Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“GAGAL JANTUNG”

Disusun Oleh :
Widrison ( 2041151)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARATU
PEKANBARU
2021
BAB I
“Gagal Jantung”
A. Konsep Dasar Gagal Jantung
1. Definisi
Gagal jantung kongesif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi
badan untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu,
sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi (hudak &
Gallo, 2010). Gagal jantung kongestif adalah ketidak mampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrisi (Muttaqin, 2011).
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah ke seluruh tubuh (Kasron, 2012). Gagal jantung kongestif adalah
kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural ataupun fungsional jantung
yang menyebabkan gangguan kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi
darah keseluruh tubuh (AHA,2012). Gagal jantung adalah keadaan
patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Wijaya & Yessie, 2013).
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau
ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian pada pasien (Santoso dkk,2007). Gagal jantung adalah suatu
kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh
(Padila, 2012).

2. Etiologi
Penyebab gagal jatung menurut Kasron (2012) dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunya konraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot
degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload).
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah melalui jantung, ketidakmampuan jantung mengisi darah.
Penigkatan mendadak after load akibat hipertensi maligna dapat
menyebabkan gagal jantung meskipun tidak disertai hipertrofi
miokardial.
6. Faktor sistemik
Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Asidosis respiratorik atau metabolik
dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.

3. Klasifikasi
1. Gagal jantung akut-kronik.
a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai
dengan penurunan kardiac output dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan
kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadi secara perlahan ditandai dengan
penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Gagal
jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel
sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel
dilatasi dan hipertrofi.

2. Gagal jantung kanan-kiri


a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk
memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan
kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta
atau mitral.
b. Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo
akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama
sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara
sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura.

3. Gagal jantung siastolik-diastolik


a. Sistolik karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibat
kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi.
b. Diastolik karena katidakmampuan ventrikel dalam pengisian
darah akibat stroke volume cardiac output turun.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), klasifikasi gagal jantung menurut
letaknya yaitu :
a. Gagal jantung kiri
Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kirikarena
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari
paru, sehingga peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri yaitu :
 Dispnea
 Batuk
 Mudah lelah
 Insomnia
 Kegelisahan dan kecemasan

b. Gagal jantung kanan


Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi
kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomondasikan semua darah
yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a) Edema ekstremitas bawah
b) Distensi vena leher dan escites
c) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan
atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
d) Anorexia dan mual
e) Kelemahan

5. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan
tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal
jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat
mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami
payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon
primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya
beban awal akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga
respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan
curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal
jantung dini pada keadaan normal (Ardiansyah, 2012).
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang
harus menyesuaikan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu perload (jumlah darah
yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya
tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila
salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggu alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal
(peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan
tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara
normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri
dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling
sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri
murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan (Oktavianus & Febriana,
2014).
6. Pathway
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Adiansyah (2012) pemeriksaan penunjang ada tiga yaitu:
1) Ekokardiografi
Pemeiksaan ini dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran
dan fungsi ventrikel kiri. Dimensi ventrikel kiri pada akhir
diastolik dan sistolik dapat direkam dengan ekokardiografi.
2) Rontgen Dada
Foto sinar X-dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya
hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama
adanya peningkatan tekanan vena paru adalah diversi aliran darah
ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.
3) Elektrokardiografi
Pada pemeriksaan EKG untuk pasien gagal jantung dapat
ditemukan kelainan EKG seperti berikut :
a) Left bundle brnch block atau kelainan ST/T yang
menunjukkan disfungsi fentrikel kiri kronis.
b) Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark
sebelum dan kelainan pada segmen ST, maka ini
merupakan indikasi penyakit jantung iskemik.
c) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik
menunjukkan stenosis dan penyakit jantung
hipertensi.
d) Aritmia: deviasi aksis ke kanan, right bundle branch
block, dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan
adanya disfungsi ventrikel kanan. Menurut Padila
(2012) pemeriksaan penunjang ada tiga :
1. Thorax mengungkapkan adanya pembesaran
jantung, oedematau efusi pleura yang menegaskan
diagnosa gagal jantung kongestif 2. EKG dapat
mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik
jantung dan iskemia (jika disebabkan AMI),
ekokardiogram foto.
3. Pemeriksaan lab meliputi : elektrolit serum yang
mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga
hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi
air, K, Na, Ureum, Gula darah,CKMB, Trombolitik.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung menurut Oktavianus & Febriana (2014)
dibagi menjadi dua penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi :
1. Medis
Terapi Farmakologi :
a) Glikosida jantung Digitalis, meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang
dihasilakan: peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah, peningkatan
diuresis, dan mengurangi edema.
b) Terapi diuretik, Diberikan untuk memacu sekresi
natrium dan air melalui ginjal penggunaan harus
hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
c) Terapi vasodilator, Obat-obatan fasoaktif
digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan
terhadap penyembuhan darah oleh ventrikel. Obat
ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrkel kiri dapat diturunkan.

2. Keperawatan
Terapi nonfarmakologis :
a) Diet rendah garam
b) Pembatasan nutrium
c) Membatasi cairan
d) Mengurangi berat badan
e) Menghindari alkohol
f) Manajemen stress
g) Mengurangi aktifitas fisik

9. Komplikasi
1. Shock kadiogenik
Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri. Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada
perfusi jaringan dengan penghantaran oksigen ke jaringan. Gejala
ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus shock
kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut.
Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau lebih jaringan
otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel,
karena ketidak seimbangan antara kebutuhan dan persediaan
oksigen miokardium.
2. Edema paru-paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang
muncul di bagian tubuh mana saja, termasuk faktor apa pun yang
menyebabkan cairan intersitial paru-paru meningkat dari batas
negatif menjadi batas positif.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gagal Jantung


1. Pengkajian
1) Pengkajian
Aktivitas dan istirahat, sirkulasi, eliminasi, nutrisi, hygine
perseorangan, neuro sensori, kenyamanan, respirasi, interaksi
sosial, pengetahuan.
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta
pertolongan pada tenaga kesehatan adalah :
a) Dispnea
Keluhan dispnea atau sesak nafas merupakan
manifestasi kongesti pulmonalis sekunder akibat
kegagalan ventrikel kiri dalam melakukan
kontraktilitas, sehingga akan mengurangi curah
jantung (cardiac output atau banyak darah yang
dikeluarkan ventrikel kiri ke dalam aorta setisp
menit).
b) Kelemahan fisik
Manifestasi utama dari penurunan curah jantung
adalah kelemahan dan kelelahan dalam
melakukan aktivitas.
c) Edema sitemik
Tekanan arteri paru dapat maningkat sebagai
respon terhadap peningkatan kronis terhadap
tekanan vena paru.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
memberikan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan
utama. Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-gejala
kongesti vascular pulmonal, yakni muncul dispnea (yang ditandai
oleh pernapasan cepat, dangkal, dan sensasi sulit dalam
mendapatkan udara yang cukup menekan pasien), tanyakan apakah
gejala-gejala itu mengganggu aktifitas penderita. Tanyakan juga
jika sekiranya muncul keluan-keluhan lain, seperti insomnia,
gelisah, atau kelemahan yang disebabkan oleh dispnea.
4) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu, tanyakan apakah
sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga
mengeni obat-obatan apa yang biasa diminum oleh pasien pada
masa lalu, yang mungkin masih relevan. Catat jika ada efek
samping yang terjadi di masa lalu. Selain itu, tanyakan pula
sekiranya ada alergi terhadap suatu jenis obat dan tanyakan reaksi
alergi apa yang mungkin timbul.
5) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga. Bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka
penyebab kematian juga perlu ditanyakan. Peyakit jantung iskemik
pada orang tua yang timbul pada usia muda merupakan faktor
resiko utama untuk penyakit jantung iskemik bagi keturunanya.
6) Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stres akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari
curah jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan umum terhadap pasien gagal jantung, biasanya pasien
memiliki kesadaran yang baik (composmentis). Namun, kesadaran ini akan
berubah seiring dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat (Ardiansyah, 2012).
1) B1 (Breathing)
Pengkajian yang di dapatkan dengan adanya tanda kongsti vaskuler
pulmonal adalah dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal
akut.
2) B2 (Blood)
a. Inspeksi
Pemeriksaan adanya parut pasca pembedahan jantung
dilakukan untuk melihata adanya dampak penurunan curah
jantung. Tekanan darah saat istirahat sistolik arterial dewasa
normalnya <150 mmHg, diastolik <90 mmHg. Pengukuran
tekanan vena jugularis (JVP) dapat dilakukan untuk
mengukur tekanan atrium kanan secara tidak langsung,
normalnya 6-8 mmH2O jika kurang dari 5 mmH2O dapat
berarti hipovolemik sementara dan jika lebih dari 9 mmH2O
terdapat gangguan pada pengisian kardiac.
Pengukuran dengan EKG dapat di lihat pada pasien gagal
jantung kongestif pada segmen ST meninggi, gelombang Q
menunjukkan infak sebelum dan kelainan pada segmen ST.
Hipertrofi fentrikel kiri dan gelombang T berbalik
menunjukkan stenosis dan penyakit jantung hipertensi.
Aritmia: defiasi aksis kekanan, reigh bundle branch block dan
hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi
ventrikel kanan.
b. Palpasi
Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respon
awal jantung terhadap stres,irama lain yang berhubungan
dengan kegagalan pompa meliputi kontraksi atrium prematur,
takikardi atrium proksimal, dan denyut ventrikel prematur.
Perubahan nadi selama gagal jantung menunjukkan denyut
yang cepat dan lemah.
c. Perkusi
Batas jantung terjadi pergeseran di mana hal ini menandakan
adanya hipertrofi jantung (Cardiomegali).
d. Auskultasi
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri
dapat dikenali dengan mudah dengan dua cara. Pertama,
bunyi jantung ketiga dan keempat serta bunyi crakles pada
paru mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik
dengan menggunakan bel stetoskop yang ditempelkan tepat
pada apeks jantung. Kedua, bunyi jantung pertama tidak
selalu tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat
menurunkan komplain (peningkatan kekakuan) miokard.
3) B3 (Brain)
Kesadaran penderita biasanya agak terganggu apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan dalam skala berat. Pengkajian terhadap
pasien ditandai dengan wajah pasien yang terlihat meringis,
menangis, atau merintih.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan
cairan, karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria sebagai
tanda awal dari terjadinya shock kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas mendadak terjadi retensi cairan yang parah.
5) B5 (Bowel)
Pasien biasanya merasakan mual dan muntah, penurunan nafsu
makan akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga
abdomen, serta penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6
adalah sebagai berikut:
 Kulit dingin
 Mudah lelah
 Perubahan bentuk tulang

3. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai
dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2012).
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
volume sekuncup.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler.
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen.
5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan
asupan natrium.
6) Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya
curah jantung.
7) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

4. Rencana keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
atau untuk memenuhi kebutuhan pasien. Perencanaan yang tertulis dengan
baik akan memberi petunjuk dari arti pada asuhan keperawatan, karena
perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan
keperawatan pasien.
Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama, dan memelihara
kontinuitas asuhan keperawatan pasien bagi seluruh anggota tim (Setiadi,
2012).
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
volume sekuncup
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pompa jantung efektif
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam rentang normal
 Dapat mentoleransi aktivitas
 Tidak ada edema paru
 Tidak ada penurunan kesadaran
Rencana tindakan :
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Evaluasi adanya nyeri dada
 Monitor balance cairan
 Monitor toleransi aktivitas pasien

b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membran alveolar-kapiler
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
ventilasi dan oksigenasi pada jaringan adekuat
Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat
 Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
 Mendemonstrasikan batuk efektif Mampu bernafas
dengan mudah
Rencana tindakan :
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada
 Monitor suara nafas seperti: dengkur
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

c) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
sesak nafas berkurang dan tidak ada nyeri
Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif
 Suara nafas bersih
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Rencana Tindakan :
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Keluarkan secret dengan batuk atau suction jika perlu
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Monitoring aliran oksigen

d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


ketidakseimbangan suplai oksigen
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
mampu berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan dan mampu
melakukan perawatan diri sendiri
Kriteria Hasil :
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
penigkatan TD, nadi, dan RR
 Mampu melakukan aktifitas sehari-hari
 Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan
Rencana tindakan :
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Monitor respon fisik, emosi, sosil, dan spiritual
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai

e) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan


asupan natrium
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
volume cairan yang stabil dengan keseimbangan antara masukan
dan pengeluaran
Kriteria hasil :
 Terbebas dari edema
 Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnue/ortopnue
 Terbebas dari kelelahan atau kelemahan
Rencana tindakan :
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Pasang urin kateter jika diperlukan
 Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan

f) Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan


menurunya curah jantung
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
status sirkulasi efektif
Kriteria hasil :
 Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan
 JVP dalam batas normal
 Tidak ada nyeri dada
 Nadi perifer kuat dan simetris
Rencana tindakan :
 Evaluasi adanya nyeri dada
 Monitor status kardiovaskuler
 Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan

g) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
 Nyeri berkurang dari skala 7 menjadi 4
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang
 Mampu mengenali nyeri (P,Q,R,S,T)
 Ekspresi wajah rileks
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Rencana Tindakan :
 Kaji skala nyeri
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri
 Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
(Nurarif & Kusuma, 2013).
5. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry,
2010). Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik, tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu
pasien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping, selama tahap
implementasi perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien
(Nursalam,2008).
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien
dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).

C. Daftar pustaka
Auryn, virzara. 2009. Mengenal dan Memahami Hipertensi. Jogjakarta : Kata Hati
Widyanto dan Triwibowo. 2013. Trend Disease (trend penyakit saat ini). Jakarta :
CV. Trans Info Media
Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Widagdo, Wahyu dkk. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai