Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF)


STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Disusun Oleh :
Nurul Fahira I4051221019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Nurul Fahira


NIM : I4051221019
Tgl Praktek : 02/10/2022
Judul Kasus : CHF
Ruangan : Meranti

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Gagal jantung adalah kegagalan fungsi jantung berupa ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah sesuai dengan kecepatan kebutuhan metabolisme
jaringan yang berakibat pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen sebagai bahan
metabolisme jaringan tidak adekuat baik pada saat istirahat maupun aktivitas. Gagal
jantung diartikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen sehingga
metabolism mengalami penurunan (Bachrudin & Najib, 2016).
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut gagal jantung kongestif
adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Puspitasari, Kuswardani, & A, 2017).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan sirkulasi
akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif
perlu dibedakan dengan istilah gagal sirkulasi, yang menunjukkan ketidakmampuan
dari system kardiovaskular untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai
(Irwan, 2018).
Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis yang kompleks timbul dari
fungsional atau struktural gangguan jantung yang merusak kemampuan ventrikel
untuk mengisi darah atau mengeluarkan darah atau kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan memompa aliran darah yang berguna untuk mencukupi
kebutuhan metabolisme sel-sel di dalam tubuh (Anita, Sarwono, & Widigdo, 2020).
2. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut (Aspiani
& Reny Yuli, 2016):
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : Defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus
paten
2) Tekanan : Stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut (Smeltzer, 2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, gagal
jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan
penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
b. Aterosklerosis coroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan
mengubah daya kembang ruang jantung.
c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan
aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif
atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral dan
aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan
stenosis aortamenyebabkan beban tekanan (after load).
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Patofisiologi
Sindrom CHF timbul sebagai akibat dari kelainan pada struktur jantung, fungsi,
ritme, atau konduksi. Penyakit katup degeneratif, kardiomiopati idiopatik, dan
kardiomiopati alkohol juga merupakan penyebab utama gagal jantung. Gagal
jantung sering terjadi pada pasien usia lanjut yang memiliki beberapa kondisi
komorbiditas (misalnya, angina, hipertensi, diabetes, dan penyakit paru-paru
kronis) (Aspian, 2014).
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk
memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh tubuh, baik dalam keadaan istirahat
maupun mengalami stress fisiologis. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung meliputi keadaan-keadaan (Kasron., 2016):
a. Preload (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Preload sering
dinyatakan sebagai tekanan/volume akhir diastolik ventrikel kiri dan dinilai
secara klinis dengan mengukur tekanan atrium kanan. Namun, preload tidak
hanya tergantung pada volume intravaskular; itu juga dipengaruhi oleh
pembatasan pengisian ventrikel. Karena jantung berada di rongga dada,
peningkatan tekanan pleura positif (seperti yang terlihat dengan hiperinflasi
dinamis pada penyakit paru obstruktif kronis atau asma) dapat mengurangi
tekanan atrium kanan (yang sama dengan tekanan vena sentral dikurangi
tekanan pleura) dan dengan demikian mengurangi pengisian ventrikel. Pompa
jantung adalah otot dan akan merespons volume yang diberikan dengan output
yang ditentukan.
b. Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan serabut
jantung.
c. After Lood (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus diihasilkan untuk memompa darah
melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri. Pada keadaan gagal
jantung, bila salah satu/lebih dari keadaan di atas terganggu, menyebabkan
curah jantung menurun, meliputi keadaan yang menyebabkan preload
meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel. Menyebabkan
afterload meningkat yaitu pada keadaan stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunya
kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap
kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila
suplai darah kurang keginjal akan mempengaruhi mekanisme pelepasan rennin-
angiotensin dan akhirnya terbentuk angiostesin II mengakibatkan terangsangnya
sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut
meningkatkan cairan ekstra intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan
volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edema ruang interstial. Gagal jantung
berlanjut dapat menimbulkan asites, dimana asites dapat menimbulkan gejala-
gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia (Kasron., 2016).
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk kejantung),
menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran
O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru. Sehingga oksigenasi arteri
berkurang dan terjadi peningkatan CO2, yang akan membentuk asam di dalam
tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu gejala sesak nafas (dyspnea), ortopnea
(dyspnea saat berbaring) apabilah aliran darah dari ekstremitas aliran balik vena
kejantung dan paru-paru sehingga timbullah masalah keperawatan gangguan
pertukaran gas (Kasron., 2016).
Pathway (Karina, 2021)
4. Tanda dan gejala
Menurut Kasron (2012) manifestasi klinik dari CHF tergantung ventrikel mana
yang terjadi:
a. Gagal jantung kiri
1) Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas dan dapat mengakibatkan ortopnea (kesulitan nafas saat
berbaring) yang dinamakan paroksimal nokturnal dyspnea (PND).
2) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme.
3) Sianosis
Terjadi karena kegagalan arus darah ke depan (forwad failure) pada
ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke
organorgan seperti : kulit, dan otot-otot rangka.
4) Batuk
Batuk bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk
basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak
yang kadang disertai bercak darah. Batuk ini disebabkan oleh kongesti
cairan yang mengadakan rangsangan pada bronki.
5) Denyut jantung cepat (Takikardi)
Terjadi karena jantung memompa lebih cepat untuk menutupi fungsi pompa
yang hilang, irama gallop umum dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam
serambi yang distensi.
b. Gagal jantung kanan
1) Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
2) Hepatomegali, dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen
3) Anoreksia, dan mual yang terjadi akibat pembesaran vena dan status vena
di dalam rongga abdomen.
4) Rasa ingin kencing pada malam hari yang terjadi karena perfusi renal.
5) Badan lemah yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan
sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat
dari jaringan
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Kasron (2016), pemeriksaan penunjang gagal jantung kongestif adalah
sebagai berikut:
a. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan aksis,
iskemia, distritmia, takikardi, fibrilasi atrial.
b. Tes Laboratorium Darah
1) Enzym hepar: meningkat dalam gagal jantung/kongesti
2) Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahan cairan, penurunan
fungsi ginjal
3) Oksimetri Nadi: kemungkinan situasi oksigen rendah
4) Analisa Gas Darah : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
5) Albumin: mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein
c. Radiologi
1) Thorax foto : akan tampak kardiomegali dan efusi pleura
2) Sonogram Ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik perubahan
dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas ventrikel.
3) Scan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding.
4) Rontgen dada: menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal.
6. Penatalaksanaan
Pentalaksanaan gagal jantung kongestif menurut Hersunarti dkk (2020), yaitu:
1) Tatalaksana nonfarmakologi
a. Manajemen perawatan mandiri
Manajemen perawatan mandiri dapat didefinisikan sebagai
tindakantindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi
gejala awal perburukan gagal jantung. Manajemen perawatan mandiri
mempunyai peran penting dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung
dan dapat memberi dampak bermakna untuk perbaikan gejala gagal jantung,
kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas, dan prognosis.
b. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien untuk berobat dapat mempengaruhi morbiditas, mortalitas
dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20- 60% pasien yang
taat pada terapi farmakologi maupun nonfarmakologi.
c. Pemantauan berat badan mandiri Pasien harus memantau berat badan rutin
setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien
harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter.
d. Asupan cairan
Restriksi cairan 900 ml–1,2 liter/hari (sesuai berat badan) dipertimbangkan
terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai
sedang tidak memberikan keuntungan klinis.
e. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
f. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.
Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka
mortalitas. Jika selama 6 bulan terakhir terjadi kehilangan berat badan >6 %
dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien
didefiniskan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dinilai dengan
hati-hati.
g. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di
rumah sakit atau di rumah.
h. Aktivitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak
boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat.
2) Diet CHF
Pada penderita kelainan jantung sering terjadi gangguan tumbuh
kembang dan berat badan turun. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah
faktor seperti sesak, nyeri dada, gangguan absorpsi makanan karena penurunan
perfusi darah ke usus dan infeksi yang menyertai gagal jantung. Pasien akan
mengalami gizi kurang sehingga perlu diberikan asuhan gizi, penyuluhan gizi
dan nasehat pemberian makanan dirumah dan pemberian vitamin. Pada pasien
rawat inap diberikan makanan sesuai dengan kebutuhan untuk meningkat status
gizi pasien (Pasyanti, 2017).
a. Tujuan Diet
- Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung
- Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk
- Mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air
b. Syarat Diet
- Energi yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
normal
- Protein yang cukup, 15% dari kebutuhan energi atau 0,8 g/kg BB
- Lemak sedang, yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total
- Kolesterol rendah terutama bila disertai dengan dislipidemia
- Vitamin dan mineral cukup
- Garam rendah, 2-3 g/hari, jika disertai hipertensi atau edema
- Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas
- Serat yang cukup untuk menghindari konstipasi
- Cairan yang cukup, ± 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan
- Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, diberikan dalam
porsi kecil
- Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat
diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral, atau suplemen
gizi
c. Jenis Diet Jantung
- Diet Jantung I
Diet jantung I diberikan kepada pasien penyakit jantung akut seperti
Dekompensasio Kordis Berat. Diet diberikan berupa 1-1,5 liter
cairan/hari selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet
ini sangat rendah energi dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya
diberikan selama 1-3 hari.
- Diet Jantung II
Diet jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet
ini diberikan sebagai perpindahan diet jantung I, atau setelah fase akut
dapat diatasi. Jika disertai hipertensi atau edema, diberikan sebagai Diet
Jantung II Garam Rendah. Diet ini rendah energi, proteinm kalsium, dan
tiamin.
- Diet Jantung III
Diet Jantung III diberikan dalam bentuk Makanan Lunak atau Biasa.
Diet diberikan sebagai perpindahan dari DJ II atau kepada pasien
jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi
atau edema, diberikan sebagai DJ III Garam rendah. Diet ini rendah
energi dan Kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
- Diet Jantung IV
Diet Jantung IV diberikan dalam bentuk Makanan Biasa. Diet diberikan
sebagai perpindahan dari DJ III atau kepada apsien jantung dengan
keadaan ringan. Jika disertai hipertensi atau edema, 18 diberikan sebagai
DJ IV Garam Rendah. Diet ini cukup energi dan zat gizi lain, kecuali
kalsium.
d. Jenis Diet Rendah Garam
- Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na) diberikan kepada pasien dengan
edema, asites, atau hipertensi berat. Pengolahan tidak menggunakan
garam dapur.
- Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na) diberikan kepada pasien dengan
edema, asites, atau hipertensi tidak terlalu berat. Pengolahan boleh
menggunakan ½ sdt garam dapur.
- Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na) diberikan pada pasien
dengan edema, asites, atau hipertensi ringan. Pengolahannya
menggunakan 1 sdt garam dapur.
3) Terapi oksigen
Pemberian oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jantung yang
disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan
miokardium akan oksigen dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
4) Terapi nitrat dan vasodilator koroner
Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis sangat dianjurkan dalam
penatalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami unloaded (penurunan
afterload-beban akhir) dengan adanya vasodilatasi verifer. Peningkatan curah
jantung lanjut akan menurunkan pulmonary artery toedge preassure
(pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal dan
beratnya gagal ventrikel kiri) dan penurunan pada konsumsi oksigen
miokardium.
5) Terapi diuretik
klien dengan gagal jantung perlu pembatasan garam dan air serta pemberian
diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya untuk menurunkan preload (beban
awal) dan kerja jantung. Diuretik memiliki efek antihipertensi dengan
meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan
penurunan volume cairan dan menurunkan tekanan darah. Jika garam natrium
ditahan, air juga akan bertahan dan tekanan darah akan meningkat. Banyak jenis
diuretik yang menyebabkan pelepasan elektrolit-elektrolit lainnya, yaitu
kalium, magnesium, klorida dan bikarbonat. Diuretik yang meningkatkan
ekskresi kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak menahan kalium, dan
diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat kalium.
6) Terapi sedatif Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif dapat
mengurangi kegelisahan. Obat-obatan sedatif yang sering digunakan adalah
phenobarbital 15-30 mg empat kali sehari dengan tujuan untuk
mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi pada klien.
7. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada klien Congestive Heart Failure (CHF), yaitu
(Aspian, 2014):
a. Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar merupakan manifestasi dari kegagalan jantung.
b. Asites
Bila proses hepatomegali ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu suatu
kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini
dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distres pernapasan.
c. Edema paru
Pada gagal jantung kiri, darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri mengalami
hambatan, sehingga atrium kiri dilatasi dan hipertrofi. Aliran darah dari paru ke
atrium kiri terbendung. Akibatnya tekanan dalam vena pulmonalis, kapiler paru
dan arteri pulmonalis meninggi. Bendungan terjadi juga di paru yang akan
menyebabkan edema paru (Aspian, 2014).
Sedangkan menurut Kasron (2016) komplikasi yang terjadi pada klien
Congestive Heart Failure (CHF), Yaitu:
a. Syok kardiogenik
b. Episode Tromboemboli karena pembentukan vena karena statis darah.
c. Efusi dan Tamponade Perikardium
d. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
B. Asuhan Keperawatan
(Karina, 2021)
1. Pengkajian
a. Identitas :
1) Identitas pasien :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea
2) Lelah, pusing
3) Nyeri dada
4) Edema ektremitas bawah
5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen
6) Urine menurun
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala
kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan
edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu
pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah
pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi,
DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum
oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi
yang dimiliki pasien
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan penyakit
keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
f. Pengkajian data
1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat,
sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis,
pucat.
3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.
4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau
konstipasi.
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital :
a) Tekanan Darah
Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b) Nadi
Nilai normalnya :
Frekuensi : 60-100x/menit
c) Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d) Suhu Badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
3) Head to toe examination :
a) Kepala : bentuk , kesimetrisan
b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e) Muka; ekspresi, pucat
f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g) Dada: gerakan dada, deformitas
h) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
j) Pemeriksaan khusus jantung :
(1) Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis
(normal : ICS ke5)
(2) Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi
ventrikel
(3) Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra
Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
(4) Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular, yang
terjadi pada saat kontraksi isimetris dari bilik pada permulaan
systole
BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri
pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan
diastole.
(BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I)
4) Pemeriksaan penunjang
a) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
b) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram
c) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap
lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
meningkat, peninkatan bilirubin dan enzim hati.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
berdasarkan SDKI adalah :
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus kapiler
Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Dispnea
2) Objektif :PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan

Kriteria minor :

1) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur


2) Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung, pola nafas
abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)


Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektf : Dipsnea
2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang,
pola nafas abnormal

Kriteria minor :

1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun, ekskrusi dada berubah.

Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax

c. Penurunan curah jantung (D.0008)


Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh
Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan
kontraktilitas
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Lelah
2) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure (CVP)
meningkat/,menurun

Kriteria minor :

1) Subjektif : -
2) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary artery wedge
pressure (PAWP) menurun

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

d. Nyeri akut (D.0077)


Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambatberintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Sujektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur

Kriteria minor :

1) Subjektif : -
2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis.

Kondisi klinis terkait : Cedera Traumatis

3. Rencana Intervensi
Dx. keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Gangguan Tujuan: Setelah (Pemantauan Respirasi I.01014)
pertukaran gas b.d dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi irama,
perubahan keperawatan kedalaman dan upaya
membran alveolus- diharapkan pertukaran nafas
kapiler gas meningkat. 2. Monitor pola nafas
Kriteria hasil: 3. Monitor kemampuan
(Pertukaran gas batuk efektif
L.01003) 4. Monitor nilai AGD
1. Dipsnea 5. Monitor saturasi oksigen
menurun 6. Auskultasi bunyi nafas
2. bunyi nafas 7. Dokumentasikan hasil
tambahan pemantauan
menurun 8. Jelaskan tujuan dan
3. pola nafas prosedur pemantauan
membaik 9. Informasikan hasil
4. PCO2 dan O2 pemantauan, jika perlu
membaik 10. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktifitas
dan/atau tidur
Pola nafas tidak Tujuan: Setelah (Manajemen jalan nafas
efektif b.d dilakukan tindakan I.01011)
hambatan upaya keperawatan 1. Monitor pola nafas
nafas (mis: nyeri diharapkan pola nafas (frekuensi, kedalaman,
saat bernafas) membaik. usaha nafas)
Kriteria hasil: 2. Monitor bunyi nafas
(pola nafas L.01004) tambahan (mis: gagling,
1. Frekuensi nafas mengi, Wheezing,
dalam rentang ronkhi)
normal 3. Monitor sputum (jumlah,
2. Tidak ada warna, aroma)
pengguanaan 4. Posisikan semi fowler
otot bantu atau fowler
pernafasan 5. Ajarkan teknik batuk
3. Pasien tidak efektif
menunjukkan 6. Kolaborasi pemberian
tanda dipsnea bronkodilato,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu.
Penurunan curah Tujuan: setelah (Perawatan jantung I.02075)
jantung b.d dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda/gejala
perubahan preload keperawatan primer penurunan curah
/ perubahan diharapkan curah jantung
afterload / jantung meningkat. 2. Identifikasi tanda/gejala
perubahan Kriteria hasil: sekunder penurunan
kontraktilitas (curah jantung L.02008) curah jantung
1. Tanda vital 3. Monitor intake dan
dalam rentang output cairan
normal 4. Monitor keluhan nyeri
2. Kekuatan nadi dada
perifer 5. Berikan terapi terapi
meningkat relaksasi untuk
3. Tidak ada mengurangi strees, jika
edema perlu
6. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
7. Anjurkan berakitifitas
fisik secara bertahap
8. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Nyeri akut b.d gen Tujuan: setelah (Manajemen nyeri I.08238)
penedera fisiologis dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi,
(Mis: Iskemia) keperawatan karakteristik nyeri,
diharapkan tingkat durasi, frekuensi,
nyeri menurun. intensitas nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
Tingkat nyeri (L.08066) 3. Identifikasi faktor yang
1. Pasien memperberat dan
mengatakan memperingan nyeri
nyeri berkurang 4. Berikan terapi non
dari skala 7 farmakologis untuk
menjadi 2 mengurangi rasa nyeri
2. Pasien 5. Kontrol lingkungan yang
menunjukkan memperberat rasa nyeri
ekspresi wajah (mis: suhu ruangan,
tenang pencahayaan,kebisingan)
3. Pasien dapat 6. Anjurkan memonitor
beristirahat nyeri secara mandiri
dengan nyaman 7. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
8. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4. Evaluasi teoritis
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Karina, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Anita, E. A., Sarwono, B., & Widigdo, D. A. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Gagal
Jantung Kongestif: Studi Kasus. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 99-103.

Aspian, R. Y. (2014). Buku ajar asuhan keperawatan gerontik. Jakarta: Trans Info Media.

Aspiani & Reny Yuli. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi Nanda, Nic
dan Noc. Jakarta: EGC

Bachrudin, M., & Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta Selatan: Pusdik
SDM Kesehatan.

Hersunarti, N. S. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: Perhimpunan Dokter


Spesialis Kardiovaskular.

Irwan. (2018). Epidemiologi Tidak Penyakit Menular. Yogyakarta: Deepublish.

Karina, A. M. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Jantung Kongestif
(Chf) Di Rsud Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.

Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung: Pencegahan serta Pengobatannya.


Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.

Kasron. (2016). Buku ajar keperawatan sistem kardiovaskuler. Jakarta: Trans Info Media

Puspitasari, N., Kuswardani, & A, A. A. (2017). Pengaruh Terapi Latihan terhadapCongestive


Heart Failure NYHA III-IV e.c Mitral Regurgitation, Trikuspidal Regurgitation,
Pulmonal Hipertensi. Jurnal Fisoterapi dan Rehabilitasi, 72-80.

Smeltzer, S. C. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai