Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

Konsep Kasus CHF


1. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah gangguan multisistem yang
terjadi apabila jantung tidak lagi mampu menyemprotkan darah yang
mengalir ke dalamnya melalui sistem vena. (Robbins, 2007). Menurut J.
Charles Reeves (2001) dalam Wijaya & Yessi (2013), CHF adalah
kondisi dimana fungsi jantung sebagai pemompa untuk mengantarkan
darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi
keperluan-keperluan tubuh.

Menurut Smeltzert & Bare (2013) CHF adalah ketidakmampuan jantung


untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan. CHF merupakan
suatu keadaan patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan
kegagalan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan
meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin,2012).

2. Penyebab
Pada CHF, jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah cukup
untuk menjaga lancarnya sirkulasi. Akibatnya terjadi penumpukan darah
dan tekanan ekstra dapat menyebabkan akumulasi cairan ke dalam paru-
paru. Gagal jantung terutama berkaitan dengan masalah-masalah
pemompaan otot jantung di bilik jantung, yang mungkin disebabkan oleh
penyakit-penyakit seperti infraktus otot jantung (serangan jantung),
endocarditis (infeksi pada jantung), hipertensi (tekanan darah tinggi),
atau valvular insufficiency.Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah
kiri, darah akan kembali ke paru-paru.
Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah kanan, sirkulasi sistemik
dapat kelebihan beban. Ketika gagal jantung menjadi signifikan, sistem
sirkulasi keseluruhan dapat terpengaruh.

Menurut Kasron (2012), ada beberapa penyebab dari gagal jantung


diantaranya :
a. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau infalamasi.
b. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis Koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit otot jantung
degenerative, berhubungan dengan gagal jantug karena kondisi
yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada akhirnya
mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi
tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi
CHF.
d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
e. Penyakit Jantung Lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis katup AV),
peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik (hipertensi‖malignan‖) dapat menyebabkan CHF
meskupun tidak ada hipertrofi miokardial.
f. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya CHF meningkatnya laju metabolisme, (demam,
tirotoksikosis), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia
jantung juga dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder
akibat CHF menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

3. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2013), patofisiologi CHF yaitu:
Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung
lebih dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO
: Cardiac Output) dalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate) X
volume sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi
sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan
perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Tetapi pada CHF dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal
masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload;
kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan hukum
Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada
perubahan kekuatan kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole. (Brunner and Suddarth, 2013)

Menurut Wijaya & Yessi (2013), patofisiologi CHF yaitu:


a. Mekanisme Dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi cardiak output dan meningkatkan volume
ventrikel.
Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel) maka
terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Dengan
meningkatnya LEDV , maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung kedalam
anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kapiler dan pena
patu-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru
melebihi tekanan osmotik kapiler, makan akan terjadi edema
interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan
cairan merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tekanan
terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang
akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis
atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat
disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau
perubahan orientasi otot palpilaris dan korda tendinae akibat dilatasi
ruang.
b. Respon kompensatorik
1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik
simpatik yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-
saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraktilitas akan meningkat untuk
menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ–organ yang metabolismenya
rendah (kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan
otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan
jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontriksi.
2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-angiotensin
aldosteron (RAA)
Aktivitas sistem RAA menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal,
meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium.
3) Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada heart failure adalah hidrotropi
miokardium akan bertambah tebalnya dinding .
4) Efek negatif dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan, namun pada akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk
derajat gagal jantung.
Resistensi jantung yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
kontraktilitas dini menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena
paru dan sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah
mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena, serta
menimbulkan gejala dan tanda (kekurangan jumlah keluaran urine dan
kelemahan tubuh). Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga
meningkat karena dilatasi ruang jantung.
Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen (MVO2)
juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih
lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan
ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium
maka akan terjadi iskemia miokard. Akhirnya dapat timbul beban miokard
yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang.

4. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


Menurut Kasron (2012), respon tubuh terhadap perubahan yang di alami saat
terjadinya gagal jantung terbagi atas dua kategori diantaranya :
a. Gagal jantung kiri
Kongesti jantung menonjol pada ggal jantung ventrikel kiri karean
ventrikel kiri tidak mampu memompa drah yang datang dari patu.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitunya ;
1) Dispeu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu yang mana beberapa pasien dapat
mengalaminya pada malam hari dinamakan Paroksimal Noktural
Dispnea (PND).
2) Batuk
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan
tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk
yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang
disertai bercak darah.
3) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang sehingga menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena
distress pernafasan serta batuk.
4) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stess akibat kesakitan
bernafas dan pengetahhuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
5) Sianosis
b. Gagal jantung kanan
1) Kongestif jaringan perifer dan viseral
2) Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
3) Hepatomegali
nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar.
4) Anorexia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan statis dalam rongga abdomen.
5) Nokturia
Nokturia atau rasa ingin BAK pada malam hari, terjadi karena perfusi
renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis
terjadi paling sering pada malam hari karen acurah jantung akan
membaik dengan istirahat.
6) Kelemahan
Lemah yang menyertai HF sisi kanan disebabkan kerena menurunnya
curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah
katabolisme yang tidak adekuat dari jantung.

Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) membuat klasifikasi


fungsional CHF dalam 4 kelas yaitu :

a. Kelas I
Akitivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dyspea, palpitasi, tidak ada
kongesti pulmonal atau hipotensi perifer serta bersifat asimtomatik.
Kegiatan sehari –hari tidak terbatas.
b. Kelas II
Kegiatan sehari-hari sedikit terbatas, gejala tidak ada saat istirahat,
adanya bailar (krekels dan S3 murmur).
c. Kelas III
Kegiatan sehari- hari terbatas dan pasien merasa nyaman saat beristirahat.
d. Kelas IV
Gejala insufisiensi jantung ada saat insirahat.

5. Dampak CHF
Dampak masalah potensial yang mungkin terjadi pada CHF ini dapat berupa:
a. Syok Kardiogenik
Merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan
curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung, otak, ginjal).
b. Episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena akibat stasis
darah.
c. Efusi perkardial dan tamponade jantung
Efusi perikardium mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung
perikardium. Secara normal kantung perikardium berisi cairan sebanyak
kurang dari 50 ml. cairan perikardium akan terakumulasi secara lambat
tanpa menyebabkan gejala yang nyata. Namun demikian perkembangan
efusi yang cepat dapat meregangkan perikardium sampai ukuran
maksimal dan menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik
vena ke jantung. Hasil akhir dari proses ini adalah tamponade jantung.
(Smeltzert & Bare, 2013)
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CHF menurut Kasron (2012), meliputi :
a. Non Farmakologis
1) CHF Kronik
a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan
aktivitas.
b) Diet pembatasan natrium (< 4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
c) Menghentikan obat-obatan yang dapat memperparah kondisi seperti
NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan
retensi air dan natrium.
d) Pembatasan cairan ( kurang lebih 1200 – 1500 cc/hari )
e) Olahraga ringan secara teratur.
2) CHF Akut
a) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
b) Pembatasan cairan (< 1500 cc/hari)
b. Farmakologis
1) First line drugs (diuretik)
Tujuan pemberian diuretik ini yaitu untuk mengurangi afterload pada
disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi
diastolik.
Obatnya adalah : thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic,
metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk neningkatkan
pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic.

2) Second Line drugs (ACE inhibitor)


Tujuan pemberian obat ini yaitu meningkatkan COP dan menurunkan
kerja jantung. Obatnya adalah :
a) Digoxin
Untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan
untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan
ventrikel untuk relaksasi.
b) Hidralazin
Untuk menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
c) Isobarbide dinitrat
Untuk mengurangi preload dan afterload, disfungsi sistolik,
hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
d) Calsium channel bloker
Untuk kegagalan diastolik, meningkatkan relaksasi dan pengisian
ventrikel tetapi tidak dianjurkan untuk CHF kronik.
e) Beta blocker
Sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diastolik untuk mengurangi HR,
mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel
kiri.

B. Konsep Asuhan Keperawatan CHF


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama pendidikan, pekerjaan, alamat, No MR, dan diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan utama
Biasanya pasien CHF mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat
beraktifitas, kelelahan, nyeri pada dada, dispnea pada saat beraktivitas.
(Wijaya & Yessi, 2013)
2) Keluhan saat dikaji
Pengkajian dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan
mengenai kelemahan fisik pasien secara PQRST. Biasanya pasien akan
mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat beraktifitas, kelelahan, dada
terasa berat, dan berdebar – debar.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit
yang mendukung munculnya penyakit saat ini. Pada pasien CHF biasanya
sebelumnya pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.
Dan juga memiliki riwayat penggunaan obat-obatan pada masa yang lalu
dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat
diuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang
timbul. Sering kali pasien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping
obat.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif,
dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
(Muttaqin, 2012)
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran pasien dengan CHF biasanya baik atau compos mentis
(GCS 14-15) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem
saraf pusat.
2) Mata
(1). Konjungtiva biasanya anemis, sklera biasanya tidak ikterik
(2). Palpebra biasanya bengkak
3) Hidung
Biasanya bernafas dengan cuping hidung serta hidung sianosis
4) Mulut
Bibir biasanya terlihat pucat.
5) Wajah
Biasanya wajah terlihat lelah dan pucat.
6) Leher
Biasanya terjadi pembengkakan pada vena jugularis (JVP)
7) Sistem Pernafasan
(1). Dispnea saat beraktivitas atau tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal.
(2). Batuk dengan atau tanpa sputum
(3). Penggunaan bantuan pernafasan, misal oksigen atau
medikasi (4). Pernafasan takipnea, nafas dangkal, pernafasan
laboral,
penggunaan otot aksesori
(5). Sputum mungkin bercampur darah, merah muda / berbuih
(8). Edema pulmonal
(9). Bunyi nafas : Adanya krakels banner dan mengi.
(Wijaya & Yessi, 2013)
8) Jantung
(1). Adanya jaringan parut pada dada
(2). Bunyi jantung tambahan (ditemukan jika penyebab CHF kelainan
Katup)
(3). Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan
adanya hipertrofi jantung (Kardiomegali)
(4). Adanya bunyi jantung S3 atau
S4 (5). Takikardia
9) Abdomen
(1). Adanya hepatomegali
(2). Adanya splenomegali
(3). Adanya asites
10) Eliminasi
(1). Penurunan frekuensi kemih
(2). Urin berwarna gelap
(3). Nokturia (berkemih pada malam hari)
(4). Diare/ konstipasi.
11) Ekstremitas
(1). Terdapat edema dan CRT kembali > 2 detik
(2). Adanya edema
(3). Sianosis perifer
(Smeltzer & Bare, 2013)

f. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien CHF menurut Kasron


(2012) diantaranya :

1) Elektrokardiografi (EKG)

Kelainan EKG yang ditemukan pada pasien CHF adalah:

(1). Sinus takikardi dan bradikardi

(3). Atrial takikardia / futer / fibrilasi

(4). Aritmia
ventrikel (5).
Iskemia / infark

(6). Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan

segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik


(7). Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik

menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi

(8). Blok atrioventikular

(9). Mikrovoltase

(10). Left bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T

menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis

(11). Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi

kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan

2) Ekokardiografi
Gambaran yang paling sering ditemukan pada CHF akibat penyakit
jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup
jantung adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh
dinding ventrikel.
3) Rontgen Toraks
Abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada pasien
CHF: (1). Kardiomegali
(2). Efusi pleura
(3). Hipertrofi ventrikel
(4). Edema intertisial
(5). Infiltrat paru
(6). Kongesti vena paru
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015)
g. Pemeriksaan Laboratrium
Tes Laboratorium Darah
1) Enzym hepar : meningkat dalam gagal jantung/ kongesti.
2) Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahan
cairan, penurunan fungsi ginjal.
3) Oksimetri nadi : kemungkinan saturasi oksigen rendah.
4) AGD : Gagal jantung ventrikel kiri ditandai dengan
alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan COP2
5) Albumin : kemungkinan besar dapat menurun sebagai akibat
penurunan protein.
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada pasien CHF
diantaranya :

1) Anemia ( Hb < 13 gr/dl pada laki-laki, < 12 gr/dl pada perempuan)

2) Peningkatan kreatinin serum ( > 150 μ mol/L)

3) Hiponatremia ( < 135 mmol/L)

4) Hipernatremia ( > 150 mmol/L)

5) Hipokalemia ( < 3,5 mmol/L)

6) hiperkalemia ( > 5,5 mmol/L)

7) hiperglikemia( >200 mg/dl)

8) Hiperurisemia ( > 500 μ mmol/L)

9) BNP ( < 100 pg/ml, NT proBNP < 400 pg/ml)

10) BNP ( > 400 pg/ml, NT proBNP > 2000 pg/ml)

11) Kadar albumin tinggi ( > 45 g/L)

12) Kadar albumin rendah ( <30 g/L)

(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015)


2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraksi
ventrikel kiri.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen, kelelahan.
( NANDA Internasional, 2015)

3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan NANDA 2015, NIC-NOC 2016
No Diagnosa NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention
Keperawatan Clasification) Clasification)
1. Penurunan curah a. Cardiac Pump a. Cardiac Care
jantung Effectiveness Aktivitas :
berhubungan Indikator : 1) Evaluasi adanya nyeri
dengan penurunan 1) Systolic blood dada (intensitas,
kontraksi ventrikel pressure dalam lokasi, durasi,
kiri. rentang normal frekuensi)
2) Diastolic blood 2) Catat adnya disritmia
pressure dalam jantung
rentang normal 3) Catat adanya tanda
3) Tidak ada disritmia dan gejala penurunan
4) Tidak ada bunyi cardiac output.
jantung abnormal 4) Monitor status
5) Tidak terjadi angina kardiovaskuler
6) Tidak ada edema 5) Monitor status
perifer pernafasan yang
7) Tidak ada edema menandakan Heart
paru Failure
8) Tidak dispnea saat 6) Monitor abdomen
istirahat sebagai indicator
9) Tidak dispnea adanya adanya
ketika latihan penurunan fungsi
10) Tidak terjadi 7) Monitor balance
hepatomegali cairan
11) Aktivitas toleran 8) Monitor adanya
12) Tidak sianosis perubahan perubahan
b. Circulation Status tekanan darah
Indikator : 9) Monitor respon pasien
1) Systolic blood terhadap efek
pressure dalam pengobatan
rentang normal antiaritmia
2) Diastolic blood 10) Atur periode latihan
pressure dalam dan istirahat untuk
rentang normal menghindari
3) Pulse pressure kelelahan
dalam rentang 11) Monitor adanya
normal dispnea, ortopnea, dan
4) MAP dalam rentang takipnea
normal 12) Anjurkan untuk
5) AGD (PaO2 dan menurunkan stres
PaCO2) dalam
rentang normal b. Vital Sign Monitoring
6) Saturasi O2 dalam Aktivitas :
rentang normal 1) Monitor TD, nadi,
7) Tidak asites suhu dan RR
c. Vital signs 2) Catat adanya fluktuasi
Indikator : tekanan darah
1) Denyut jantung 3) Monitor vital sign
apikal dalam pasien saat berbaring,
rentang normal duduk, berdiri
2) Irama denyut 4) Auskultasi tekanan
jantung dalam darah pada kedua
rentang normal lengan dan
3) Denyut nadi radial bandingkan
dalam rentang 5) Monitor TD, Nadi,
normal RR sebelum, selama
4) Tekanan Systole dan dan setelah aktivitas
Diastole dalam 6) Monitor kualitas nadi.
rentang normal 7) Monitor adanya
pulsus paradoksus
8) Monitor jumlah dan
irama jantung
9) Monitor bunyi jantung
10) Monitor suara paru
11) Monitor pola
pernafasan abnormal
12) Monitoradanya
sianosis perifer
13) Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign

2. Ketidakefektifan a. Respiratory Status : a. Airway Manajemen


pola nafas Ventilation Aktivitas :
berhubungan Indikator : 1) Posisikan pasien
dengan 1) Respiratory dalam untuk
pengembangan rentang normal memaksimalkan
paru tidak optimal. 2) Tidak ada retraksi ventilasi
dinding dada 2) Lakukan fisioterapi
3) Tidak mengalami dada jika perlu
dispnea saat istirahat 3) Auskultasi suara
4) Tidak ditemukan nafas, catat adanya
otrhopnea suara nafas tambahan
5) Tidak ditemukan 4) Monitor resirasi dan
atelektasis status O2
b. Respiratory : Airway b. Oxygen Therapy
Patency Aktivitas :
Indikator : 1) Pertahankan
1) Respiratory rate kepatenan jalan nafas
dalam rentang 2) Atur peralatan
normal. oksigen
2) Pasien tidak cemas 3) Monitor aliran
3) Menunjukkan jalan oksigen
nafas yang paten 4) Pertahankan posisi
pasien
5) Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi.
6) Monitor adanya
kecemasan
c. Vital Sign Monitoring
Aktivitas :
1) Monitor TD, Nadi,
Suhu, dan RR
2) Catat adanya flutuasi
tekanan darah
3) Monitor kualitas nadi
4) Monitor suara paru
5) Monitor suara
pernafasan
6) Monitor suhhu,
warna, dan
kelembapan kulit.

3. Kelebihan volume a. Electrolit And a. Fluid Management


cairan Acid/Base Balance Aktivitas :
berhubungan Indikator : 1) Pertahankan catatan
dengan retensi 1) Erum albumin, intake output yang
natrium dan air. kreatinin, akurat
hematokrit, Blood 2) Monitor hasil Hb
Urea Nitrogen yang sesuai dengan
(BUN), dalam retensi cairan (BUN,
rentang normal Hematokrit,
2) pH urine, urine Osmolaritas urine)
sodium, urine 3) Monitor vital sign
kreatinin,urine 4) Monitor indikasi
osmolaritas, dalam retensi
rentang normal 5) Kaji luas dan lokasi
3) tidak terjadi edema
kelemahan otot 6) Monitor status nutrisi
4) tidak terjadi 7) Kolaborasi dengan
disritmia dokter jika tanda
b. Fluid Balance cairan berlebuhan
Indikator : muncul memburuk
1) Tidak terjadi asites b. Fluid Monitoring
2) Ekstremitas tidak Aktivitas :
edema 1) Tentukan riwayat
3) Tidak terjadi jumlah dan tipe intake
distensi vena cairan dan eliminasi
jugularis 2) Tentukan
c. Fluid Overload kemungkinan faktor
Severity risiko dari
Indikator : ketidakseimbangan
1) Edema tungkai tidak cairan
terjadi 3) Monitor berat badan
2) Tidak asites 4) Monitor TD, Nadi,
3) Kongesti vena tidak RR
terjadi 5) Monitor tekanan
4) Tidak terjadi darah orthostatik dan
peningkatan blood perubahan irama
pressure jantung
5) Penurunan 6) Monitor parameter
pengeluaran urine hemodinamik infasif
tidak terjadi 7) Monitor tanda dan
6) Tidak terjadi gejala edema
perubahan warna
urine
7) Penurunan serum
sodium tidak terjadi
8) Peningkatan serum
sodium tidak terjadi

4. Intoleransi a. Energi Conservation a. Energy Management


aktivitas Indikator : Aktivitas :
berhubungan 1) Menunjukkan 1) Tentukan keterbatasan
dengan keseimbangan pasien terhadap
ketidakseimbangan antara aktivitas aktivitas
antara suplai dengan istirahat 2) Tentukan penyebab
dengan kebutuhan 2) Menggunakan lain dari kelelahan
oksigen, kelelahan. teknik 3) Dorong pasien untuk
3) Mengenali mengungkapkan
keterbatasan energi perasaan tentang
4) Menyesuaikan gaya keterbatasannya
hidup sesuai tingkat 4) Observasi nutrisi
energi sebagai sumber energi
5) Mempertahankan yang adekuat
gizi yang cukup 5) Observasi respon
6) Melaporkan jantung-paru terhadap
aktivitas yang sesuai aktivitas (misalnya
dengan energi. takikardia, disritmia,
b. Activity Tolerance dispnea, pucat, dan
Indikator : frekuensi pernafasan)
1) Saturasi oksigen 6) Batasi stimulus
saat melakukan lingkungan (misalnya
aktivitas pencahayaan, dan
membaik/dalam kegaduhan)
rentang normal 7) Dorong untuk lakukan
2) nadi saat melakukan periode aktivitas saat
aktivitas dalam pasien memiliki
rentang normal banyak tenaga.
3) tidak sesak napas 8) Rencanakan periode
saat melakukan aktivitas saat pasien
aktivitas memiliki banyak
4) tekanan darah saat tenaga
melakukan aktivitas 9) Hindari aktivitas
dalam rentang selama periode
normal istirahat
5) mudah melakukan 10) Dorong pasien untuk
ADL melakukan aktivitas
c. Self Care : ADL sesuai sumebr energi
Indikator : 11) Instruksikan pasien
1) Mampu melakukan atau keluarga untuk
ADL secara mandiri mengenal tanda dan
(seperti makan, gejala kelelahan yang
memakai memerlukan
baju,toileting, pengurangan aktivitas.
mandi, berdandan, 12) Bantu pasien atau
menjaga kebersihan, keluargauntuk
oral hygiene, menentukan tujuan
berjalan, berpindah akhir yang realistis
tempat) 13) Evaluasi program
peningkatan tingkat
aktivitas
b. Actifity Therapy
Aktivitas :
1) Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
2) Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
3) Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktiivtas yang
diinginkan
4) Bantu pasien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
5) Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
6) Monitor respon fisik,
emosi, soial, dan
spiritual

Anda mungkin juga menyukai