Anda di halaman 1dari 12

TUGAS UJIAN

NAMA : Ella Anggi Famela.S.Lalusu,S.Ked

STAMBUK : 13 19 777 14 378

1. Pengertian Syok

Syok didefinisikan sebagai sindrom gangguan patofisiologi berat yang ketika berlanjut
menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, hal ini dapat dikaitkan dengan metabolisme sel yang
tidak normal. Selain itu, syok merupakan kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh sehingga
perfusi jaringan menjadi tidak adekuat

2. Macam-Macam syok ?

1. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan
yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok hemorragic) atau cairan tubuh
yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok hipovolemik
diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan karena obsetri.
Syok hipovolemik merupakan salah satu syok dengan angka kejadian yang paling banyak
dibandingkan syok lainnya. Hypovolemic shock atau syok hipovolemik dapat didefinisikan
sebagai berkurangnya volume sirkulasi darah dibandingkan dengan kapasitas pembuluh darah
total. Hypovolemic shock merupakan syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan intravascular
yang umumnya berupa darah atau plasma. Kehilangan darah oleh luka yang terbuka merupakan
salah satu penyebab yang umum, namun kehilangan darah yang tidak terlihat dapat ditemukan di
abdominal, jaringan retroperitoneal, atau jaringan di sekitar retakan tulang. Sedangkan
kehilangan plasma protein dapat diasosiasikan dengan penyakit seperti pankreasitis, peritonitis,
luka bakar dan anafilaksis.

 Epidemiologi

Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta
kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%. Sedangkan
angka kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan
peralatan yang kurang memadai mencapai 36%. 1 Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan
oleh Yamaguchi dan Hopper (1964), dari 10 kasus ada 3 kasus dimana pasien mengalami syok
yang disebabkan oleh komplikasi dari sindrom nefrotik. Di Indonesia sendiri, angka kematian
penderita hypovolemic shock akibat Demam Berdarah dengan ranjatan (dengue shock syndrome)
yang disertai dengan perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa ditahun.

 Etiologi

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di
intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang
menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi
berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang
paling sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga
dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada
organ-organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama.

 Patofisiologi

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan
aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah
jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa
organ:

1. Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan
tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan
lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk
pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak
mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan
oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang
melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial
pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di
semua organ akan terganggu.

2. Neuroendokrin

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor
tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta
substrak lain.

3. Kardiovaskular

Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan
kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung,
penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi jantung.
Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan
volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki
keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung

4. Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi
endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini memicu
pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel
dan menyebabkan depresi jantung.

5. Ginjal

Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya
sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah
nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik
seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi
hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama
dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.
2. Syok Kardiogenik

syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang menyebabkan kelainan fungsi jaringan
yang tidak cukup untuk mendistribusi bahan makanan dan mengambil sisa metabolisme. Syok
kardiogenik adalah syok yang disebabkan oleh ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat dari
kerusakan fungsi ventrikel. Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan
cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, akibat dari gangguan fungsi
pompa jantung

 Etiologi

Penyebab syok kardiogenik terjadi akibat beberapa jenis kerusakan, gangguan atau cedera pada
jantung yang menghambat kemampuan jantungg untuk berkontraksi secara efektif dan
memompa darah. Pada syok kardiogenik, jantung mengalami kerusakan berat sehingga tidak bisa
secara efektif memperfusi dirinya sendiri atau organ vital lainnya. Ketika keadaan tersebut
terjadi, jantung tidak dapat memompa darah karena otot jantung yang mengalami iskemia tidak
dapat memompa secara efektif. Pada kondisi iskemia berkelanjutan, denyut jantung tidak
berarturan dan curah jantung menurun secara drastic

Beberapa faktor penyebab terjadinya syok kardiogenik adalah :

1. Infark Miokardium : jantung yang rusak tidak dapat memompa darah dan curah jantung tiba-
tiba menurun. Tekanan sistolik menurun akibat kegagalan mekanisme kompensasi. Jantung
akan melakukan yang terbaik pada setiap kondisi, sampai akhirnya pompa jantung tidak
dapat memperfusi dirinya sendiri
2. 2. Aritmia Ventrikel yang Mematikan : pasien dengan takikardia terus menerus akan dengan
cepat menjadi tidak stabil. Tekanan darah sistolik dan curah jantung menurun karena denyut
jantung yang terlalu cepat menurunkan waktu pengisian ventrikel. Takikardia ventrikel dan
fibrasi ventrikel dapat terjadi karena iskemia miokardium setelah infark miokardium akut
3. Gagal Jantung Stadium Akhir : jaringan parut di miokardium akibat serangan jantung
sebelumnyaa, dilatasi ventrikel, dan iskemia miokardium kronis merusak otot jantung, dan
gerak dinding menjadi tidak terkoordinasi (ruang ventrikel tidak padat memompa secara
bersamaan
 Patofisiologi

Syok kardiogenik di tandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Nekrosis fokal
diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang terusmenerus antara kebutuhan suplai
oksigen miokardium. Pembuluh coroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran
darah secara memadai sebagai respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen
jantung oleh aktivitas respons kompensatorik seperti perangsang simpatik. Kontraktilitas
ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu akibat dari proses infark. Pertahanan
perfusi jaringan menjadi tidak memadai, karena ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan
tidak mampu menyediakan curah jantung dengan baik. Maka dimulailah siklus yang terus
berulang. Siklus dimulai saat terjadinya infark yang berkelanjut dengan gangguan fungsi
miokardium.Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokardium mengakibatkan
perubahan metabolism dan terjadi asidosis metabolic pada miokardium yang berlanjut pada
gangguan kontraktilitas miokardium yang berakibat pada penurunan volume sekuncup yang di
keluarkan oleh ventrikel. Penurunan curah jantung dan hipotensi arteria disebabkan karena
adanya gangguan fungsi miokardium yang berat. Akibat menurunnya perfusi coroner yang lebih
lanjut akan mengakibatkan hipoksia miokardium yang bersiklus ulang pada iskemia dan
kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat di telusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini
harus di putus sedini mungkin untuk menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan mencegah
perkembangan menuju tahap irreversible dimana perkembangan kondisi bertahap akan menuju
pada aritmia dan kematian

 Manisfestasi Klinis

Menurut buku Aspiani 2015 timbulnya syok kardiogenik dengan infark miokard akut dapat
dikategorikan dalam beberapa tanda dan gejala berikut:

1. Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setlah infark akibat gangguan miokard miokard atau
rupture dinding bebas ventrikel kiri

2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark berulang
3. Timbulnya tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai timbulnya bising mitral
sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektro mekanik. Episode ini disertai atau tanpa nyeri
dada, tetapi sering disertai dengan sesak napas akut Keluhan dada pada infark miokard akut
biasanya didaerah substernal, rasa seperti ditekan, diperas, diikat, rasa dicekik, dan disertai
rasa takut. Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan dan punggung. Nyeri biasanya hebat
dann berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok
kardiogeenik yang berasal dari penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai dengan penyakit
dasarnya. Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik adalah sebagai berikut:

a. Takikardia : Jantung berdenyut lebih cepat karena stimulasi simpatis yang berusaha untuk
meningkatkan curah jantung. Namun, hal ini akan menambah beban kerja jantung dan
meningkatkan konsumsi oksigen yang menyebabkan hipoksia miokardium

b. Kulit pucat dan dingin : vasokontriksi sekunder akibat stimulasi simpatis membawa aliran
darah yang lebih sedikit (warna dan kehangatan) ke kulit

c. Berkeringat : stimulasi simpatis mengakibatkan kelenjar keringat

d.Sianosis pada bibir dan bantalan kuku : stagnasi darah di kapiler setelah oksigen yang
tersedia di keluarkan

e. Peningkatan CVP (tekanan vena sentral) dan PWCP ( tekanan baji kapiler pulmonal ) :
pompa yang mengalami kegagalan tidak mampu memompa darah, tetapi darah tetap masuk ke
jantung, menambah jumlah darah di dalam jantung, sehingga meningkatkan preload.

3. Syok Distributif

Syok distributif terjadi akibat berbagai sebab seperti blok syaraf otonom pada anesthesia
(syok neurogenik), anafilaksis dan sepsis. Penurunan resistensi vaskular sistemik secara
mendadak akan berakibat penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer dan penurunan
tekanan vena sentral. Pada syok septik, keadaan ini diperberat dengan adanya peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga volume intravaskular berkurang. Macam-macam syok yang
termasuk di dalam syok distributive antara lain :
 Syok anafilaksis, yaitu komplikasi dari reaksi alergi yang sangat parah (anafilaksis).
Pemicu reaksi ini biasanya datang dari makanan, sengatan serangga, maupun obat-
obatan tertentu. Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitvitas tipe I atau reaksi
cepat dimana reaksi segera muncul setelah terkena alergen. Perjalanan reaksi ini dibagi
menjadi tiga fase, yaitu fase sensitisasi, fase aktivasi, dan fase efektor. Fase sensitisasi
dimulai dari masuknya antigen ke dalam tubuh lalu ditangkap oleh sel imun non
spesifik kemudian di fagosit dan dipersentasikan ke sel Th2. Sel ini akan merangsang
sel B untuk membentuk antibodi sehingga terbentuklah antibodi IgE. Antibodi ini akan
diikat oleh sel yang memiliki reseptor IgE yaitu sel mast, basofil, dan eosinofil.
Apabila tubuh terpajan kembali dengan alergen yang sama, alergen yang masuk ke
dalam tubuh itu akan diikat oleh IgE dan memicu degranulasi dari sel mast. Proses ini
disebut dengan fase aktivasi. Pada fase aktivasi, terjadi interaksi antara IgE pada
permukaan sel mast dan basofil dengan antigen spesifik pada paparan kedua sehingga
mengakibatkan perubahan membran sel mast dan basofil akibat metilasi fosfolipid
yang diikuti oleh influks Ca++ yang menimbulkan aktivasi fosfolipase, kadar cAMP
menurun, menyebabkan granul-granul yang penuh berisikan mediator bergerak
kepermukaan sel. Terjadilah eksositosis dan isi granul yang mengandung mediator
dikeluarkan dari sel mast dan basofil. Adanya degranulasi sel mast menimbulkan
pelepasan mediator inflamasi, seperti histamin, trptase, kimase, sitokin. Bahan-bahan
ini dapat meningkatkan kemampuan degranulasi sel mast lebih lanjut sehingga
menimbulkan dampak klinis pada organ organ tubuh yang dikenal dengan fase efektor.
 Syok septik yang disebabkan oleh sepsis. Sepsis adalah komplikasi dari infeksi
bakteri yang sangat parah, yang menyebabkan adanya bakteri yang masuk ke dalam
aliran darah danmemicu kerusakan serius pada organ-organ dalam.

 Syok neurogenik yang terjadi akibat kerusakan pada sistem saraf pusat. Penyebab
kerusakan ini umumnya adalah cedera pada saraf tulang belakang. Syok neurogenik
disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif. Syok neurogenik terjadi
akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh darah pada capacitance vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh
darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala,
cedera spinal atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut
sinkop.Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan.
Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara
spontan. Trauma kepaa yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada
trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan
menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
4. Syok obstruktif

merupakan gangguan kontraksi jantung akibat dari luar atau gangguan aliran balik menuju
jantung terhambat, akibatnya berkurangnya preload sehingga Cardiac output berkurang.

Syok obstruktif adalah syok yang terjadi karena sumbatan pembuluh darah baik karena
tromboemboli paru maupun karena tamponade jantung.

Syok obstruktif adalah syok yang terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah sentral baik
arteri maupun vena di mana tidak terdapat system kolateral.

 Etiologi

Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan secara
mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam
keadaan berat bisa menyebabkan penurunan cardiac output. Hal ini biasa terjadi pada obstruksi
vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium misalnya tamponade
jantung atau pun berupa atrial myxoma.

1. Emboli Paru ( Pulmonary Embolism )

Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yang terjadi secara tiba-tiba.Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (thrombus), tetapi
bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara,
yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.

2. Tamponade Jantung

Tamponade jantung yaitu pengumpulan cairan di dalam kantong jantung (kantong


perikardium, kantong pericardial), yang menyebabkan penekanan terhadap jantung dan
kemampuan memompa jantung. Tamponade jantung terjadi secara mendadak jika begitu banyak
cairan terkumpul sehingga jantung tidak dapat berdenyut secara normal. Sebelum timbulnya
tamponade, penderita biasanya merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan
bertambah buruk jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak. Dasar kelainan
terkumpulnya banyak cairan dalam kavum perikard.
Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan berlebihan
di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan
hemodinamik. Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc
bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan
tersebut berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan untuk meregang dan
menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah tersebut.

 Manifestasi Klinis
1. Gejala Objektif
- pernapasan cepat dan dangkal
- nadi capat dan lemah akral pucat, dingin dan lembab
- Sianosis : bibir, kuku, lidah dan cuping hidung
- pandangan hampa dan pupil melebar 
2. Gejala Subjektif
- mual dan mungkin muntah
- rasa haus
- badan lemah
- bepala terasa pusing
 Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi  peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan  peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk  mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.

2. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi  bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler  diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC: Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan  bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi  jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus,  pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.

3. Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
 Derajat Syok
1. Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka,
dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik  tidak ada atau ringan.

2. Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ ini tidak
dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.

3. Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

Anda mungkin juga menyukai