
74
bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk
seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah
suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan
oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya.
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke
jantung. Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari
sirkulasi vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke
jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup
trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup
pulmonal.Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami

oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah


merah ini kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis.
Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan
selanjutnya dipompakan ke aorta.
Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri,
dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi
maksimal, ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri
akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat
ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan darah
diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan
kedua ventrikel.

75
4. PATOFISIOLOGI

Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi


hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat

penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan


volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik
dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri
di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan
interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya.
Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya
dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah
jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga
mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard
yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan
minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi
sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik
yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut
menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi
ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA
makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini
disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan.
Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk
jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi.

76
Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia
berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti
ruptur septum ventrikel, regurgitasimitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.

Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada


menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan
terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap
terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan
tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat,
sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi
kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark (Price & Wilson,
2006).

5. TANDA DAN GEJALA


Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-
remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat.Nyeri dapat menjalar
ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan
epigastrium.Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak
responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien
diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat
disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar
atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan.Walaupun IMA dapat
merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila
anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-
keluhan angina.perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat
normal.Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama
gallop.Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru
paru.Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus
yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang
77
tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.

78
79
6. KOMPLIKASI
a. Aritmia
b. Bradikardia sinus
c. Irama noda
d. Gangguan hantaran atrioventrikular
e. Gangguan hantaran intraventrikel
f. Asistolik
g. Takikardia sinus
h. Kontraksi atrium premature
i. Takikardia supraventrikel
j. Flutter atrium
k. Fibrilasi atrium
l. Takikardia atrium multifocal
m. Kontraksi prematur ventrikel
n. Takikardia ventrikel
o. Takikardia idioventrikel
p. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
q. Renjatan kardiogenik
r. Tromboembolisme
s. Perikarditis
t. Aneurisme ventrikel
u. Regurgitasi mitral akut
v. Ruptur jantung dan septum

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG : Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi,
Q. patologis
b. enzim Jantung : CPKMB, LDH, AST.
c. Elektrolit :Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, missal hipokalemi, hyperkalemia.
d. Sel darah putih : Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari

80
ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi

e. Kecepatan sedimentasi :Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI


, menunjukkan inflamasi.
f. Kimia : Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi
organ akut atau kronis
g. GDA :Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut
atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum :Meningkat, menunjukkan
arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i. Foto dada :Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung
diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
j. Ekokardiogram :Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan
katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Rawat ICCU, puasa 8 jam
b. Tirah baring, posisi semi fowler.
c. Monitor EKG
d. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
e. Oksigen 2 – 4 lt/menit
f. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
g. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
h. Bowel care : laksadin
i. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
j. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
k. Psikoterapi untuk mengurangi cemas

81
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN INFARK MIOKARD

1. PENGKAJIAN
a) Aktivitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap, jadwal olahragatak teratur.
Tanda : Takikardia, dispnea pada aktivitas/istirahat
b) Sirkulasi
Gejala : riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner.
GJK, masalah TD, diabetes melitus.
c) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting/adanya kondisi, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan, kwatir
tentang keluarga, kerja, keuangan.
Tanda : menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang.
d) Eliminasi
Tanda : normal atau bunyi usus menurun
e) Makanan/Cairan
Gejala : mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati.
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
f) Higiene
Gejala/tanda : kesulitan melakukan tugaskeperawatan.
g) Neurosensori
Gejala : pusing

82
Tanda : perubahan mantal, kelemahan

h) Nyeri ketidaknyaman
Gejala : nyeri dada yang timbul mendadak
Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, menggeliak, menarik diri, kehilangan kontak
mata.
i) Pernafasan
Gejala : Dispnea, batuk
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak,
pucat, syanosis
j) Interaksi social
Gejala : steress, kesulitan koping dengan stresser yang ada
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi,
menarik diri.
k) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga penyakit jantung/IM

2. DIAGNOSA
a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard
dengan kebutuhan tubuh.
c. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan
vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti
aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.

83
d. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran
darah koroner.
e. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;
peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
f. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-
status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
g. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungs
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang
akandatang.

3. RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN
INTERVENSI
NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL
(NIC)
(NOC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC
b/d agen keperawatan selama Pain Management
injuri 3x  Lakukan pengkajian nyeri secara
fisik 24 janm nyeriklien komprehensif ( lokasi,
berkurang, dengan karakteristik, durasi,
kriteria : frekuensi,kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol nyeri pesipitasi)
(tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi non verbal dari
mampu menggunakan ketidaknyamanan
teknik nonfarmakologi  Ginakan teknik komunikasi
untuk mengurangi nyeri) teraipetik untuk mengetahui
2. Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri klien
berkurang dengan
84
menggunakan managemen  Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri lalu
3. Mampu mengenali nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat
(skala, intensitas, mempengaruhi nyeri seperti suhu
frekuensi, dan tanda nyeri ruangan, pencahayaan, kebisingan
4. Menyatakan rasa nyaman  Ajarkan tentang teknik pernafasan
setelah nyeri berkurang / relaksasi
5. Tanda vital dalam rentang  Berikan analgetik untuk
normal menguranggi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Anjurkan klien untuk beristirahat
 Kolaborasi dengan dokter jika
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Analgetic Administration
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alegi
 Monitor vital sign sebelumdan
sesudah pemberian analgetik
pertama kali
 Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala (efak samping)

2 Penurunan Setelah dilakukan asuhan NIC


cardiac keperawatan selama Cardiac Care

85
output 3x 24 jam klien tidak  Evaluasi adanya nyeri dada
b/d mengalami penurunan (intensitas, lokasi, durasi)
ganggua cardiac output, dengan  Catat adanya disritmia jantung
n stroke kriteria :  Catat adanya tanda dan gejala
volume  Tanda vital dalam rentang penurunan cardiac output
(preload, normal (TD, Nadi, RR)  Monitor status kardiovaskuler
afterload,  Dapat mentoleransi  Monitor status pernafasan yang
kontrakti aktivitas, tidak ada menandakan gagal jantung
litas) kelelahan  Monitor abdomen sebagai
 Tidak ada edema paru, indikator penurunan perfusi
perifer, dan tidak ada  Monitor balance cairan
asites  Monitor adanya perubahan
 Tidak ada penurunan tekanan darah
kesadaran  Monitor respon klien terhadap
efek pengobatan anti aritmia
 Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Monitor adanya dispneu,
fatigue, takipneu, dan ortopneu
 Anjurkan pasien untuk
menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk dan berdiri

86
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, Nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monotor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernafasan abnormal
 Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dan perubahan
vital sign
3 Intoleransi Setelah dilakukan asuhan NIC
aktivitas keperawatan selama Energy Management
b/d 3x  Observasi adanya pembatasan klien
fatigue 24 jam klien tidak dalam melakukan aktivitas
mengalami intoleransi  Dorong pasiem untuk
aktivitas, dengan mengungkapkan perasaan terhadap
kriteria : keterbatasan
 Berpartisipasi dalam

87
aktivitas fisik tanpa  Kaji adanya factor yang
disertai peningkatan menyebabkan kelelahan
tekanan darah, Nadi, dan  Monitor nutrisi dan sumber energi
RR yang adekuat
 Mampu melakukan  Monitor pasien akan adanya
aktivitas sehari – hari kelelahan fisik dan emosi secara
secara mandiri berlebihan
 Monitor respon kardiovaskuler
terhadap aktivitas
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur
/ istirahat pasien

Activity Therapy
 Kolaborasi dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi
yang tepat.
 Bantu pasienuntuk
mengidentivikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan

88
 Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
 Bantu untuk mengidentivikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu pasien/ keluarga untuk
mengidentivikasi kekurangan
dalam beraktivitas
4 Cemas b.d Setelah dilakukan  Gunakan ketenangan dalam
nyeri tindakan keperawatan pendekatan
yang selama…X 24 jam,  Kaji perilaku klien yang tidak
dian- klien mampu mengon- diduga
tisipasi trol cemas dengan  Identifikasi persepsi klien
dengan kriteria : terhadap ancaman / situasi
kematian  Anjurkan klien melakukan tehnik
. Activity Tolerance relaksasi
(0005)  Orientasikan klien / keluarga
Batasan  Monitor intensitas ce-mas terhadap prosedur rutin dan
karakter  Menyisihkan pendahu- aktivitas yang diharapkan
istik : luan cemas  Laporkan adanya kegelisahan,
-  Mengurangi rangsangan me-nolak, menyangkal program
Mengkha lingkungan ketika cemas medis
watirkan  Mencari informasi yang  Dengarkan klien dengan penuh
dampak dapat mengurangi kece- perhatian
kematian masan  Kuatkan tingkah laku yang tepat
ter-hadap  Membuat strategi ko-ping  Ciptakan suasana yang
orang untuk mengatasi memudahkan kepercayaan
terdekat. ketegangan  Dorong / anjurkan klien meng-

89
Takut  Menggunakan strategi ungkapkan dengan kata-kata
kehilang koping yang efektif mengenai perasaan, menanggapi
an ke-  Mmenggunakan tehnik sesuatu, kekha-watiran
mampua relaksasi untuk mengu-  Identifikasi ketika tingkat cemas
n fisik rangi cemas berubah
dan atau  Melaporkan lamanya ti-ap  Berikan pengalihan perhatian
mental episode untuk menurunkan ketegangan
bila me-  Menunjukkan pemeliha-  Bantu klien memgidentifikasi
ninggal raan peran situasi yang mempercepat cemas
- Nyeri  Memelihara hubungan  Awasi rangsangan dengan tepat
yang social yang diperlukan klien
diantisip  Memelihara konsentrasi  Berikan bantuan yang tepat pada
asi yang  Melaporkan ketidak- mekanisme pertahanan
berhubun adanya tanggapan pan-  Bantu klien mengungkapkan
gan de- caindera kejadian yang meningkat
ngan  Tidur yang cukup  Tentukan klien membuat
kematian  Tidak adanya manifes-tasi keputusan
- perilaku karena cemas  Kelola obat yang dapat
Kekhawa  Kontrol / pengawasan mengurangi cemas dengan tepat
tiran respon cemas
beban
kerja
pemberi
perawat-
an
karena
sakit
termi-nal

90
dan
ketidakm
am-puan
diri

5 Kelebihan Setelah dilakukan Fluid Manajemen (4120)


volume tindakan keperawatan  Monitor status hidrasi 9kelembaban
cairan selama ... X 24 jam membran mukosa, nadi adekuat)
b.d. klien mengalami kese-  Monitor tnada vital
ganggua imbangan cairan dan  Monitor adanya indikasi overload /
n elek-trolit, dengan retraksi
mekanis kriteria :  Kaji daerah edema jika ada
me  Bebas dari edema ana-
regulasi sarka, efusi Fluid Monitoring (4130)
 Suara paru bersih  Monitor intake/output cairan
 Tanda vital dalam batas  Monitor serum albumin dan protein
normal total
 Monitor RR, HR
 Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
 Monitor warna, kualitas dan BJ urine
6 Pola nafas Setelah dilakukan askep NIC
tidak selama 3x24 jam pola Airway Management :
efektif nafas klien menjadi  Buka jalan nafas, gunakan teknik chin
b/d efektif, dengan lift atau jaw thrust bila perlu
hipervent kriteria :  Posisikan pasien untuk
ilasi,  mendemonstrasikan batuk memaksimalkan ventilasi
kecemas efektif dan suara nafas  Identifikasi pasien perlunya

91
an yang bersih, tidak ada pemasangan alat jalan nafas buatan
sianosis dan dyspneu  Pasang mayo bila perlu
(mampu mengeluarkan  Lakukan fisioterapi dada
sputum, mampu bernafas  Keluarkan secret dengan batuk
dengan mudah, tidak ada atau suction
pursed lips)  Auskultasi suara nafas, catat adanya
 Menunjukkan jalan nafas suara tambahan
yang paten (klien tidak  Lakukan suction pada mayo
merasa tercekik, irama  Berikan bronkodilator bila perlu
nafas, frekuensi  Berikan pelembab udara
pernafasan dalam rentang  Atur intake untuk cairan
normal, tidak ada suara mengoptimalkan keseimbangan
nafas abnormal)  Monitor espirasi dan status O2
 Tanda –tanda vital dalam
rentang normal Respiratory Monitoring
 Monitor rata-rata kedalaman, irama
dan usaha espirasi
 Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipnea,
takipnea, kusmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diafragma
(gerakan paradoksis)

92
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
atau suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan nafas utama
 Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasil
7 Kurang Setelah dilakukan asuhan NIC
pengetah keperawatan selama 3 Teaching : disease Process
uan x 24 jam pengetahuan  Berikan penilaian tentang tingkat
tentang klien bertambah pengetahuan pasien tentang proses
penyakit tentang penyakit, penyakit yang spesifik
b/d dengan kriteria :  Jelaskan patofisiologi dari penyakit,
kurangny  Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
a menyatakan  Gambarkan tanda dan gejala yang
informas pemahamannya tentang biasa muncul pada penyakit
i penyakit, kondisi,  Gambarkan proses penyakit
prognosis dan program  Identivikasi kemungkinan penyebab
pengobatan  Sediakan informasi pada pasien
 Pasien dan keluarga tentang kondisi, dengan cara yang
mampu melaksanakan tepat
prosedur yang dijelaskan  Hindari harapan kosong
secara benar  Sediakan bagi keluarga informasi
 Pasien dan keluarga tentang kemajuan pasien
menjelaskan kembali apa  Diskusikan perubahan gaya hidup
yang dijelaskan perawat yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi dimasa yang

93
akan datang atau pengontrolan
penyakit
 Diskusikan pilihan terapi dan
penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
 Instruksikan pasien mengenali tanda
dan gejala untuk melap[orkan pada
pemberiperawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

94
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo. 1995. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. EGC : Jakarta

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Joanne C. McCloskey. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby-Year


Book

Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes. Upper Saddle River: New Jersey

———–. Acute Miocard Infark. down load from http://www.healthatoz.com/ 12


September 2007

Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach.Edisi VII. Volume


II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997

Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998

Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach.


Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku
asli diterbitkan tahun 1989)

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta: EGC;


2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

95
96
6. TANDA DAN GEJALA
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya
pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan
darah.
b. Nadi cepat dan halus.
c. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena
adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah.
d. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
e. CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai
tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa
gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah
60 ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).

97
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

1. DEFINISI
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam
(Haddad, 2012).
Menurut Brain Injury Association Of America (2009), trauma kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau
degenerative, tetapi disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat
mengakibatkan kerusakan kemampuan kognitif maupun fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena
robekanya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).

2. ETIOLOGI
Trauma kepala dapat disebabkan oleh beberapa
peristiwa, diantaranya:
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Benturan pada kepala.
c. Jatuh dari ketinggian dengan dua kaki.
d. Menyelam di tempat yang dalam.
e. Olahraga yang keras.
f. Anak dengan ketergantungan.

Cedera pada trauma capitis dapat terjadi akibat tenaga dari luar (Arif
Musttaqin, 2008) berupa:
98
a. Benturan/jatuh karena kecelakaan
b. Kompresi/penetrasi baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru dan
ledakan panas. Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak,
cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Anatomi
Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang, masing-masing tulang
kecuali mandibula disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis
tipis jaringan fibrosa yang mengunci piringan tulang yang bergerigi.
Sutura mengalami osifikasi setelah umur 35 tahun. Pada atap tengkorak,
permukaan luar dan dalam dibentuk oleh tulang padat dengan lapisan
spongiosa yang disebut diploie terletak diantaranya.
Terdapat variasi yang cukup besar pada ketebalan tulang tengkorak
antar individu. Tengkorak paling tebal dilindungi oleh otot.
(Westmoreland, 1994).
Jenis-jenis Tulang tengkorak:
 Os Frontale
 Os Parietal dextra dan sinistra
 Os Occipital
 Os Temporal dextra dan sinistra
 Os Ethmoidale
 Os spenoidale
 Maxila

99
 Mandibula
 Os Zigomatikum dextra dan sinistra
 Os Platinum dextra dan sinistra
 Os Nasal dextra dan sinistra
 Os Lacrimale dextra dan sinistra
 Vomer
 Concha dextra dan sinistra

b. Fisiologi
Fungsi tengkorak (Westmoreland, 1994) adalah:
 Melindungi otak , indra penglihatan dan indra pendengaran
 Sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada kepala
 Sebagai tempat penyangga gigi

4. PATOFISIOLOGI
Fase pertama kerusakan serebral paska terjadinya trauma kepala
ditandai oleh kerusakan jaringan secara langsung dan juga gangguan regulasi
peredaran darah serta metabolisme otak. Pola ischaemia-like ini menyebabkan
asumsi asam laktat sebagai akibat dari terjadinya glikolisis anaerob.
Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah diikuti
dengan pembentukan edema. Akibat berlangsungnya metabolism anaerob, sel-
sel otak kekurangan cadangan energy yang turut menyebabkan kegagalan
pompa ion di membrane sel yang bersifat energy-dependent (Werner dan
Engelhard, 2007).
Fase kedua dapat dijumpai depolarisasi membrane terminal yang
diikuti dengan pelepasan neurotransmitter eksitatori (glutamate dan asparat)
yang berlebihan (Werner dan Engelhard, 2007).

10
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur
dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter
subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak (Tarwoto, 2007)

5. TANDA DAN GEJALA


Tanda gejala pada TKB adalah:
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar
dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang
temporal

10
6. PATOFLOW

10
7. KOMPLIKASI
Komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi :
a. Perdarahan intra cranial
b. Kejang
c. Parese saraf cranial
d. Meningitis atau abses otak
e. Infeksi
f. Edema cerebri
g. Kebocoran cairan serobospinal

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto polos kepala Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih
dari 5 cm, luka tembus (peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan
palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan
kesadaran.
b. CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
1) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat-obatan analgesia.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat
pada lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial
telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena
syok, febris, dll).
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.

10
5) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari
GCS (Sthavira, 2012).
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental
yang digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive
daripada CT-Scan, terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non
hemoragig cedera aksonal.
d. X-Ray
X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang (Rasad,
2011).
e. BGA ( Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan
tekanan intra kranial (TIK).
f. Kadar elektrolit
g. Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan
intra kranial (Musliha, 2010).

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat didasarkan atas
patokan pemantauan dan penanganan terhadap ―6 B‖(Arif Muttaqin
2008), yakni:
a. Breathing
Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan
penderita. Adanya obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan
dengan tindakan-tindakan : suction, inkubasi, trakheostomi.

10
Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila perlu, merupakan
tindakan yang berperan penting sehubungan dengan edema cerebri.
b. Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan
laboratorium darah (Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi yang menurun mencirikan adanya suatu peninggian
tekanan intracranial, sebaliknya tekanan darah yang menurun dan
makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan dan memerlukan tindakan
transfusi.
c. Brain
Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata,
motorik dan verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan
implikasi perbaikan/perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebih
mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk dan reaksi
terhadap cahaya) serta gerakan-gerakan bola mata.
d. Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter)
mengingat bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu
rangsangan untuk mengedan sehingga tekanan intracranial
cenderung lebih meningkat.
e. Bowel
Produksi urine perlu dipantau selama pasien dirawat. Bila produksi
urine tertampung di vesika urinaria maka dapat meningkatkan
tekanan intra cranial (TIK).
f. Bone
Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder
infeksi

10
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

1. PENGKAJIAN
a. Indentitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih
besar daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2
bulan, usia 15 hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, dan diagnosa medis.

b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka
dikepala
 Riwayat Kesehatan SekarangBiasanya pasien datang dengan keadaan
penurunan kesadaran, konvulsi, adanya akumulasi sekret pada saluran
pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya

10
c. Pemeriksaan Primer
1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:
 Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat
dagu (pada pasien tidak sadar).
 Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau
nasofaringeal (pada pasien tidak sadar).
 Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah
karena hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
 Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi
intratrakeal).
 Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2. Breathing/pernapasan:
 Kaji pemberian O2.
 Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara
(simetris)/pergerakan dinding dada (simetris)/posisi trakea.
 Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.

3. Circulation/sirkulasi:
 Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi
apeks/JVP/bunyi jantung/bukti hilangnya darah.
 Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.
 Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi,
takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik,
penurunan produksi urin.

d. Pemeriksaan Sekunder
1. Penampilan atau keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.

10
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS< 15.
3. Tanda-Tanda Vital
 Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan
(Normalnya 36,5-37,5°C)
 Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan
tekanan darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70- 120/80
mmHg)
 Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan
kesakitan dan TIK meningkat (Normalnya 60-100 x/menit
 RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya
16- 22)
4. Pemeriksaan Nervus Cranial
 Nervus I : Penurunan daya penciuman.
 Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan karena edema pupil.
 Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
 Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi
daerah dahi.
 Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya
rasa pada 2/3 anterior lidah.
 Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan
keseimbangan tubuh.
 Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
 Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi,
disfagia dan disartia.

10
e. Pemeriksaan Head to Toe
1. Pemeriksaan Kepala
 Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium,
ada deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran kepala) Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)
 Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada
skuama, ada kemerahan)
 Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri,
keadaan simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan
sinus)
 Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada
ketombe, ada uban) Palpasi (rambut mudah rontok)
 Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih,
pupil anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi
terhadap rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak
sekret) Palpasi (bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)
 Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan
serebrospinal keluar dari hidung), ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada deviasi septum) Palpasi sinus (ada nyeri tekan)
 Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik,
ada otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign
(warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid),
dan memotipanum (perdarahan di daerah membrane timpani
telinga)) Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)
 Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis,
membran mukosa kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah
bersih, gigi tidak bersih, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, tidak

10
goyang, faring tidak ada pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula
simetris, mual-muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada
massa)
 Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada
pembesaran jvp, tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas,
trakea normal, tidak ditemukan kaku kuduk)

2. Pemeriksaan Dada dan Thorak


a) Paru-paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk,
nafas dada cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas
<16 x/meni
 Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : Sonor pada kedua paru
 Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
b) Jantung
 Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampa
 Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri
tekan, denyut nadi Bradikardia
 Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics
4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5
axilla anterior kanan
 Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur,
Irama nafas tidak teratur, tekanan darah menurun

3. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
 Auskultasi : Bising usus normal

11
 Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar
tidak teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada
ascites, tidak ada nyeri pada Titik Mc. Burney.
 Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup

4. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
5. Pemeriksaan Ekstremita
 Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan
otot, adanya sianosi
 Palpasi : Turgor buruk, kulit kering

f. Pemeriksaan Penunjang
 CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
 MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
 Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien
memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal,
kejang).
 Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti
: perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
 Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
 X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.

11
 BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.
 PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
 CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid.
 ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intracranial.
 Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial.
 Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis., trauma
kepala).
b. Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.
c. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung.
d. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
e. Gangguan eliminasi urine b.d penyebab multipel.
f. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen

3. INTERVENSI

Rencana keperawatan
Diagnose
NO Tujuan dan kriteria
keperawatan Intervensi
hasil
1 Ketidakefektifan NOC NIC
pola napas b.d Tujuan: Manajemen jalan

11
gangguan Setelah dilakukan napas
neurologis tindakan 1) Observasi TTV
(mis., trauma keperawatan 2) Monitar aliran oksigen
kepala) selama 2x24 3) Buka jalan napas
diharapkan pola dengan tekhnik chin lift
napas kembali atau jaw thrust
efektif 4) Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
Dengan KH: ventilasi
1) Kedalaman inspirasi 5) Masukkan alat
dalam kisaran normal nasoparyngeal airway
(RR : 16-24 x/menit) atau oropharyngeal
2) Kepatenan jalan napas airway
dalam kisaran normal, 6) Informasikan pada
klien tidak merasa pasien dan keluarga
tercekik, tidak ada tentang teknik relaksasi
suara nafas abnormal untuk memperbaiki pola
3) Frekuensi dan irama nafas
pernapasan dalam 7) Kolaborasi dengan
keadaan normal dokter dalam
pemberian terapi obat
dan pemberian oksigen
2 Kekurangan Tujuan: Manajemen cairan
volume cairan Setelah dilakukan 1) Obsersavi TTV
b.d gangguan tindakan 2) Monitor status hidrasi
mekanisme keperawatan (mis., membrane
regulasi selama 1x24 jam mukosa lembab denyut
diharapkan nadi adekuat, dan

11
kekurangan tekanan darah
volume cairan ortostatik)
teratasi 3) Berikan cairan IV
4) Pertahankan catatan
Dengan KH: intake dan output yang
1) Mempertahankan akurat
urine output sesuai 5) Dorong pasien dan
dengan usia dan BB keluarga untuk
2) Tidak ada tanda-tanda menambah intake oral
dehidrasi, elastisitas misalnya minum
turgor kulit baik, 6) Kolaborasi pemberian
membran mukosa cairan IV
lembab, tidak rasa
haus yang berlebihan
3) TTV dalam batas
normal
3 Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung
jantung b.d tindakan 1) Monitor EKG, adakah
perubahan keperawatan perubahan segmen ST
frekuensi selama 2) Monitor TTV
jantung …. 3) Atur periode latihan
diharapkan dan istirahat untuk
penurunan curah menghindari
jantung teratasi kelelahan
4) Evaluasi adanya
Dengan KH: nyeri dada
1) Tekanan darah sistol 5) Anjurkan untuk
dan diastol dalam menurunkan stress
kisaran normal

11
(110/70-120/80 6) Kolaborasi untuk
mmHg) menyediakan terapi
2) Denyut nadi perifer antiaritmia sesuai
dalam kisaran normal kebijakan unit (mis.,
(60-100 x/menit) obat antiaritmia,
3) Denyut jantung apikal kardioversi, atau
dalam kisaran normal defibrilasi)
(16-24 x/menit)
4) Tidak ada penurunan
kesadaran
4 Gangguan rasa Setelah dilakukan Manajemen nyeri
nyaman nyeri tindakan 1) Lakukan pengkajian
b.d gejala keperawatan nyeri secara
terkait selama komprehensif
penyakit …. 2) Tingkatkan istirahat
Diharapkan rasa 3) Kontrol lingkungan
nyaman kembali yang dapat
mempengaruhi nyeri
Dengan KH: seperti suhu ruangan,
1) Mengontrol nyeri pencahayaan, dan
(mengetahui kebisingan
penyebab nyeri, 4) Ajarkan tentang teknik
mengetahui cara non farmakologi
mengurangi nyeri) 5) Kolaborasi dengan
2) Rasa nyaman tidak dokter pemberian
terganggu analgetik
3) Mengontrol gejala
nyeri
5 Gangguan Setelah dilakukan Irigasi kandung kemih

11
eliminasi urine tindakan 1) Lakukan penilaian
b.d penyebab keperawatan kemih yang
multipel selama komprehensif
…. 2) Siapkan peralatan
diharapkan irigasi yang steril, dan
gangguan pertahankan tekhnik
eliminasi urine steril setiap kali
teratasi tindakan
3) Bersihkan sambungan
Dengan KH:
kateter atau ujung Y
1) Jumlah urin tidak
dengan kapas alcohol
terganggu
4) Catat jumlah cairan
2) Warna urin tidak
yang digunakan,
terganggu
karakteristik cairan,
3) Tidak ada darah
jumlah cairan yang
dalam urin
keluar
4) Intake cairan
5) Ajarkan pasien atau
dalam rentang
keluarga untuk
normal
mencatat urin
6) Kolaborasi dengan
dokter dengan
penberian obat

6 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas


aktivitas b.d tindakan 1) Monitor respon fisik,
ketidakseimba keperawatan emosi, social dan
ngan antara selama spiritual
suplai dan …. 2) Bantu klien untuk
kebutuhan diharapkan mengidentifikasi
intoleransi

11
oksigen aktivitas teratasi aktivitas yang mampu
dilakukan
Dengan KH: 3) Bantu pasien dan
1) Berpartisipasi dalam keluarga untuk
aktivitas fisik tanpa mengidentifikasi
disertai peningkatan kekurangan dalam
ttv beraktivitas
2) Hemoglobin, 4) Kolaborasi dengan
hematocrit, glukosa Tenaga Rehabilitasi
darah, serum Medik dalam
elektrolit darah tidak merencanakan program
terganggu terapi yang tepat
3) Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
secara mendiri

DAFTAR PUSTAKA

Aghakhani, N., Azami, M., Jasemi, M. et al.(2013). Epidemiology of Traumatic


Brain Injur in Urmia, Iran. Iranian Red Crescent Medical Journal,
vol.15(no.2), pp.173-4.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

11
Brain Injury Association of America. (2009). Types of Brain Injury.
http://www.biausa.org/pages/type of brain injury. html. [Accessed 20 Juni
2018].
Dharma, K.K. 2011. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta: Panduan
MelaksanakanMenerapkan Hasil Penelitian.
Deswani. 2009. Asuhan Keperawatan dan Berdikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika.
Haddad, S.H., & Arabi, Y.M. 2010. Critical care manajementof severe traumatic
brain injury in adults. Scan J Trauma ResuscEmerg Med 20 (12) :1-15.
Irawan H, Setiawan F, Dewi, DewantoG . (2010). Perbandingan Glasgow Coma
Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien
Trauma Kepala di Rumah Sakit Atma Jaya. Majalah Kedokteran
Indonesia.http://indonesia.digitaljournals.org/diakses 20 Juni 2018
Moleong, lexy j. 2010. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosda
karya
Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
NANDA. 2015. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia:
NANDA International.

11
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN
DENGAN TRAUMA ABDOMEN

Disusun Oleh :
MISBA
NPM : 21149011330

Dosen Pembimbing:
Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep, M.Kes, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2022

11
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

1. DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2002).
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga
(lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal)
dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah
Indonesia, 13 Juli 2000).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ
(Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua
jenis.
a. Trauma penetrasi
1) Trauma Tembak

12
2) Trauma Tumpul
b. Trauma non-penetrasi
1) Kompresi
2) Hancur akibat kecelakaan
3) Sabuk pengaman
4) Cedera akselerasi

2. ETIOLOGI
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan
terjatuh dari ketinggian.Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen
adalah, sebagai berikut :
a. Penyebab trauma penetrasi
1) Luka akibat terkena tembakan
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan
b. Penyebab trauma non-penetrasi
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
2) Hancur (tertabrak mobil)
3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan
meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga
sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab
kecil.

12
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu
masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot
abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang,
tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum. Isi Abdomen.
Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus
besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi
lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah
hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung
pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior
abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis,
vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika
terletak didalam abdomen. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf,
peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.

4. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor
– faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal
ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk
aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan

12
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat
oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk
pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan
terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler

Pohon masalah:

Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

12
Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang


dari dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

(Sumber : Mansjoer,2001)

5. TANDA DAN GEJALA


Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis
menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen,
distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan
suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
b. Terjadi perdarahan intra abdominal.
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan
peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).

12
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam
setelah trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio
pada dinding abdomen

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:


a. Terdapat luka robekan pada abdomen.
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari
dalam andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan
dan nyeri lepas.
b. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
c. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini
ada saat pasien dalam posisi rekumben.
d. Mual dan muntah
e. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.

12
6. PATOFLOW

12
7. KOMPLIKASI
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
a. Lambat : infeksi
b. Trombosis Vena
c. Emboli Pulmonar
d. Stress Ulserasi dan perdarahan
e. Pneumonia
f. Tekanan ulserasi
g. Atelektasis
h. Sepsis

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah – Hb, Ht dan leukosit; pada perdarahan Hb dan Ht akan terus
menurun, sedang jumlah leukosit akan terus meningkat; oleh karena itu
pada kasus meragukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkala.
b. Urin- penting untuk mengetahui adanya lesi saluran kemih
c. Radiologik – tak perlu dilakukan bila indikasi laparotomisudah
jelas.Biasanya dilakukan foto polos abdomen dalam posisi tegak dan
miring kekiri untuk melihat :
 Keadaan tulang belakang dan panggul
 Adanya benda asing (pada luka tembak)
 Bayangan otot psoas
 Udara bebas (intra – ekstraperitoneal)
d. Paresentesis abdomen – dilakukan pada trauma tumpul abdomen yang
diragukan menimbulkan kelainan dalam rongga abdomen.
e. Lavase peritoneal – dilakukan melalui kanula yang dimasukan lewat insisi
kecil di garis tengah dibawah pusat : bila pada aspirasi tidak keluar apa-

12
apa. Dimasukan kira-kira 1000 ml larutan NaC10,9 % luarkan lagi. Hasil
positif bila ditemukan salah hal beriku:
 Cairan yang keluar kemerahan
 Terdapat empedu
 Ditemukan bakteri atau eritrosit > 100.000 / mm
 Ditemukan leukosit > 500 / mm
 Ditemukan amilase > 100 / ml cairan

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
sesuai indikasi.
b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
c. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem
saraf.
d. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
e. Gunting baju dari luka.
f. Hitung jumlah luka
g. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar
h. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera
abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
i. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai
pembedahan dilakukan.
 Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan
luka dada.
 Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat
dan memperbaiki dinamika sirkulasi.

12
 Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi
; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
 Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat
perdarahan.
 Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
j. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin
basah untuk mencegah nkekeringan visera
 Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
 Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya
peristaltik dan muntah.
 Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya
hematuria dan pantau haluaran urine
k. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine,
pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai
hematokrit, dan status neurologic
l. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
m. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium
pada kasus luka tusuk.
 Jahitan dilakukan disekeliling luka.
 Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
 Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan
apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
n. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
o. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri

12
eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan
terapeutik (infeksi nosokomial)
p. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau
hematuria.

13
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan
cedera (trauma)
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.

13
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.
j. Gangguan rentang gerak.

2. DIAGNOSA
a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

3. INTERVENSI

NO DX NOC NIC
KEPERA
WATAN
1 Nyeri akut Tujuan 1) Kaji ulang lokasi, intensitas
berhubung Nyeri berkurang setelah dan tipe nyeri
an dengan dilakukan tindakan 2) Pertahankan imobilisasi
diskontinui perawatan bagian yang sakit dengan
tas Kriteria hasil : tirah baring
jaringan. 1. Klien menyatakan nyeri 3) Berikan lingkungan yang
berkurang tenang dan berikan dorongan
2. Klien nampak rileks, untuk melakukan aktivitas
mampu berpartisipasi hiburan
dalam aktivitas / 4) Ganti posisi dengan bantuan
aktivitas / tidur / istrahat bila ditoleransi

13
dengan tepat. 5) Jelaskan prosedur sebelum
3. Tekanan darah normal memulai
4. Tidak ada peningkatan 6) Lakukan dan awasi latihan
nadi dan RR. rentang gerak pasif / aktif
7) Dorong menggunakan tehnik
manajemen stress, contoh :
relaksasi, latihan nafas
dalam, imajinasi visualisasi.
8) Observasi tanda-tanda vital
9) Kolaborasi : pemberian
analgetik

13
3 Ketidakseimba NOC : - Nutrition Management
ngan Nutritional Status : 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi Nutritional Status : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kurang dari food and Fluid untuk menentukan jumlah
kebutuhan Intake kalori dan nutrisi yang
tubuh b/d Nutritional Status : dibutuhkan pasien.
anoreksia nutrient Intake 3. Anjurkan pasien untuk
Weight control meningkatkan intake Fe
Kriteria Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk
1. Adanya peningkatan meningkatkan protein dan
berat badan sesuai vitamin C
dengan tujuan 5. Berikan substansi gula
2. Beratbadan ideal sesuai 6. Yakinkan diet yang dimakan
dengan tinggi badan mengandung tinggi serat
3. Mampumengidentifikasi untuk mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi 7. Berikan makanan yang
4. Tidak ada tanda tanda terpilih(sudahdikonsultasika
malnutrisi n dng ahli gizi)
5. Menunjukkan 8. Ajarkan pasien bagaimana
peningkatan fungsi membuat catatan makanan
pengecapan dari harian.
menelan 9. Monitor jumlah nutrisi dan
6. Tidak terjadi penurunan kandungan kalori
berat badan yang berarti 10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

13
3 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas
aktivitas tindakan keperawatan 5) Monitor respon fisik, emosi,
berhubung selama …. social dan spiritual
an dengan diharapkan 6) Bantu klien untuk
kelemahan intoleransi aktivitas mengidentifikasi aktivitas
umum. teratasi yang mampu dilakukan
7) Bantu pasien dan keluarga
Dengan KH: untuk mengidentifikasi
4) Berpartisipasi dalam kekurangan dalam
aktivitas fisik tanpa beraktivitas
disertai peningkatan ttv 8) Kolaborasi dengan Tenaga
5) Hemoglobin, Rehabilitasi Medik dalam
hematocrit, glukosa merencanakan program
darah, serum elektrolit terapi yang tepat
darah tidak terganggu
6) Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
secara mendiri

13
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
Edisi 6. Jakarta: EGC

Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media


Aesculapius

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC


Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth
Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :


EGC

Training. 2009. Primarytraumacare.(http ://www.primarytraumacare.org/


ptcman/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 10, 17, 2009, 13.10 1m, diakses: 12
september 2011)

13
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN TRAUMA
MUSKULOSKLETAL FRAKTUR

Disusun Oleh :
MISBA
NPM : 21149011330

Dosen Pembimbing:
Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep, M.Kes, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2022

13
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN TRAUMA MUSKULOSKLETAL
FRAKTUR

1. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000).
Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans
and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000)
Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu
fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa
komplikasi (Handerson, M. A, 1992).
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur: Fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disEbabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena
stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995).

13
Fraktur menurut Rasjad (1998) adalah hilangnya konstinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun
yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 )
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan
dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan
kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi
berdasarkan pengertian diatas fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan.

2. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.

13
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur PatologikDalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga
terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
4) Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kerangka tubuh selain berguna membentuk bentuk bagi tubuh
kerangka tubuh juga melindungi organ-organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada
rongga dada yang dibentuk oleh tulang-tulang iga. Dan tulang kerangka
terbentuk dari sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan osteoklast
serta matriks tulang. Matriks tulang terdapat unsur organik kalsium dan
fosfor. Terdapat 2 jenis tulang yang ada di tubuh kita.

14
a. Tulang Berongga (Pars Spongiosa)
Tulang Berongga adalah tulang yang memiliki ciri-ciri ringan,
berongga dan rapuh dan tulang ini terdapat do bagian tubuh yang
tidak memiliki beban mekanik yang besar biasanya tulang ini
terdapat di bagian tulang dada(iga), tulang tusuk dan bagian lain
yang memiliki beban mekanis tidak terlali berat dan fungsi tulang
berongga untuk meredam gelombang-gelombang kejut yang
muncul karena berbagai aktivitas misal melompat, berlari, dan
berjalan. Tulang ini juga berfungsi untuk menyerap gelombang
kejut dan untuk mencegah pecahnya tulang karena gelombang
kejut yang terlalu besar serta menghindari rusaknya rangka yang
halus.
b. Tulang Keras (Pars Kompakta)
Tulang keras adalah tulang yang memiliki ciri-ciri keras dan
kaku dan tulang keras terbentuk dari tulang rawan yang kemudian
terisi dengan sel pembentuk tulang. Tulang keras juga berfungsi
untuk pembentuk rangka, pembentukan sel darah, sebagai tempat
melekatnya otot dan salah satu dari komponen gerak pada tubuh

14
Sendi merupakan persambungan antar tulang yang menjadikan tulang menjadi
fleksibel dalam pergerakan. Berdasarkan pergerakannya sendi dibagi menjadi :

a. Synarthroses

Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau bahkan tidak


dapat bergeak sama sekali. Sendi ini dijumpai pada tulang tengkorak
dimana lempeng-lempeng tulang tengkorak disambungkan oleh elemen
fibrosa.

b. Amphiarthroses

Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Merupakan jaringan


fibrocartilage yang memiliki bentuk lebar dan pipih yang berfungsi
menghubungkan antara dua tulang. Umumnya bagian tulang yang berada

14
pada sisi persendian dilapisi oleh tulang rawan hialin dan struktur
keseluruhani yang terdapat di dalam kapsul.

c. Diarthroses

Sendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada


sendi-sendi ekstremitas. Dijumpai adanya celah sendi, rawan sendi yang
licin dan membran sinovium serta kapsul sendi.

Otot (Muskulus)

Otot adalah bagian tubuh yang memiliki kemampuan mengubah energi


kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka. Terdapat sekitar tiga jenis otot yakni otot jantung, otot
polos dan otot rangka.

Setiap otot dilapisi oleh jaringan tersambung yang disebut epimisium.


Otot rangka disusun oleh fasikula yang merupakan berkas otot yang terdiri
dari beberapa sel otot. Setiap fasikula dilapisi jaringan konektif yang disebut
perimisium dan setiap sel otot dipisahkan oleh endomisium.

14
Sementara itu otot rangka sendiri terdiri dari beberapa bagian
yakni:
1) Otot
2) Fasikula
3) Serabut Otot
4) Miofibril
5) Miofilamen
Sedangkan secara mikroskopis sel otot rangka terdiri dari:
1) Sarkolema (membran sel serabut otot)
2) Miofibril (mengandung filamen aktin dan miosin)
3) Sarkoplasma (cairan intrasel berisi kalsium, magnesium, phosfat,
protein dan enzim.
4) Retikulum Sarkoplasma (tempat penyimpanan kalsium.
5) Tubulus T (sistem tubulus pada serabut otot)

4. PATOFISIOLOGIS
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Wodds (1989)
ketika patah tulang, akan terjadi di korteks, pembuluh darah,,sum sum tulang
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adlah terjadi perdarahan, kerusakan
tulang dan jaringan di sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada
kanal medula antara tepi tulang di bawah periostium dengan jaringan tulang
yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan
nekrotik adalah di tanda dengan fasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika
terjadi kerusakan tuang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera, tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sum sum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mengsuplai

14
organ-organ yang lin. Hematom menyebabkan dilatasi di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi sistamin pada otot
yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke
interstitial hal ini menyebabkan edema. Edema yang terbentuk akn menekan
ujung syraf, yang bila berlangsung lama menyebabkan syindroma
comportement.

5. TANDA DAN GEJALA


Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini di
karenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau
kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/Edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
c. Memar/Ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi
daerah dijaringan sekitarnya.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar
fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, terkenanya saraf karena edema.
f. Gangguan fungsi

14
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot. Paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
g. Mobilitas abnormal
Pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang
panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian
tulang di gerakkan.
i. Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan
atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmentulang
ke posisi abnormal, kan menyebabkan tulang kehilangan bentuk
normalnya.
j. Syok hipovolemik
Syok terjadi sebagai komplikasi jika terjadi perdarahan hebat.
k. Gambaran x/ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.

14
6. PATOFLOW

7. KOMPLIKASI
a. Komplikasi Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut.
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3) Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjutan
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40

14
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi.
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
3) Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
4) Kelemahan otot

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal
setelah trauma
d. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multipel, atau cedera hati.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.

14
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah,
maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain
tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera
harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas,
lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung
pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan
kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.

14
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian
dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera.
Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.

b. Penatalaksanaan bedah ortopedi


Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus
menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang
dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi,
jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom
komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering
dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis
pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :
 Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseleksi dan
pemajanan tulang yang patah
 Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup, plat, paku dan pin logam
 Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi
atau mengganti tulang yang berpenyakit.
 Amputasi : penghilangan bagian tubuh
 Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu
alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi
tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka
 Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

15
 Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan
logam atau sintetis
 Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis
 Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk
memperbaiki fungsi
 Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan
konstriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia

15
TINJAUAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN TRAUMA MUSKULOSLETAL

1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2) Breathing
Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /
aspirasi.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istrahat
 Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
 Keterbatasan morbilitas.
2) Sirkulasi
 Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri / ansietas).
 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah )
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera.
 Capilary refil melambat.
 Pucat pada bagian yang terkena.
 Massa hematoma pada sisi cedera

15
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas,krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme / kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local

2. DIAGNOSA
a. Hambatan mobilitas fisik b/d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan
rangka neromuskuler
b. Nyeri b/d spasme otot, pergeseran fragmen tulang
c. Kerusakan intgritas jaringan b/d fraktur terbuka, bedah berbaikan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DX NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Hambatan Tujuan : 1) Pertahankan tirah baring
mobilitas Kerusakan mobiltas dalam posisi yang di
fisik b/d fisik dapat programkan
cedera berkurang setelah 2) Tinggikan ekstermitas
jaringan dilakukan tindakan yang sakit

15
sekitar keperawatan 3) Instrusikan klien/bantu
fraktur, Kriteria Hasil : dalam latihan rentang
kerusakan 1) Meningkatkan gerak pada ektermitas
rangka mobiltas pada tingkat yang sakit dan tak sakit
neromuskul yang lebih tinggi 4) Beri penyangga pada
er 2) Mempertahankan ekstermitas yang sakit di
posisi fungsional atas dan di bawah ketika
3) Meningkatkan fraktur ketika bergerak
kekuatan/fungsi yang 5) Jelaskan pandangan dan
sakit keterbatasan dalam
4) Menunjukan tehnik aktivitas
mampu melakukan 6) Berikan dorongan pada
aktifitas pasien untuk melakukan
AKS dalam
lingkupketerbatasan dan
beri bantuan sesuai
kebutuhan.
7) Kaji tekanan darah , nadi
dengan melakukan
aktivitas.
8) Ubah posisi secara
periodic
9) Kolaborasi fisioterapi
/okulasi terapi

2 Nyeri b/d Tujuan : 1) Kaji ulang lokasi,


spasme Nyeri berkurang setelah intensitas dan tipe nyeri
otot, dilakukan tindakan 2) Pertahankan imobilisasi

15
pergeseran perawatan bagian yang sakit dengan
fragmen tirah baring
tulang Kriteria hasil : 3) Berikan lingkungan yang
1) Klien menyatakan tenang dan berikan
nyeri berkurang dorongan untuk
2) Klien nampak rileks, melakukan aktivitas
mampu berpartisipasi hiburan
dalam aktivitas / 4) Ganti posisi dengan
aktivitas / tidur / bantuan bila ditoleransi
istrahat dengan tepat. 5) Jelaskan prosedur sebelum
3) Tekanan darah normal memulai
4) Tidak ada peningkatan 6) Lakukan dan awasi latihan
nadi dan RR. rentang gerak pasif / aktif
7) Dorong menggunakan
tehnik manajemen stress,
contoh : relaksasi, latihan
nafas dalam, imajinasi
visualisasi
8) Observasi tanda-tanda
vital
9) Kolaborasi : pemberian
analgetik

3 Kerusakan Tujuan : 1) Kaji ulang integrias luka


intgritas Kerusakan integritas dan observasi terhadap
jaringan b/d jaringan dapat tanda infeksi atau drainase
fraktur diatasi setelah 2) Monitor suhu tubuh
terbuka, tindakan perawatan. 3) Lakukan perawatan kulit,

15
bedah dengan sering pada patah
berbaikan Kriteria hasil : tulang yang menonjol
1) Penyembuhan luka 4) Lakukan alih posisi
sesuai waktu dengan sering,
2) Tidak ada laserasi, pertahankan kesejajaran
integritas kulit baik tubuh
5) Pertahankan seprei tempat
tidur tetap kering dan
bebas kerutan
6) Memasage kulit sekitar
gips dengan alcohol
7) Gunakan tempat tidur
busa atau kasur udara
sesuai indikasi
8) Kolaborasi pemberian
antibiotik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asih. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. 2007. Edisi ke- 10. Jakarta : EGC
Carpenito, L. J. (2009), Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinis.
Edisi ke- 9. Jakarta : EGC
Hartono, A. (2005), Kamus Saku : Perawat. Edisi ke- 22. Jakarta : EGC
Helmi, N.Z. (2012). Buku Ajar : Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : Salemba
Medika
NANDA. (2007-2008). Diagnosa Nanda NIC & NOC. Jakarta : EGC
Paul, M. Morin, M.D; Edward j. Harvy, MD; Beckam, CET; Steffen, MD,
PhD,MBA. (2008) Original Article. Fibular Fixation as an Adjuvant to Tibial
intramedullary nailing in the Cannadian Medical Assocation
Price, Sylvia Anderson, and Wilson, Lorraine Mc Carty, 2005 Patofisiologi
: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Pendit, B.U. (2006), Buku Ajar : Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat, R. & Jong, D (2011), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC
Santoso, B. (2005-2006), NANDA : Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
Prima Medika
Widyawati. (2007), Buku Saku : Buku Diagnosa Keperawatan, Edisi ke- 7, Jakarta
: EGC

15
LAPORAN PENDAHULUAN
KEGAWATAN OBSTETRI : MOLA HIDATISODA

Disusun Oleh :
MISBA
NPM : 21149011330

Dosen Pembimbing:
Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep, M.Kes, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2022

15
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATAN OBSTETRI : MOLA HIDATIDOSA

1. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang
tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 :
238).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma
villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal
akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh
terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
(Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh
villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.
a. Kehamilan yang berkembang tidak wajar
b. Tidak ditemukan janin
c. Hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik
d. Bila disertai janin atau bagian janin disebut Mola parsial
e. Pembuahan sel telur yang kehilangan intinya atau inti tidak aktif lagi

15
2. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi
terlambat dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari tropoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Kekurangan protein dan asam folat, infeksi virus dan faktor
kromosom yang belum jelas
e. Kekurangan gizi pada ibu hamil.
f. Kelainan rahim.
g. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun.

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak
dalam rongga panggul. Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi Internal :
fungsi ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi,
pertumbuhan fetus, kelahiran.
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh
hormon-hormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus –
hipothalamus – hipofisis–adrenal–ovarium. Selain itu terdapat organ/sistem
ekstragonad/ ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi :
payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.

16
a. Genitalia Eksterna

1) Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,
vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding
vagina.
2) Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis.Pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
3) Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan skrotum
pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas labia

16
mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada
commisura posterior).
4) Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel
rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut
saraf.
5) Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior
vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior
vagina. Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat
juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung
serabut saraf, sangat sensitif.
6) Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral
labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang/orificium,
yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae, ductus glandulae
Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan
vagina terdapat fossa navicularis.
7) Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat
berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae.
Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang
menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae).
Bentuk himen postpartum disebut parous.
Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang
tampak pada wanita pernah melahirkan/ para. Hymen yang abnormal,

16
misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang
vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia
interna.
8) Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix
uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral.
Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix
anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina
memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel
skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid.Fungsi vagina : untuk
mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk
kopulasi (persetubuhan).
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus
urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan
lateralis di sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik
daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif
terhadap stimulasi orgasmus vaginal.
9) Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-
otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma
urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra).
Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina.
Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi)
untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

16
b. Genitalia Interna

1) Uterus (rahim)
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum
(serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi
dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi
dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan.
Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri. Dinding
rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu :
 Lapisan serosa (lapisan peritoneum), di luar
 Lapisan otot (lapisan miometrium)di tengah
 Lapisan mukosa (endometrium) di dalam

Fungsi utama uterus :


 Setiap bulan berfungsi dalam pengeluaran darah haid
dengan adanya perubahan dan pelepasan dari endometrium

16
 Tempat janin tumbuh dan berkembang
 Tempat melekatnya plasenta
 Pada kehamilan, persalinan dan nifas mengadakan kontraksi untuk
lancarnya persalinan dan kembalinya uterus pada saat involusi.

2) Serviks uteri (mulut rahim)


Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan /
menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3
komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin)
dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri
(dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi
epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam,
arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/
multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-
posterior, setinggi spina ischiadica.
Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang
mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai
garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks
dipengaruhi siklus haid.

3) Corpus uteri (batang/badan rahim)


Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada
ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah
serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan
endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai
siklus haid akibat pengaruh hormone hormon ovarium. Posisi corpus

16
intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas
vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus
bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita.

4) Ligamenta penyangga uterus


Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum
cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum
infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina.
 Ligamentum Latum
Terletak di kanan kiri uterus meluas sampai dinding rongga
panggul dan dasar panggul, seolah-olah menggantung pada tuba.
Ruangan antar kedua lembar dari lipatan ini terisi oleh jaringan yang
longgar disebut parametrium dimana berjalan arteria, vena uterina
pembuluh limpa dan ureter.
 Ligamentum Rotundum (Ligamentum Teres Uteri)
Terdapat pada bagian atas lateral dari uterus, kaudal dari
insersi tuba, kedua ligamen ini melelui kanalis inguinalis kebagian
kranial labium mayus. Terdiri dari jaringan otot polos dan jaringan
ikat ligamen. Ligamen ini menahan uterus dalam antefleksi. Pada saat
hamil mengalami hypertrophi dan dapat diraba dengan pemeriksaan
luar.
 Ligamentum Infundibulo Pelvikum ( Ligamen suspensorium)
Ada 2 buah kiri kanan dari infundibulum dan ovarium, ligamen
ini menggantungkan uterus pada dinding panggul. Antara sudut tuba
dan ovarium terdapat ligamentum ovarii propium.
 Ligamentum Kardinale ( lateral pelvic ligament/Mackenrodt’s ligament

16
Terdapat di kiri kanan dari serviks setinggi ostium internum ke
dinding panggul. Ligamen ini membantu mempertahankan uterus tetap pada
posisi tengah (menghalangi pergerakan ke kanan ke kiri) dan mencegah
prolap.
5) Ligamentum Sakro Uterinum
Terdapat di kiri kanan dari serviks sebelah belakang ke sakrum
mengelilingi rektum.
6) Ligamentum Vesiko Uterinum
Dari uterus ke kandung kencing
7) Vaskularisasi uteru
8) Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna, serta
arteri ovarica cabang aorta abdominalis.
 Arteri uterine
Berasal dari arteria hypogastrica yang melalui ligamentum
latum menuju ke sisi uterus kira-kira setinggi OUI dan memberi darah
pada uterus dan bagian atas vagina dan mengadakan anastomose
dengan arteria ovarica.
 Arteri ovarica
Berasal dari aorta masuk ke ligamen latum melalui ligamen
infundibulo pelvicum dan memberi darah pada ovarium, tuba dan
fundus uteri.
Darah dari uterus dialirkan melalui vena uterina dan vena
ovarica yang sejalan dengan arterinya hanya vena ovarica kiri tidak
masuk langsung ke dalam vena cava inferior, tetapi melalui vena
renalis sinistra.
9) Salping / Tuba Falopi

16
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang
tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum
dari ovarium sampai cavum uteri.
Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan
sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars interstitialis,
pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria,
dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda-beda pada
setiap bagiannya.
 Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba
pengendali transfer gamet.
 Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula /
infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga
terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini.
 Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada
ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi
―menangkap‖ ovum yang keluar saat ovulasi dari
permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba.

10) Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).
11) Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum,
sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan
jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel

16
menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar
epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan
sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel,
progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan
pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae
―menangkap‖ ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi.
Fungsi ovarium adalah :
 Mengeluarkan hormon estrogen dan progesterone
 Mengeluarkan telur setiap bulan
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari
cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

12) Vagina
Adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dan rahim,
terletak diantara kandung kencing dan rectum. Dinding depan vagina
panjangnya 7-9 cm dan dinding belakang 9-11 cm. dinding vagina berlipat-
lipat yang berjalan sirkuler dan disebut rugae, sedangkan ditengahnya ada
bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum. Dinding vagina terdiri
dari 3 lapisan yaitu : lapisan mukosa yang merupakan kulit, lapisan otot dan
lapisan jaringan ikat. Berbatasan dengan serviks membentuk ruangan
lengkung, antara lain forniks lateral kanan kiri, forniks anterior dan
posterior.
Bagian dari serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio.
Suplai darah vagina diperoleh dari arteria uterina, arteria vesikalis inferior,
arteria hemoroidalis mediana san arteria pudendus interna. Fungsi penting
vagina adalah :

16
 Saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain
dari rahim
 Alat untuk bersenggama
 Jalan lahir pada waktu bersalin
4. PATOFISIOLOGI

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan


merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi
embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada
plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda, yang
dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh dan yang
satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai
dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila
dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :
c. Proliferasi dari trofoblas.
d. Degenerasi hidropik dari stroma villi.
e. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang
dengan adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola
banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau
lebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur - angsur mengecil dan
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

5. TANDA DAN GEJALA


Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat
dibedakan dari kehamilan normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi
pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina mungkin berwarna coklat

17
tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya sedikit-sedikit
atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau terus-menerus untuk
beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita mempunyai uterus
lebih besar dari pada perkiraan menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita
akan mempunyai uterus lebih kecil dari perkiraan menstruasi terakhir.
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai
berikut:
a. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih
nyata dari kehamilan biasa dan amenore
b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak,
tidak teratur, warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu
rujak.
c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua
kehamilan seharusnya.
d. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
serta tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16, dimana kita dapat


melihat adanya tanda-tanda seperti dibawah ini :
a. Ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa
b. Pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan
c. Bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur
pada pakaian dalam.

Adapun gejala dari mola hidatidosa adalah :


a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
c. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat,
kulit lembab.

17
d. Gejala – gejala preeklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria

6. PATOFLOW

17
7. KOMPLIKASI

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi


sebagai berikut:
a. Anemia
b. Syok
c. Preeklampsi atau Eklampsia
d. Tirotoksikosis
e. Infeksi sekunder.
f. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
g. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan
menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
a. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic
dan uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):
 Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
 Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa
atauhamil kembar. Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau
imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif.
b. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada
bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis
servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.
c. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan
hati- hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada

17
tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
d. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan).
e. Arteriogram khusus pelvis
f. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju
dan tidak terlihat janin.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan perbaiki
keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan transfusi darah.
Tindakan pertama adalah melakukan manual digital untuk pengeluaran
sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah; barulah dengan tenang dan
hati - hati evaluasi sisanya dengan kuretase.
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
 Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan
selama 12 jam.
 Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin (
pitosin atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan
evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam ovum
yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru
bagian - bagian lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini
keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih.
 Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon
utero - vaginal selama 24 jam.
c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2 porsi:

17
 Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.
 Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.Berikan obat - obatan,
antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan umum penderita. 7-10
hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk
pemeriksaan laboratorium.
d. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan, ada
beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk
mengeluarkan isi rahim ( mola).
e. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola) :
usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar
(mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.
f. Periksa ulang ( follow-up )

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi


pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan
observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-
3 tahun:
a. Setiap minggu pada trimester pertama
b. Setiap 2 minggu pada trimester kedua.
c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap perikas ulang penting diperhatikan :


a. Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll
b. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo : tentang
keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein
bertambah kecil atau tidak dll.

17
c. Reaksi biologis atau imonologis air seni :
 Satu kali seminggu sampai hasil negative
 Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya
 Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
 Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya
Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan.
Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa.
Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12
minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola
keluar

17
TINJAUAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
KEGAWATAN OBSTETRI DENGAN MOLA HIDATIDOSA

1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi
klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata, mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi: nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan
ke-
, lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama, Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang.
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
 Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di
luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
 Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat pembedahan, Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
e. Riwayat penyakit yang pernah dialami, Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya, DM , jantung , hipertensi , masalah
ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
f. Riwayat kesehatan keluarga, Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

17
g. Riwayat kesehatan reproduksi, Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta
kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
h. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas, Kaji bagaimana keadaan anak klien
mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.
i. Riwayat seksual, Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluahn yang menyertainya.
j. Riwayat pemakaian obat, Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi
oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
k. Pola aktivitas sehari-hari, Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.

2. DIAGNOSA
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan anorexia, mual dan
muntah yang berlebihan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anorexia, mual dan muntah yang berlebihan.
c. Nyeri berhubungan dengan uterus sekunder terhadap pengeluaran maternal
menyerupai buah anggur.
d. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan penanganan
berhubungan dengan kurang informasi.

3. INTERVENSI

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi

17
Hasil
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake
dengan: Hydration dan output yang akurat
- Kehilangan volume Nutritional Status : Food 2. Monitor status hidrasi
cairan secara aktif and Fluid Intake (kelembaban membran
- Kegagalan mekanisme mukosa, nadi adekuat,
pengaturan Setelah dilakukan tekanan darah ortostatik ),
tindakan keperawatan jika diperlukan
DS : selama….. defisit 3. Monitor hasil lab yang
- Haus volume cairan sesuai dengan retensi cairan
teratasi dengan (BUN , Hmt , osmolalitas
DO: criteria hasil: urin, albumin, total protein
- Penurunan turgor 1. Mempertahankan urine )
kulit/lidah output sesuai dengan 4. Monitor vital sign setiap
- Membran mukosa/kulit usia dan BB, BJ urine 15menit – 1 jam
kering normal, 5. Kolaborasi pemberian
- Peningkatan denyut 2. Tekanan darah, nadi, cairan IV
nadi, penurunan suhu tubuh dalam batas 6. Monitor status nutrisi
tekanan darah, normal 7. Berikan cairan oral
penurunan 3. Tidak ada tanda tanda 8. Berikan penggantian
volume/tekanan nadi dehidrasi, Elastisitas nasogatrik sesuai output
- Pengisian vena turgor kulit baik, (50
menurun membran mukosa – 100cc/jam)
- Perubahan status lembab, tidak ada rasa 9. Dorong keluarga untuk
mental haus yang berlebihan membantu pasien makan
- Konsentrasi urine 4. Orientasi terhadap 10. Kolaborasi dokter jika
meningkat waktu dan tempat baik tanda cairan berlebih
muncul meburuk

17
- Temperatur tubuh 5. Jumlah dan irama 11. Atur kemungkinan tranfusi
meningkat pernapasan dalam batas 12. Persiapan untuk tranfusi
- Kehilangan berat badan normal 13. Pasang kateter jika perlu
secara tiba-tiba 6. Elektrolit, Hb, Hmt 14. Monitor intake dan
- Penurunan urine output dalam batas normal urin output setiap 8 jam
- HMT meningkat 7. pH urin dalam batas
- Kelemahan normal
8. Intake oral dan
intravena adekuat
Ketidakseimbangan NOC 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi Nutritional status: 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kurang dari kebutuhan Adequacy untuk menentukan jumlah
tubuh Berhubungan kalori dan nutrisi yang
dengan : of nutrient dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan Nutritional Status : 3. Yakinkan diet yang
untuk memasukkan food and Fluid dimakan mengandung
atau mencerna Intake tinggi serat untuk
nutrisi oleh karena Weight Control mencegah konstipasi
factor biologis, 4. Ajarkan pasien bagaimana
psikologis atau Setelah dilakukan membuat catatan makanan
ekonomi. tindakan harian.
Keperawatan 5. Monitor adanya penurunan
DS: selama….nutrisi BB dan gula darah
- Nyeri abdomen kurang teratasi 6. Monitor lingkungan selama
- Muntah dengan indikator: makan
- Kejang perut 1. Albumin serum 7. Jadwalkan pengobatan dan
- Rasa penuh tiba- 2. Pre albumin serum tindakan tidak selama jam
tiba setelah makan 3. Hematokrit makan
4. Hemoglobin

18
DO: 5. Total iron binding 8. Monitor turgor kulit
- Diare capacity 9. Monitor kekeringan,
- Rontok rambut yang 6. Jumlah limfosit rambut kusam, total protein,
berlebih Hb dan kadar Ht
- Kurang nafsu makan 10. Monitor mual dan muntah
- Bising usus berlebih 11. Monitor pucat, kemerahan,
- Konjungtiva pucat dan kekeringan jaringan
- Denyut nadi lemah konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentan kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
16. Kelola pemberan anti
emetik:.....
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas

18
oval

Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan: Agen injuri pain control, secara komprehensif
(biologi, kimia, comfort level termasuk lokasi,
fisik, psikologis), karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan frekuensi, kualitas dan
Setelah dilakukan faktor presipitasi
DS: tinfakan keperawatan 2. Observasi reaksi nonverbal
- Laporan secara selama …. Pasien dari ketidaknyamanan
verbal tidak mengalami 3. Bantu pasien dan keluarga
DO: nyeri, dengan kriteria untuk mencari dan
- Posisi untuk hasil: menemukan dukungan
menahan nyeri 1. Mampu mengontrol 4. Kontrol lingkungan yang
- Tingkah laku nyeri (tahu penyebab dapat mempengaruhi nyeri
berhati-hati nyeri, mampu seperti suhu ruangan,
- Gangguan tidur menggunakan tehnik pencahayaan dan
(mata sayu, tampak nonfarmakologi kebisingan
capek, sulit atau untuk mengurangi 5. Kurangi faktor presipitasi
gerakan kacau, nyeri, mencari nyeri
menyeringai) bantuan) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
- Terfokus pada diri 2. Melaporkan bahwa untuk menentukan
sendiri nyeri intervensi
- Fokus menyempit 3. berkurang dengan 7. Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi menggunakan farmakologi: napas dala,
waktu, kerusakan manajemen nyeri relaksasi, distraksi,
proses berpikir, 4. Mampu mengenali kompres hangat/ dingin
penurunan interaksi nyeri (skala, 8. Berikan analgetik untuk

18
dengan orang dan intensitas, frekuensi mengurangi nyeri
lingkungan) dan tanda nyeri) 9. Tingkatkan istirahat
- Tingkah laku 5. Menyatakan rasa 10. Berikan informasi tentang
distraksi, contoh : nyaman setelah nyeri nyeri seperti penyebab
jalan-jalan, berkurang nyeri, berapa lama nyeri
menemui orang lain 6. Tanda vital dalam akan berkurang dan
dan/atau aktivitas, rentang normal antisipasi ketidaknyamanan
aktivitas berulang- 7. Tidak mengalami dari prosedur
ulang) gangguan tidur 11. Monitor vital sign sebelum
- Respon autonom dan sesudah pemberian
(seperti diaphoresis, analgesik pertama kali
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah
ke kaku)
- Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)

18
- Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Kowlwdge : disease 1. Kaji tingkat pengetahuan
keterbatasan Process pasien dan keluarga
kognitif, Kowledge : health 2. Jelaskan patofisiologi dari
interpretasi Behavior penyakit dan bagaimana hal
terhadap informasi ini berhubungan dengan
yang salah, Setelah dilakukan anatomi dan fisiologi,
kurangnya tindakan dengan cara yang tepat.
keinginan untuk keperawatan selama …. 3. Gambarkan tanda dan
mencari informasi, pasien menunjukkan gejala yang biasa muncul
tidak mengetahui pengetahuan tentang pada penyakit, dengan cara
sumber sumber proses penyakit yang tepat
informasi. dengan kriteria hasil: 4. Gambarkan proses
1. Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
DS: menyatakan tepat
- Menyatakan secara pemahaman tentang 5. Identifikasi kemungkinan
verbaladanya penyakit, kondisi, penyebab, dengan cara
masalah prognosis dan yang tepat
DO: program pengobatan 6. Sediakan informasi pada
- Ketidakakuratan 2. Pasien dan keluarga pasien tentang kondisi,
mengikuti instruksi, mampu dengan cara yang tepat
perilaku tidak melaksanakan 7. Sediakan bagi keluarga
sesuai prosedur yang informasi tentang kemajuan
dijelaskan secara pasien dengan cara yang
benar tepat

18
3. Pasien dan keluarga 8. Diskusikan pilihan terapi
mampu menjelaskan atau penanganan
kembali apa yang 9. Dukung pasien untuk
dijelaskan mengeksplorasi atau
perawat/tim mendapatkan second
kesehatan lainnya opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

18
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Perry, 1999. Maternity Nursing, Fifth Edition. New York:
J.B. Lippincott Company.

Doengoes, Marylin, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ke-3. Jakarta:


EGC.

Farrer, Helen, 1999. Perawatan Maternitas, Edisi Ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Himawan, Sutisna, 1973. Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik. FKUI.

Liewllyn, Derek, Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi, Edisi Ke-6
Jakarta: Hipokrates.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Edisi Ke-3. Jakarta: Buku
Kedokteran. EGC.

Wikajosastro, Hanifa, dkk. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

18
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN OVERDOSIS DAN KERACUNANAN

Disusun Oleh :
MISBA
NPM : 21149011330

Dosen Pembimbing:
Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep, M.Kes, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2022

18
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN OVERDOSIS DAN KERACUNAN

1. DEFINISI
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel
pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan
melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena
kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan bahkan
dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen
kedaruratan datang karena masalah toksik.
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan
oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain.
Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja,
tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu
yang merupakan tindakan kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun
lingkungan kerja.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh

18
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat
pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dalam jangka panjang.

2. ETIOLOGI
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan
keracunan, antara lain :
a. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai
golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ),
golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam
(timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida,
anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
b. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis :
sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
c. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis :
Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia
coli dll
d. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis :
jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

3. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

18
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Sistem Pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari
luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan
zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
Susunan Saluran Pencernaan
a. Oris (rongga mulut)
b. Faring (tekak/tenggorokan)
c. Esofagus (kerongkongan)
d. Gaster (lambung)
e. Intestinum minor
1) Duodenum (usus 12 jari)
2) Yeyenum
3) Ileum
f. Intestinum Mayor
1) Seikum
2) Kolon asendens
3) Kolon transversum
4) Kolon desendens
5) Kolon sigmoid
g. Rektum
h. Anus.

Alat-alat Penghasil Getah Cerna


a. Kelenjar Ludah

19
 Kelenjar (glandula) parotis
 Kelenjar submaksilaris
 Kelenjar sublingualis
b. Hati
c. Pankreas
d. Kandung empedu

STRUKTUR PENCERNAAN
a. Rongga Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan.
Fungsi rongga mulut:
1) Mengerjakan pencernaan pertama dengan jalan mengunyah
2) Untuk berbicara
3) Bila perlu, digunakan untuk bernafas.
b. Pipi dan bibir
Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan
bicara, disebelah luar pipi dan bibir diselimuti oleh kulit dan disebelah dalam
diselimuti oleh selaput lendir (mukosa).
c. Gigi
Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu mulai
tumbuh pada umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 ½ tahun jumlahnya 20
buah dan gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32
buah.
Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk
memutuskan makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk mengunyah
makanan yang sudah dipotong-potong

19
Bagian lidah yang berperan dalam mengecap rasa makanan adalah
papilla. Papilla ini merupakan bentukan dari saraf-saraf sensorik (penerima
rangsang).
d. Lidah
Fungsi Lidah:
1) Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
2) Mencampur makanan dengan ludah
3) Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
4) Untuk berbicara
5) Untuk mengecap manis, asin dan pahit
6) Untuk merasakan dingin dan panas.
e. Kelenjar ludah
1) Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga
diantara otot pengunyah dengan kulit pipi. Cairan ludah hasil
sekresinya dikeluarkan melalui duktus stesen kedalam rongga mulut
melalui satu lubang dihadapannya gigi molar kedua atas. Saliva yang
disekresikan sebanyak 25-35 %.
2) Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju
lantai rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5 %
3) Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping dari
kelenjar sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga mulut
belakang gigi seri pertama. Saliva yang disekresikan sebanyak 60-70%

19
4. PATOFISIOLOGI
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan
akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung
pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena depresi
pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila
berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,hipotermia terjadi bila
ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin
tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia,
Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia

19
5. MANIFESTASI KLINIS
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara
pemberian, apakah melalui kulit, mata, paru, lambung, atau suntikan, karena
hal ini mungkin mengubah tidak hanya kecepatan absorpsi dan distribusi
suatu bahan toksik, tetapi juga jenis dan kecepatan metabolismenya.
Pertimbangan lain meliputi perbedaan respons jaringan. Hanya beberapa
racun yang menimbulkan gambaran khas seperti adanya bau gas batu bara
(saat ini jarang), pupil sangat kecil (pinpoint), muntah, depresi, dan hilangnya
pernafasan pada keracunan akut morfin dan alkaloidnya. Pupil pinpoint
merupakan satu-satunya tanda, karena biasanya pupil berdilatasi pada pasien
keracunan akut. Kecuali pada pasien yang sangat rendah tingkat kesadaranya,
pupilnya mungkin menyempit tetapi tidak sampai berukuran pinpoint. Kulit
muka merah, banyak berkeringat, tinitus, tuli, takikardi, dan hiperventilasi
sangat mengarah pada keracunan salisilat akut (aspirin).

Onset (Masa Gejala Utama Jasad Renik/Toksin


Awitan)
Gejala Saluran Cerna Atas (Mual, Muntah) yang Dominan
< 1 jam Mual, muntah, rasa yang tak Garam logam
lazim di mulut, mulut
terasa panas
1-2 jam Mual, muntah, sianosis, sakit Nitrit
kepala, pusing, sesak
nafas, gemetar, lemah,
pingsan.
1-6 jam (rerata 2-4) Mual, muntah, diare, nyeri Staphylococcus Aureus
perut. dan
enterotoksinnya

19
8-16 jam (2-4 Muntah, kram perut, diare, Bacillus Cereus.
muntah) rasa mual.
6-24 jam Mual, muntah, diare, rasa Jamur berjenis
haus, pelebaran pupil, Amanita.
pingsan, koma.
Radang Tengorokan Dan Gejala Saluran Napas
12-72 jam Radang tengorokan, demam, Streptococcus Pyogene
mual, muntah, pengeluaran
secret dari hidung,
terkadang ruam kulit.
2-5 hari Radang tengorokan dan Corynebacterium
hidung, eksudat berwarna diphtheria
keabuan, demam,
mengigil, nyeri
tengorokan, lemah, sulit
menelan, pembengkakan
kelenjar getah bening
leher.
Gejala Saluran Cerna Bawah (kram perut, diare) yang Dominan
2-36 jam (rerata 6- Kram perut, diare, diare yang C. perfringens; B.
12) disebabkan Clostridium cereus; S; faecalis;
perfringens, kadang- S. faecium
kadang rasa mual dan
muntah
12-72 jam (rerata Kram perut, diare, muntah, Salmonella spp
18-36) demam, mengigil, lemah (termasuk S.
hebat, mual, sakit kepala, Arizonae), E.
kadang-kadang diare coli
enteropatogenik,

19
berdarah dan berlendir, lesi dan
kulit yang disebabkan Enterobakteriacae,
Vibrio vulnificuis. Yersinia V. cholera (01 dan
enterocolitica non-01),
menyebabkan gejala yang vulvinicus, V.
menyerupai flu apendisitis fluvialis.
akut.
3-5 hari Diare, demam, muntah dengan Virus-virus enterik
nyeri perut, gejala saluran
nafas
1-6 minggu Diare lengket (tinja berlemak), Giardia lamblia
sakit perut, berat badan
menurun
1-beberapa minggu Sakit perut, diare, sembelit, Entamoeba hystolitica
sakit kepala, mengantuk,
kadang tanpa gejala
3-6 bulan Sulit tidur, tak ada nafsu Taenia sanginata dan
makan, berat badan taenia solium
menurun, sakit perut,
kadang gastroenteritis
Gejala Neurologis (Gangguan Visual, Vertigo, Gell, Paralisis)
< 1 jam Gastroenteritis, cemas, Fosfat organic
penglihatan kabur, nyeri
dada, sianosis, kedutan,
kejang.
Salvias berlebihan, Jamur jenis muscaria
berkeringat, gastroenteritis,
nadi tak teraratur, pupil

19
mengecil, bernafas seperti
orang asma.
1-6 jam Rasa baal atau gatal, pusing, Tetrodotoxin
pucat, pendarahan perut,
pengelupasan kulit, mata
terfiksasi, reflek hilang,
kedutan, paralisis otot.
Rasa baal atau gatal,
gastroenteritis, pusing, Ciguatoxin
mulut kering, otot nyeri,
pupil melebar, pandangan
kabur, paralisis otot.
2 jam-6 hari (12-36 Rasa mual, muntah, rasa (geli) Chlorinated
jam) seperti dikaruk, pusing, hydrocarbon
lemah, tak ada nafsu
makan, berat badan
menurun, bingung.
Vertigo, pandangan kabur
atau diplobia, reflek Clostridium botulinum
cahaya hilang, sulit dan toksinnya.
menelan, berbicara dan
bernafas; mulut kering,
lemah,
paralisis pernafasan.
>72 jam Rasa baal, kaki lemah, Air raksa organic
paralisis, spastic,
penglihatan berkurang,
buta, dan koma.
Gastroenteritis, nyeri pada Triortrocresyl

19
kaki, kaki dan tangan phosphate.
jatuh.
Terjadi Gejala Alergi (Muka Memerah dan Rasa Gatal)
< 1 jam Sakit kepala, pusing, mual, Scombrotoxin
muntah, rasa panas pada (histamine)
mulut, tengorok terasa
terbakar, muka sembab
dan merah, sakit perut,
gatal dikulit.
Rasa baal disekitar muluit, Monosodium glutamate
rasa seperti digaruk (geli), (MSG)
kemerahan, pusing, sakit
kepala, mual.
Kemerahan, rasa panas, gatal, Asam nikotinat
sakit perut, edema lutut
dan wajah.
Gejala Gastroenteritis Dan/atau Neurologis (Toksin Kerang)
0,5-2 jam Rasa seperti digaruk (geli), Saxitoxin (paralytic
terbakar, baal, mengantuk, shelifish poisoning:
bicara inkoheren, paralisis PSP)
pernafasan.
2-5 menit sampai Sensasi panas dan dingin Brevetoxin (neurotoxic
3-4 jam bergantian, rasa geli; baal shelifish poisoning:
disekitar bibir, lidah dan NSP)
tengorokan; nyeri otot,
pusing, diare, muntah.
30 menit sampai 2- Rasa mual, muntah, diare, Dinophysis toxin,
3 jam sakit perut, mengigil, okadaic acid,

19
demam. pectenotoxin,
yessotoxin
(Diarrheic shelifish
poisoning:DSP)
24 jam Muntah, diare, sakit perut, Domoic Acid (Amnestic
(gastrointestina bingung, hilang ingatan, shelifish poisoning:
l) sampai 48 deisorientasi, kejang dan ASP)
jam koma.
(neurologis)
Gejala Infeksi Umum (Demam, Mengigil, Lemah, Sakit, Pembengkakan
Kelenjar Limfe)
4-28 hari (rerata 9 Gastroenteritis, demam, edema Trichinella spiralis
hari) disekitar mata, berkeringat,
nyeri otot, mengigil,
lemah, sulit bernafas.
7-28 hari (rerata 14 Lemah yang hebat, sakit Salmonella typhi
hari) kepala, sakit kepala,
demam, batuk, mual,
muntah, sembelit, sakit
perut, mengigil, bintik
merah dikulit, tinja
berdarah.
10-13 hari Demam, sakit kepala, nyeri Toxoplasma gondii
otot, kemerahan.
10-50 hari (rerata Demam, lemah-lesu, tak ada Mungkin virus
25-30) nafsu makan, mual, sakit
perut, kuning (ikterus).
Bervariasi, Demam, mengigil, sakit Bacillus anthracis,

19
bergantung kepala atau sendi, lemah- brucella melitensis,
pada tipe lesu, bengkak dikelenjar B. abortus, B. suis,
penyakit getah bening, dan gejala coxiella bernetti,
yang khas untuk penyakit francisella
lain. tularensis, listeria
monocytogenes, M.
tuberculosis,
mycobacterium sp,
pasteurella
multocida,
streptobacillus
moniliformis,
campylobacter
jejuni, leptospira
SSP.

20
6. PATOFLOW

7. KOMPLIKASI
Efek toksis terpenting dari minyak tanah adalah pneumonitis aspirasi. Studi
pada binatang menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x dibanding pada saluran

20
pencernaan. Aspirasi umumnya terjadi akibat penderita batuk atau muntah. Akibat
viskositas yang rendah dan tekanan permukaan, aspirat dapat segera menyebar secara
luas pada paru. Penyebaran melalui penetrasi pada membran mukosa, merusak epithel
jalan napas, septa alveoli, dan menurunkan jumlah surfactan sehingga memicu
terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun kolaps pada paru. Jumlah < 1 ml dari
aspirasi pada paru dapat menyebabkan kerusakan yang bermakna.
Kematian dapat terjadi karena aspirasi sebanyak + 2,5 ml pada paru (pada
lambung + 350 ml). Selain itu, jumlah 1 ml/kg BB minyak tanah dapat menyebabkan
depresi CNS ringan - sedang, karditis, kerusakan hepar, kelenjar adrenal, ginjal, dan
abnormalitas eritrosit. Namun efek sistemik tersebut jarang karena tidak diabsorbsi
dalam jumlah banyak pada saluran pencernaan. Minyak tanah juga diekskresikan lewat
urine.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Penurunan kadar Khe dengan sel darah merah dalam plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracuna IFO akut / kronik .Keracunan Akut :
1) Ringan 40 – 70 %
2) Sedang 20 – 40 %Berat <>
3) Keracunan kronik : Apabila kadar KhE menurun sampai 25–50%.
b. Pathologi Anatomi
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan pathologi biasanya tidak khas. Sering hanya di
temukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ – organ
lainnya.
9. PENATALAKSANAAN KEDARURATAN KERACUNAN
Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau meng-
inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan

pendukung, untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan antidotum


spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk
mempercepat eliminasi racun terabsorbsi. Penatalaksanaan umum kedaruratan
keracunan antara lain:
20
a. Dapatkan kontrol jalan panas, ventilasi, dan oksigenisasi. Pada keadaan tidak
ada kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung pada
keberhasilan penatalaksanaan pernapasan dan sistem sirkulasi.
b. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu
tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
c. Tangani syok yang tepat.
d. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
e. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk
menurunkan efek toksin.
f. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem saraf
pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
g. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang
ditelan, yaitu:
1) Diuresis untuk agen yang dikeluarkan lewat jalur ginjal
2) Dialisis Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau
resin], dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien.
h. Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
i. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
j. Menurunkan peningkatan suhu.
k. Berikan analgesik yang sesuai untuk nyeri.
l. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
m. Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.
n. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang.
o. Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukkan tanda dan
gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan ulang.

20
TINJAUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN OVERDOSIS DAN KERACUNAN

1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise
Tanda : Kelemahan,hiporefleksi
b. Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi,hipotensi (pada kasus berat)
,aritmia jantung,pucat, sianosis,keringat banyak.
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising
usus menurun,kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat
d. Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri uluhati

Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak


e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur,midriasis,miosis,pupil
mengecil,kram otot/kejang
Tanda : Gangguan status mental,penurunan lapang
perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi kehilangan
memori,penurunan tingkat kesadaran(azotemia), koma,syok.
f. Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah

20
g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek,depresi napas,hipoksia
Tanda : Takipnoe,dispnoe,peningkatan frekuensi,kusmaul,batuk produktif
h. KeamananGejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan
berulang Contoh : Keracunan kokain dan amfetamin serta derivatnya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik
pada mioakrd
c. Kurang Pengetahuan b.d kondisi yang tidak pernah dialami
sebelumnya

3. INTERVENSI
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Pola Nafas tidak NOC: NIC:
efektif Respiratory status :  Posisikan pasien untuk
berhubungan dengan Ventilation memaksimalkan ventilasi
 Hiperventilasi Respiratory status :  Pasang mayo bila perlu
 Penurunan Airway patency  Lakukan fisioterapi
energi/kelelahan Vital sign Status dada jika perlu
 Perusakan/pelemahan  Keluarkan sekret dengan

20
muskulo-skeletal batuk atau suction
 Kelelahan otot Setelah dilakukan tindakan  Auskultasi suara
pernafasan keperawatan selama nafas, catat adanya
 Hipoventilasi sindrom ………..pasien suara tambahan
 Nyeri menunjukkan  Berikan bronkodilator
 Kecemasan keefektifan pola nafas,  Berikan pelembab
 Disfungsi dibuktikan dengan kriteria udara Kassa basah
 Neuromuskuler hasil: NaCl Lembab
 Obesitas 1. Mendemonstrasikan  Atur intake untuk
 Injuri tulang belakang batuk efektif dan suara cairan mengoptimalkan
nafas yang bersih, tidak keseimbangan.
DS: ada sianosis dan  Monitor respirasi dan
 Dyspnea dyspneu (mampu status O2
 Nafas pendek mengeluarkan sputum,  Bersihkan mulut, hidung
mampu bernafas dg dan secret Trakea
DO: mudah, tidakada pursed  Pertahankan jalan
 Penurunan tekanan lips) nafas yang paten
inspirasi/ekspirasi 2. Menunjukkan jalan  Observasi adanya tanda
 Penurunan pertukaran nafas yang paten (klien tanda hipoventilasi
udara per menit tidak merasa tercekik,  Monitor adanya
 Menggunakan otot irama nafas, frekuensi kecemasan pasien
pernafasan tambahan pernafasan dalam terhadap oksigenasi
 Orthopnea rentang normal, tidak Monitor vital sign
 Pernafasan pursed-lip ada suara nafas  Informasikan pada
 Tahap ekspirasi abnormal) pasien dan keluarga
berlangsung sangat 3. Tanda Tanda vital tentang tehnik relaksasi
lama dalam rentang normal untuk memperbaiki pola
 Penurunan kapasitas (tekanan darah, nadi, nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk

20
vital pernafasan) efektif
 Respirasi: < 11 – 24 x  Monitor pola nafas
/mnt
Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :
efektif b/d Circulation status Peripheral Sensation
menurunnya curah Tissue Prefusion : Management
jantung, cerebral (Manajemen sensasi
hipoksemia perifeR
jaringan, asidosis Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah
dan kemungkinan 1. mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
thrombus atau status sirkulasi yang terhadap
emboli ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tump
2. Tekanan systole ul
Definisi : dandiastole dalam 2. Monitor adanya paretese
Penurunan pemberian rentang yang 3. Instruksikan keluarga
oksigen dalam diharapkan untuk mengobservasi
kegagalan memberi 3. Tidak ada kulit jika ada lsi atau
makan jaringan ortostatikhipertensi laserasi
pada tingkat kapiler 4. Tidak ada tanda tanda 4. Gunakan sarun tangan
Batasan karakteristik : peningkatan tekanan untuk proteksi
Renal intrakranial (tidak lebih 5. Batasi gerakan
 Perubahan tekanan dari 15 mmHg) pada kepala, leher
darah di luar batas 5. mendemonstrasikan dan punggung
parameter kemampuan kognitif 6. Monitor kemampuan
 Hematuria yang ditandai dengan: BAB
 Oliguri/anuria 6. berkomunikasi dengan 7. Kolaborasi pemberian
 Elevasi/penuruna jelas dan sesuai dengan analgetik
 BUN/rasio kreatinin kemampuan 8. Monitor adanya

20
 Gastro Intestinal menunjukkan perhatian, tromboplebitis
 Secara usus hipoaktif konsentrasi dan 9. Diskusikan menganai
atau tidak ada orientasi penyebab perubahan
 Nausea memproses informasi sensasi
 Distensi abdomen membuat keputusan
 Nyeri abdomen atau dengan benar
tidak terasa lunak menunjukkan fungsi
(tenderness) sensori motori cranial
 Peripheral yang utuh : tingkat
 Edema kesadaran mambaik,
 Tanda Homan positif tidak ada gerakan
 Perubahan gerakan involunter
karakteristik kulit
(rambut, kuku,
air/kelembaban
 Denyut nadi lemah
atau tidak ada
 Diskolorisasi kulit
 Perubahan suhu kulit
 Perubahan sensasi
 Kebiru-biruaN
 Perubahan tekanan
darah di ekstremitas
 Bruit
 Terlambat sembuh
 Pulsasi arterial
berkurang
 Warna kulit pucat pada

20
elevasi, warna tidak
kembali pada
penurunan kakI
 CerebraL
 Abnormalitas bicara
 Kelemahan ekstremitas
atau paralis
 Perubahan status
mental
 Perubahan pada
respon motorik
 Perubahan reaksi pupil
 Kesulitan untuk
menelan
 Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
 Perubahan frekuensi
respirasi di luar batas
parameter
 Penggunaan otot
pernafasan tambahan
 Balikkan kapiler > 3
detik (Capillary refill)
 Abnormal gas darah
arteri
 Perasaan ‖Impending
Doom‖ (Takdir
terancam)

20
 Bronkospasme
 Dyspnea
 Aritmia
 Hidung kemerahan
 Retraksi dada
 Nyeri dada

Faktor-faktor yang
berhubungan
 Hipovolemia
 Hipervolemia
 Aliran arteri terputus
 Exchange problems
 Aliran vena terputus
 Hipoventilasi
 Reduksi mekanik pada
vena dan atau aliran
darah arteri
 Kerusakan transport
oksigen melalui
alveolar dan atau
membran kapiler
 Tidak sebanding antara
ventilasi dengan aliran
darah
 Keracunan enzim
 Perubahan
afinitas/ikatan

21
O2 dengan Hb
 Penurunan konsentrasi
Hb dalam darah

Kurang Pengetahuan NOC : NIC :


Kowlwdge : disease Teaching : disease
Definisi : process Process
Tidak adanya atau Kowledge : health 1. Berikan penilaian
kurangnya Behavior tentang tingkat
informasi kognitif pengetahuan pasien
sehubungan dengan Kriteria Hasil : tentang proses
topic spesifik. 1. Pasien dan keluarga penyakit yang spesifik
menyatakan 2. Jelaskan patofisiologi
Batasan karakteristik : pemahaman tentang dari penyakit dan
memverbalisasikan penyakit, kondisi, bagaimana hal ini
adanya masalah, prognosis dan berhubungan dengan
ketidakakuratan program pengobatan anatomi dan fisiologi,
mengikuti 2. Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat.
instruksi, perilaku mampu melaksanakan 3. Gambarkan tanda dan
tidak sesuai. prosedur yang gejala yang biasa
dijelaskan secara muncul pada penyakit,
benaR dengan cara yang tepat
Faktor yang 3. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses
berhubungan : mampu menjelaskan penyakit, dengan
keterbatasan kembali apa yang cara yang tepat
kognitif, dijelaskan perawat/tim 5. Identifikasi
interpretasi kesehatan lainnya kemungkinan penyebab,

21
terhadap informasi dengna cara yang tepat
yang salah, 6. Sediakan informasi pada
kurangnya pasien tentang kondisi,
keinginan untuk dengan cara yang tepat
mencari informasi, 7. Hindari harapan
tidak mengetahui yang kosong
sumber-sumber 8. Sediakan bagi keluarga
informasi. informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan sumber

21
atau dukungan,
dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di
komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

21
DAFTAR PUSTAKA

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:


http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-
berbahaya/. Diakses tanggal 4 Mei 2012.

Indonesiannursing. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar


(Combustio). Dari:http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-luka-bakar-combustio/. Diakses tanggal 16
April 2012.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.

Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC.

Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan


Serangga.

Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-kegawatdaruratan-pada-
pasien.html. Diakses tanggal 16 April 2012.

21
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DM DENGAN HIPERGLIKEMI

Disusun Oleh :
HELMI
NPM : 20140011007

Dosen Pembimbing:
Ns. Hili Aulianah, S.Kep, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2021

21
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DM DENGAN HIPERGLIKEMI

1. DEFINISI
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah
daripoada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non
puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah . ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )
Menurut Christine hancock (1999) berpendapat bahwa hiperglikemia
adalah terdapatnya glukosa dengan kadar yang tinggi didalam darah (rentang
normal kadar glukosa darah adalah 3,0-5,0 mmol/ liter). Hiperglikemi
merupakan tanda yang biasanya menunjukan penyakit diabetes mellitus.

2. ETIOLOGI
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang
memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas,
pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans.
Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada
penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggap sebagai jaringan asing.

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Dalam tubuh manusia terdapat kelenjar, enzim dan beberapa bagian
penting yang mempengaruhi kestabilan tubuh. Salah satu kelenjar yang
memiliki pengaruh dalam tubuh adalah kelenjar endokrin. Kelenjar ini
merupakan kelenjar yang tersusun atas susunan sel mikro yang sangat
sederhana yan terdiri atas jaringan ikat halus yang mengandung pembuluh
kapiler.

21
Sistem endoktrin pada manusia adalah sistem yang mengatur dan
menghasilkan hormon hormon yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sistem
endokrin pada manusia memiliki hubungan yang sangat erat dengan sistem
saraf pada manusia, kedua sistem ini berfungsi untuk mengontrol dan
memadukan satu sama lain. Selain itu, kedua sistem ini juga bertugas untuk
menjaga homeostatis dalam tubuh. Meskipun kedua sistem ini saling
memberikan pengaruh, akan tetapi karakteristiknya berbeda.
Dalam tubuh kita terdapat banyak kelenjar, dimana beberapa
diantaranya memiliki fungsi untuk mengdoktrin, beberapa diantaranya adalah
kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar timus, kelenjar paratiroid dan
kelenjar adrenal suprenalis.
a. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis atau sering disebut sebagai master of gland
merupakan kelenjar yang menghasilkan banyak hormon yang masing
masing memiliki fungsi utama untuk mengatur satu sama lain. Kelenjar
ini memiliki ukuran yang kecil sekitar 1,3 cm dengan bentuk bulat. Secara
umum kelenjar hipofisis sendiri terbagi atas 3 macam, yaitu hipofisis
anterior, hipofisis pars intermedia dan hipofisis posterior.

b. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang dapat ditemukan di bagian
leher depan, tepatnya berada dibawah jakun dan terdapat 2 lobus. Yodium
yang terdapat pada kelenjar ini dibuat dari folikel jaringan tiroid, dimana
yodium secara aktif diakumulasi oleh kelenjar tiroid itu sendiri. Maka dari
itu, apabila seseorang mengalami kekurangan yodium dalam jangka
waktu yang lama dan tidak segera ditangani, maka akan menyebabkan
pembesaran pada kelenjar gondok hingga 15x lipat dari normal

c. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid merupakan kelenjar yang berada di belakang
kelenjar tiroid dengan jumlah 4 buah. Adapun fungsi kelenjar ini adalah:

21
1) Menghasilkan PTH yang berfungsi mengatur konsentrasi ion kalsium
yang terdapat pada cairan ekstraseluler dengan mengabsorpsi kalsium
dari dalam usus
2) Untuk meningkatkan kalsium dalam darah
3) Untuk mengatur metabolisme fosfor
4) Selain dapat menaikkan kalsium darah, kelenjar ini juga dapat
menurunkan kadar kalsium dalam darah
5) Apabila seseorang mengalami kekurangan hormon ini, maka akan
menyebabkan terserang penyakit tetanus dan apabila seseorang
kelebihan hormon ini maka akan menyebabkan terjadinya
pengendapan kapur pada ginjal.

d. Kelenjar Adrenalin
Kelenjar adrenalin dapat kita temukan di bagian atas ginjal dengan
bentuknya menyerupai bola. Pada masing masing ginjal manusia terdapat
1 kelenjar suprarenalis, dimana nantinya kelenjar tersebut akan dibagi lagi

menjadi 2 bagian utama, yaitu korteks atau bagian luar dan medula atau
bagian tengah.

e. Kelenjar Timus
Kelenjar timus adalah salah satu kelenjar yang memiliki peran penting
dalam pertumbuhan manusia. Kelenjar ini dapat ditemukan di dalam
mediastinum, tepatnya disekitar trakea. Kelenjar ini biasanya dapat
membesar seiring dengan berjalannya proses pubertas, akan tetapi akan
mengecil kembali ketika dewasa. Timus juga menghasilkan hormon
pertumbuhan yang akan berfungsi hinnga remaja dan setelah dewasa nanti
hormon pertumbuhan tidak akan berfungsi. Adapun fungsi kelenjar timus
adalah:
1) Untuk membantu pertumbuhan makhluk hidup
2) Bertugas mengurangi aktivitas dari kelenjar kelamin
Menghasilkan senyawa timosin yang bertugas sebagai

21
perangsang limfosit tubuh

f. Kelenjar Pinealis
Kelenjar Pinealis merupakan kelenjar yang terdapat di dekat pusat
otak kita. Kelenjar ini menghasilkan hormon yang bernama melatonin,
dimana reproduksi hormon ini bergantung dari seberapa lama tubuh
mendapatkan penyinaran. Ketika siang hari, kelenjar ini akan
menghasilkan sedikit melatonin, akan tetapi pada malam hari akan
menghasilkan banyak.

g. Kelenjar Pankreas
Kelenjar pankreas dalam tubuh memiliki tugas untuk menghasilkan
insulin yang bertugas untuk mengatur tingkat glukosa dalam darah.
Apabila seseorang mengalami kekurangan insulin, maka akan
menyebabkan individu tersebut menjadi rentan terserang penyakit
diabetes. Selain itu, kelenjar pankreas ternyata terbagi atas 3 sel yang
memiliki fungsi masing masing, sel tersebut adalah :
1) Sel Alpa yang bertugas untuk memproduksi glukagon serta
meningkatkan glukagon, selain itu juga dapat menurunkan
kadar glukosa tubuh.
2) Sel Beta yang bertugas untuk memproduksi insulin, selain itu
juga dapat menurunkan glukagon dan meningkatkan glukosa.
3) Sel Gamma merupakan sel yang sampai saat ini belum
diketahui secara pasti fungsi tugasnya.

h. Kelenjar Kelamin
Kelenjar kelamin atau disebut sebagai kelenjar gonad merupakan
kelenjar yang bertanggung jawab atas pertumbuhan pada manusia. Secara
umum, kelenjar ini menghasilkan beberapa hormon yang dibagi menjadi
2, yaitu pada laki laki dan perempuan. Pada laki laki, kelenjar ini
menghasilkan hormon testosteron, sedangkan pada perempuan

21
menghasilkan hormon progresteron dan estrogen.

4. PATOFISIOLOGI
Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat
disebabkan oleh proses autoimun, kerja pancreas yang berlebih, dan herediter.
Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk kedalam
sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas dengan kadar glukosa dalam darah
meningkat. Kompensasi tubuh dengan meningkatkan glucagon sehingga

terjadi proses glukoneogenesis. Selain itu tubuh akan menurunkan


penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan hati serta peningkatan produksi
glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan sel.
Hiperglikemia dapat meningkatkan jumlah urin yang mengakibatkan
dehidrasi sehingga tubuh akan meningkatkan rasa haus (polydipsi).
Penggunaan lemak untuk menghasilkan glukosa memproduksi badan keton
yang dapat mengakibatkan anorexia (tidak nafsu makan), nafas bau keton dan
mual (nausea) hingga terjadi asidosis.
Dengan menurunnya insulin dalam darah asupan nutrisi akan
meningkat sebagai akibat kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel
menyebabkan sel mudah terinfeksi. Gula darah yang tinggi dapat
menyebabkan penimbunan glukosa pada dinding pembuluh darah yang
membentuk plak sehingga pembuluh darah menjadi keras (arterisklerosis) dan
bila plak itu telepas akan menyebabkan terjadinya thrombus. Thrombus ini
dapat menutup aliran darah yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain
(tergantung letak tersumbatnya, missal cerebral dapat menyebabkan stroke,
ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal, jantung dapat menyebabkan miocard
infark, mata dapat menyebabkan retinopati) bahkan kematian.

22
5. TANDA DAN GEJALA
Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa darah) :
a. Polipagi
b. Polidipsi
c. Poliuri
d. Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
e. Rasa kesemutan, kram otot
f. Visus menurun
g. Penurunan berat badan
h. Kelemahan tubuh
i. Luka yang tidak sembuh-sembuh

22
6. PATOFLOW

22
7. KOMPLIKASI

a. Akut
1) Ketoasidosis diabetic
2) Hipoglikemi
3) Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
4) Efek Somogyi ( penurunan kadar glukosa darah pada malam
hari diikuti peningkatan rebound pada pagi hari )
5) Fenomena fajar / down phenomenon ( hiperglikemi pada pagi
hari antara jam 5-9 pagi yang tampaknya disebabkan
peningkatan sikardian kadar glukosa pada pagi hari )

b. Komplikasi jangka panjang


1) Makroangiopati
a) Penyakit arteri koroner ( aterosklerosis )
b) Penyakit vaskuler perifer
c) Stroke
2) Mikroangiopati
a) Retinopati
b) Nefropati
c) Neuropati diabetic
( Corwin,1996 ; Price and Wilson, 1992)

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan kadar serum glukosa
1) Gula darah puasa : glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes
2) Gula darah 2 jam pp : 200 mg / dl
3) Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg / dl
b. Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl hasil 2 jam serta satu nilai
lain lebih dari 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gr
22
c. HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol
d. Pemeriksaan kadar glukosa urin
Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan
enzim glukosa . Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan glukosa
dalam urin.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi
vaskuler serta neuropatik.Tujuan terapetik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktifitas pasien. Ada 5 komponen dalam
penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi dan pendidikan
kesehatan.
a. Penatalaksanaan diet
Prinsip umum : diet dan pengndalian berat badan merupakan dasar
dari penatalaksanaan DM.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
1) Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin, mineral

2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai


3) Memenuhi kebutuhan energi
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan
praktis.
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

b. Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan
kadar glikosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler. Latihan
22
akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan
tonus otot juga diperbaiki dengan olahraga.

c. Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan
pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia.

d. Terapi
1) Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah
2) Obat oral anti
diabetic
Sulfonaria
 Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
 Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
 Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
 Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
 Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
 Tolbutamid (250 mg, 500 mg )

Biguanid
 Metformin 500 mg

e. Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
1) Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek
samping obat, pengenalan dan pencegahan hipoglikemi /
hiperglikemi
2) Tindakan preventif(perawatan kaki, perawatan mata , hygiene
umum )
3) Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat
22
(Smeltzer and Bare,1996 Price and Wilson, 1992 )

22
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DM DENGAN HIPERGLIKEMI

1. PENGKAJIAN
a) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh, adanya nyeri pada luka
atau luka tidak terasa nyeri
b) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya
c) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
d) Pemeriksaan fisik
1) System Pernafasan atau Breathing (B1)
Tachypnea.
2) System Kardiovaskuler atau Blood (B2)
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, palpitasi,
hipertensi atau hipotensi, takikardi atau bradikardi, aritmia, dapat
menyebabkan pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik).
3) System Persyarafan atau Brain (B3)
Pusing, pening, sakit kepala, reflek tendon menurun, gangguan
penglihatan, anastesia atau kebas, impotensi (pada pria), kacau mental,
disorientasi, mengantuk (somnolen), letargi, stupor sampai koma.

22
4) System Perkemihan atau Bladder (B4)
Poliuria, nokturia, dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika
terjadi hipovolemia berat, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas
atau sakit saat berkemih bila ada infeksi pada saluran perkemihan
5) System Pencernaan atau Bowel (B5)
Rasa haus atau banyak minum (polidipsi), rasa lapar (polifagi), mual,
muntah, anoreksia, perubahan berat badan.
6) System Musculoskeletal dan integument atau Bone (B6)
Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, penurunan kekuatan otot,
parastesia, kesemutan, ulkus pada ekstremitas dan penyembuhannya lama,
kulit kering atau bersisik, gatal, turgor kulit jelek, nyeri.

2. DIAGNOSA

a. Ketidakefektifan pola napas (00032)


b. Penurunan curah jantung (00029)
c. Hipertermia (00007)
d. Kelebihan volume cairan b.d Resiko ketidakstabilan
kadar glyukosa darah (00179)

3. INTERVENSI
TUJUAN DAN
INTERVENSI
NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL
(NIC)
(NOC)
Ketidakefektifan Tujuan: Manajemen jalan napas
pola napas b.d Setelah dilakukan tindakan 8) Observasi TTV
1
gangguan neurologis keperawatan selama 9) Monitar aliran oksigen
(mis., trauma kepala) 2x24 diharapkan pola 10) Buka jalan napas dengan tekhnik

22
napas kembali efektif chin lift atau jaw thrust
11) Posisikan pasien untuk
Dengan KH: memaksimalkan ventilasi
4) Kedalaman inspirasi dalam 12) Masukkan alat nasoparyngeal
kisaran normal (RR : 16-24 airway atau oropharyngeal airway
x/menit) 13) Informasikan pada pasien dan
5) Kepatenan jalan napas keluarga tentang teknik relaksasi
dalam kisaran normal, untuk memperbaiki pola nafas
klien tidak merasa tercekik, Kolaborasi dengan dokter dalam
tidak ada suara nafas pemberian terapi obat dan
abnormal pemberian oksigen
6) Frekuensi dan irama
pernapasan dalam keadaan
normal
2 Penurunan cardiac Setelah dilakukan asuhan NIC
output b/d gangguan keperawatan selama 3x 24 jam Cardiac Care
volume (preload, klien tidak mengalami  Evaluasi adanya nyeri
afterload, penurunan cardiac output, dada (intensitas, lokasi, durasi)
kontraktilitas) dengan kriteria :  Catat adanya disritmia jantung
 Tanda vital dalam rentang  Catat adanya tanda dan
normal (TD, Nadi, RR) gejala penurunan cardiac
 Dapat mentoleransi output
aktivitas, tidak ada  Monitor status kardiovaskuler
kelelahan  Monitor status pernafasan
 Tidak ada edema paru, yang menandakan gagal
perifer, dan tidak ada asites jantung
 Tidak ada penurunan  Monitor abdomen sebagai
kesadaran indikator penurunan perfusi
 Monitor balance cairan
 Monitor adanya perubahan

22
tekanan darah
 Monitor respon klien terhadap
efek pengobatan anti aritmia
 Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas
pasien
 Monitor adanya dispneu,
fatigue, takipneu, dan ortopneu
 Anjurkan pasien untuk
menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk dan berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, Nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monotor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama

23
pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernafasan abnormal
 Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dan perubahan
vital sign
3 Hipertemia b/d NOC : NIC :
proses penyakit Thermoregulation Fever treatment
 Monitor suhu sesering mungkin

Kriteria Hasil :  Monitor IWL


 Monitor warna dan suhu kulit
 Suhu tubuh dalam
 Monitor tekanan darah, nadi
rentang normal
dan RR
 Nadi dan RR dalam
 Monitor penurunan tingkat
rentang normal
kesadaran
 Tidak ada perubahan
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
warna kulit dan tidak
 Monitor intake dan output
ada pusing
 Kolaborasikan pemberian anti
piretik
 Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien

23
 Lakukan tapid sponge
 Berikan cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation

 Monitor suhu minimal tiap 2 jam


 Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan

23
penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

23
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC

Eko, Wahyu. 2012. Penyakit Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia. diakses


tanggal 12 Oktober 2012. Jam 19.30. http://www.kpindo.com/artikel

Herdman, Heather. 2010. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2009- 2011. Jakarta: EGC

Jevon, Philip. 2010. Basic Guide To Medical Emergencies In The Dental


Practice. Inggris: Wiley Blackwell

Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic Hypoglycemia With Glucagon: an


Underutilized Therapeutic Approach. Dove Press Journal

McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department: Acute


Care of Diabetes Patients. Clinical Diabetes

RA, Nabyl. 2009. Cara mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta : Aulia Publishing

Setyohadi, Bambang. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat


Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

23
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DM DENGAN HIPOGLIKEMIA

Disusun Oleh :
HELMI
NPM : 20140011007

Dosen Pembimbing:
Ns. Hili Aulianah, S.Kep, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2021

23
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DM DENGAN HIPOGLIKEMIA

1. DEFINISI
Hipoglikemia =Hipoglikemia murni=True hypoglicemy=gejala
hipoglikemia apabila gula darah < 60 mg/dl.(Dr Soetomo ,1998)
Definisi kimiawi dari hipoglokemia adalah glukosa darah kurang
dari 2,2 m mol/l, walaupun gejala dapat timbul pada tingkat gula darah
yang lebih tinggi. (Petter Patresia A,1997)
Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa(true
glucose) adalah 60 mg %,dengan dasar tersebut maka penurunan kadar
glukosa darah di bawah 60 mg%. (Wiyono ,1999).
Hipoglikemia adalah glukosa darah rendah, terjadi pada atau
tergantung pada kadar gula atau glukosa di dalam tubuh lebih rendah dari
kebutuhan tubuh.(www.medicare.com)

2. ETIOLOGI
Etiologi hipoglikemia pada diabetes mellitus (DM)
a. hipoglikemia pada stadium dini
b. hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
1) penggunaan insulinpenggunaan sulfonylurea
2) bayi yang lahir dari ibu pasien DM
c. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
1) hiperinsulinesme alimenter pasca gastrektomi
2) insulinoma
3) penyakit hati berat

23
4) tumor ekstra pankreatik,fibrosarkoma,karsinoma ginjal
5) hipopituitarism, (Mansjoer A, 1999: 602).

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Dalam tubuh manusia terdapat kelenjar, enzim dan beberapa bagian
penting yang mempengaruhi kestabilan tubuh. Salah satu kelenjar yang
memiliki pengaruh dalam tubuh adalah kelenjar endokrin. Kelenjar ini
merupakan kelenjar yang tersusun atas susunan sel mikro yang sangat
sederhana yan terdiri atas jaringan ikat halus yang mengandung pembuluh
kapiler.
Sistem endoktrin pada manusia adalah sistem yang mengatur dan
menghasilkan hormon hormon yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Sistem endokrin pada manusia memiliki hubungan yang sangat erat
dengan sistem saraf pada manusia, kedua sistem ini berfungsi untuk
mengontrol dan memadukan satu sama lain. Selain itu, kedua sistem ini
juga bertugas untuk menjaga homeostatis dalam tubuh. Meskipun kedua
sistem ini saling memberikan pengaruh, akan tetapi karakteristiknya
berbeda.
Dalam tubuh kita terdapat banyak kelenjar, dimana beberapa
diantaranya memiliki fungsi untuk mengdoktrin, beberapa diantaranya
adalah kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar timus, kelenjar paratiroid
dan kelenjar adrenal suprenalis.
a. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis atau sering disebut sebagai master of gland
merupakan kelenjar yang menghasilkan banyak hormon yang masing
masing memiliki fungsi utama untuk mengatur satu sama lain.
Kelenjar ini memiliki ukuran yang kecil sekitar 1,3 cm dengan bentuk

23
bulat. Secara umum kelenjar hipofisis sendiri terbagi atas 3 macam,
yaitu hipofisis anterior, hipofisis pars intermedia dan hipofisis
posterior.

b. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang dapat ditemukan di bagian
leher depan, tepatnya berada dibawah jakun dan terdapat 2 lobus.
Yodium yang terdapat pada kelenjar ini dibuat dari folikel jaringan
tiroid, dimana yodium secara aktif diakumulasi oleh kelenjar tiroid itu
sendiri. Maka dari itu, apabila seseorang mengalami kekurangan
yodium dalam jangka waktu yang lama dan tidak segera ditangani,
maka akan menyebabkan pembesaran pada kelenjar gondok hingga
15x lipat dari normal
c. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid merupakan kelenjar yang berada di belakang
kelenjar tiroid dengan jumlah 4 buah. Adapun fungsi kelenjar ini
adalah:
1. Menghasilkan PTH yang berfungsi mengatur konsentrasi ion
kalsium yang terdapat pada cairan ekstraseluler dengan
mengabsorpsi kalsium dari dalam usus
2. Untuk meningkatkan kalsium dalam darah
3. Untuk mengatur metabolisme fosfor
4. Selain dapat menaikkan kalsium darah, kelenjar ini juga dapat
menurunkan kadar kalsium dalam darah
5. Apabila seseorang mengalami kekurangan hormon ini, maka
akan menyebabkan terserang penyakit tetanus dan apabila
seseorang kelebihan hormon ini maka akan menyebabkan
terjadinya pengendapan kapur pada ginjal.

23
d. Kelenjar Adrenalin
Kelenjar adrenalin dapat kita temukan di bagian atas ginjal dengan
bentuknya menyerupai bola. Pada masing masing ginjal manusia
terdapat 1 kelenjar suprarenalis, dimana nantinya kelenjar tersebut
akan dibagi lagi menjadi 2 bagian utama, yaitu korteks atau bagian
luar dan medula atau bagian tengah.

e. Kelenjar Timus
Kelenjar timus adalah salah satu kelenjar yang memiliki peran penting
dalam pertumbuhan manusia. Kelenjar ini dapat ditemukan di dalam
mediastinum, tepatnya disekitar trakea. Kelenjar ini biasanya dapat
membesar seiring dengan berjalannya proses pubertas, akan tetapi
akan mengecil kembali ketika dewasa. Timus juga menghasilkan
hormon pertumbuhan yang akan berfungsi hinnga remaja dan setelah
dewasa nanti hormon pertumbuhan tidak akan berfungsi. Adapun
fungsi kelenjar timus adalah:
 Untuk membantu pertumbuhan makhluk hidup
 Bertugas mengurangi aktivitas dari kelenjar kelamin
Menghasilkan senyawa timosin yang bertugas sebagai
perangsang limfosit tubuh

f. Kelenjar Pinealis
Kelenjar Pinealis merupakan kelenjar yang terdapat di dekat pusat
otak kita. Kelenjar ini menghasilkan hormon yang bernama melatonin,
dimana reproduksi hormon ini bergantung dari seberapa lama tubuh
mendapatkan penyinaran. Ketika siang hari, kelenjar ini akan

23
menghasilkan sedikit melatonin, akan tetapi pada malam hari akan
menghasilkan banyak.

g. Kelenjar Pankreas
Kelenjar pankreas dalam tubuh memiliki tugas untuk menghasilkan
insulin yang bertugas untuk mengatur tingkat glukosa dalam darah.
Apabila seseorang mengalami kekurangan insulin, maka akan
menyebabkan individu tersebut menjadi rentan terserang penyakit
diabetes. Selain itu, kelenjar pankreas ternyata terbagi atas 3 sel yang
memiliki fungsi masing masing, sel tersebut adalah :
4) Sel Alpa yang bertugas untuk memproduksi glukagon serta
meningkatkan glukagon, selain itu juga dapat menurunkan
kadar glukosa tubuh.
5) Sel Beta yang bertugas untuk memproduksi insulin, selain itu
juga dapat menurunkan glukagon dan meningkatkan glukosa.
6) Sel Gamma merupakan sel yang sampai saat ini belum
diketahui secara pasti fungsi tugasnya.

h. Kelenjar Kelamin
Kelenjar kelamin atau disebut sebagai kelenjar gonad merupakan
kelenjar yang bertanggung jawab atas pertumbuhan pada manusia.
Secara umum, kelenjar ini menghasilkan beberapa hormon yang dibagi
menjadi 2, yaitu pada laki laki dan perempuan. Pada laki laki, kelenjar
ini menghasilkan hormon testosteron, sedangkan pada perempuan
menghasilkan hormon progresteron dan estrogen.

24
4. PATOFISIOLOGI
Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative
ataupun absolute dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan
plasma glukosa. Mekanisme pertahanan fisiologis dapat menjaga
keseimbangan kadar glukosa darah, baik pada penderita diabetes tipe I
ataupun pada penderita diabetes tipe II. Glukosa sendiri merupakan bahan
bakar metabolisme yang harus ada untuk otak. Efek hipoglikemia terutama
berkaitan dengan sistem saraf pusat, sistem pencernaan dan sistem peredaran
darah (Kedia, 2011).
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak.
Selain itu otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan
cadangan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat
sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang normal sangat tergantung pada
konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi.

24
Gangguan glukosa dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat
sehingga terjadi penurunan suplai glukosa ke otak. Karena terjadi penurunan
suplai glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan suplai
oksigen ke otak sehingga akan menyebabkan pusing, bingung, lemah (Kedia,
2011).
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan
konsentrasi glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan
kosentrasi insulin secara fisiologis seiring dengan turunnya konsentrasi
glukosa darah, peningkatan konsentrasi glucagon dan epineprin sebagai
respon neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal,
dan timbulnya gejala- gejala neurologic (autonom) dan penurunan kesadaran
pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal (Setyohadi, 2012).
Penurunan kesadaran akan mengakibatkan depresan pusat pernapasan
sehingga akan mengakibatkan pola nafas tidak efektif (Carpenito, 2007).
Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system
hormonal, persyarafan dan pengaturan produksi glukosa endogen serta
penggunaan glukosa oleh organ perifer.Insulin memegang peranan utama
dalam pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila konsentrasi glukosa
darah menurun melewati batas bawah konsentrasi normal, hormon-
hormon konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang
diproduksi oleh sel α pankreas berperan penting sebagai pertahanan
utama terhadap hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormon
pertumbuhan juga berperan meningkatkan produksi dan mengurangi
penggunaan glukosa. Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang
disekresipada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja
dalam hati. Glukagon mulamula meningkatkan glikogenolisis dan

24
kemudian glukoneogenesis, sehingga terjadi penurunan energi akan
menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah (Herdman, 2010).
Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan
perfusi jaringan perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di
jaringan lemak serta proteolisis di otot yang biasanya ditandai dengan
berkeringat, gemetaran, akral dingin, klien pingsan dan lemah (Setyohadi,
2012).
Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar
karena rendahnya kadar glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa
ke jaringan menurun sehingga masalah keperawatan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dapat muncul.(Carpenito, 2007).

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala hipoglikemi terdiri dari 2 fase, yaitu
a. Fase 1, gejala-gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus
sehingga hormon epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini merupakan
peringatan karena pada saat itu pasien masih sadar sehingga dapat
diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemi lanjut.
b. Fase 2, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi
otak, segingga dinamakan gejala neurologis. (Arif Mansjoer, 2001 :
603)
Gejala dan tanda hipoglikemia :
a. Gejala karena efek hipoglikemi pada saraf otonom
1) Banyak keringat walaupun udara dingin atau berkeringat
dingin
2) Timbul rasa lapar
3) Parestesia pada bibir dan jari
4) Pucat

24
5) Palpitasi
6) Tremor
b. Gejala karena efek hipoglikemik pada sistem saraf pusat
1) Penglihatan kabur dan diplopia
2) Sakit kepala
3) Gerakan-gerakan yang bersifat spastik
4) Sering menguap
c. Perubahan psikis karena hipoglikemia
1) Depresi dan iritabel
2) Sering mengantuk tapi tidak dapat tidur pada malam hari
3) Tidak mampu konsentrasi
4) Gejala karena efek hipoglikemi pada sistem muskular
5) Rasa lemah dan mudah capai selama mengerjakan kegiatan
fisik (Moelianto et all 2001, 389)

Sebelum gejala-gejala di atas timbul, di lepaskanlah epinefrin


yang disebut sebagai gejala peringatan. Namun pada penderita
hipoglikemia yang rekuren seringkali tidak mengalami gejala
peringatan sebelum jatuh koma. Hal ini disebabkan karena kekurangan
epineprin dalam tubuhnya. Begitu pula pada penderita diabetes yang
lebih dari 10 tahun mendapatkan insulin juga sering mengeluh timbul
reaksi hipoglikemik tanpa reaksi peringatan. Hal tersebut dikarenakan
berkurangnya respon simpatis terhadap hipoglikemia. Pendapat lain
mengatakan hal itu disebabkan adanya neuropati saraf sensorik. Bila
timbul gejala tetapi penderita tidak segera mendapatkan pertolongan
yang adekuat maka akhirnya penderita dapat terjatuh dalam koma.

24
6. PATHWAY

7. KOMPLIKASI
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang
berubah selalu dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu
hipoglikemia juga dapat mengakibatkan kerusakan otak akut. Hipoglikemia
berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan gangguan neuropsikologis
sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat karena efek
hipoglikemia berkaitan dengan sistem saraf pusat yang biasanya ditandai oleh

24
perilaku dan pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010) dan menurut Kedia
(2011) hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan
otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma sampai
kematian.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan kadar serum glukosa
 Gula darah puasa : glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x
tes
 Gula darah 2 jam pp : 200 mg / dl
 Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg / dl
b. Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl hasil 2 jam serta satu
nilai lain lebih dari 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gr
c. HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol
d. Pemeriksaan kadar glukosa urin
Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan
enzim glukosa . Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan
glukosa dalam urin.

24
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Bila klien masih dalam keadaan sadar, tindakan dapat dilakukan
oleh pasien itu sendiri dengan makan roti atau pisang.
b. Bila belum tertolong, beri klien minum teh manis, makan makanan
berkarbohidrat atau bila perlu tetesi gula kental atau madu di
bawah lidah.
c. Bila pasien dalam keadaan tidak sadar (koma hipoglikemi) :
1) Injeksi glukosa 40% iv 25 mL infus glukosa 10%, bila belum
sadar dapat diulang setiap ½ jam sampai sadar (maksimum 6
x)
2) Setelah gula darah stabil infus glukosa 10% dilepas ganti
glukosa 5% stop.
d. Injeksi efedrin (bila tidak ada kontra indikasi : jantung) 25-50 mg
atau injeksi glukagon 1 mg (IM)

Reaksi hipoglikemi harus segera di atasi dengan tujuan :


1) Memenuhi kebutuhan glukosa otak agar tidak terjadi gangguan
yang irreversible.
2) Tidak mengganggu regulasi diabetes mellitus.
Pedoman :
1) Peningkatan glukosa darah di arahkan ke kadar glukosa puasa, yaitu
120 mg/dl
2) Satu flakon (25 ml) dekstrosa 40% (10 gram dekstrosa) dapat menaikkan
kadar glukosa 25-50 mg

24
3) Petunjuk praktis rumus pemberian terapi adalah 3-2-1

Kadar Terapi Glukosa 1 flakon (25 ml) 40 %


glukosa mg/dl (10 g), menaikkan kadar
glukosa 25-50 mg/dl
< 30 mg/dl Inj. Iv dekstrosa 40%, Rumus – 3
bolus 3 flakon
30 – 60 mg/dl Inj. Iv dekstrosa 40%, Rumus – 2
bolus 2 flakon
60-100 mg/dl Inj. Iv dekstrosa 40%, Rumus – 1
bolus 1 flakon

24
TINJUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DM DENGAN HIPOGLIKEMIA

1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas / istirahat:
1) Lemah, sulit bergerak/berjalan , kram otot, tonus otot
menurun.
2) Gangguan tidur dan istirahat, takikardi dan takipnea,
letargi, disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot
b. Sirkulasi:
1) Adanya riwayat hipertensi, MCI
2) Klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas
3) Ulkus, penyembuhan luka lama
4) Takikardi, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun/tak ada, disritmia,
krekles
5) Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
c. Integritas ego:
1) Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
2) Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi:
1) Poliuri, nokturia, disuria, sulit brkemih, ISK baru
atau berulang
2) Diare, nyeri tekan abdomen
3) Urin encer, pucat, kuning, atau berkabut dan berbau bila
ada infeksi

24
4) Bising usus melemah atau turun, terjadi hiperaktif ( diare
), abdomen keras, adanya asites

e. Makanan / cairan:
1) Anoreksia, mual, muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa / karbohidrat
2) Penurunan berat badan
3) Haus dan lapar terus, penggunaan diuretic ( Tiazid ),
kekakuan / distensi abdomen
4) Kulit kering bersisik, turgor kulit jelek, bau halitosis /
manis, bau buah (nafas aseton ).
f. Neurosensori :
1) Pusing, pening, sakit kepala
2) Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan, disorientasi, mengantuk, stupor /
koma , gangguan memori ( baru, masa lalu ), kacau mental,
reflek tendon dalam menurun/koma, aktifitas kejang
g. Nyeri / kenyamanan:
Abdomen tegang/nyeri, wajah meringis, palpitasi
h. Pernafasan:
1) Batuk, dan ada purulen, jika terjadi infeksi
2) Frekuensi pernafasan meningkat, merasa kekurangan
oksigen
i. Keamanan:
Kulit kering, gatal, ulkus kulit, kulit rusak, lesi, ulserasi,
menurunnya kekuatan umum / rentang gerak, parestesia/ paralysis
otot, termasuk otot-otot pernafasan,( jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam) ,demam, diaphoresis

25
j. Seksualitas:
1) Cenderung infeksi pada vagina.
2) Masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas, peningkatan secret
b. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan disfungsi
sistem saraf pusat akibat hipoglikemia
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokonstriksi pembuluh
darah

25
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway Management
bersihan jalan keperawatan selama 1x24 jam 1. Auskultasi bunyi nafas
nafas diharapkan jalan napas normal tambahan; ronchi,
berhubungan dengan kriteria: wheezing.
dengan 2. Berikan posisi yang
obstruksi jalan Respiratory status: airway nyaman untuk
nafas, patency mengurangi dispnea.
peningkatan 1. Frekuensi pernapasan 3. Bersihkan sekret dari
secret dalam batas normal (16- mulut dan trakea;
20x/mnt) lakukan penghisapan
2. Irama pernapasn normal sesuai keperluan.
3. Kedalaman pernapasan 4. Anjurkan asupan cairan
normal adekuat.
4. Klien mampu 5. Ajarkan batuk efektif
mengeluarkan sputum 6. Kolaborasi pemberian
secara efektif oksigen
5. Tidak ada akumulasi 7. Kolaborasi pemberian
sputum broncodilator sesuai
indikasi.

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Intracranial Pressure (ICP)


perfusi jaringan keperawatan selama 1x24 jam Monitoring ( Monitor tekanan
cerebral diharapkan gangguan perfusi intrakranial )
berhubungan jaringan cerebral normal dengan 1. Jelaskan kepada pasien

25
dengan kriteria: tentang tindakan yang
disfungsi Tissue Prefusion : cerebral akan dilakukan
system saraf 1. Tingkat kesadaran 2. Pertahankan posisi tirah
pusat akibat komposmentis baring dengan posisi
hipoglikemia 2. Disorientasi tempat, kepala head up
waktu, orang secara tepat 3. Bantu pasien untuk
3. TTV dalam batas normal berkemih, membatasi
(suhu 35,5ºC – 37,5ºC, batuk, muntah, mengejan,
nadi 60-100 x/menit, anjurkan pasien napas
tekanan darah 120/80 dalam selama pergerakan
mmHg) 4. Pantau status neurologis
dengan teratur
5. Pantau TTV
3. Defisit volume Setelah dilakukan tindakan Fluid Management
cairan keperawatan selama 1x24 jam 1. Batasi intake cairan yang
berhubungan diharapkan defisit volume cairan mengandung gula dan
dengan diuresis teratasi dengan kriteria: lemak misalnya cairan dari
osmotik Fluid Balance buah yang manis.
1. TTV stabil (N:60-100 2. Kolaborasi dalam
x/menit, TD: 100-140/80- pemberian terapi cairan
90 mmHg, S: 36,5-370C, 1500-2500 ml dalam batas
RR: 12-20 x/menit), yang dapat ditoleransi
2. nadi perifer teraba kuat jantung.
3. turgor kulit baik 3. Observasi suhu, warna,
4. CRT < 2 detik turgor kulit dan
5. haluaran urine >1500- kelembaban, pengisian
1700 cc/hari kapiler dan membran
6. kadar elektrolit urin mukosa.

25
dalam batas normal. 4. Pantau masukan dan
pengeluaran, catat balance
cairan
5. Observasi TTV, catat
adanya perubahan TD,
Turgor kulit, CRT.
4. Penurunan Setelah dilakukan tindakan Vital Sign Monitor
curah jantung keperawatan selama 1x24 jam 1. Jelaskan kepada pasien
berhubungan diharapkan penurunan curah tentang tindakan yang akan
dengan jantung normal dengan kriteria: dilakukan
vasokonstriksi Circulation Status 2. Berikan waktu istirahat
pembuluh darah Vital Sign Status yang cukup/adekuat.
1. TTV ( TD 120/80 mmHg, 3. Berikan pembatasan cairan
Nadi 60-100 x/menit ) dan diit natrium sesuai
dalam batas normal. indikasi
2. Kesadaran Composmentis 4. Kolaborasi dengan dokter
3. CRT < 2 detik. dalam pemberian terapi
4. Sp O2 95-100 diuretik.
% 5. Observasi: Nadi ( irama,
frekuensi ), Tekanan Darah.

25
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC

Eko, Wahyu. 2012. Penyakit Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia. diakses


tanggal 12 Oktober 2012. Jam 19.30. http://www.kpindo.com/artikel

Herdman, Heather. 2010. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2009- 2011. Jakarta: EGC

Jevon, Philip. 2010. Basic Guide To Medical Emergencies In The Dental


Practice. Inggris: Wiley Blackwell

Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic Hypoglycemia With Glucagon: an


Underutilized Therapeutic Approach. Dove Press Journal

McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department: Acute


Care of Diabetes Patients. Clinical Diabetes

RA, Nabyl. 2009. Cara mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta : Aulia Publishing

Setyohadi, Bambang. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat


Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

25
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN KRISIS TEROID

Disusun Oleh :
HELMI
NPM : 20140011007

Dosen Pembimbing:
Ns. Hili Aulianah, S.Kep, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2021

25
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN KRISIS TIROID

1. PENGERTIAN
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering
berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah
keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat
cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo,
1996).
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang
mengancam jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih
sistem organ (Bakta & Suastika, 1999).

2. ETIOLOGI
Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:
a. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada
bagian tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol
hormon tiroidnya
b. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
c. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
d. Infeksi
e. Stroke
f. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat
memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme
sebelumnya.
g. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan ―Solitary toxic adenoma‖
h. Tiroiditis
i. Penyakit troboblastik
j. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan

25
k. Pemakaian yodium yang berlebihan
l. Kanker pituitari
m. Obat-obatan seperti Amiodarone

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis


tiroid:
a. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
b. Hiperaktivitas adrenergik
c. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo,
1996).
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat
berupa free- hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3
paska transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan

factor resikonya dapat berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang
baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis,
infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah
kartilago
krikoid, disamping kiri dan kanan trakhea. Pada orang dewasa beratnya lebih
kurang 18 gram.
Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang
dipisahkan oleh isthmus. Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai
ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap
lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing lobuli terdapat folikel dan
parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana
hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri
tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior
merupakan percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior
merupakan percabangan dari arteri subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid
25
mendapat suplai darah yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri.
Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik. saraf adrenergik berasal dari
ganglia servikalis dan kolinergik berasal dari nervus vagus.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan
sedikit kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan
kalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-
hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman.
Yodium yang dikomsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang
masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber
energi. Proses ini disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATP- ase,
ion klorat dan ion sianat.

Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin


yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan
Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan
DIT yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan
membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini
dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil,
sulfonamid, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan
protein plasma dalam bentuk PBI (protein binding Iodine).
Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah:
a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-
duanya meningkatkan metabolisme karena peningkatan
komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini pengecualian
untuk otak, lien, paru-paru dan testis
b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda
dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih
kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan
T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah
menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.
c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus
khususnya pertumbuhan saraf dan tulang
25
d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu
menambah kekuatan kontraksi otot dan menambah irama
jantung.
f. Merangsang pembentukan sel darah merah
g. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai
kompensasi tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat
metabolisme.

h. Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai


jaringan sasaran
tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum
dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang

Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah


kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah akan
menekan
;pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium serum
akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah
diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung.

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid Ada 7 tahap, yaitu:


a. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat
pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap
berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.
Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP.
Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai
20- 100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi
perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
b. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida
26
tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh
suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini
kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk
monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin
(proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar
iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel
maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin

sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang


sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.
c. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling
bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin
(T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan
iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi
molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin.
Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam
koloid melalui proses eksositosis granula.
d. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut
kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di
dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada
stimulasi TSH.

e. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan
iodotirosin. Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi
tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini
dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.
f. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
26
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin.
Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan
mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4
serta deiodinasi MIT dan DIT.
g. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)

Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati


membran basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang
telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP)
dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total
dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3
dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada
keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon
bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa
berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk
terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar
T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang meningkat.
Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan
hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga
kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

4. PATOFISOLOGI
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing
hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang
memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini
menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama
oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan
T3 terdapat dalam 2 bentuk:
1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang
terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak

26
terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis

26
pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar
di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya
tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan
pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-
iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen
utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus
oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan
karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak
ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan
pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake
iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam
merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang
melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari
tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang
semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa
peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel
tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan
kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien
tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori
berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid
dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien
dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak

26
meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul.
Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis
hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis
krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan
obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat
patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar
hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat
ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat
pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI).
Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan
terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan
tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan
krisis tiroid berupa:
a. Takikardia (lebih dari 130x/menit)
b. Suhu tubuh lebih dari 37,70C
c. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan,
Eksoftalmus, Amenore)
d. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)
e. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)

26
f. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).
Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme
adalah berkeringat banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor,
palpitasi, hiperkinesis, dan peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda
gejala ini trutama disertai deman lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai
dengan keadaan demam, dan disfungsi Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan
tanda dari tiroid storm. Abnormalitas sistem saraf pusat termasuk agitasi,
kejang, atau koma.

6. PATOFLOW

G3 organik kelenjar G3 Fungsi Hipotalamus

Produksi TSH meningkat

Produksi hormone tiroid meningkat

257

Metabolisme tubuh
Peningka Peningkata Proses
meningkat Aktifitas
tan n glikoge
7. KOMPLIKASI
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak
diobati dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal
jantung kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo,
1996).

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis
keadaan dan lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.
a. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan
tekhnik radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada
diantara 4,5 dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi
peningkatan pada krisis tiroid.
b. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3
total dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15
hingga 3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.
c. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar
TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon
tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada.
Nilai Ambilan Resin T3 normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan
relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga
dari tempat yang ada pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada
krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
d. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk
membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid

26
sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau
hipothalamus.
e. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis
dan akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa.
Test ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan
sensitifitasnya meningkat.
f. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur
kadarnya dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui
pemeriksaan radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak
lanjut dan penanganan penderita karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid
metastatik.
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis
maka diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid,
terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan
laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid
harus diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis
tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2).
Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat
meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch
– Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan
disfungsi susunan saraf.

26
9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu
menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer
hormon tiroid (Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
1. Koreksi hipertiroidisme
a) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU
lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi
T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal
600-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol
diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan
atau tanpa dosis awal 60-100mg.
b) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan
dosis 5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan
dosis terbagi 4.
c) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.
d) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi
tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan
pengobatan konvensional tidak berhasil.
e) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau
total).

26
2. Menormalkan dekompensasi homeostasis
a) Terapi suportif
 Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairan intravena
 Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
 Multivitamin, terutama vitamin B
 Obat aritmia, gagal jantung kongstif
 Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
 Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan
karena dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
 Glukokortikoid
 Sedasi jika perlu
b) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.
Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan
Beta bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah
propanolol. Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk
mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan
tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara menurunkan gejala
yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah untuk
menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
3. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari
fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga
foto dada (Bakta & Suastika, 1999).

27
b. Penatalaksanaan keperawatan
Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari
krisis yang timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan
perawatan suportif untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan
berfokus pada hipermetabolisme yang dapat menyebabkan dekompensasi
sistem organ, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya status
neurologis. Ini termasuk penurunan stimulasi eksternal yang tidak perlu,
penurunan konsumsi oksigen secara keseluruhan dengan memberikan tingkat
aktivitas yang sesuai, pemantauan kriteria hasil. Setelah periode krisis,
intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan
proses memburuknya penyakit (Hudak &Gallo, 1996).

27
TINJAUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN KRISIS TIROID

A. PENGKAJIAN
Tanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik. Tanda
klinik yang dapat dilihat dari peningkatan metabolism adalah demam, takikardi,
tremor, delirium, stupor, coma, dan hiperpireksia.
1. B1 (Breathing)
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen
sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai
dengan takipnea.
2. B2 (Blood)
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan cardiac
output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan nutrisi.
Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah sehingga
pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan tekanan darah.
Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada area pulmonal dan
aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan atrial flutter. Serta krisis
tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan gagal jantung.
3. B3 (Brain)
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi iritabel,
penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami delirium,
kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
4. B4 (Bladder)
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).

27
5. B5 (Bowel)
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan
kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan peningkatan
motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan
muntah.
6. B6 (Bone)
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan,
kelemahan, dan kehilangan berat badan.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik
2. Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertiroidisme
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung, status
hipermetabolik

C. INTERVENSI

DIAGNOSIS PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
efisit volume cairan telah diberi asuhan 1. Kaji status volume cairan (TD, suhu,
berhubungan dengan keperawatan, cairan bunyi jantung) tiap 1 jam
status hipermetabolik tubuh seimbang dengan 2. Kaji turgor kulit dan membrane
kriteria: mukosa mulut setiap 8 jam
a. Tanda-tanda vital 3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1
tetap stabil (TD sampai 4 jam. Catat dan laporkan
100-120/60-90 perubahan yang signifikan termasuk
mmHg, N: 60- urine.
100x/menit, R‖ 16- 4. Berikan cairan IV sesuai instruksi.

27
22x/menit, S: 36- 5. Kaji semua data laboratorium,
37,5 OC) laporkan nilai elektrolit abnormal
b. Warna kulit dan 6. Berikan beta adrenergik sesuai
suhu dalam batas instruksi
normal
c. Balance cairan
seimbang
d. Turgor kulit elastis
dan membrane
mukosa lembab

ipertermia berhubungan telah diberi asuhan 1. Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 1
dengan status keperawatan, tidak jam
hipermetabolik terjadi hipertermi 2. Anjurkan banyak minum bila tidak
dengan kriteria: ada kontraindikasi
a. Suhu dalam batas 3. Beri kompres hangat
normal 36-37,5OC 4. Gunakan pakaian tipis dan menyerap
b. Tidak ada konvulsi keringat
c. kulit tidak 5. Pertahankan cairan intravena
memerah sesuai progam
d. tidak ada takikardi 6. Berikan antipiretik sesuai program

erubahan perfusi telah diberi asuhan 1. Kaji status neurologi tiap jam
jaringan serebral keperawatan, perfusi 2. Lakukan tindakan pencegahan
berhubungan dengan jaringan serebral terhadap kejang
hipertiroidisme efektif, dengan kriteria: 3. Kaji adanya kelemahan, patensi jalan
a. Tingkat kesadaran napas, keamanan, jika tingkat
meningkat (GCS: kesadaran pasien menurun

27
E:4, M:6, V:5) 4. Lakukan tindakan pengamanan
b. Klien tidak untuk mencegah cedera
mengalami cedera
c. Jalan napas paten

enurunan curah jantung telah diberi asuhan 1. Pantau tekanan darah tiap jam
berhubungan dengan keperawatan, tidak 2. Periksa kemungkinan adanya nyeri
gagal jantung, status terjadi penurunan curah dada atau angina yang dikeluhkan
hipermetabolik jantung, dengan pasien.
kriteria: 3. Auskultasi suara nafas. Perhatikan
a. Nadi perifer dapat adanya suara yang tidak normal
teraba normal (60- (seperti krekels)
100x/menit, kuat) 4. Observasi tanda dan gejala haus yang
b. TD:100-120/80- hebat, mukosa membran kering, nadi
90x.menit, RR: 16- lemah, penurunan produksi urine dan
20x/menit, S:36- hipotensi, pengisian kapiler lambat
37,50C 5. Kolaborasi : berikan obat sesuai
c. Capilary reffil dengan indikasi : Penyekat beta
<2 detik seperti: propranolol, atenolol,
d. Status mental baik nadolol
e. Palpitasi berkurang

27
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC.

Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Dongoes Marilynn, E.1993.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Editor: Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.

Hariawan, Hamdan. 2013 . Askep Krisis Tiroid. http://hamdan-hariawan-


fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88249-askep%20endokrin- askep
%20krisis%20tiroid.html. Diunduh tanggal 26 Februari 2014.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2.


Edisi 4. Jakarta: EGC.

Nanda International. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Rumahorbo, H. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 3. Jakarta: EGC.

Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC

27
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN SENGATAN BINATANG BERBISA ULAR

Disusun Oleh :
HELMI
NPM : 20140011007

Dosen Pembimbing:
Ns. Hili Aulianah, S.Kep, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2021

27
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN SENGATAN BINATANG BERBISA ULAR

1. DEFINISI

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk


melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan
diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh
kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu
modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi
kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi
tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang
memiliki aktivitas enzimatik
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek
fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan,
terutama neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan.
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang
berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada
manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana
binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang
bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal.

27
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat
kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan (Suzanne Smaltzer dan
Brenda G. Bare, 2001: 2490)

2. ETIOLOGI
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa,
yaitu Elapidae, Viperidae dan Hidrophidae :
a. Famili Elipadae, terdiri dari : Najabungarus (King Cobra),
Najatripudrat sputatrix (Cobra Hitam, ular sendok) dan Najabungarus
Candida (Ular sendok berkaca mata)
b. Famili Viperidae, terdiri dari : Ancistrodon rodostom (Ular tanah),
Lacheis Graninius (Ular hijau pohon), Micrurus Fulvius (Ular batu
koral)
c. Famili Hydrophydae merupakan ular laut yang mempunyai ekor pipeh
seperti dayung , biasanya berkepala kecil
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan.
Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada
anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat
lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah
diketahui ada 2 macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa
ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel
darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (
dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur
dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-
pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan
lain-lain.

27
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan
jaringan- jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan
tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan
hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan
susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limphe

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait
fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-
ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa
jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan
bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk
seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah
suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan
oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya.
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke
jantung. Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari
sirkulasi vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke
jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup
trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup
pulmonal.Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami
oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah
merah ini kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis.

28
Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan
selanjutnya dipompakan ke aorta.
Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan
tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel
ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke
ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi
darah. Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua
atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.

4. PATOFISIOLOGI
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.
Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu
berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem
pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf
yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan
oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk
bernapas.

28
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan
dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang
dapat mengakibatkan gagal napas.

5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan
ular adalah :
a. Tanda-tanda bekas taring, laserasi
b. Bengkak dan kemerahan, kadang-kadang bulae atau vasikular
c. Sakit kepala, mual, muntah
d. Rasa sakit pada otot-otot, dinding perut
e. Demam
f. Keringat dingin
g. Kelumpuhan otot pernafasa
h. Kardiovaskuler terganggu
i. Kesadaran menurun sampai koma
j. Luka bekas patukan yang terus berdarah
k. Haematuria
l. Haemoptisis/haematemesis
m. Syok hipovelemik
Efek yang ditimbulkan akibat gigitan ular dapat dibagi tiga :
a. Efek local
Beberapa spesies seperti coral snakes, krait akan memberikan efek
yang agak sulit di deteksi dan hanya bersifat minor tetapi beberapa
spesies, gigitannya dapat menghasilkan efek yang cukup besar seperti:
bengkak, melepuh, perdarahan, memar sampai dengan nekrosis. Yang
mesti diwaspadai adalah terjadinya syok hipovolemik sekunder yang

28
diakibatkan oleh berpindahnya cairan vaskuler ke jaringan akibat efek
sistemik bisa ular tersebut.
b. Efeksistemik
Gigitan ular ini akan menghasilkan efek yang non-spesifik seperti:
nyeri kepala,mual dan muntah, nyeri perut, diare sampai pasien
menjadi kolaps. Gejalayang ditemukan seperti ini sebagai tanda
bahaya bagi petugas kesehatan untuk memberi petolongan segera.
c. Efeksistemikspesifik
Efek sistemik spesifik dapat dibagi berdasarkan:
1) Koagulopati
Beberapa spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopati.
Tanda tanda klinis yang dapat ditemukan adalah keluarnya darah terus
menerusdari tempat gigitan, venipuncture dari gusi dan bila
berkembang akan menimbulkan hematuria, haematomesis, melena dan
batuk darah.
2) Neurotoksik
Gigitan ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini
biasanya berbahaya bila terjadi paralisis pada pernafasan. Biasanya
tanda-tandayang pertama kali dijumpai adalah pada saraf kranial
seperti ptosis,oftalmoplegia progresif bila tidak mendapat anti venom
akan terjadikelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan.
Biasanya full paralysis akan memakan waktu + 12 jam, pada beberapa
kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan.
3) Miotoksisitas
Miotoksisitas hanya akan ditemukan bila seseorang diserang atau
digigit oleh ular laut. Ular yang berada didaratan biasanya tidak ada
yang menyebabkan terjadinya miotoksisitas berat. Gejala dan tanda
adalah : nyeri otot, tenderness, mioglobinuria dan berpotensi untuk
terjadinya gagal ginjal, hiperkalemia dan kardiotoksisitas

28
6. PATHWAY

28
7. KOMPLIKASI
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis,
b. Penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang
hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah,
waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.
c. Pada foto rontgen thoraks dapat dijumpai emboli paru dan atau edema
paru

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2) Menetralkan bisa.
3) Mengobati komplikasi

b. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi
segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya
lakukan prinsip RIGT, yaitu:
R : Reassure : Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan
korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga

28
racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien
pingsan/panik karena kaget.
I : Immobilisation : Jangan menggerakan korban, perintahkan korban
untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan
medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-
immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat
prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G : Get : Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman
mungkin. T : Tell the Doctor : Informasikan ke dokter tanda dan
gejala yang muncul pada korban.

c. Perawatan Medis
1) Hindari kontak luka dengan larutan asam KmnO4, yodium,
atau benda panas
2) Zat anestetik disuntikkan disekitar luka, jangan kedalam luka
bila perlu pengeluaran dibantu dengan penghisapan melalui
breast pump
3) Bila mungkin berikan suntikkan anti bisa (antivenin) dengan
dosis 4-5 ampul dewasa, anak-anak dengan dosis yang lebih
besar (2-3 kali)
4) Perbaikan sirkulasi
 Kafein Na benzoate 0,5 g/iv
 Bila perlu diberikan vasokonstriktor, misal epedrin 10-25
mg dalam 500-100 ml cairan/drip
5) Obat lain
 ATS 1500-3000 ui
 Toksoid tetanus 1ml
 Antibiotik

28
TINJAUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN SENGATAN BINATANG BERBISA ULAR

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien :
Keseluruhan identitas klien meliputi nama, nama penanggung jawab,
alamat, tanggal masuk rumah sakit , tanggal pengkajian dll
b. Keluhan utama :
Adanya Mual, muntah, nyeri, merah dan odem pada daerah gigitan,
nyeri disertai demam, gatal-gatal , sesak nafas
c. Riwayat penyakit sekarang :
Klien Mual, muntah, Penurunan berat badan, penurunan lemak
subkutan/massa otot (malnutrisi)
d. Riwayat penyakit sebelumnya :
Apakah pernah dirawat di rumah sakut sebelumnya .
e. Riwayat penyakit keluarga :
Ditanyakan adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama
f. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual :
Adanya kecemasan dengan kondisi kehamilannya yang sekarang,
bagaimana kegiatan social dan Spiritual
g. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola nutrisi & metabolic :
Klien Mual, muntah, Penurunan berat badan, penurunan
lemak subkutan/massa otot (malnutrisi)
2) Pola Eliminasi :
Dikaji warna, konsistensi, bau, adanya diare
3) Pola Istirahat dan Tidur :

28
Klien mengalami gangguan tidur karena nyeri karena gigitan,
malaise,Sakit kepala, pusing, pingsan dll
4) Pola Kebersihan Diri :
Kebersihan klien selama di rumah sakit
5) Pola Aktivitas :
Pasien melakukan aktivitas mandiri, aktivitas dibantu keluarga,

h. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Lemah.
 Kesadaran : composmentis
 GCS :456
 TTV = TD : Normal / hipertensi (n: 120/80 mmHg).
 Suhu : 36,5 o C- 37,5 o C
 Nadi : 80-120 x/mnt
 RR : Normal / meningkat (n: 30-60 x/mnt)
1) Kepala dan leher
 Inspeksi : Ekspansi wajah menyeringai, rileks
 Mata : Simetris / tidak, pupil isokhor, skelara pink,
konjunctiva tdk anemis
 Hidung : Terdapat mukus / tidak, pernafasan cuping
hidung.
 Telinga : Simetris, terdapat mukus / tidak,.
 Bibir : mukosa bibir lembab,tidak ada stomatitis.
 Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe
pada leher.
2) Dada :
 Inspeksi : Simetris,tidak terdapat tarikan otot bantu
pernafasan, adanya odem,

28
 Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat,badan
terasa panas,nyeri tekan (-)
 Perkusi : Jantung : Dullness
 Auskultasi : Suara nafas normal.
3) Abdomen
 Inspeksi : adanya odem, lesi
 Palpasi : nyeri tekan pada addomen , pembesaran hepar
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : Terdengar bising usus.(n= 5-12x/menit)
4) Ekstremitas
 Atas : simetris, tidak ada odem, adanya luka
 Bawah : simetris, tidak ada odem, adanya luka

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, efek
langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada
regulasi temperatur, proses infeksi
b. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi / terputusnya terputusnya
kontinuitas jaringan kulit
c. Resiko injury b/d infeksi mikroorganisme

3. INTERVENSI

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Hipertemia b/d proses NOC : NIC :


penyakit Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering mungki
naik diatas 2. Monitor IWL
1. Suhu tubuh dalam

28
rentang normal rentang normal 3. Monitor warna dan suhu kulit
2. Nadi dan RR dalam 4. Monitor tekanan darah, nadi
rentang normal dan RR
3. Tidak ada perubahan 5. Monitor penurunan tingkat
Batasan
warna kulit dan tidak ada kesadaran
Karakteristik:
pusing 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
 kenaikan suhu tubuh
7. Monitor intake dan output
diatas rentang
8. Kolaborasikan pemberian anti
normal
piretik
· serangan atau 9. Berikan pengobatan untuk
konvulsi mengatasi penyebab demam
 kulit kemerahan 10. Selimuti pasien
· pertambahan 11. Lakukan tapid sponge
RR 12. Berikan cairan intravena

· takikardi 13. Kompres pasien pada lipat paha


dan aksila
 saat disentuh tangan
terasa hangat 14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil
Faktor faktor yang
berhubungan :
Temperature regulation
 penyakit/ trauma
 peningkatan 1. Monitor suhu minimal tiap 2

metabolisme jam

 aktivitas yang 2. Rencanakan monitoring suhu

berlebih secara kontinyu

 pengaruh 3. Monitor TD, nadi, dan RR

medikasi/anastesi 4. Monitor warna dan suhu kulit


5. Monitor tanda-tanda hipertermi

29
 ketidakmampuan/pe dan hipotermi
nurunan kemampuan 6. Tingkatkan intake cairan dan
untuk berkeringat nutrisi
 terpapar 7. Selimuti pasien untuk mencegah
dilingkungan panas hilangnya kehangatan tubuh

- dehidrasi 8. Ajarkan pada pasien cara


mencegah keletihan akibat
 pakaian yang tidak
panas
tepat
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri

29
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2 Resiko injury b/d NOC : NIC : Environment Management


infeksi Risk Kontrol (Manajemen lingkungan)
mikroorganisme 1. Sediakan lingkungan yang aman
Kriteria Hasil :
untuk pasien
1. Klien terbebas dari
2. Identifikasi kebutuhan keamanan
cedera
pasien, sesuai dengan kondisi
2. Klien mampu
fisik dan fungsi kognitif pasien
menjelaskan cara/metode
dan riwayat penyakit terdahulu
untukmencegah

29
injury/cedera pasien
3. Klien mampu 3. Menghindarkan lingkungan yang
menjelaskan factor berbahaya (misalnya
resiko dari memindahkan perabotan)
lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat tidur
personal 5. Menyediakan tempat tidur yang
4. Mampumemodifikasi nyaman dan bersih
gaya hidup 6. Menempatkan saklar lampu
untukmencegah injury ditempat yang mudah dijangkau
5. Menggunakan fasilitas pasien.
kesehatan yang ada 7. Membatasi pengunjung
6. Mampu mengenali 8. Memberikan penerangan yang
perubahan status cukup
kesehatan 9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

3 Resiko defisit NOC: Fluid management


volume cairan Fluid balance 1. Timbang popok/pembalut jika

29
b/d intake yang Hydration diperlukan
kurang dan Nutritional Status : Food 2. Pertahankan catatan intake dan
diaporesis and Fluid Intake output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (
Kriteria Hasil :
Definisi : Penurunan kelembaban membran mukosa,
1. Mempertahankan urine
cairan nadi adekuat, tekanan darah
output sesuai dengan usia
intravaskuler, ortostatik ), jika diperlukan
dan BB, BJ urine normal,
interstisial, 4. Monitor vital sign
HT normal
dan/atau 5. Monitor masukan makanan /
2. Tekanan darah, nadi, suhu
intrasellular. Ini cairan dan hitung intake
tubuh dalam batas normal
mengarah ke kalori harian
3. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, 6. Lakukan terapi IV
dehidrasi, Elastisitas turgor
kehilangan 7. Monitor status nutrisi
kulit baik, membran mukosa
cairan dengan 8. Berikan cairan
lembab, tidak ada rasa haus
pengeluaran 9. Berikan cairan IV pada
yang berlebihan
sodium suhu ruangan
10. Dorong masukan oral
11. Berikan penggantian nesogatrik
Batasan
sesuai output
Karakteristik
12. Dorong keluarga untuk
 Kelemahan
membantu pasien makan
 Haus
13. Tawarkan snack ( jus buah,
 Penurunan turgor
buah segar )
kulit/lidah
14. Kolaborasi dokter jika tanda
 Membran
cairan berlebih muncul
mukosa/kulit kering
meburuk
 Peningkatan denyut
15. Atur kemungkinan tranfusi
nadi, penurunan 16. Persiapan untuk tranfusi

29
tekanan darah,
penurunan
volume/tekanan nadi
 Pengisian vena
menurun
 Perubahan status
mental
 Konsentrasi urine
meningkat
 Temperatur tubuh
meningkat
 Hematokrit
meninggi
 Kehilangan berat
badan seketika
(kecuali pada
third spacing)

Faktor-faktor yang
berhubungan:

 Kehilangan volume
cairan secara aktif
 Kegagalan
mekanisme
pengaturan

29
DAFTAR PUSTAKA

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:


http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-
berbahaya/. Diakses tanggal 4 Mei 2012.

Indonesiannursing. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar


(Combustio). Dari:http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-luka-bakar-combustio/. Diakses tanggal 16
April 2012.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.:EGC.
Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC.

Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan


Serangga. Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-
kegawatdaruratan-pada-pasien.html. Diakses tanggal 16 April 2012.

29
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN LUKA BAKAR / KONTUSIO

Disusun Oleh :
HELMI
NPM : 20140011007

Dosen Pembimbing:
Ns. Hili Aulianah, S.Kep, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2021

29
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KPERAWATAN

PASIEN DENGAN LUKA BAKAR / KONTUSIO

1. DEFINISI
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari
suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi (Moenajar, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia
atau radio aktif (Wong, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan
koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan
dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan
kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi
jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan
gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas
menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu
kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat,
2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya
kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel
(Yepta, 2003).

29
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung
maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari
api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuidajat, 2004)
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan
disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel
listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat
(Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang
lebih dalam (Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif
(PRECISE, 2011)

2. ETIOLOGI
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi
dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka
bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:
a. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api
terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.
Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh.
Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan
serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan

29
cedera tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung
dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada
area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah
luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental
cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar
kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat
kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada
kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,

yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada
kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan
ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat
kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas
akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas
bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian
dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar
pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
30
g. Radiasi
h. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas yang berkontribusi
terhadap total berat tubuh sebanyak 7 %. Keberadaan kulit memegang peranan
penting dalam mencegah terjadinya kehilangan cairan yang berlebihan, dan
mencegah masuknya agen-agen yang ada di lingkungan seperti bakteri, kimia dan
radiasi ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila terjadi kekuatan-kekuatan
mekanik seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan mendeteksi perubahan-
perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan seseorang untuk
menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit membangun sebuah barier
yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut
berpartisipasi dalam berbagai fungsi tubuh vital.

a. Epidermis
Epidermis berasal dari ektoderm, terdiri dari beberapa lapis
(multilayer). Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar.Epidermis
merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang
30
berbeda- beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan
kaki) dan 75- 150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,
memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:
1) Melanosit,
Melanosit yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis.Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis.
Melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons
terhadap rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang
melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH).
Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat
dalam produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut.
Semakin banyak melanin, semakin gelap warnanya. Sebagian besar orang
yang berkulit gelap dan bagian-bagian kulit yang berwarna gelap pada
orang yang berkulit cerah (misal puting susu) mengandung pigmen ini
dalam jumlah yang lebih banyak. Warna kulit yang normal bergantung
pada ras dan bervariasi dari merah muda yang cerah hingga cokelat.
Penyakit sistemik juga akan memengaruhi warna kulit . Sebagai contoh,
kulit akan tampak kebiruan bila terjadi inflamasi atau demam. Melanin
diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dan demikian akan melindungi
seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari
yang berbahaya.
2) Sel Langerhans,
Sel lengerhans yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel
Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun yang
disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans
mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan
membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik
dan neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-

30
sarah simpatis , yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf
dan kemampuan kulit melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres
dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan meningkatkan rangsang
simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi
kemampuannya mencegah kanker.

3) Sel Merkel,
Sel Merkel yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris
dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
4) Keratinosit, lapisan eksternal kulit tersusun atas keratinosit (zat tanduk)
dan lapisan ini akan berganti setiap 3-4 minggu sekali. Keratinosit yang
secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai
berikut:
a) Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan
sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini merupakan lapisan
terluar dimana eleidin berubah menjadi keratin yang tersusun tidak
teratur sedangkan serabut elastis dan retikulernya lebih sedikit sel-sel
saling melekat erat.Lebih tebal pada area-area yang banyak terjadi
gesekan (friction) dengan permukaan luar, terutama pada tangan &
kaki. Juga merupakan lapisan keratinosit terluar yang tersusun atas
beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati dan tidak berinti.
b) Stratum Lucidum, tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan
tipis yang homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat.
Stratum lucidum terdiri dari protein eleidin.Merupakan lapisan sel
gepeng yang tidak berinti dan lapisan ini banyak terdapat pada telapak
tangan & kaki.
c) Stratum Granulosum, terdiri atas 2-4lapis sel poligonal gepeng yang
sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel
terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel,
yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi
asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.2/3 lapisan ini
merupakan lapisan gepeng, dimana sitoplasma berbutir kasar serta
30
mukosa tidak punya lapisan inti.
d) Stratum Spinosum,tersusun dari beberapa lapis sel di atas stratum
basale. Sel pada lapisan ini berbentuk polihedris dengan inti

30
bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop tampak mempunyai tonjolan
sehingga tampak seperti duri yang disebut spinadan terlihat saling
berhubungan dan di dalamnya terdapat fibril sebagai
intercellularbridge.Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen;
filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas
(kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-
sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami
gesekan seperti telapak kaki.
e) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis, tersusun dari selapis sel-sel pigmen basal, berbentuk
silindris dan dalam sitoplasmanya terdapat melanin.Pada lapisan basile
ini terdapat sel-sel mitosis.

Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3- 4 minggu. Epidermis akan
bertambah tebal jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara
epidermis dan dermis di sebut rete ridge yang berfunfgsi sebagai tempat
pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan yang disebut fingers
prints.

b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai ―True Skin‖ karena 95% dermis membentuk ketebalan
kulit.Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang
paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.Kulit jangat atau dermis menjadi
tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar
keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh
darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili).
Lapisan ini elastis & tahan lama, berisi jaringan kompleks ujung-ujung syaraf,

30
kelenjar sudorifera, kelenjar.

30
Sebasea, folikel jaringan rambut & pembuluh darah yang juga merupakan
penyedia nutrisi bagi lapisan dalam epidermis.
Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah epidermis.
Penyusun utama dari dermis adalah kolagen. Membentuk bagian terbesar kulit
dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit, memiliki ketebalan
yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm
di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak
nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
1) Stratum papilare,
Stratu Papilare yang merupakan bagian utama dari papila dermis,
terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel
mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
Lapisan papila dermis berada langsung di bawah epidermis tersusun
terutama dari sel-sel fibroblas yang dapat menghasilkan salah satu bentuk
kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan ikat. Dermis juga tersusun
dari pembuluh darah dan limfe, serabut saraf , kelenjar keringat dan
sebasea, serta akar rambut. Suatu bahan mirip gel, asam hialuronat,
disekresikan oleh sel-sel jaringan ikat. Bahan ini mengelilingi protein dan
menyebabkan kulit menjadi elastis dan memiliki turgor (tegangan). Pada
seluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis,
pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan palit. Lapisan
ini tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2) Stratum retikulare
Stratum retikulare yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas
jaringan ikat padat tak teratur. Terdiri atas serabut-serabut penunjang
(kolagen, elastin, retikulin), matiks (cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat serta fibroblas). Serta terdiri dari sel fibroblast yang
memproduksi kolagen dan retikularis yang terdapat banyak pembuluh
darah

30
, limfe, akar rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

30
Lapisan dermis juga ini mengandung sel-sel khusus yang membantu
mengatur suhu, melawan infeksi, air menyimpan dan suplai darah dan nutrisi
ke kulit. Sel-sel khusus dari dermis juga membantu dalam mendeteksi sensasi
dan memberikan kekuatan dan fleksibilitas untuk kulit. Komponen dermis
meliputi:
1) Pembuluh darah berfungsi sebagai transport oksigen dan nutrisi ke kulit
dan mengeluarkan produk sampah. Kapal ini juga mengangkut vitamin D
dari kulit tubuh.
2) Pembuluh getah bening sebagai pasokan (cairan susu yang mengandung
sel-sel darah putih dari sistem kekebalan tubuh) pada jaringan kulit untuk
melawan mikroba.
3) Kelenjar Keringat untuk mengatur suhu tubuh dengan mengangkut air ke
permukaan kulit di mana ia dapat menguap untuk mendinginkan kulit.
4) Sebasea (minyak) kelenjar yaitu membantu untuk kulit tahan air dan
melindungi terhadap mikroba. Mereka melekat pada folikel rambut.
5) Folikel rambut, seperti rongga berbentuk tabung yang melampirkan akar
rambut dan memberikan nutrisi pada rambut.
6) Sensory reseptor syaraf yang mengirimkan sensasi seperti sentuhan, nyeri,
dan intensitas panas ke otak.
7) Kolagen protein struktural tangguh yang memegang otot dan organ di
tempat dan memberikan kekuatan dan bentuk ke jaringan tubuh.
8) Elastin protein karet yang memberikan elastisitas dan membuat kulit
merenggang. Hal ini juga ditemukan di ligamen, organ, otot dan dinding
arteri.

30
c. Subkutan atau Hipodermis
Pada bagian subdermis ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-
sel lemak di dalamnya.Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah dan getah bening. Untuk sel lemak pada subdermis, sel lemak
dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan terdalam yang banyak
mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga
panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Berfungsi juga
sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan tulang.
Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan
panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan
limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-
cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat.
Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan
bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai
cadangan makanan.
Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur
tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata.
Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit
juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya
berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.

4. PATOFISIOLOGI
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi
protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan

31
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama
dengan burning agent.Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar
dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air
panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang
serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik
awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika
akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan,
natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan
dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan
terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi
denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan
curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24
hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam
tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen
vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat
pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan
saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga
terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.

31
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon
kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya
hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan
dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi
kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa
pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka
bakar.Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat
dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi
cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah
lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-
faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat
pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama
pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam
berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.

31
5. TANDA DAN GEJALA

edalaman dan Penyebab Bagian Kulit Gejala enampilan Luka Perjalanan


Luka Bakar Yang terkena Kesembuhan
rajat Satu idermis semuta emerah;menjadi sembuhan lengkap
rsengat matahari perestesia putih jika ditekan dalam waktu satu
rkena Api dengan (super nimal atau tanpa minggu
intensitas rendah sensitive) edema ngelupasan kulit
sa nyeri mereda
jika
didinginkan
rajat Dua idermis dan eri elepuh, dasar luka sembuhan luka
rsiram air mendidih Bagian perestesia berbintik – bintik dalam waktu 2 – 3
rbakar oleh nyala api Dermis nsitif terhadap merah,epidermis minggu
udara yang retak, permukaan mbentukan parutdan
dingin luka basah depigmentasi
ema eksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat tiga
rajat Tiga idermis, k terasa nyeri ring ;luka mbentukan eskar
rbakar nyala api Keseluruhan okmaturi dan bakarberwarna perlukan
rkena cairan Dermis dan kemungkinan putih seperti pencangkokan
mendidihdalam waktu hemolisis
kadang – badan kulit atau mbentukan parut dan
mungkin
yang lama kadang berwarna gosong. hilangnya kountur
terdapat luka
rsengat arus listrik jaringan lit retak dengan serta fungsi kulit.
masuk dan
subkutan bagian kulit yang langnya jari tangan
keluar (pada luka
bakar listrik) a tampak atau ekstermitas
ema dapat terjadi

31
6. PATOFLOW

31
7. KOMPLIKASI
a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
b. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume
darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf
pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga
terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi
jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa
pasien.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising
usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi
lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang
terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi
muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda- tanda ulkus
curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
f. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau
mioglobin terdektis dalam urine.

31
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium :
1) Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera
2) Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
3) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi
4) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
5) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai dieresis
6) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
7) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
8) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
 Ureum
 Protein
 Hapusan Luka
 Urine Lengkap, dllRontgen : Foto Thorax, dll

31
b. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial
atau distritmia.
c. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka
bakar lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengoabatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan beratnya luka
bakar serta pertimbangan penyebabnya.Resusitasi cairan penting dalam
menangani kehilangan cairan intravascular.Oksigen diberikan melalui masker
atau ventilasi buatan.Luka bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah
atau kering.Penambahan obat topkal dapat juga diindikasikan.Luka baka berat
memerlukan debridement luka dan transpalasi.
Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) Penatalaksanaan medis pada penderita luka
bakar sebagai berikut:
a. Mematikan sumber api
b. Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh
(menyelimuti, menutup bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri ke
air).
c. Merendam atau mengaliri luka
d. Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air
atau menyiram dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka
bakar ringan tujuan ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein
sel jaringan dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil derajat luka dan
mencegah infeksi sehingga sel-sel epitel mampu berfoliferasi.
e. Rujuk ke Rumah Sakit
f. Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang
memiliki unit luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus.
g. Resusitasi

31
h. Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas .namun bila terjadi
syok segera di lakukan resusitasi ABC.
1) Pernafasan:
a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi
Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
2) Sirkulasi
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal
ginjal.
a. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu
pada pasien tidak sadar.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal.
3) Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma
silafasial/gagal intubasi.
b. Breathing/Pernapasan
1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks.
3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.
c. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal
yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh
golongan: silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun
yodium providon.
i. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.

31
j. Resusitasi cairan Baxter.
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias
menggunakan rumus yang di rekomendasikan oleh Envans, yaitu:

Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam


Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24
jam 2000 cc gluksosa 5%/24 jam

Dewasa : Baxter. ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. )


Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal ( RL : Dextran = 17 : 3 )
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua :
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
k. Monitor urine dan CVP.
l. Topikal dan tutup luka
1) Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
2) Tulle.
3) Silver sulfa diazin tebal.
4) Tutup kassa tebal.

31
5) Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
m. Obat – obatan:
1) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
2) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai
hasil kultur.
3) Analgetik : kuat (morfin, petidine)
4) Antasida : kalau perlu

32
TINJAUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN LUKA BAKAR/KONTUSIO

1. PENGKAJIAN

1. Data biografi

Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi
selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka
bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun
memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen
K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi
terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat
dalam pendekatan

2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf.
Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time,
quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien
mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah
sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi

32
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak),
fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang
klien pulang)
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalagunaan obat dan alkohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
6. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang
laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi
nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum

32
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila
terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual,
dan muntah.
c. Eliminasi:
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.

d. Gerak dan Aktifitas :


Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
e. Istirahat dan Tidur
Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi
klien ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan
f. Pengaturan Suhu
Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa jam
pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar
akan mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa
adanya infeksi
g. Kebersihan diri
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien
tidak dapat melakukan sendiri.
h. Rasa Aman
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

32
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
1) Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu
hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada
faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
2) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum
ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
3) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda
motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
i. Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka
bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
j. Sosial
Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga
klien mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
k. Rekreasi

32
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami
l. Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
m. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien
terhadap penyakitnya
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit
dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan
luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu
mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
4) Mulut

32
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan

d. Pemeriksaan thorak / dada


Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit

32
1) Luas luka bakar

Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu


metode yang ada, yaitu metode ―rule of nine‖ atau metode ―Lund dan
Browder‖

2) Kedalaman luka bakar

Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu


luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri
seperti telah diuraikan dimuka.

3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah,
leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi
ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar.
Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan.
Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya
laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.

32
Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas
18% 18% 18 %

atas (kanan dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas
27% 31% 30%

bawah (kanan dan


kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal luka.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respons imun.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
d. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka
dan penanganan luka bakar.
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding
dada, keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi.

32
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
iagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

kurangan volume C
cairan  Fluid balance d Management
ui
 Timbang popok/pembalut
 Hydration
jika diperlukan
 Nutritional Status:
 Pertahankan catatan intake
Food and Fluid Intake
dan output yang akurat
iteria Hasil :
 Monitor status hidrasi
 Mempertahankan urine
(kelembaban membran
output sesuai dengan usia
mukosa, nadi adekuat,
dan BB, BJ urine normal, tekanan darah ortostatik),
HT normal
jika diperlukan
 Tekanan darah, nadi, suhu
 Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal
 Monitor masukan
 Tidak ada tanda-tanda
makanan/cairan dan hitung
dehidrasi, elastisitas turgor
intake kalori harian
kulit baik, membran
 Kolaborasikan pemberian
mukosa lembab, tidak ada
cairan IV
rasa haus yang berlebihan
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk

32
membantu pasien makan
 Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
 Kolaborasi dengan dokter
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

Hypovolemia Management
 Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
 Monitor adanya tanda
gagal ginjal

33
Resiko infeksi C
berhubungan  Immune Status ection Control (Kontrol Infeksi)
dengan hilangnya  Knowledge :  Bersihkan lingkungan
barier kulit dan Infection control setelah dipakai pasien lain
terganggunya  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
respons imun.  Batasi pengunjung bila
Kriteria Hasil : perlu
 Klien bebas dari tanda dan  Instruksikan pada
gejala infeksi pengunjung untuk mencuci
 Mendeskripsikan proses tangan saat berkunjung dan
penularan penyakit, faktor setelah berkunjung
yang mempengaruhi meninggalkan pasien
penularan serta  Gunakan sabun
penatalaksanaannya antimikrobia untuk cuci
 Menunjukkan kemampuan tangan
untuk mencegah timbulnya  Cuci tangan setiap sebelum
infeksi dan sesudah tindakan
 Jumlah leukosit dalam keperawatan
batas normal  Gunakan baju, sarung
 Menunjukkan perilaku tangan sebagai alat
hidup sehat pelindung
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing

33
sesuai dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik
bila perlu infection
protection (proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kulit
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi

33
yang cukup
 Dorong masukkan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindar
infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan  Pain Level,  Paint management
dengan  pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
inflamasi  comfort level secara komprehensif
dan Setelah dilakukan tinfakan termasuk lokasi, karakteristik,
kerusakan keperawatan selama …. durasi, frekuensi, kualitas dan
jaringan Pasien tidak mengalami faktor presipitasi.
nyeri, dengan kriteria 2. Observasi reaksi nonverbal
hasil: dari ketidaknyamanan.
1. Mampu mengontrol nyeri 3. Bantu pasien dan keluarga
(tahu penyebab nyeri, untuk mencari dan

33
mampu menggunakan menemukan dukungan.
tehnik nonfarmakologi 4. Kontrol lingkungan yang
untuk mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi nyeri
mencari bantuan). seperti suhu ruangan,
2. Melaporkan bahwa nyeri pencahayaan dan kebisingan.
berkurang dengan 5. Kurangi faktor presipitasi
menggunakan manajemen nyeri.
nyeri. 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
3. Mampu mengenali nyeri untuk menentukan intervensi.
(skala, intensitas, 7. Ajarkan tentang teknik non
frekuensi dan tanda farmakologi: napas dala,
nyeri). relaksasi, distraksi, kompres
4. Menyatakan rasa nyaman hangat/ dingin.
setelah nyeri berkurang. 8. Berikan analgetik untuk
5. Tanda vital dalam rentang mengurangi nyeri: ……...
normal. 9. Tingkatkan istirahat.
6. Tidak mengalami 10. Berikan
gangguan tidur informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur.
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama
kali

33
NOC : NIC :
rusakan integritas
 Tissue Integrity : Skin and  Pressure Management
kulit berhubungan
Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan lesi pada
Setelah dilakukan tindakan menggunakan pakaian
kulit
keperawatan selama….. yang longgar.
kerusakan integritas 2. Hindari kerutan pada
kulit pasien teratasi tempat tidur.
dengan kriteria hasil: 3. Jaga kebersihan kulit
1. Integritas kulit yang agar tetap bersih dan
baik bisa dipertahankan kering.
(sensasi, elastisitas, 4. Mobilisasi pasien (ubah
temperatur, hidrasi, posisi pasien) setiap dua
pigmentasi) jam sekali.
2. Tidak ada luka/lesi 5. Monitor kulit akan
pada kulit. adanya kemerahan .
3. Perfusi jaringan baik. 6. Oleskan lotion atau
4. Menunjukkan minyak/baby oil pada
pemahaman dalam derah yang tertekan .
proses perbaikan kulit 7. Monitor aktivitas dan
dan mencegah mobilisasi pasien.
terjadinya sedera 8. Monitor status nutrisi
berulang. pasien.
5. Mampu melindungi 9. Memandikan pasien
kulit dan dengan sabun dan air
mempertahankan hangat.
kelembaban kulit dan 10. Kaji lingkungan dan
perawatan alami peralatan yang
menyebabkan tekanan

33
Ketidakefektifan NOC : NIC :
pola nafas  Respiratory status : Airway Management
berhubungan Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan
dengan  Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
deformitas Airway patency bila perlu
dinding  Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
dada, Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
keletihan keperawatan 3. Identifikasi pasien perlunya
otot-otot selama….ketidakefektif pemasangan alat jalan nafas
pernafasan, an pola nafas pasien buatan
hiperventilas teratasi dengan kriteria 4. Pasang mayo bila perlu
i hasil : 5. Lakukan fisioterapi dada jika
1. Mendemonstrasikan perlu
batuk efektif dan suara 6. Keluarkan sekret dengan
nafas yang bersih, tidak batuk atau suction
ada sianosis dan 7. Auskultasi suara nafas, catat
dyspneu ( mampu adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, 8. Lakukan suction pada mayo
mampu bernafas 9. Berikan bronkodilator bila
dengan mudah, tidak perlu
ada pursed lips ) 10. Berikan pelembab udara
2. Menunjukkan jalan kassa basah NACl Lembab
nafas yang paten ( klien 11. Atur intake untuk cairan
tidak merasa tercekik, mengoptimalkan

33
irama nafas, frekuensi keseimbangan
pernafasan dalam 12. Monitor respirasi dan status
rentang normal , tidak O2
da suara nafas Oxygen Therapy
abnormal 1. Bersihkan mulut, hidung dan
) sekret trakea
3. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal ( 2. Pertahankan jalan nafas yang
tekanan darah, nadi, paten
pernafasan ) 3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fuktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah

33
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
( tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik )
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

33
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Cetakan II. Jakarta
: Salemba Mahardika.
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction Publishing
Jogjakarta

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on
http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUKA_
BAKAR_3 diakses tanggal 25Oktober 2015
https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,diakses
tanggal 6 Oktober 2015
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

33
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Lukman Abdul. 2011. Askep Luka Bakar Combustio. Available.on


Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media
Aeuscullapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarata:
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC

34

Anda mungkin juga menyukai