Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah keseluruh jaringan dan keadaan patofisiologik dimana
jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan (Ardiansyah, M, 2021).
CHF adalah sindrom yang ditandai oleh disfungsi salah satu atau kedua paru dan vena
sistemik sehingga asupan oksigen ke jaringan perifer kurang baik pada saat relaks atau
selama stressor berlangsung, yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung menjalankan
fungsinya (HFSA, 2020).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah
untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive) (Udjianti, 2020).

B. ETIOLOGI
Menurut (Ardiansyah,M, 2021) etiologi terjadinya gagal jantung antara lain :
(1) Kelainan otot jantung Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, yang berdampak pada menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan funsi otot mencangkup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
(2) Aterosklerosis koroner Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
(3) Hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonal Gangguan ini menyebabkan
meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya juga turut mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi, karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
(4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Gangguan kesehatan ini
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung dapat merusak
serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas menurun.
(5) Penyakit jantung yang lain Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi organ jantung. Mekanisme
yang biasanya terlibat mencangkup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya
stenosis katup semiluner) serta ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(misalnya tamponade perikardium, perikarditas, konstriktif, atau stenosis katup siensi
katup AV).

Menurut Wajan Juni Udjianti (2020) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:

1) Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/berat.
2) Faktor interna (dari dalam jantung)
a) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Wijaya (2021), manifestasi klinis Congestive Heart Failure (CHF), yaitu :
1) Gagal jantung kiri
a) Sesak Napas atau Dispnue, akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas.
b) Batuk, berhubungan dengan gagal ventrikel kiri. Tersering adalah batuk basah.
c) Mudah lelah. Akibat curah jatung yang kurang sehingga darah tidak sampai
kejaringan dan organ.
d) Kegelisahan dan kecemasan, akibat gangguan oksigenasi, kesakitan saat bernapas,
dan pengetahuan yang kurang tentang penyakit.
e) Orthopnea
f) Paroxismal nocturnal dyspnea
g) Ronchi
2) Gagal jantung kanan
a) Edema, biasa pada kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah keatas tungkai
dan paha.
b) Hepatomegali dan nyeri pada kuadran kanan, akibat pembesaran vena di hepar.
Jika tekanan dalam pembuluh portal meningkat dapat menyebabkan asites.
c) Anoreksia dan mual, akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga
abdomen.
d) Nokturia, dieresis sering terjadi pada malam hari karena curah jantung akan
membaik dengan istirahat.
e) Lemah, karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan
produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
f) Distensi vena junglaris
g) Peningkatan BB
h) Asites
D. PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologi CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk menyalurkan darah,
termasuk oksigen yang sesuai dengan kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat
atau kerja ringan. Hal tersebut menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat
patologik (selain saraf, hormonal, ginjal dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang
khas.
Congestive Heart Failure (CHF) terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor
yang memengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi
relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk
menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik CHF berespons
terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi neurohormonal kritis yang
efek gabungannya memperberat dan memperlama sindrom yang ada.
Sistem renin angiotensin aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan perifer
dan volume darah sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada perubahan
struktural miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan kardiomiopati hipertropik
hipertensif.
Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan kematian sarkomer, kehilangan
matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit dan sarkomer yang
tidak dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung, dan pembentukan jaringan
parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut memberikan gambaran
hemodinamik dan simtomatik pada Congestive Heart Failure (CHF).
Sistem saraf simpatis (SNS): Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan
tahanan perifer dengan peningkatan kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi
oksigen oleh miokardium, dan peningkatan risiko aritmia. Katekolamin juga turut
menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit, induksi
apoptosis miosit, dan peningkatan respons autoimun.
Disfungsi ventrikel kiri sistolik
1) Penurunan curah jantung akibat penurunan kontraktilitas, peningkatan afterload, atau
peningkatan preload yang mengakibatkan penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan
volume akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDV). Ini meningkatkan tekanan akhir
diastolik pada ventrikel kiri (IVEDP) dan menyebabkan kongesti vena pulmonal dan
edema paru.
2) Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat fungsi miokard yang tidak adekuat
atau tidak terkoordinasi sehingga ventrikel kiri tidak dapat melakukan ejeksi lebih dari
60% dari volume akhir diastoliknya (LVEDV). lni menyebabkan peningkatan bertahap
LVEDV ( Left Ventricular End-Diastolic Volume) (juga dinamakan preload)
mengakibatkan peningkatan LVEDP dan kongesti vena pulmonalis. Penyebab
penurunan kontraktilitas yang tersering adalah penyakit jantung iskemik, yang tidak
hanya mengakibatkan nekrosis jaringan miokard sesungguhnya, tetapi juga
menyebabkan remodeling ventrikel iskemik. Remodeling iskemik adalah sebuah
proses yang sebagian dimediasi oleh angiotensin II (ANG II) yang menyebabkan
jaringan parut dan disfungsi sarkomer di jantung sekitar daerah cedera iskemik.
Aritmia jantung dan kardiomiopati primer seperti yang disebabkan oleh alkohol,
infeksi, hemakromatosis, hipertiroidisme, toksisitas obat dan amiloidosis juga
menyebabkan penurunan kontraktilitas. Penurunan curah jantung mengakibatkan
kekurangan perfusi pada sirkulasi sistemik dan aktivasi sistem saraf simpatis dan
sistem RAA, menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan peningkatan afterload.
3) Peningkatan afterload berarti terdapat peningkatan tahanan terhadap ejeksi LV.
Biasanya disebabkan oleh peningkatan tahanan vaskular perifer yang umum terlihat
pada hipertensi. Bisa juga diakibatkan oleh stenosis katup aorta. Ventrikel kiri
berespon terhadap peningkatan beban kerja ini dengan hipertrofi miokard, suatu respon
yang meningkatkan massa otot ventrikel kiri tetapi pada saat yang sama meningkatkan
kebutuhan perfusi koroner pada ventrikel kiri. Suatu keadaan kelaparan energi tercipta
sehingga berpadu dengan ANG II dan respons neuroendokrin lain, menyebabkan
perubahan buruk dalam miosit, seperti semakin sedikitnya mitokondria untuk produksi
energi, perubahan ekspresi gen dengan produksi protein kontraktil yang abnormal
(aktin, miosin, dan tropomiosin), fibrosis interstisial, dan penurunan daya tahan hidup
miosit. Dengan berjalannya waktu, kontraktilitas mulai menurun dengan penurunan
curah jantung dan fraksi ejeksi, peningkatan LVEDV, dan kongesti paru.
4) Peningkatan preload berarti peningkatan LVEDV, yang dapat disebabkan langsung
oleh kelebihan volume intravaskular sama seperti yang terlihat pada infus cairan intra
vena atau gagal ginjal. Selain itu, penurunan fraksi ejeksi yang disebabkan oleh
perubahan kontraktilitas atau afterload menyebabkan peningkatan LVEDV sehingga
meningkatkan preload. Pada saat LVEDV meningkat, ia akan meregangkan jantung,
menjadikan sarkomer berada pada posisi mekanis yang tidak menguntungkan sehingga
terjadi penurunan kontraktilitas. Penurunan kontraktilitas ini yang menyebabkan
penurunan fraksi ejeksi, menyebabkan peningkatan LVEDV yang lebih lanjut,
sehingga menciptakan lingkaran setan perburukan Congestive Heart Failure (CHF).
5) Pasien dapat memasuki lingkaran penurunan kontraktilitas, peningkatan afterload, dan
peningkatan preload akibat berbagai macam alasan (mis., infark miokard [MI],
hipertensi, kelebihan cairan) dan kemudian akhimya mengalami semua keadaan
hemodinamik dan neuro-hormonal. CHF sebagai sebuah mekanisme yang menuju
mekanisme lainnya.
6) Disfungsi ventrikel kiri diastolic
7) Penyebab dari 90% kasus
8) Didefinisikan sebagai kondisi dengan temuan klasik gagal kongestif dengan fungsi
diastolik abnormal tetapi fungsi sistolik normal; disfungsi diastolik mumi akan
dicirikan dengan tahanan terhadap pengisian ventrikel dengan peningkatan LVEDP
tanpa peningkatan LVEDV atau penurunan curah jantung.
9) Tahanan terhadap pengisian ventrikel kiri terjadi akibat relaksasi abnormal (lusitropik)
ventrikel kiri dan dapat disebabkan oleh setiap kondisi yang membuat kaku miokard
ventrikel seperti penyakit jantung iskemik yang menyebabkan jaringan parut,
hipertensi yang mengakibatkan kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati restriktif,
penyakit katup atau penyakit perikardium.
10) Peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisian diastolik menjadi
berkurang dan memperberat gejala disfungsi diastolik. Oleh karena itu, intoleransi
terhadap olahraga sudah menjadi umum.
11) Karena penanganan biasanya memerlukan perubahan komplians miokard yang
sesungguhnya, efektivitas obat yang kini tersedia masih sangat terbatas.
Penatalaksanaan terkini paling berhasil dengan penyekat beta yang meningkatkan
fungsi lusitropik, menurunkan denyut jantung, dan mengatasi gejala. Inhibitor ACE
dapat membantu memperbaiki hipertrofi dan membantu perubahan struktural di tingkat
jaringan pada pasien dengan remodeling iskemik atau hipertensi. Sumber : (Elizabeth,
2009).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola, adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
b) Echocardiography ; Mencari kelaianan katup, memperkirakan ukuran dan fungsi
ventrikel kiri serta memperkirakan kapasitas freksi ejeksi
c) Rontgen dada ; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulnonal.
d) Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
e) Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
f) Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
g) Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
h) AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
i) Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Menurut Elizabeth (2019) Penatalaksanaan CHF,yaitu :
1) Penggunaan penyekat beta dan penghambat enzim pengubah angiotensin ( inhibitor
ACE ) sebagai terapi yang paling efektif untuk CHF kecuali ada kontraindikasi khusus.
Inhibitor ACE menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma ( preload ). Penyekat
reseptor angiotensin dapat digunakan sebagai inhibitor ACE.
2) Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik vena dan
peregangan serabut otot jantung berkurang.
3) Terapi oksigen mungkin digunakan untuk mengurangi kebutuhan jantung.
4) Nitrat mungkin diberikan untuk mengurangi after load dan preload.
5) Uji coba nitric oxide boosting drug (BiDil) .
6) Penyekat aldosteron ( epleronon ) telah terbukti mengobati gagal jantung kongestif
setelah serangan jantung.
7) Digoksin (digitalis) mungkin diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas. Digoksin
bekerja secara langsung pada serabut otot jantung untuk meningkatkan kekuatan setiap
kontraksi tanpa bergantung panjang serabut otot. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan curah jantung sehingga volume dan peregangan ruang ventrikel
berkurang. Saat ini digitalis lebih jarang digunakan untuk mengatasi CHF
dibandingkan masa sebelumnya.

Menurut HFSA (2020) Penatalaksanaan CHF, yaitu :

1) Diet dan asupan cairan


a) Instruksi diet mengenai asupan natrium disarankan pada semua pasien dengan
CHF. Pasien dengan CHF dan diabetes, dislipidemia, atau obesitas berat harus
diberi instruksi diet khusus.
b) diet pembatasan sodium (2-3 g sehari) disarankan untuk pasien dengan sindrom
klinis CHF dan fraksi ejeksi ventrikel kiri menetap (LVEF). Pembatasan lebih
lanjut
c) (2 g sehari) dapat dipertimbangkan dalam moderat untuk CHF berat.
d) Pembatasan asupan cairan harian kurang dari 2 L/hari, dianjurkan pada pasien
dengan hiponatremia (serum sodium 130 mEq / L) dan harus dipertimbangkan
untuk semua pasien yang menunjukkan retensi cairan yang sulit untuk mengontrol
meskipun dosis tinggi diuretik dan pembatasan sodium telah diberikan.
2) Non Farmakologis
a) CHF Kronik
(1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
(2) Diet pembatasan natrium
(3) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
(4) Membatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
(5) Olah raga secara teratur
b) CHF Akut
(1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
(2) Pembatasan cairan

G. KOMPLIKASI
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :
1. Edema pulmoner akut
2. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-
aldosteron.
5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah mera
H. PATHWAY
I. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien CHF ditujukan sebagai pengumpulan data dan informasi terkini
mengenai status pasien dengan pengkajian system kardiovaskuler sebagai prioritas
pengkajian. Pengkajian sistematis pada pasien mencakup riwayat khususnya yang
berhubungan dengan nyeri dada, sulit bernafas, palpitasi, riwayat pingsan, atau keringat
dingin ( diaphoresis). Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta
factor pencetusnya.
Pengkajian Primer
a. Airway - Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas) - Bunyi napas
ronchi
b. Breathing - Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung - Menggunakan otot-
otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung - Kesulitan bernapas ; lapar
udara, diaporesis, dan sianosis - Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation - Nadi lemah , tidak teratur - Takikardi - TD meningkat / menurun -
Akral dingin - Adanya sianosis perifer
d. Dissability Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
e. Exposure Terjadi peningkatan suhu

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap
masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa berdasarkan SDKI
adalah :
1. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan Perubahan membran
alveolus-kapiler
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis:
Nyeri saat bernafas)
3. Penurunan curah jantung (D.0008)berhubungan dengan perubahan preload,
perubahan afterload dan/atau perubahan kontraktilitas
4. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
5. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan ganguan mekanisme regulasi
6. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan penurunan aliran arteri
dan/atau vena
7. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan
8. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan kurang terpapar informasi
9. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan,
faktor psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan)
10. Resiko Gangguan integritas kulit (D.0139) berhubungan dengan
kekurangan/kelebihan cairan.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa SLKI SIKI


1. Gangguan pertukaran Tujuan : Setelah dilakukan tindakan (Pemantauan Respirasi I.01014)
gas b.d perubahan keperawatan diharapkan pertukaran gas Observasi
membran alveolus- meningkat.  Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya nafas
kapiler Kriterian hasil : (Pertukaran gas  Monitor pola nafas
L.01003)  Monitor kemampuan batuk efektif
1. Dipsnea Menurun  Monitor nilai AGD
2. Bunyi Nafas Tambahan  Monitor saturasi oksigen
Menurun Teurapetik
3. Pola Nafas Membaik  Auskultasi bunyi nafas
4. PCO2 Dan O2 Membaik
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktifitas dan/atau tidur
2. Pola nafas tidak efektif Tujuan : Setelah dilakukan tindakan (Manajemen jalan nafas I.01011)
b.d hambatan upaya keperawatan diharapkan pola nafas Observasi
nafas (mis: nyeri saat membaik.  Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
bernafas) Kriteria hasil : (pola nafas L.01004)  Monitor bunyi nafas tambahan (mis: gagling, mengi,
1. Frekuensi nafas dalam rentang Wheezing, ronkhi)
normal  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Tidak ada pengguanaan otot Teurapetik
bantu pernafasan  Posisikan semi fowler atau fowler
1. 3. Pasien tidak menunjukkan  Pemberian terapi oksigen
tanda dipsnea Edukasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilato, ekspetoran, mukolitik,
jika perlu.
3. Penurunan curah jantung Tujuan : setelah dilakukan tindakan (Perawatan jantung I.02075)
b.d perubahan preload / keperawatan diharapkan curah jantung Observasi
perubahan afterload / meningkat.  Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
perubahan kontraktilitas Kriteria hasil : (curah jantung  Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
L.02008)  Monitor intake dan output cairan
1. Tanda vital dalam rentang  Monitor keluhan nyeri dada
normal Teurapetik
2. Kekuatan nadi perifer meningkat  Berikan terapi terapi relaksasi untuk mengurangi strees, jika
3. Tidak ada edema perlu
Edukasi
 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan berakitifitas fisik secara bertahap
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
4. Nyeri akut b.d gen Tujuan : setelah dilakukan tindakan (Manajemen nyeri I.08238)
penedera fisiologis (Mis: keperawatan diharapkan tingkat nyeri Observasi
Iskemia) menurun.  Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi,
Kriteria hasil : Tingkat nyeri intensitas nyeri
(L.08066)  Identifikasi skala nyeri
1. Pasien mengatakan nyeri  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
berkurang dari skala 7 menjadi 2 nyeri
2. Pasien menunjukkan ekspresi Teurapetik
wajah tenang  Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa
3. Pasien dapat beristirahat dengan nyeri
nyaman  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,kebisingan)
Edukasi
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5. Hipervolemia b.d Tujuan : setelah dilakukan tindakan (Manajemen hipervolemia I.03114)
gangguan mekanisme keperawatan diharapkan keseimbangan Observasi
regulasi cairan meningkat.  Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis:
Kriterian hasil : (keseimbangan ciran ortopnes,dipsnea,edema, JVP/CVP meningkat,suara nafas
L. 03020) tambahan)
1. Tererbebas dari edema  Monitor intake dan output cairan
2. Haluaran urin meningkat  Monitor efek samping diuretik (mis : hipotensi ortortostatik,
3. Mampu mengontrol asupan hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)
cairan Teurapetik
 Batasi asupan cairan dan garam
Edukasi
 Anjurkan melapor haluaran urin
6. Perfusi perifer tidak Tujuan : setelah dilakukan tindakan (Perawatan sirkulasi I.02079)
efektif b.d penurunan keperawatan diharapkan perfusi perifer Observasi
aliran arteri dan/atau meningkat.  Periksa sirkulasi perifer(mis:nadi perifer,edema,pengisian
vena Kriteria hasil : perfusi perifer kapiler, warna,suhu)
(L.02011)  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
1. Nadi perifer teraba kuat
2. Akral teraba hangat Teurapetik
3. Warna kulit tidak pucat  Lakukan hidrasi
Edukasi
 Informasikan tanda dan gejala darurat yanng harus
dilaporkan
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
 Kolaborasi obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolestrol, jika perlu
7. Intoleransi aktifitas b.d Tujuan : setelah dilakukan tindakan (Manajemen energi I.050178)
kelemahan keperawatan diharapkan toleransi Observasi
aktifitas meningkat.  Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kriteria hasil : Toleransi aktivitas  Monitor pola dan jam tidur
(L.05047)
1. kemampuan melakukan aktifitas Teurapetik
sehari-hari meningkat  Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
2. Pasien Mampu berpindah (mis: cahaya, suara, kunjungan)
dengan atau tanpa bantuan  Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
3. Pasien mangatakan dipsnea saat Edukasi
dan/atau setelah aktifitas  Anjurkan tirah baring
menurun  Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
8. Ansietas b.d kurang Tujuan : setelah dilakukan tindakan (Terapi reduksi I.09314)
terpapar informasi keperawatan diharapkan tingkat ansietas Observasi
menurun.  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 8.2 Pahami situasi
Kriterian hasil : (Tingkat ansietas yang membuat ansietas
L.09093) Teurapetik
1. Pasien mengatakan telah  Dengarkan dengan penuh perhatian
memahami penyakitnya  Gunakan pendekatan yang teang dan meyakinkan
2. Pasien tampak tenang  Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
3. Pasien dapat beristirahat dengan pengobatan, dan prognosis
nyaman Edukasi
 Anjurkan keluarga untuk tetap menemani pasien, jika perlu
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
9. Defisit nutrisi b.d Tujuan : setelah dilakukan tindakan (Manajemen gangguan makan I.03111)
ketidakmampuan keperawatan diharapkan status nutrisi Observasi
mencerna makanan, membaik.  Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta
faktor psikologis Kriteria hasil : (status nutrisi L.03030) kebutuhan kalori
(mis:stress,keeng ganan 1. Porsi makan yang dihabiskan Teurapetik
untuk makan) meningkat  Timbang berat badan secara rutin
2. Perasaan cepat kenyang
menurun Edukasi
3. Nafsu makan membaik  Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran makanan (mis:pengeluaran yang
disengaja, muntah, aktivitas berlebihan)
Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,


kebutuhan kalori dan pilihan makanan
10. Resiko gangguan Tujuan : setelah dilakukan tindakan (Edukasi Edema I.12370)
integritas kulit d.d keperawatan diharapkan integritas kulit Observasi
kelebihan volume cairan dan jaringan meningkat.  Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima
Kriteria hasil : (integritas kulit dan informasi
jaringan L.14125) Teurapetik
1. Resiko kerusakan jaringan  Persiapkan materi dan media edukasi (mis: formulir balance
integritas kulit meningkat cairan)
2. Tidak ada tanda kemerahan Edukasi
3. Tidak ada keluhan nyeri pada
daerah edema  Berikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya
 Jelaskan tentang defenisi, tanda, dan gejala edema
 Jelaskan cara penanganan dan pencegahan edema
 Intruksikan pasien dan keluarga untuk menjelaskan kembali
definisi, penyebab, gejala dan tanda, penanganan dan
pencegahan edema.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2021.”Medikal bedah Untuk Mahasiswa” Diva Press. Yogyakarta

Heart Failure society of America (HFSA). 2020. Comprehensive Heart Failure practice
Guidelin.. Jurnal Of Cardiac Failure Vol.16. No.6 2010.

Jayanti N. 2021. Gagal Jantung Congestive. Di muat dalam


http://rentalikari.wordpress.com/2013/03/23/lp-gagal-gjantungkongestif/

Muttaqin, Arif. 2021. Asuhan Keperawatan Kasus Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

Padila. 2021. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan

Rubenstein dkk, 2017. Lecture Notes : Kedokteran Klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga; 389-
391.

Smeltzer & Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.EGC, Jakarta

Udjianti, Wajan J. 2021. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. 2021. KMB 1 (Keperawatan Medikal Bedah). Nuha Medika.

Ziaeian, Boback and Gregg C. Fonarow. (2016). Epidemiology and etiology of Heart Failure.
Nat Publ Gr. 1-11.

Anda mungkin juga menyukai