Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAULUAN KONSEP

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK KARDIOGENIK

Dosen Pembiming :

Disusun Oleh :
EkaPutri Kumala Dewi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES KALTIM
PRODI PENDIDIKAN NERS
TAHUN 2021/2022
Konsep Penyakit
A. Definisi
Syok didefinisikan sebagai sindrom gangguan patofisiologi berat yang
ketika berlanjut menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, hal ini dapat
dikaitkan dengan metabolisme sel yang tidak normal. Selain itu, syok
merupakan kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh sehingga perfusi
jaringan menjadi tidak adekuat. Syok kardiogenik merupakan suatu kondisi
dimana terjadi hipoksia jaringan sebagai akibat dari menurunnya curah
jantung, meskipun volume intravaskuler cukup. Sebagian besar kondisi syok
ini disebabkan oleh infark miokard akut (Asikin et all, 2016).
Pendapat lain mengatakan bahwa syok kardiogenik adalah kelainan
jantung primer yang menyebabkan kelainan fungsi jaringan yang tidak cukup
untuk mendistribusi bahan makanan dan mengambil sisa metabolisme. Syok
kardiogenik adalah syok yang disebabkan oleh ketidakadekuatan perfusi
jaringan akibat dari kerusakan fungsi ventrikel. Syok kardiogenik adalah
ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme, akibat dari gangguan fungsi pompa
jantung (Aspiani, 2015).
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom
klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan
manisfestasi hemodinamika yang bervariasi ; tetapi petunjuk yang umum
adalah tidak memadainya perfusi jaringan ketika kemampuan jantung untuk
memompa darah mengalami kerusakan. Curah jantung merupakan fungsi baik
untuk volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Jika volume sekuncup dan
frekuensi jantung menurun atau menjadi tidak teratur, tekanan darah akan
turun dan perfusi jaringan akan terganggu. Bersama dengan jaringan dan
organ lain mengalami penurunan suplai darah, otot jantung sendiri menerima
darah yang tidak mencukupi dan mengalami kerusakan perfusi jaringan
(Muttaqin, 2009).
Keadaan hipoperfusi ini memperburuk penghantaran oksigen dan zat-
zat gizi, dan pembuangan sisa-sisa metabolic pada tingkat jaringan. Hipoksia
jaringan akan menggeser metabolisme dan jalur oksidatif ke jalur anaerobic,
yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan metabolism yang
progresif menyebabkan syok menjadi berlarut-larut, yang pada puncaknya
akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan multisystem (Muttaqin,
2009).

B. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik terjadi akibat beberapa jenis kerusakan,
gangguan atau cedera pada jantung yang menghambat kemampuan jantungg
untuk berkontraksi secara efektif dan memompa darah. Pada syok
kardiogenik, jantung mengalami kerusakan berat sehingga tidak bisa secara
efektif memperfusi dirinya sendiri atau organ vital lainnya. Ketika keadaan
tersebut terjadi, jantung tidak dapat memompa darah karena otot jantung yang
mengalami iskemia tidak dapat memompa secara efektif. Pada kondisi
iskemia berkelanjutan, denyut jantung tidak berarturan dan curah jantung
menurun secara drastic (Yudha, 2011).
Beberapa faktor penyebab terjadinya syok kardiogenik adalah :
1. Infark Miokardium : jantung yang rusak tidak dapat memompa darah
dan curah jantung tiba-tiba menurun. Tekanan sistolik menurun akibat
kegagalan mekanisme kompensasi. Jantung akan melakukan yang
terbaik pada setiap kondisi, sampai akhirnya pompa jantung tidak
dapat memperfusi dirinya sendiri.
2. Aritmia Ventrikel yang Mematikan : pasien dengan takikardia terus
menerus akan dengan cepat menjadi tidak stabil. Tekanan darah
sistolik dan curah jantung menurun karena denyut jantung yang terlalu
cepat menurunkan waktu pengisian ventrikel. Takikardia ventrikel dan
fibrasi ventrikel dapat terjadi karena iskemia miokardium setelah
infark miokardium akut.
3. Gagal Jantung Stadium Akhir : jaringan parut di miokardium akibat
serangan jantung sebelumnyaa, dilatasi ventrikel, dan iskemia
miokardium kronis merusak otot jantung, dan gerak dinding menjadi
tidak terkoordinasi (ruang ventrikel tidak padat memompa secara
bersamaan.

C. Patofisiologi
Syok kardiogenik di tandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari
ketidakseimbangan yang terusmenerus antara kebutuhan suplai oksigen
miokardium. Pembuluh coroner yang terserang juga tidak mampu
meningkatkan aliran darah secara memadai sebagai respons terhadap
peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respons
kompensatorik seperti perangsang simpatik. Kontraktilitas ventrikel kiri dan
kinerjanya menjadi sangat terganggu akibat dari proses infark. Pertahanan
perfusi jaringan menjadi tidak memadai, karena ventrikel kiri gagal bekerja
sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung dengan baik.
Maka dimulailah siklus yang terus berulang. Siklus dimulai saat terjadinya
infark yang berkelanjut dengan gangguan fungsi miokardium (Muttaqin,
2009).
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokardium
mengakibatkan perubahan metabolism dan terjadi asidosis metabolic pada
miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium yang
berakibat pada penurunan volume sekuncup yang di keluarkan oleh ventrikel.
Penurunan curah jantung dan hipotensi arteria disebabkan karena adanya
gangguan fungsi miokardium yang berat. Akibat menurunnya perfusi coroner
yang lebih lanjut akan mengakibatkan hipoksia miokardium yang bersiklus
ulang pada iskemia dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat di
telusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini harus di putus sedini mungkin
untuk menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan mencegah
perkembangan menuju tahap irreversible dimana perkembangan kondisi
bertahap akan menuju pada aritmia dan kematian (Muttaqin, 2009).

D. Pathway

E. Manisfesasi Klinis
Menurut buku Aspiani 2015 timbulnya syok kardiogenik dengan
infark miokard akut dapat dikategorikan dalam beberapa tanda dan gejala
berikut:
1. Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setlah infark akibat gangguan
miokard miokard atau rupture dinding bebas ventrikel kiri.
2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark
berulang.
3. Timbulnya tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai
timbulnya bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektro
mekanik. Episode ini disertai atau tanpa nyeri dada, tetapi sering disertai
dengan sesak napas akut.

Keluhan dada pada infark miokard akut biasanya didaerah substernal, rasa
seperti ditekan, diperas, diikat, rasa dicekik, dan disertai rasa takut. Rasa nyeri
menjalar ke leher, rahang, lengan dan punggung. Nyeri biasanya hebat dann
berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat.
Syok kardiogeenik yang berasal dari penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai
dengan penyakit dasarnya. Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik
adalah sebagai berikut (Yudha, 2011) :
1. Takikardia : Jantung berdenyut lebih cepat karena stimulasi simpatis yang
berusaha untuk meningkatkan curah jantung. Namun, hal ini akan
menambah beban kerja jantung dan meningkatkan konsumsi oksigen yang
menyebabkan hipoksia miokardium.
2. Kulit pucat dan dingin : vasokontriksi sekunder akibat stimulasi simpatis
membawa aliran darah yang lebih sedikit (warna dan kehangatan) ke kulit.
3. Berkeringat : stimulasi simpatis mengakibatkan kelenjar keringat.
4. Sianosis pada bibir dan bantalan kuku : stagnasi darah di kapiler setelah
oksigen yang tersedia di keluarkan.
5. Peningkatan CVP (tekanan vena sentral) dan PWCP ( tekanan baji kapiler
pulmonal ) : pompa yang mengalami kegagalan tidak mampu memompa
darah, tetapi darah tetap masuk ke jantung, menambah jumlah darah di
dalam jantung, sehingga meningkatkan preload.

F. Klasifikasi
Menurut Muttaqin 2009 Syok dapat dibagi menjadi tiga tahap yang
semakin lama semakin berat :
1. Tahap I, syok terkompensasi (non-progresif) ditandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih
lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, ditandai dengan manisfestasi sistemis dari
hipoperfusi dan keemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang
hebat tidak pdapat lagi dihindari, yang pad akhirnya menuju ke kematian.

G. Komplikasi
Menurut buku yang di tulis oleh Aspiani 2015 komplikasi yang
muncul dari syok kardiogenik adalah :
1. Henti jantung paru
2. Disritmia
3. Gagal multisystem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk mendukung
penegakan diagnosis syok kardiogenik adalah sebagai berikut (Asikin, 2016):
1. EKG : untuk mengetahui adanya infark miokard dan/atau iskemia
miokard.
2. Rongent Dada : menyingkirkan penyebab syok atau nyeri dada lainnya.
Klien dengan syok kardiogenik sebagian besar menunjukkan adanya gagal
ventrikel kiri.
3. Kateterisasi Jantung : Menentukan penyebab dan jenis syok dengan
melihat tekanan kapiler paru dan indeks jantung.
4. Enzim Jantung : mengetahui syok kardiogenik disebabkan oleh infark
miokard akut. Enzim jantung dapat berupa kreatinin kinase, troponin,
myoglobin dan LDH.
5. Hitung Darah Lengkap : melihat adanya anemia, infeksi atau koagulopati
akibat sepsis yang mendasari terjadinya syok kardiogenik.
6. Ekokardiografi : menentukan penyebab syok kardiogenik dengan melihat
fungsi sistolik dan diastolik jantung.
Terdapat beberapa tambahan pemeriksaan penunjang pada syok
kardiogenik menurut pendapat Yudha 2011 :
1. Pemindaian Jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan jantung.
2. Elektrolit : mungkin berubah karena perrpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi deuretik.
3. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif memperburuk penyakit paru obstruktif menahun (POM).
4. AGD : gagal ventrikel kiri diatandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksiemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penanganan Syok kardiogenik yaitu kegawadaruratan yang
memerlukan terapi resusitasi segera sebelum syok merusak organ secara
irreversible (Asikin et all, 2016).
a. Penanganan awal : resusitasi cairan, oksigenasi dan proteksi jalan
nafas, koreksi hipovolemia dan hipotensi.
b. Intervensi farmakologi :
1) Sesuai penyebabnya, misalnya infark miokard atau sindrom
coroner akut diberikan aspirin dan heparin.
2) Obat vasokontriksi, misalnya dopamine, epinefrin, dan
norepinefrin.
3) Mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk
mempertahankan perfusi jaringan dan volume intravaskuler.
c. Farmakologi Syok kardiogenik, setelah tercapainya preload yang
optimal, sering kali dibutuhkan inotropic untuk memperbaiki
kontraktilitas dan obat lain untuk menurunkan afeterload.
1) Katekolamin
Hormone yang termasuk dalam kelompok ini yaitu adrenalin
(epinefrin), noradrenalin (norepinephrine), isoproterenol,
dopamine dan dobutamine. Golongan obat ini akan menaikkan
tekanan arteri, perfusi coroner, kontraktilitas dan kenaikkan denyut
jantung, serta vasontriksi perifer. Kenaikan tekanan arteri akan
meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak diinginkan
berpotensi mengakibatkan aritmia.
2) Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol
Hormone ini memiliki aktivitas stimulasi alfa yang kuat.
Ketiga obat tersevut memiliki aktivitas kronotropik. Stimulasi alfa
yang kuat menyebabkan vasokontriksi yang kuat, sehingga 12
meningkatkan tekanan dinding miokard yang dapat mengganggu
aktivitas inotropic. Isoproterenol merupakan vasodilator kuat, serta
cenderung menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi coroner.
Isoproterenolakan meningkatkan kontraktilitas miokard dan laju
jantung, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen miokard yang sangat berbahaya pada syok kardiogenik.
3) Dopamine
Dopamine mempengaruhi stimulasi reseptor beta 1 pada dosis
5- 10µg/kgBB/menit, sehingga terdapat peningkatan kontraktilitas
dan denyut jantung, sedangkan pada dosis > 10µg/kgBB/menit,
reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatkan tekanan arteri
sistemik dan tekanan darah akan distimulasi oleh dopamine.
Dopamine adalah prekusor endogen noradrenalin, yang
menstimulasi reseptor beta, alfa, dan dopaminergic. Dopamine
menyebabkan vasodilatasi ginjal, menseterika dan coroner pada
dosis < 5 µg/kg/menit. Takikardia merupakan efek samping dari
dopamine.
4) Dobutamine
Dobutamine merupakan katekolamin inotropic standart yang
digunakan sebagai pembanding. Efek dobutamine terbatas pada
tekanan darah. Dobutamine juga meningkatkan curah jantung
tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah. Oleh karena itu,
tahanan vaskulat sistemik, tekanan vena dan denyut jantung
menurun, sehingga umumnya menandakan adanya hipovolemia.
Dobutamin terutama bekerja pada reseptor beta dengan rentan
dosis 2-40 mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut, dobutamin akan
meningkatkan kontraktilitas dengan sedikit efek kronotropik tanpa
vasokontriksi.
d. Mechanical Circulatory Support
Digunakan pada pengidap yang tidak responsive dengan
pengobatan yang telah diberikan.
1) Intra-aortic Ballon Pump (IABP) IABP dapat mengurangi afterload
ventrikel kiri sistolik dan mengurangi tekanan perfusi coroner
diastolic, sehingga meningkatkan output jantung dan aliran darah
arteri coroner. IABP dimasukkan melalui arteri besar dengan
bantuan fluoroskopi yang disinkronisasikan dengan EKG. Saat
diastolic balon akan di kembangkan yang bertujuan untuk
meningkatkan tekanan diastolic, sehingga akan memperkuat aliran
darah koroner dan perfusi koroner menjadi baik. Saat sebelum
sistolik ventrikel balon dikempiskan yang akan menurunkan
tekanan aorta dan ventrikel afterload.
2) Ventricular Assist Device (VAD) VAd dapat mendukung
hemodinamika jangka pendek untuk reperfusi. VAD digunakan
setelah oklusi coroner akut sehingga terjadi reduksi preload
ventrikel kiri, meingkatkan aliran darah miokard dan memperbaiki
fungsi jantung secara umum.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pencegahan syok kardiogenik adalah salah satu tanggung jawab utama
perawat di area keperawatan kritis. Tindakan pencegahan teermasuk
mengidentifikasi pasien pada resiko dan pengkajian serta manajemen
status kardiopulmoner pasien. Pasien dalam syok kardiogenik mungkin
memiliki sejumlah diagnosis keperawatan, tergantung pada perkembangan
penyakit.
Prioritas keperawatan diarahkan terhadap :
a. Membatasi permintaan oksigen miokard.
b. Peningkatan pasokan oksigen miokard.
c. Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosi.
d. Mempertahankan pengawasan terhadapp komplikasi.

Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard


meliputi :
a. Pemberian analgesic, sedative, dan agens untuk mengontrol afterload
dan disritmia.
b. Posisikan pasien untuk kenyamanan.
c. Membatasi aktivitas.
d. Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
e. Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan.
f. Memberikan pemahaman kepada pasien tentang kondisinya.

Pengukuran untuk meningkatkan suplai oksigen miokard mencakup


pemberian oksigen tambahan, pemantauan status pernapasan pasien dan
memberikan obat yang diresepkan. Manajemen keperawatan yang efektif
dari syok kardiogenik membutuhkan pemantauan yang tepat dan
pengelolaan SDM, preload, afterload dan kontraktilitas. Hal ini dapat
dicapai melalui pengukuran akurat dari variable hemodinamik dan
pengontrolan pemberian cairan serta inotropic dan agen vasoaktif. Hasil
penilaian dan pengelolaan fungsi pernapasan juga penting untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat (Aspiani, 2015).

Konsep Asuhan Kepeawatan


A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik ,
dengan data fokus pada :
1. Aktivitas
a. Gejala : kelemahan, kelelahan.
b. Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas,
perubahan warna kulit kelembaban, kelemahan umum.
2. Sirkulasi
a. Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK,
masalah TD, diabetes mellitus.
b. Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah,
perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi
cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4
mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an
kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ;
dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena –
vena pada punggung tangan dan kaki kolaps.
3. Eliminasi
a. Gejala : Produksi urine <30 ml/jam
b. Tanda : Oliguri
4. Nyeri atau Ketidaknyamanan
a. Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat
hebat, tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi
tipikal pada dada anterio substernal, prekordial, dapat
menyebar ketangan, rahang, wajah, tidak tentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung, leher,
dengan kualitas chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan
skala biasanya 10 pada skala 1- 10, mungkin dirasakan
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
b. Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang,
mengeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan
frekuensi atau irama jantung, TD,pernafasan, warna kulit/
kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.
5. Pernafasan
a. Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal,
batuk dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan
pernafasan oksigen atau medikasi,riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis.
b. Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ;
penggunaan ototaksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ;
kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus – menerus,dengan /
tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah
muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak
terdengar dengan crakles dari basilar dan mengi peningkatan
frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau
sianosis, akral dingin.

B. Diagnose
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran
gas D.0005.
2. Perfusi perifer tidak efekti berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder D.0009.
3. Nyeri akut berhubungan dengan D.0077.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan trauma jaringan dan
spasme reflek otot sekunder D.0074.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
anara suplay dan kebutuhan oksigen D.0056.

C. Intervensi
No. Diagnose Tujuan Intervensi
keperawatan
1. Pola nafas tidak Setelah diberikan
efektif asuhan keperawatan
berhubungan selama …x 24 jam
dengan gangguan diharapkan pola
pertukaran gas nafas efektif dengan
D.0005 criteria hasil :
Pola napas (L.01004)
1. Tekanan
ekspirasi
membaik
2. Tekanan inspirasi
membaik
3. Dispnea
menurun
4. Frekuensi
napasmembaik
2. Perfusi perifer tidak Setelah diberikan
efekti berhubungan askep …x 24 jam
dengan gangguan diharapkan perfusi
aliran darah jaringan perifer
sekunder D.0009 efektif dengan
Kriteria hasil :
3. Nyeri akut Setelah diberikan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan 1.03119
askep selama …x24
1. Identifiksi
jam, diharapkan skala nyeri
2. Fasilitasi
pasien merasa
istiraht dan
nyaman tidur
3. Kolaborasi
Kriteria Hasil :
pemberian
Tingkat Nyeri L.08066
anlgetik,
1. Keluhan nyeri
jikaperlu
menurun
2. Meringis
menurun
3. Kesulitan tidur
menurun
4. Gangguan rasa Setelah diberikan
nyaman
askep selama 3x24
berhubungan
dengan trauma jam, diharapkan
jaringan dan
pasien dapat
spasme reflek otot
sekunder D.0074 melakukan aktifitas
dengan mandiri
dengan
Kriteria Hasil:
5. Intoleransi aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
anara suplay dan
kebutuhan oksigen
D.0056

D. Implementasi
E. Evaluasi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai