Anda di halaman 1dari 31

TUGAS BACA

SYOK

A. Syok
I. Definisi Syok

Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan


perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme
sel. Kematian karena syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan
nutrisi dan metabolisme sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan
fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab. Syok didefinisikan juga
sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi   p e r f u s i ,
pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot)
d a n kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). Syok
atau renjatan m e r u p a k a n s u a t u k e a d a a n p a t o f i s i o l o g i s d i n a m i k y a n g
m e n g a k i b a t k a n h i p o k s i a  jaringan dan sel.

II. Etiologi dan klasifikasi


1. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh kehilangan darah/syok
hemoragik. Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal.
Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks Kehilangan plasma : luka bakar 
Kehilangan cairan dan elektrolit. Eksternal : muntah, diare, keringat yang
berlebih. Internal : asites, obstruksi usus
2. Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang
disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark
MiokardAkut)
3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya
didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.
4. Syok anafilaktif, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi
antigen antibody yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan

1
permeabilitas membrane kapiler dan terjadi dilates arteriola sehingga
venous return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi, sengatan serangga,
gigitan ular berbisa.
5. Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn
karena disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.
Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok.

Secara umum syok dapat dikelompokkan kepada empat komponen yaitu


masalah penurunan volume plasma intravaskuler, masalah pompa jantung, masalah
pada pembuluh baik arteri, vena, arteriol, venule atupun kapiler, serta sumbatan
potensi aliran baik pada jantung, sirkulasi pulmonal dan sitemik.1,2 Penurunan hebat
volume plasma intravaskuler merupakan faktor utama yang menyebabkan gterjadinya
syok. Dengan terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler apakah akibat
perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain maka darah yang balik ke jantung (venous
return) juga berkurang dengan hebat, sehingga curah jantungpun menurun. Pada
akhirnya ambilan oksigen di paru juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau
sel (perfusi) juga tidak dapat dipenuhi. Begitu juga halnya bila terjadi gangguan
primer di jantung, bila otot-otot jantung melemah yang menyebabkan
kontraktilitasnya tidak sempurna, sehingga tidak dapat memompa darah dengan baik
dan curah jantungpun menurun. Pada kondisi ini meskipun volume sirkulasi cukup
tetapi tidak ada tekanan yang optimal untuk memompakan darah yang dapat
memenuhi kebutuhan oksigen jaringan, akibatnya perfusi juga tidak terpenuhi.1-3
Gangguan pada pembuluh dapat terjadi pada berbagai tempat, baik arteri (afterload),
vena (preload), kapiler dan venula. Penurunan hebat tahanan tahanan vaskuler arteri
atau arteriol akan menyebabkan tidak seimbangnya volume cairan intravaskuler
dengan pembuluh tersebut sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi sangat
rendah yang akhirnya juga menyebabkan tidak terpenuhianya perfusi jaringan.
Peningkatan tahanan arteri juga dapat mengganggu sistim sirkulasi yang
mengakibatkan menurunya ejeksi ventrikel jantung sehingga sirkulasi dan oksigenasi
jaringan menjadi tidak optimal. Begitu juga bila terjadi peningkatan hebat pada tonus

2
arteriol, yang secara langsung dapat menghambat aliran sirkulasi ke jaringan.
Gangguan pada vena dengan terjadinya penurunan tahanan atau dilatasi yang
berlebihan menyebabkan sistim darah balik menjadi sehingga pengisian jantung
menjadi berkurang pula. Akhirnya menyebabkan volume sekuncup dan curah jantung
juga menurun yang tidak mencukupi untuk oksigenasi dan perfusi ke jaringan.
Ganguan pada kapiler secara langsung seperti terjadinya sumbatan atau kontriksi
sistemik secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan perfusi karena area
kapiler adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara vaskuler dengan jaringan sel-
sel tubuh.1-3 Berdasarkan bermacam-macam sebab dan kesamaan mekanisme
terjadinya itu syok dapat dikelompokkan menjadi beberapa empat macam yaitu syok
hipovolemik, syok distributif, syok obstrukttif, dan syok kardiogenik.1,2

III. Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil
akhirnya berupa lemahnya aliran darah yang merupakan
p e t u n j u k y a n g u m u m , w a l a u p u n a d a  bermacam-macam penyebab.
Syok dihasilkan oleh disfungsi tiga system yang t e r p i s a h n a m u n s a l i n g
b e r k a i t a n y a i t u : j a n t u n g , p e m b u l u h d a r a h , d a n d a r a h . Jika salah satu
faktor ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka
akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah a r t e r i m u n g k i n n o r m a l
sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah  jantung.
Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi
p e r i f e r   meningkat. Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu: (
Anderson)

Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output ) terjadi sedemikian rupa sehingga


timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan
seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan
aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat

3
yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk
mengatasi adanya penurunan kadar oksigen didaerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk
menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi
alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi
sendiri untuk  mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah
menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

Fase Progresif 
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak
lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat
tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah
nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya
terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu
berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah kejaringan tetapi
tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
luas (DIC =Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke
otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan r e s p i r a s i d i o t a k . K e a d a a n
i n i m e n a m b a h h i p o k s i a  jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bridikinin) yang ikut memperburuk syok  (vasodilatasi dan memperlemah
fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan
integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi  bakteri usus ke
sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar
memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system
retikulo endotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga
menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya

4
terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan
timbunan asam karbonat di jaringan.

Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.Gagal
sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea.( Sjamsuhidayat,2005)

B. Syok Hipovolemik
1. Definisi

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume


plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non
fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hipovolemik yang paing sering ditemukan disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik.
Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organorgan
tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama.2,4,5

2. Peranan Fisiologis Sisitim Kardiovaskuler dan Saraf pada Syok

Untuk memahami patofisiologi atau memahami proses terjadinya berbagai


jenis syok terutama syok hipovolemik, maka pemahaman fisiologi jantung, sirkulasi
dan sisitim saraf sangat diperlukan.

Peranan Fungsi Kardiovaskuler

5
Jantung merupakan organ yang berfungsi untuk memompakan darah
keseluruh tubuh. Jantung bergerak secara otonom yang diatur melalui mekanisme
sistim saraf otonom dan hormonal dengan autoregulasi terhadap kebutuhan
metabolime tubuh. Mekanisme otonom aktifitas otot jantung ini berasal dari cetusan
listrik (depolarisasi) pada otot jantung itu sendiri. Depolarisai otonom otot jantung
berasal dari sekelompok sel-sel yang menghasilkan potensial listrik yang disebut
dengan nodus sinoatrial [sinoatratrial (SA) node]. SA node terletak di atrium kanan
berdekatan dengan muara vena cava superior.6,7 Impuls listrik yang dihasilkan oleh
SA node akan dialirkan keseluruh otot-otot jantung (miokardium) sehingga
menyebabkan kontraksi. Mekanisme penyebaran impuls ini teratur sedemikian rupa
sesuai dengan siklur kerja jantung. Pertama impuls dialirkan secara langsung ke otot-
otot atrium kiri dan kanan sehingga menyebabkan kontraksi atrium. Atrium kanan
yang berisi darah yang berasal dari sistim vena sitemik akan dipompakan ke ventrikel
kana, dan darah pada atrium kiri yang berasl dari paru (vena pulmonalis) akan
dialirkan ke ventrikel kiri. Selanjutnya impuls diteruskan ke ventrikel melalui sistim
konduksi nodus atrioventrikuler [atrioventricular (AV) node], terus ke atrioventricular
(AV) bundle dan oleh serabut purkinje ke seluruh sel-sel otot ventrikel jantung.
Impils listrik yang ada di ventrikel terjadinya depolarisasi dan selanjutnya
menyebabkan otot-otot ventrikel berkontraksi. Kontraksi ventrikel inilah yang dikenal
sebagai denyut jantung. Denyut ventrikel kanan akan mengalirkan darah ke paru
untuk pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, dan denyut ventrikel kiri
akan mengalirkan darah ke seleuruh tubuh melalui aorta. Denyut jantung yang berasal
dari depolarisai SA node berjumlah 60-100 kali permenit, dengan rata-rat 72 kali
permenit.6,7 Kontraksi ventrikel saat mengeluarkan darah dari jantung disebut
sebagai fase sitolik atau ejeksi ventrukuler. Jumlah darah yang dikeluarkan dalam
satu kali pompan pada fase ejeksi ventrikuler disebut sebagai ‘volume sekuncup’ atau
stroke volume, dan pada dewasa rata-rata berjumlah 70 ml. Dengan jumlah kontraksi
rata-rata 72 kali permenit, maka dalam satu menit jumlah darah yang sudah melewati

6
dan diponpakan oleh jantung sekitar 5 liter, yang dsiebut sebagai curah jantung
(cardiac output).

Aktifitas listrik pada SA node yang menyebabkan kontraksi otot jantung


terjadi secara otonom tanpa kontrol pusat kesadaran yang dipengaruhi oleh sistim
saraf otonom simpatis dan parasimpatis. Dengan demikian seperti yang terlihat pada
gambar-1, sistim saraf otonom sangat berperan dalam pengaturan kardiovaskuler
dengan mempengaruhi frekuensi denyut dan kontraktilitas otot jantung. Disamping
itu sisitim saraf otonom juga mempengaruhi pembuluh darah terhadap perubahan
resistensi pembuluh darah. Curah jantung mempunyai peranan penting sebagai salah
satu faktor untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi atau perfusi kejaringan sebagai
tujuan dari fungsi kardiovaskuler. Kecukupan perfusi jaringan ditentukan oleh
kemampuan fungsi sirkulasi menghantarkan oksigen ke jaringan yang disebut sebagai
oxygen delivery (DO2), dan curah jantung adalah faktor utama yang menentukan
DO2 ini.
Gangguan pada faktor-faktor yang mepengaruhi curah jantung dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi dan berujung kepada syok. Misalnya
kehilangan volume plasma hebat akan mengurangi preload dan dapat mengakibatkan
terjadinya syok hipovolemik, gangguan kontraktilitas dapat mengakibatkan terjadinya

7
syok kardiogenik, dan gangguan resistensi vaskuler sitemik dapat berujung ada syok
distributif.

Peranan Fungsi Sistim Saraf Otonom

Sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistim saraf
simpatis dan para simpatis. Sistim saraf simpatis merupakan sistim saraf yang bekerja
secara otonom terhadap respon stress psikis dan aktifitas fisik. Respon simpatis
terhadap stress disebut juga sebagai ‘faight of flight response’ memberikan umpan
balik yang spesisfik pada organ dan sistim organ, termasuk yang paling utama adalah
respon kardiovaskuler, pernafasan dan sistim imun. Sedangkan sistim para simpatis
mengatur fungsi tubuh secara otonom terutama pada organ-organ visceral, produksi
kelenjar, fungsi kardiovaskuler dan berbagai sistim organ lainnya dan bukan respon
terhadap suatu stressor ataupun aktifitas fisik.10,11 Sistim saraf simpatis berasal dari
medulla spinalis pada segmen torakolumbal, tepatnya segmen torakal-1 sampai
lumbal-2, dengan pusat ganglion sarafnya berada di daerah paravertebre. Sistim saraf
simpatis menimbulkan efek pada organ dan sistim organ melalui perantra
neurotrasmiter adrenalin (epinefrin) atau noradrenalin (norepinefrin) endogen yang
dhasilkan oleh tubuh. Adrenalin di sekresikan oleh kelenjar adrenal bagian medula,
sedangkan noradrenalin selain dihasilkan oleh medulla adrenal juga disekresikan juga
oleh sel-sel saraf (neutron) simpatis pascaganglion.10,11 Respon yang muncul pada
organ-organ target tergantung reseptor yang menerima neurotrasmiter tersebut yang
dikenal dengan reseptor alfa dan beta adrenergik. Pada jantung terdapat resesptor
beta, rangsangan simpatis pada otot jantung atau reaksi adrenalin dengan reseptor
beta-1 menyebabkan peningkatan frekuensi (kronotropik) dan kontraktilitas otot
jantung (inotropik). Efek adrenergik pada pembuluh terjadi melalui reaksi
neurotrasmiternya dengan reseptor alfa-1, yang menyebabkan terjadinya
vasokontriksi arteri dan vena. Sedangkan efek pada saluran pernafasan terutama
bronkhus adalah dilatasi (melalui reseptor beta-2).10,11 Sistim parasismpatis dari
segmen kraniosakral, yaitu dari saraf kranial dan medulla spinalis sekmen sakralis.

8
Saraf kranial merupakan saraf tepi yang langsung keluar dari batang otak dan terdapat
12 pasang, namun yang memberikan efek parasimpatis yaitu nervus-III
(okulomotorius), nervusVII (fasialis), nervus-IX (glosofaringeus) dan nervus-X
(vagus). Rangsangan parasimpatis pada masingmasing saraf tersebut memberikan
efek spesifik pada masing-masing organ target, namun yang memberikan efek
terhadap fungsi kardiovaskuler adalah nervus vagus. Sedangkan yang berasal dari
medulla spinalis yang menimbulkan efek parasimpatis adalah berasal dari daerah
sakral-2 hingga 4. Efek parasimpatis muncul melalui perantara neurotrasnmiter
asetilkolin, yang disekresikan oleh semua neuron pascaganglion sisitim saraf otonom
parasimpatis. Efek parasimpatis ini disebut juga dengan efek kolinergik atau
muskarinik. Sebagaimana halnya sistim saraf simpatis, sistim saraf parsimpatis juga
menimbulkan efek bermacam-macam sesuai dengan reaksi neurotransmitter
asetilkolin dengan reseptornya pada organ target. Efek yang paling dominan pada
fungsi kardiovaskuler adalah penurunan frekuensi jantung dan kontraktilitasnya
(negatif kronotropik dan inotropik) serta dilatasi pembuluh darah. Dalam kedaan
fisiologis, kedua sistim saraf ini mengatur funsgi tubuh termasuk kardiovaskuler
secara homeostatik melalui mekanisme autoregulasi. Misalnya pada saat aktifitas
fisik meningkat, tubuh membutuhkan energi dan metabolisme lebih banyak dan
konsumsi oksigen meningkat, maka sistim simpatis sebagai respon homestatik akan
meningkatkan frekuensi denyut dan kontraktilitas otot jantung, sehingga curah
jantung dapat ditingkatkan untuk untuk mensuplai oksigen lebih banyak. Begitu juga
bila terjadi kehilangan darah, maka respon simpatis adalah dengan terjadinya
peningkatan laju dan kontraktilitas jantung serta vasokontriksi pembuluh darah,
sehingga kesimbangan volume dalam sirkulasi dapat terjaga dan curah jantung dapat
dipertahankan. Namun bila gangguan yang terjadi sangat berlebihan, maka
kompensasi autoregulasi tidak dapat lagi dilakukan sehingga menimbulkan gejala-
gejala klinis.7,12

9
Patofisiologi dan Gambaran Klinis

Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan
darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara
umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi
(takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-
ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.1-3 Pemeriksaan
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok hipovolemik tersebut
pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler yang
dilakukan pada ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan turgor kulit. Berdasarkan
persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi
empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi http://jurnal.fk.unand.ac.id 181
Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3) berdasarkan persentase kehilangan darah sama
halnya dengan perhitungan skor tenis lapangan, yaitu 15, 15-30, 30-40, dan >40%.
Setiap stadium syok hipovolemik ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis
tersebut. 1-3,13 1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan
darah hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh
mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi penurunan
refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas atau gelisah, namun
tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam
kedaan normal. 2. Syok hipovolemik stadium-II afalah jika terjadi perdarahan sekitar
15-30%. Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi
fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama
sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi
nafas dan pasien menjadi lebih cemas. 3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi
perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi
semakin berat. Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit,

10
peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan
darah sistolik sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat. 4. Stadium-IV
adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%. Pada saat ini
takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah sampai tidak teraba,
dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus memburuk. Kehilangan volume
sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi
semakin kecil dan disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik. Selengkapnya
stadium dan tanda-tanda klinis pada syok hemoragik dapat dilihat oada tabel-1.

Berdasarkan perjalanan klinis syok seiring dengan jumlah kehilangan darah


terlihat bahwa penurunan refiling kapiler, tekanan nadi dan produksi urin lebih dulu
terjadi dari pada penurunan tekanan darah sistolik. Oleh karena itu, pemeriksaan
klinis yang seksama sangat penting dilakukan. Pemeriksaan yang hanya berdasarkan
perubahan tekanan darah sitolik dan frekuensi nadi dapat meyebabkan kesalahan atau
keterlambatan diagnosoa dan penatalaksanaan (neglected cases). Tekanan nadi (mean
arterial pressure: MAP) merupakan merupakan tekanan efektif rata-rata pada aliran
darah dalam arteri. Secara matematis tekanan ini dipadapatkan dari penjumlahan

11
tekanan sistolik dengan dua kali tekanan diastolik kemudian dibagi tiga (seperti yang
terlihat pada gambar-3).

Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya


mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada awalawal
terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistim saraf simpatis yang mengakibatkan
peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan demikian pada tahap awal
tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun kompensasi yang terjadi tidak
banyak pada pembuuh perifer sehingga telah terjadi penurunan diastolik sehingga
secara bermakna akan terjadi penurunan tekanan nadi rata-rata.13 Berdasarkan
kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi tersebut maka secara
klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu tahapan
kompensasi, tahapan dekompensasi dan tahapan irevesrsibel. Pada tahapan
kompensasi, mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan fungsi
srikulasi dengan meningkatkan respon simpatis. Pada tahapan dekompensasi, tubuh
tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya dengan baik untuk seluruh organ dan
sistim organ. Pada tahapan ini melalui mekanisme autoregulasi tubuh berupaya
memberikan perfusi ke jaringan organ-organ vital terutama otak dan terjadi
penurunan aliran darah ke ekstremitas. Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai
mulai pucat dan terasa dingin. Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila
kehilangan darah terus berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan organ yang

12
menetap dan tidak dapat diperbaiki. Kedaan klinis yang paling nyata adalah
terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal akut.3,5

II. Penatalaksanaan
Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi bersamaan dengan kecelakaan
sehingga diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah timbulnya
komplikasi, transfer pasien ke rumah sakit harus cepat, tatalaksana awal di
tempat kejadian harus segera dikerjakan. Pada perdarahan eksternal yang jelas,
dapat dilakukan penekanan langsung untuk mencegah kehilangan darah yang
lebih banyak lagi.
Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda
vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi
tersebut dipertahankan dan dijaga agar tetap pada kondisi satabil.
Penatalaksanaan syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai
pengganti cairan tubuh atau darah yang hilang. Jika ditemukan oleh petugas
dokter atau petugas medis, maka penatalaksanaan syok harus dilakukan secara
komprehensif yang meliputi penatalaksanaan sebelum dan di tempat pelayanan
kesehatan atau rumah sakit.3-5,15

I. Penatalaksanaan awal
A. Pemeriksaan jasmani
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni
melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: membebaskan jalan nafas dan oksigenasi. Diberikan tambahan
oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%. Pada pasien cedera
servikal p e r l u dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok
hipovolemik memberikan ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan aliran balik vena, cardiac output, dan

13
memperburuk syok. Untuk memfasilitasi ventilasi maka dapat
diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow. Dapat diberikan
dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-12 L/menit.
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan, mengendalikan pendarahan dan memperoleh
akses intravena yang cukup, kemudian menilai perfusi jaringan.
Pengendalian pendarahan, dari luka luar tekanan langsung pada tempat
pendarahan (bebat tekan). Pada pasien dengan hipotensi dengan
menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan
meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan
cara memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran
darah balik ke jantung.
3. Disability
Pemeriksaan neurologi. Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata
dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi
otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.
4. Exposure
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa
serta pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi Dilatasi lambung pada penderita trauma,
terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia
jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung menyebabkan
terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi
lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan
dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya
untuk mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin memudahkan penilaian adanya hematuria dan
evaluasi perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Kontraindikasi:
darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

14
B. Akses pembuluh darah
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2
kateter intravena ukuran besar, sebelum jalur vena sentral. Kateter yang
digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat
memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena
orang dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak
m e m u n g k i n k a n d i g u n a k a n a k s e s  pembuluh sentral atau melakukan
venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik  penempatan jarum intraosseus
harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain itu, teknik
intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan hipotensi.
Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk  crossmatc,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes
kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.
C. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis
cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga
menstabilkan volume vaskuler dengan mengganti volume darah
yang hilang berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler.
Larutan Ringer Laktat adalah cairan  pilihan pertama sedangkan NaCl
fisologis adalah pilihan kedua. Jumlah cairan yang diberikan adalah
berdasarkan hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan
elektrolit untuk 100 ml darah yang hilang. Sebagai contoh, pasien dewasa
dengan berat badan 70 kg dengan derajat perdarahan III membutuhkan
jumlah cairan sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini didapat dari
perhitungan [(BB x % darah untuk masing-masing usia x
% perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3]. 13 Jumlah darah pada
dewasa adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari
berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat badan. 16 Pemberian cairan ini
tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon penderita
untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. 13,17 B i l a

15
s e w a k t u r e s u s i t a s i , j u m l a h c a i r a n y a n g diperlukan melebihi
perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu
mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain.
Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan
kristaloid, pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BB II. Evaluasi Resusitasi
Cairan dan Perfusi Organ.

16
Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.

Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi


cairan bisa dinilai dari parameter-parameter berikut: Capilary refill time < 2
detik, MAP 65-70 mmHg, saturasi O2 >95%, Urine output >0.5 ml/kg/jam
(dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak), Shock index = HR/SBP (normal 0.5-0.7),CVP
8 to12 mm Hg, ScvO2 > 70%IV.

17
1. Pemberian cairan :
a. Cairan diberikan sebanyak mungkin dalam waktu singkat ( dengan
pengawasan tanda vital).
b. Sebelum darah tersedia atau pada syok yang bukan disebabkan oleh
perdarahan, dapat di berikan cairan : plasmanate, plasma fusin (maximum
20ml/kgBB), dextra 70 (maximum 15ml/kgBB), periston, subtosan,
hemasel plasma expander dalam jumlah besar dapat mengganggu
mekanisme pembentukan darah ; cairan lain: RL, Nacl 0,9%. Harus
dikombinasi dengan cairan lain karena cepat keluar keruang extra vaskuler
c. Untuk memperoleh hasil yang optimal letakan botol infus setinggi
mungkin dan gunakan jarum yang besar; bila perlu gunalan beberapa vena
sekaligus dan lakukan vena seksi
d. Pengawasan yang perlu : auskultasi paru untuk mencari tau tanda over
hidrasi berupa ronkhi basah halus dibasal akibat edema paru, cvp (bila
mungkin) dipertahankan pada 16-19 cm H2o, pengukuran diuresis melalui
pemasangan kateter pertahankan sekitar 30ml/jm.
e. Kecuali pada syok ireversibel, perbaikan keadaan biasanya tercapai
setelah pemberian kurang lebih 3000ml cairan koloid
(plasma/plasmaexander), bila digunakan cairan non koloid bisa sampai
8000 ml

Tabel 1. Klasifikasi syok hemoragik


% Blood Volume loss < 15% 15 – 30% 30 – 40% >40%
HR <100 >100 >120 >140
SBP N N, ↓ DBP, ↓ ↓
postural drop
Pulse Pressure N or ↓ ↓ ↓
Cap Refill < 3 sec > 3 sec >3 sec or absent
absent
Resp 14 – 20 20 - 30 30 - 40 >35
CNS Anxious v. anxious confused lethargic
Treatment 1 – 2 L 2 L crystalloid, 2 L crystalloid, re-

18
crystalloid, + re-evaluate evaluate, replace blood
maintenance loss 1:3 crystalloid, 1:1
colloid or blood products.
Urine output >0.5
mL/kg/hr
TTrans

Tranfusi Darah
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut
oksigen dari volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita
terhadap pemberian cairan.
a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa. Tujuan utama transfusi darah:
memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Dapat
diberikan darah biasa maupun packed cell. Pemberian cairan adekuat
dapat memperbaiki cardiac output tetapi tidak memperbaiki
oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport
oksigen yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan
tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:16
1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan
derajat III
2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2L kristaloid
3. Memperbaiki delivery oksigen
4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6 -8 gr/dl. Fresh frozen plasma
diberikan apabia terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25% atau terdapat
koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapatkan 2-10 unit
PRC. Transfusi platelet diberikan apabila keadaan trombositopenia
(trombosit <20.000-50.000/mm) dan perdarahan yang terus menerus.
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume
yang tidak adekuat :

19
1. Pendarahan yang berlanjut, perdarahan yang tidak terlihat adalah penyebab
paling umum dari respon buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk
kategori respon sementara.
2. Kebanyakan cairan (overload ) dan pemantauan CVP (central
venous pressure). Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko
kebanyakan cairan diperkecil dengan memantau respon penderita terhadap
resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP merupakan pedoman standar
untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima beban
cairan.
3. Menilai masalah lain. Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi,
maka perlu dipertimbangkan adanya tamponade jantung, penumothoraks,
masalah ventilator, kehilangan cairan yang tidak diketahui, distensi akut
lambung, infark miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan
syok neurogenik. Beberapa medikasi lain yang diperlukan adalah
pemberian antibiotik dan antasida atau H2 blocker. Pasien syok perdarahan
memiliki resiko terjadinya sepsis akibat iskemi pada sistem saluran cerna.
Pemberi anantasida atau H2 blocker  bertujuan untuk mengurangi stress
ulcer 18
4. Sekuele neurologis
5. Kematian

Pemberian obat-obat suportif :


a. Vasolidator
Dapat diberikan setelah terdapat perbaikan umum, sambil terus diberikan
cairan, dengan tujuan :
- Diagnostik : bila terjadi penurunan tekanan darah berarti tubuh masih
kekurangan cairan
- Terapeutik : untuk memperbaiki perfusi organ penting dengan
membuka pre dan post capilary sphinctr
- Isoproterenol (isuprel)

20
 Dosis 2 ml dalam 500 ml glukosa 5-10 %
 Tetesan disesuaikan untuk mempertahankan tekanan sistolik
disekitar 60 mmHg
 Tidak dapat diberikan bila frekuensi jantung lebih basar
120/menit atau diketahui mempunyai kelainan jantung karena
mempunyai kelainan efek memperbesar kebutuhan oksigen
jantung dan mempertinggi iritabilitas miokardium
 Hentikan pengobatan bila frekuensi janting lebih besar atau
150/menit atau aritmik
- Dopamin
 Dosis 200ml dalam 200 ml glukosa 5-10%
 Jumlah tetesan mula-mula 2 mcg/kgBB/menit kemudian
disesuikan dengan tekanan darah
 Dapat digunakan sebagai pengganti isoproterenol
- Alfa adrenergic blockers
 Venoksibenzamin ( dibenzyline) 1 mg/kgBB dalam 250-500 ml
glukosa 5% atau Nacl 0,9%/drip, atau
 Klorpromazin (largactil) ¼-1 mg/kgBB iv lambat
b. Vasokonstriktor (norepineprn,aramine EF-fortil) tidak dianjurkan karena
dapat memperburuk sirkulasi organ penting
c. Kortikosteroid
Bila secara klinik derajat syok tidak sesuai dengn perdarahan atau bila
dengan pergantian cairan yang adekuat tidak terlihat perbaikan, fikirkan
kemungkinan insufisiensi korteks adrenal. Untuk itu berikan kortiko dosis
besar, misalkan hidrokortisol 300mb iv lambat (dalam 30 detik), dapat diulang
sampai mencapai dosis total 2-6gr/24jm.
Dapat juga digunakan preparat lain dengan perbandingan dosis : kortison
25, hidrokortison 20, metilprednisolon 4 dan dexametason 0,75. Sering

21
memberikan efek yang memuaskan terutama pada syok hipopolemik dan syok
septik

d. Koreksi asidosis
Diberikan NA-bikarbonat dengan dosis ( 0,3xBBxbaseexcess) meq iv.
Pada kasus asidosis yang nyata baseexcess dianggap 20meq. Bila mungkin,
gunakan pemeriksaan gas darah (astruk) sebagai pedoman
e. Diuretik
Bila tekanan darah dan cvp telah membaik tetapi diuresis tetap ≤ 30
ml/jm, berikan manitol 20% 100ml/drip dalam waktu 1 jm :
- Bisa setelah itu diuresis >40ml/jm, pertahankan dengan dosis manitol
ulangan sampai mencapai dosis maksimul 100gr/24 jm
- Bila tetap <40ml/jm, berikan asametakrinat (edrecine) 50-100 mg iv : bila
diuresis membaik (>40ml/jm) pertahankan dengan kombinasi manitol dan
asametakrinat, bila tetap <40ml/jm dianggap telah terjadi payah ginjal
akut.

II. Syok Kardiogenik


1 Definisi
Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan
penurunan perfusi jaringan didalam penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, serta
pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan, yang terjadi karena
penurunan/tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan alat-alat vital
akibat dari disfungsi otot jantung terutama ventrikel kiri, sehingga terjadi
gangguan atau penurunan fungsi pompa jantung.1,4,5,7,8,9

Etiologi Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada


miokardium ventrikel kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri,
yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran

22
oksigen ke jaringan. Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam : 1.
Gangguan ventrikular ejection a. Infark miokard akut b. Miokarditis akut c.
Komplikasi mekanik : - Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot
papilaris - Ruptur septum interventrikulorum - Ruptur free wall - Aneurisma
ventrikel kiri - Stenosis aorta yang berat - Kardiomiopati - Kontusio miokard 2.
Gangguan ventrikular filling a. Tamponade jantung b. Stenosis mitral c.
Miksoma pada atrium kiri d. Trombus ball valve pada atrium e. Infark ventrikel
kanan 8,10

2. Patofisiologi
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan
ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan
gagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan
kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan
edema.5,11 Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap
baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal
menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas
untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan
terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi,
menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon
kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun
mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteria darah dan
perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena
aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan adanya infark, maka
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium
semakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat iskemia dan nekrosis
fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan miokardium. Dengan
bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang dengan cepat

23
sampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu sistem
organorgan penting.5,9 Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok
menjadi irreversibel. Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang
lain. Seperti telah diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini
pada keadaan syok. Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya
terhadap oksigen, beberapa perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme
anaerobik dimulai pada keadaan syok, maka miokardium tidak dapat
mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (adenosin trifosfat) dalam kadar
normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis
menghambat pembentukan energi dan mendorong terjadinya kerusakan lebih lanjut
dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke
bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas.6,10 Gangguan
pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang mematikan adalah
gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edema intra-alveolar akan
mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria. Atelektasis dan
infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok paru-
paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom distres pernafasan dewasa.
Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan, demikian juga gejala-gejala
yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung ke belakang.3,7,8
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih kurang
dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya menurunkan
pula keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik retensi natrium dan air,
maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan
berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal
ginjal akut.1,5,10 Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel
hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau
dapat berupa nekrosis hati yang masif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati
dapat nyata dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati,
glutamatoksaloasetat transaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase

24
serum (SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang mengawali
komplikasi-komplikasi ini.2,4,13 Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan
umumnya mengakibatkan nekrosis hemorhagik dari usus besar. Cedera usus besar
dapat mengeksaserbasi syok melalui penimbunan cairan pada usus dan absorbsi
bakteria dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir
selalu ditemukan pada keadaan syok.5,14 Dalam keadaan normal, aliran darah
serebral biasanya menunjukan autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi
sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan
aliran darah serebral ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang
memadai pada tekanan darah di bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat,
gejala-gejala defisit neurologik dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak
berlangsung terus jika pasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan
gangguan serebrovaskular.8,9 Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi
pengumpulan komponenkomponen selular intravaskular dari sistem hematologik,
yang akan meningkatkan tahanan vaskular perifer lebih lanjut. Koagulasi
intravaskular difus (DIC) dapat terjadi selama syok berlangsung, yang akan
memperburuk keadaan klinis.5,11

Diagnosis
Kriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial Infarction
Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute. Syok kardiogenik
ditandai oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Tekanan arteria sistolik < 90 mmHg atau 30
sampai 60 mmHg di bawah batas bawah sebelumnya. 2. Adanya penurunan aliran
darah ke sistem organ-organ utama : a. Keluaran kemih < 20 ml/jam, biasanya
disertai penurunan kadar natrium dalam kemih b. Vasokonstriksi perifer yang disertai
gejala kulit dingin, lembab c. Terganggunya fungsi mental 3. Indeks jantung < 2,1
L/(menit/m2) 4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan LVEDP/tekanan
baji kapiler paru-paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.5,9,15 Kriteria ini
mencerminkan gagal jantung kiri yang berat dengan adanya gagal ke depan dan ke
belakang. Hipotensi sistolik dan adanya gangguan perfusi jaringan merupakan ciri

25
khas keadaan syok. Penurunan yang jelas pada indeks jantung sampai kurang dari 0,9
L/(menit/m2) dapat ditemukan pada syok kardiogenik yang jelas.5,16 Pada sebagian
besar pasien syok kardiogenik, didapatkan sindrom klinis yang terdiri dari hipotensi
seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan yang 1 SYOK
KARDIOGENIK article by MiSC Kardiovaskular fkuii.org 5 buruk, yaitu oliguria
(urin 100 x/menit bila tidak ada blok AV. Sering kali didapatkan tanda-tanda
bendungan paru dan bunyi jantung yang sangat lemah walaupun bunyi jantung III
sering kali dapat terdengar. Pasien dengan disfungsi katup akut dapat memperlihatkan
adanya bising akibat regurgitasi aorta atau mitral. Pulsus paradoksus dapat terjadi
akibat adanya tamponade jantung akut.5,8 Menurut Scheidt dan kawan-kawan (1973)
kriteria syok kardiogenik dalam penelitian mereka adalah : 1. Tekanan sistolik arteri
< 20 ml/hari atau gangguan status mental. 3. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12
mmHg. 4. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap menyingkirkan
kemungkinan hipovolemia.2,4 Keadaan ini disertai dengan manifestasi peningkatan
katekolamin seperti pada renjatan lain, yaitu: gelisah, keringat dingin, akral dingin,
takikardia, dan lainlain.2,7 Tiga komponen utama syok kardiogenik telah termasuk
dalam definisi ini, yaitu adanya: gangguan fungsi ventrikel, bukti kegagalan organ
akibat berkurangnya perfusi jaringan, tidak adanya hipovolemi atau sebab-sebab
lainnya.8,15

II.6.3 Gejala Klinis


Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang
dari 90mmHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital
1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam
2. Gangguan mental, gelisah, sopourus
3. Akral dingin
4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya
laktat kardial.
5. Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol , rennin,
angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma. Pada keadaan

26
lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis
metabolic. Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
syok kardiogenik, disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari
intravaskular ke interstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika.
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya
cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15
mmHg).
Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:
1. Tensi turun: sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60
mmHg darisemula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.
2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun,
normal,rendah sampai meninggi.
4. Tekanan di atrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai
meninggi.
5. Resistensi sistemis.
6. Asidosis.

II.6.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang segera dilakukan :
1 . Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.
2 . Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)
3 . Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)
4 . Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-
basa dan k a d a r o k s i g e n .
5 . .Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan
prognosis.

27
6 . Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG, ekokardiografi. foto
polos dada.

II.6.5 Penatalaksanaan
Prehospital care: bertujuan untuk meminimalisir iskemik
d a n s y o k y a n g sedang terjadi. Pasien dipasang akses intravena,
oksigen h i g h f l o w , d a n m o n i t o r    jantung/ EKG. Dengan EKG dapat
segera dideteksi terjadinya ST elevasi yang terjadi pada infark miokard.
Obat-obatan inortropik sebaiknya dipersiapkan. Bila perlu, dapat
dilakukan pemberian ventilasi tekanan positif dan intubasi. Pemasangan CPAP
(Continuous positive airway pressure) atau BIPAP (bilevel positive airway
pressure) dapat dipertimbangkan.
Berdasarkan penelitian yang terdahulu, terapi pilihan
u n t u k s y o k t i p e i n i adalah percutaneus coronary intervention (PCI)
atau bypass arteri koroner. Dengan t e r a p i i n i m a k a a n g k a k e m a t i a n
d a p a t t u r u n d a l a m 1 t a h u n p e r t a m a . P C I t e r b a i k   dilakukan saat
onset dengan kejadian infark sekitar 90 menit sampai 12 jam pertama. Jika
fasilitas seperti ini tidak ada, maka terapi dengan trombolitik dapat
dipertimbangkan. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian trombolitik
pada tekanan darah yang rendah tidak dapat mengakibatkan lisis thrombus di
pembuluh darah.
Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat
sesak dapat dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. P e m b e r i a n
vasopresor intravena baik untuk meningkatkan inortropik dan
m e m a k s i m a l k a n p e r f u s i k e miokardium yang iskemik. Yang perlu
diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri dapat berakibat peningkatan
denyut jantung yang pada akhirnya akan memperluas infark yang
telah terjadi. Sehingga penggunaan vasopresor disini harus digunakan
secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat diberikan seperti:
(Patrick,2003)

28
1. Dopamin, dengan dosis tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi
oksigen miokard, dosis yang digunakan 5-10 mcg/kg/min.
2. Dobutamin selain memiliki sifat inortropik tetapi juga memiliki
efek vasodilatasi sehingga dapat mengurangi preload dan afterload.
3. Norepinefrin per infus dapat diberikan pada syok kardiogenik yang
refrakter, obat ini dapat mengakibatkan peningkatan afterload, dosis yang
dapat digunakan 0.5 mcg/kg/min. Preparat nitrat atau morfin digunakan
untuk analgetik, tetapi perlu diingat bahwa keduanya dapat
mengakibatkan hipotensi sehingga jangan sampai memperparah keadaan
syok pasien dengan pemberian preparat ini. Alat yang dapat
membantu pasien dalam syok kardiogenik secara mekanis yakni
intraaortic balloon pump (IABP) bermanfaat terutama pada syok
kardiogenik yang sudah tidak dapat ditangani dengan obat-obatan.
Anti agregasi trombosit seperti aspirin tersedia dalam 81 mg, 325 mg,
500 mg, dapat menurunkan mortalitas akibat infark miokard.
Vasodilator yang juga dapatdigunakan adalah nitrogliserin IV
yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos  pembuluh darah
sehingga menurunkan resistensi perifer. (Patrick,2003)

II.6.6 Beberapa komplikasi syok kardiogenik:


-Henti jantung
-Disritmia
-Gagal ginjal
-Kegagalan multiorgan
-Aneurisma ventrikel
-Sekuele tromboembolik
-Stroke
-Kematian.

29
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Syok bukan merupakan suatu diagnosis, syok merupakan suatu
sindrom klinis yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi
hemodinamik yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak
adekuatnya perfusi jaringan. Syok terdiri dari beberapa tahapan,
diantaranya tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi, dan tahapan
irreversible. Berdasarkan etiologinya, syok terdiri dari, syok
hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok distributif. Syok distributif
meliputi syok anafilaktik, syok neurogenik, dan syok sepsis.
Penanganan syok berbeda-beda sesuai dengan kelainan atau penyebab
syok tersebut. Adapun gejala dari syok adalah pucat (pallor ),hipotensi
(tekanan sistol < 90 mmHg), kadang- kadang tekanan darah tidak terdeteksi,
takikardi (frekuensi jantung > 100x/menit), takipneu (nafas cepat), berkeringat,
Akral dingin, dan Oliguria.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC;


2005. 119-24.
2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26
Th 2011].http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview
3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal
of  Emergency Surgery. 2006. 1-144.
4. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit
jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC.
5. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic
shock:Helpful or harmful Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
6. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science
Ltd,2003
7. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal
of  Emergency Surgery. 2006. 1-141 6 .
8. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6).
2002.504-11
9. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical
updatesemergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008

31

Anda mungkin juga menyukai