Anda di halaman 1dari 22

REVIEW JOURNAL ONE HEALTH

TOXOPLASMOSIS IN PREGNANCY

Disusun oleh:
Nanda Lisisina 030.15.130
Feren Pramiswari H 030.16.056
Petrus Danurdara W 030.16.165

Pembimbing :
Ambar Wahyuningsih Roestam

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKLTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 17 MEI – 5 JUNI 2021
PENDAHULUAN

Toksoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang


merupakan golongan protozoa yang sifatnya parasit obligat intraseluler. Toksoplasmosis
merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia dan
sebaliknya. Toksoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi penyakit juga
dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba. Untuk penularan penyakit toksoplasmosis
tidak hanya terjadi pada orang yang memelihara kucing atau anjing, karena pada manusia
toksoplasmosis sering melalui saluran pencernaan, biasanya melalui perantara makanan atau
minuman yang terkontaminasi, misalnya karena minum susu sapi yang tidak di pasteurisasi atau
memakan daging yang belum dimasak secara matang dari hewan yang terinfeksi dengan
penyakit toksoplasmosis.(1)
Infeksi toksoplasma sangat berbahaya bila terjadi pada manusia terutama pada ibu hamil
atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu. Infeksi parasit toksoplasmosis ini
pada ibu hamil tidak menimbulkan gejala yang nyata atau tidak berpengaruh pada ibu sendiri tapi
mempunyai dampak serius pada janin yang dikandungnya .(1) Meskipun sebagian besar fetus yang
terinfeksi tidak menunjukkan tanda-tanda klinis yang nyata saat lahir, banyak dari mereka yang
sudah memiliki manifestasi seperti retardasi mental di kemudian hari. Infeksi yang terjadi pada
trimester pertama dapat menyebabkan aborsi spontan, bayi lahir mati. Toksoplasmosis
merupakan hal yang tidak umum di Amerika Serikat, dengan kira-kira 400-4000 kasus setiap
tahun. (2)
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasite protozoa intraseluler
obligat Toxoplasma gondii. Sebagian besar infeksinya bersifat asimptomatik, tetapi implikasi
pada ibu hamil beragam. Pada ibu hamil dapat timbul aborsi spontan, bayi lahir mati, atau
persalinan premature ditambah dengan berbagai abnormalitas pada fetus.(3)

2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, diperkirakan sebesar 8-22% terinfeksi toksoplasmosis, dan
diperkirakan juga prevalensi yang sama di Inggris. Di Amerika Tengah, Amerika Selatan dan
Eropa diperkirakan prevalensi toksoplasmosis mencapai 30-90%.(4) Prevalensi toksoplasmosis di
berbagai daerah Indonesia berkisar antara 2-51%. Pemeriksaan antibody pada donor darah di
Jakarta memperlihatkan 60% di antaranya mengandung igG terhadap parasit tersebut. (3)
Prevalensi toksoplasmosis di Indonesia diduga terus meningkat seiring dengan perubahan pola
hidup yang ada pada masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, wanita yang mengalami
keguguran di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Hasan Sadikit 51,48%
positif terinfeksi toxoplasma gondii.

2.3 Morfologi bakteri


Toxoplasma gondii terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit, kista, dan ookist. Takizoit
memperbanyak diri secara cepat pada berbagai macam sel di tubuh hospes perantara dan sel
epithelial intestinal dari hospes definitive. Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai
jaringan tubuh. Bradizoit adalah bentuk dari T.gondii yang memperbanyak diri secara lambat
dalam kista jaraingan. Kista jaringan dapat ditemukan pada berbagai organ visceral misalnya
paru, hepar, ginjal, namun sering dijumpai pada jaringan saraf dan otot misalnya otak, mata, otot
skeletal. Ookista yang terdapat dalam tinja kucing merupakan bentuk tidak bersporulasi
berbentuk spheris dan subspheris berukuran 10x12 µm, berisi dua sporokista yang masing-
masing mengandung empat sporozoit. Takizoit terdiri dari berbagai organela dan inclusion
bodies yaitu lapisan luar, mitochondria, RE kasar dan halus, golgi complex.
Gambar 2.1 Takizoit Toxoplasma gondii
2.4 Faktor Risiko
Dalam masa kehamilan, infeksi primer pada ibu dapat menuntun kepada transmisi
vertical, diikuti oleh infeksi fetal yang memperlihatkan risiko abnormalitas kongenital. Waktu
infeksi maternal, kompetensi imunologis ibu. Konsumsi makanan yang tidak matang dan atau
terkontaminasi contoh daging babi, daging sapi, daging ayam. Konsumsi air yang terkontaminasi
atau susu yang tidak melewati proses pasteurisasi, pekerjaan yang berhubungan dengan daging
mentah, kontak dengan kucing, khususnya feses dari kucing. Penelitian di beberapa daerah di
jawa tengah, Indonesia menunjukkan bahwa penduduk yang tinggal di dataran rendah memiliki
risiko untuk terjangkit toksoplasmosis lebih tinggi dibandingkan penduduk yang tinggal di
dataran tinggi. Hal ini kemungkinan karena adanya oosit yang terbawea dari dataran tinggi ke
dataran rendah pada saat musim hujan ataupun oleh arus sungai. Kemungkinan kedua adalah
karena rendahnya populasi kucing di dataran tinggi.(5)

2.5 Diagnosis
Toksoplasmosis kongenital hanya akan terjadi jika seorang wanita mendapat infeksi
selama hamil. Satu-satunya cara untuk menentukan infeksi adalah dengan skrining serologi.
Tidak semua wanita hamil menunjukkan gejala saat terinfeksi toksoplasmosis dan hanya
sebagian kecil janin yang menunjukkan tanda abnormal yang dapat dideteksi dengan
ultrasonografi rutin. Hal ini menjadi pertimbangan perlunya skrining dan tes serial
terhadap setiap wanita hamil. Beberapa negara yang mengimplementasikan program skrining
rutin prenatal.
Gambar 2.2. Alur diagnosis toxoplasmosis kongenital

2.6 Siklus Hidup

Siklus hidup T.gondii terbagi menjadi dua yaitu siklus hidup seksual yang terjadi pada
kucing dan hewan sebangsanya dan siklus hidup aseksual yang terjadi pada beragam organisme
selain kucing. Kucing merupakan hospes definitive karena dalam sel epitelium usus halus kucing
terjadi perkembangan stadium seksual maupun aseksual. Siklus hidup seksual dimulai dari
ookista maupun kista jaringan yang menginvansi sel mukosa usus kecil kucing sehingga
terbentuk schizont yang kemudian berkemang menjadi gametosit. Setelah terjadi fusi antar gamet
jantan dan betina maka terbentuklah ookista yang kemudian keluar dari sel hospes menuju ke
lumen usus kucing dan dikeluarkan bersama feses. Ookista jika tertelan hospes intermediate
seperti tikus, kambing dan juga manusia dapat terjadi siklus hidup aseksual. Ookista terbuka dan
mengeluarkan 8 sporozoit di dalam duodenum manusia atau hewan, kemudian menembus
dinding usus dan mengikuti sirkulasi darah dan menginvasi berbagai sel terutama makrofag.

2.7 Transmisi
Manusia dapat terinfeksi oleh T.gondii dengan berbagai cara. Penularan toxoplasmosis
umumnya terjadi melalui rute oral yaitu secara tidak sengaja menelan ookista dari tanah yang
terkontaminasi misalnya melalui sayur, buah-buahan yang tidak dicuci, sumber air minum yang
terkontaminasi, susu yang tidak dipasteurisasi, mengkonsumsi daging yang tidak dimasak
dengan baik. Pada saat manusia memakan daging berisi kista yang mengandung bradizoit,
dinding kista akan pecah di dalam lambung host dan bradizoit yang tahan terhadap peptidase
lambung dilepaskan dan menginvasi usus halus. Penularan toxoplasma dapat terjadi secara
langsung melalui transfuse darah atau transplantasi organ, karena takizoit maupun bradizoit
dapat dikultur dari darah yang diletakkan pada pendingin atau dibekukan, hal ini merupakan
sumber infeksi bagi individu yang mendapat transfuse darah. Infeksi toxoplasma juga pernah
dilaporkan terjadi pada penerima transplantasi ginjal dan jantung yang sebelumnya tidak
terinfeksi.

2.8 Pencegahan
Beberapa hal paling penting dalam pencegahan toksoplasmosis ialah higiene, mencuci
tangan setelah menyentuh daging mentah dan menghindari feses kucing.   Hindari makanan yang
terkontaminasi dan masak daging dengan tepat. Pencegahan sekunder terdiri dari diagnosis awal
pada ibu, fetus dan bayi baru lahir dan menghindari tindakan yang dapat menyebabkan transmisi
parasit secara transplasental, melalui intervensi terapi pada ibu hamil dan anak‐anak yang
memperlihatkan infeksi akut. Pencegahan tersier berkonsentrasi pada diagnosis awal melalui
kadar antibodi spesifik IgA dan IgM dalam darah yang diambil dari bayi baru lahir,
memperkenankan pelaksanaan rezim terapi untuk mencegah atau mengurangi risiko sekuale
Tabel 1. Analisis PICO
The one Health Approach to Prevalence and Risk Factors for Prevalence of Toxoplasma gondii and
Toxoplasmosis: Epidemiology, Toxoplasmosis in Middle Java, Associated Risk Factors among
Control and prevention strategies Indonesia (2016) Pregnant Women Attending Hospital
(2019) Centers in Penka-Michel, Cameroon
(2018)

Problem  Di Amerika Serikat, diperkirakan  Prevalensi toksoplasmosis di  Beberapa studi di Kamerun


1,1 Juta orang terinfeksi T.gondii manusia mencapai 43 – 88% di melaporkan bahwa seroprevalensi
setiap tahun, dan diperkirakan Indonesia, sementara prevalensi infeksi T. gondii pada wanita hamil
10,4% populasi menunjukkan toksoplasmosis di hewan 8.8% pada sebesar 77,1% pada tahun 1992 dan
seroprevalensi yang berhubungan sapi, 51% di kambing, 45% di 65,5% pada tahun 2012.
dengan riwayat paparan domba.  Penelitian terhadap prevalensi
 Mayoritas kasus (78%)  Kontak masyarakat dengan tanah toksoplasmosis pada wanita hamil
toksoplasma kongenital dari 4 dan ternak. Peningkatan kontak hanya dilakukan di perkotaan
data epidemiologi di Amerika dengan daging mentah atau sehingga informasi mengenai
Utara berasal dari transmisi oosit. mengkonsumsi sate kambing, prevalensi toksoplasmosis pada
Walaupun 49% dari kasus domba, sapi, ayam, dan kelinci, wanita hamil di pedesaan sangat
transmisinya melalui makanan berpotensi dengan daging setengah langka dibandingkan perkotaan
 Toksoplasmosis merupakan matang. padahal faktor predisposisi di
penyakit global yang dapat pedesaan lebih sering terjadi.
ditemukan di berbagai habitat,  Peningkatan prevalensi
regio, mulai dari Arctic sampai toksoplasmosis sering berkaitan
tropic dan mempengaruhi hewan dengan adanya kontak dengan
berdarah panas tanah, konsumsi daging dan
 Diperkirakan 30-80 juta kucing liar sayuran mentah atau setengah
di Amerika Serikat yang defekasi di matang, sanitasi buruk atau
tempat terbuka dan memiliki pengolahan makanan tidak higienis
risiko lebih tinggi untuk menjadi
host dan menyebarkan T.gondii
Intervention Manusia: Manusia: Manusia:
 Meningkatkan program skrining  Pengukuran IgG dan IgM  Pengukuran IgG Antibodi spesifik
akan meningkatkan sensititifitas menggunakan ELISA. Toxoplasma gondii
alat untuk mengurangi risiko  Penelitian kolaboratif interdisiplin menggunakan enzyme
 Pengembangan vaksin dan terapi sosiodemografik, gaya hidup dan immunoassay.
yang lebih efektif untuk jangka lingkungan merupakan faktor risiko  Pengumpulan data
panjang dari toksoplasmosis untuk menggunakan kuesioner dan
mengurangi risiko transmisi. analisis data mengenai
parameter sosiodemografi dan
faktor risiko predisposisi
Hewan: Hewan: terhadap toksoplasmosis.
 Pengembangan vaksin dan terapi Tidak dilakukan
yang lebih efektif untuk jangka Lingkungan: Hewan:
panjang  Penggunaan Geographic Tidak dilakukan
Lingkungan: Information System (GIS), untuk
 Mengeliminasi host definitive dan surveilans dan pemantauan Lingkungan:
Intermediate dengan mengurangi penyakit, deteksi cluster penyakit, Tidak dilakukan
populasi kucing di lingkungan identifikasi prediktor lingkungan
untuk menurunkan risiko penyakit pada populasi satwa liar,
transmisi. penilaian risiko dan pemodelan
penyebaran serta dampak penyakit.

Comparison Tidak ada perbandingan Membandingkan prevalensi dan Membandingkan seropositive


faktor risiko toksoplasmosis di Jawa toxoplasma wanita hamil yang memiliki
Tengah. faktor resiko dan wanita hamil yang
tidak memiliki faktor resiko.
Outcome  Praktisi kesehatan manusia  Prevalensi toksoplasmosis di Jawa  Prevalensi
dan hewan, serta semua ahli Tengah adalah 62,5%.
- Prevalensi wanita hamil terkena
yang berinteraksi dengan  Faktor risiko yang berhubungan
toxoplasmosis di Cameroon
masyarakat harus berupaya adalah daerah dataran
adalah 35.77%.
menjelaskan pemahaman rendah<200m, kontak dengan
terkini tentang siklus hidup, daging mentah, sumber air tidak
 Faktor risiko
rute penularan, dan terfiltrasi dan tingginya populasi
pencegahan untuk kucing. - Wanita hamil yang bekerja
menghindari paparan secara  Prevalensi berdasarkan faktor risiko sebagai petani dan ibu rumah
lebih efektif. yang berhubungan: tangga lebih berisiko terkena
 Dokter, spesialis kesehatan  Prevalensi daerah dataran toxoplasmosis dibandingkan
masyarakat, dokter hewan, rendah <200m sebesar 79.05%. pedangang, pelajar dan pegawai
dan bahkan ahli biologi satwa  Prevalensi kontak dengan daging negeri sipil.
liar harus untuk mentah sebesar 67.80%. - Wanita hamil yang
memperingatkan masyarakat  Prevalensi sumber air tidak berpendidikan tingkat
agar selalu mencuci tangan. terfiltrasi sebesar 66.16%. Universitas lebih berisiko

 Prevalensi tingginya populasi terkena toxoplasmosis


kucing sebesar 67.30%. dibandingkan wanita hamil
dengan tingkat pendidikan
lainnya.
- Tidak makan daging mentah
atau setengah matang akan
mencegah terjadinya
toxoplasmosis pada wanita
hamil.
- Wanita hamil yang tidak
memiliki pengetahun tentang
toxoplasmosis berisiko terkena
toxoplasmosis dibandingkan
wanita hamil yang memiliki
pengetahuan tentang
toxoplasmosis.

Tabel 2. Journal Review

The one Health Approach to Prevalence and Risk Factors for Prevalence of Toxoplasma gondii and
Toxoplasmosis: Epidemiology, Control Toxoplasmosis in Middle Java, Indonesia Associated Risk Factors among
and prevention strategies (2019) (2016) Pregnant Women Attending Hospital
Centers in Penka-Michel, Cameroon
(2018)
Topik Intervensi One Health dalam Analisis prevalensi dan faktor risiko Menentukan seroprevalensi Toxoplasma
pengendalian toxoplasmosis berdasarkan toxoplasmosis di Jawa Tengah, Indonesia. gondii antibodi igG spesifik pada wanita
pendekatan transdisclipinary, integrative
hamil dan mengidentifikasi faktor risiko
research dan pengembangan kapasitas.
predisposisi toksoplasmosis di Penka-
Mivhel, area pedesaan di bagian barat
Kamerun.
Populasi Dokter, Ahli kesehatan masyarakat, Masyarakat Cluster 1 (Purworejo dan Wanita hamil usia 15-50 tahun yang
Dokter hewan dan Ahli biologi. Kebumen). Cluster 2 (Cilacap dan datang ke Rumah Sakit yang dipilih
Banyumas). Cluster 3 (Purbalingga, periode April sampai Juli 2014.
Banjarnegara dan Wonosobo)
Lokasi Amerika Jawa Tengah, Indonesia Kamerun
Faktor  Manusia: konsumsi sayuran yang  Manusia: konsumsi daging kurang  Usia wanita
resiko terkontaminasi dan daging matang dan sayur mentah,  Usia kehamilan
mentah atau setengah matang konsumsi air tanpa di filtrasi,  Tingkat Pendidikan
yang terinfeksi, meminum air pekerjaan bertani terjadi kontak  Pekerjaan
yang terkontaminasi, transfusi langsung dengan tanah, interaksi  Riwayat kebidanan (jumlah
darah atau transplantasi organ, dengan kucing liar, pola hidup dan kehamilan dan aborsi)
transmisi intrauterin atau status social ekonomi.  Frekuensi konsumsi daging
transplasenta dan minum susu  Hewan: kucing dan hewan ternak. (sedikit daging dalam seminggu
tidak dipasteurisasi.  Lingkungan: letak geografis (suhu lebih sering, beberapa daging
 Hewan: konsumsi daging mentah. >290C, daerah dataran rendah, dalam sebulan sebagai sering
 Lingkungan: populasi kucing liar kelembapan dan dekat sungai) dan jarang / tidak pernah) dan
yang tinggi. jenis daging (daging sapi, domba,
ayam, babi) sayuran dan buah-
buahan (mentah atau tidak)
 Preferensi memasak (mentah
atau kurang matang atau
matang)
 Memiliki kucing (luar atau dalam
ruangan)
 Paparan tanah (pekerjaan atau
hobi)
 Pengetahuan tentang
toksoplasmosis.
Research Apakah intervensi yang tepat dalam Berapa prevalensi dan apa yang menjadi Berapa prevalensi wanita hamil yang
pengendalian toxoplasmosis berdasarkan faktor risiko terkait toxoplasma di Jawa
question terkena toxoplasmosis dan karakteristik
pendekatan transdisclipinary, integrative Tengah?
research dan pengembangan? sosiodemografi dan faktor resiko apa
yang berhubungan dengan seropositive
toxoplasma?
Metode Article Review Cross Sectional Cross Sectional
Penerapan  Manusia: Edukasi mengenai rute  Manusia: Mengukur IgG dan IgM Manusia:
intervensi penularan dan pencegahan Anti-Toxoplasma pada manusia  Mengukur IgG Anti-Toxoplasma
One Health secara tepat. Melakukan program untuk menemukan toxoplasma. pada wanita hamil untuk
screening pada wanita hamil dan  Hewan: Melakukan upaya pada menemukan toxoplasma
bayi baru lahir. Pemberian vaksin. kucing dan hewan ternak untuk  Mengumpulkan dan
 Hewan: Melakukan pemeriksaan menemukan toxoplasma menganalisis data yang berisi
dan pemberian vaksin  Lingkungan: melakukan filtrasi parameter sosiodemografi dan
 Lingkungan: Pemantauan pada sumber air dan tempat faktor risiko predisposisi
penyakit tingkat populasi dan tinggal tidak dekat dengan sungai. terhadap toksoplasmosis
penciptaan kesehatan berbasis
ekosistem (pengaturan kucing liar
yang berkeliaran bebas sesuai)
- Prevalensi
 Alat-alat baru seperti landscape  Prevalensi toksoplasmosis di Jawa
- Prevalensi wanita hamil terkena
epidemiology dan web-based Tengah adalah 62,5%.
toxoplasmosis di Cameroon
Hasil google analytics telah Faktor resiko:
adalah 35.77%.
dikembangkan untuk menilai dan  Ketinggian pada atau di bawah
- Faktor risiko
memantau pathogen 200m berisiko lebih tinggi
- Wanita hamil yang tidak
 Penciptaan sistem surveilens dibandingkan dengan ketinggian
mempunyai pengetahuan
untuk hewan dan ekosistem dan lebih dari 200 m (OR = 56,19 CI =
tentang toxoplasmosis
adaptasi sistem kesehatan untuk 27,65–114,23; P <0,001).
mempunyai risiko dibandingkan
negara dengan penghasilan  Pekerjaan sehari-hari atau aktivitas
wanita hamil yang punya
rendah kontak langsung dengan daging
pengetahuan tentang
 Pemfokusan dalam mentah berisiko lebih tinggi
toxoplasmosis (OR = 4.518; CI =
Hasil pengembangan vaksin dibandingkan dengan yang tidak
2.585 – 7.898; P = 0.0001)
 Pengembangan dan standarisasi rutin kontak dengan daging
- Wanita hamil yang makan daging
tes diagnostic untuk infeksi mentah (OR = 1.77; CI = 1.27–2.47;
mentah atau setengah matang
toksoplasma P = 0.001).
mempunyai risiko dibandingkan
 Pembuatan peraturan tentang  Tidak menyaring air berisiko lebih
tidak wanita hamil yang makan
populasi kucing liar di satu tinggi dibandingkan dengan daging mentah atau setengah
wilayah menyaring air (OR = 1,74; OR = matang (OR = 0.6170; CI = 0.3900
 Pembuatan penangkaran hewan 1,74; P = 0,003). – 0.9760; P = 0.0426)
 Tinggal di daerah dengan populasi
- Usia Wanita hamil tidak
kucing yang tinggi berisiko lebih
berhubungan dengan terjadinya
tinggi dibandingkan dengan tinggal toxoplasmosis pada wanita hamil
di daerah dengan populasi kurcing (P = 0,0749)
yang rendah (OR = 1,42; CI = 1,02–
- Graviditas tidak berhubungan
1,98; P = 0,045). dengan terjadinya toxoplasmosis
pada wanita hamil (P = 0,6878)

- Usia kehamilan tidak


berhubungan dengan terjadinya
toxoplasmosis pada wanita hamil
(P = 0,6640)
- Konsumsi buah dan sayuran
mentah tidak berhubungan
dengan terjadinya toxoplasmosis
pada wanita hamil (P = 0,0667)
- Riwayat aborsi tidak
berhubungan dengan terjadinya
toxoplasmosis pada wanita hamil
(P = 0,3813)
- Kepemilikan kucing tidak
berhubungan dengan terjadinya
toxoplasmosis pada wanita hamil
(P = 0,5594)
- Frekuensi konsumsi daging tidak
berhubungan dengan terjadinya
toxoplasmosis pada wanita hamil
(P = 0,4281)
- Tipe konsumsi daging tidak
berhubungan dengan terjadinya
toxoplasmosis pada wanita hamil
(P = 0,082)

Dapatkah Transdiciplinary  Kolaborasi interdisipliner untuk Pemeriksaan Toxoplasma gondii IgG


diterapkan  Menggabungkan studi indikator membangun sinergitas pemajuan antibodi spesifik dengan Teknik ELISA
di lingkungan dengan alat upaya kesehatan yang diwujudkan terhadap toxoplasmosis pada wanita
Indonesia diagnostik biomedis tertentu melalui: hamil khususnya dapat diterapkan di
untuk memudahkan diagnosis Indonesia untuk meningkatkan kualitas
1. mempercepat penemuan
diagnostic toxoplasmosis sehingga
penelitian biomedis.
Integrative Research 2. meningkatkan upaya kesehatan upaya pelayanan kesehatan khususnya
 Pengembangan dan pemberian masyarakat. pada wanita hamil dapat maksimal
Vaksin untuk hewan ternak dapat
3. memperluas basis
dilakukan untuk mencegah
pengetahuan ilmiah.
penularan toksoplasma
4. meningkatkan pendidikan dan
Pengembangan
perawatan klinis.
 Pengaturan kucing liar juga dapat
 GIS dapat dimanfaatkan untuk
dilakukan di Indonesia dengan
mengembangkan Peta Risiko Zoonosis
dibuatnya tempat penangkaran
Indonesia. Tujuan dari pengembangan
untuk kucing liar
aplikasi peta risiko adalah:
1. Memfasilitasi Pemerintah daerah
dalam melakukan analisis risiko.
2. Memetakan provinsi terhadap
potensi KLB/Wabah zoonosis .
3. Mendukung pengembangan
program guna mitigasi risiko
KLB/Wabah zoonosis.
4. Memberi masukan atau
rekomendasi bagi pengambil
kebijakan di daerah dalam
pengendalian zonosis.

Tabel 3. Penerapan Pendekatan One Health dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian di Indonesia
Domain Upaya Intervensi/ Program Peraturan/ Peran Jajaran
Kegiatan Pencegahan & Penanggulangan Pemerintah Kebijakan yang mengatur Kesehatan/ Pemangku
kepentingan terkait
Manusia  Perilaku Hidup Bersih dan  GERMAS  PP No. 1096 Tahun 2011  Puskesmas
Sehat  Promosi tentang hygiene sanitasi  Dinas kesehatan
 Menghindari pengolahan makanan dan kesehatan jasaboga  Otoritas veteriner
minuman yang berisiko terkontaminasi  Penyuluhan  PERMENKES RI No.  Dokter dan
 Melakukan transufusi darah yang aman  Sistem pencatatan 736/MENKES/PER/VI/2010 petugas
 Melakukan vaksinasi torch pada dan pelaporan tentang tatalaksana kesehatan
kelompok berisiko terinfeksi  Program pengawasan kualitas air minum  Kementerian
 Pengetatan sistem penyelidikan screening  PERMENKES RI No. 91 Tahun kesehatan
Epidemiologi penyakit 2015 tentang standar  Pemerintah
 Meningkatkan kompetensi penegakan  Pelayanan pelayanan transfusi darah daerah
diagnosis kesehatan yang  PERMENKES RI No. 97 Tahun
memenuhi 2014 tentang pelayanan
standar kesehatan masa sebelum hamil,
masa hamil, persalinan, dan
masa sesudah melahirkan,
penyelenggaraan pelayanan
kontrasepsi, serta pelayanan
kesehatan seksual
 PP No. 47 Tahun 2014 tentang
pengendalian dan
penanggulangan penyakit
hewan
Hewan  Pemeriksaan hewan  Surveilans  PERMENTAN RI No.  Pemerintah daerah
 Vaksinasi atau pengebalan hewan epidemiologi 61/Permentan/PK.320/12/201  Puskeswan
 Pengetatan sistem penyelidikan  Promosi Kesehatan 5 tentang pemberantasan  Dinas kesehatan
Epidemiologi  Karantina hewan penyakit hewan  Dokter hewan dan
 Pemeriksaan laboratorium kasus hewan petugas
dicurigai kesehatan
 Otoritas veteriner
 Litbangkes

Lingkungan  Penguatan upaya  Surveilans  UU RI No 21 Tahun 2019  Puskesmas


preventif dan promotive (KIE) epidemiologi tentang Karantina Hewan,  Dinas kesehatan
 Monitoring evaluasi daerah yang  Penyuluhan dan Ikan dan Tumbuhan  Dinas Kehutanan
dicurigai terjadi kontak penularan promosi  PP No 14 Tahun 2016  Dinas Perdagangan
Kesehatan  Dokter dan dokter
tentang penyelenggaraan
hewan petugas
 Program Hama perumahan dan kawasan kesehatan
dan Penyakit pemukiman  Kementerian
Hewan dikarantina kesehatan dan
perhubungan
 Pemerintah daerah
 BNPB
 BTKLPP
 Kepala desa
Daftar Pustaka

1. Wahyuni S. Toxoplasma dalam kehamilan. Kementrian Kesehat Politek Kesehat


Surakarta Jur Kebidanan. 2013;2(1):1–6.
2. Hamdan A Bin. Toksoplasmosis Dalam Kehamilan. J Biomedik. 2018;4(1):27–32.
3. Soedarto. Masalah Titer IgG dan IgM dalam Menentukan Diagnosis Toksoplasmosis
IgG and IgM titres Problems in Determining Diagnosis of Toxoplasmosis. Ilm Kedokt
Wijaya Kusuma. 2017;6(2):1–5.
4. Aguirre AA, Longcore T, Barbieri M, Dabritz H, Hill D, Klein PN, et al. The One
Health Approach to Toxoplasmosis: Epidemiology, Control, and Prevention
Strategies. Ecohealth [Internet]. 2019;16(2):378–90. Available from:
https://doi.org/10.1007/s10393-019-01405-7
5. Retmanasari A, Widartono BS, Wijayanti MA, Artama WT. Prevalence and Risk
Factors for Toxoplasmosis in Middle Java, Indonesia. Ecohealth. 2017;14(1):162–70.
6. Aryani IGAD. Toxoplasmosis Kongenital. Cermin Dunia Kedokteran. 2017.
7. Hamdan AB. Toxoplasmosis dalam kehamilan. Inti Sari Sains Media. 2018.
8. Aguirre AA, Longcore T, Barbieri M, Dabritz H, Hill D, Klein PN et al. The One
Health Approach to Toxoplasmosis: Epidemiology, Control, and Prevention
Strategies. Eco Health. 2019.
9. Retmanasari A, Widartono BS, Wijayanti MA, Artama WT. Prevalence and Risk
Factors for Toxoplasmosis in Middle Java, Indonesia. Eco Health. 2016.
10. Mabeku LBK, Tchakounte C, Bonsi ST, Etoa FX. Prevalence of Toxoplasma gondii
and Associated Risk Factors among Pregnant Women Attending Hospital Centers in
Penka-Michel, Cameroon. Journal of Scientific and Reports. 2018.

Anda mungkin juga menyukai