Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN CHF

RSI FATIMAH CILACAP

DISUSUN OLEH :

Dewi Apriliani ( 108116041)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN AJARAN 2019/2020


A. Konsep Congestif Heart Failure
1. Definisi Congestif Heart Failure
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001). Gagal jantung adalah
ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (Caridiac
Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila
tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan
bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung
kongestif (Kabo & Karim, 2002).

2. Etiologi Congestif Heart Failure


Hudak dan Gallo (2000) penyebab kegagalan jantung yaitu:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif,
atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.

3. Patofisiologi Congestif Heart Failure


Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya
melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat
kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Respon hemodinamik yang
tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure)
dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan
beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan
volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer
dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari
mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam
oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik (Price, 2005).
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).
17
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif (Baughman, 2005). Hal ini
akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas
jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi
jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi
sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan
volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara
mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada
penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas
(Patric, 2005).
Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya
disfungsi ventrikel (Ismir, 2010). Pada gagal jantung kongestif terjadi
stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia
ventrikel refrakter (Price, 2005). Keadaan penyakit jantung koroner sebagai
salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang
akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama
dan sistem konduksi kelistrikan jantung (Brunner Sudart, 2002 & Fathoni,
2011). Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas
18
listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak,
karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun
(Gordon, 2004). WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa
terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan
aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo,
jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas. Mekanisme yang
mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan
CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X
volume sekuncup (Kabo & Karim, 2002). Curah jantung yang berkurang
mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah
utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup
berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan (Kabo
& Karim, 2002)..
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di
timbulkan oleh tekanan arteriole.

19
4. Manifestasi Klinis Congestif Heart Failure
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur
pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta
derajat gangguan penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan
(Kabo & Karim, 2002) :
1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi
buruk sampai delirium

5. Komplikasi Congestif Heart Failure


Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :
1) Edema pulmoner akut
2) Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
3) Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
4) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
5) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
6) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
7) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
20
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian
warfarin).
8) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
9) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranann (Patric, 2005).

6. Pemeriksaan Penunjang Congestif Heart Failure


a. Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali
(rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah
kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau
kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali
tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
b. Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada
sebaigian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan
ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.
c. Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan
klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik
dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan
penyakit katub jantung dapat disinggirkan.
d. Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai
fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat
menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus
selalu dilakukan.

7. Penatalaksanaan Congestif Heart Failure


Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup

21
a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang
sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat
badan, dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal
jantung terkompensasi dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan
memperbaiki aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan
denyut jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan
pulmonal dan harus dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative,
dan dapat memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol
memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.
Terapi obat-obatan

a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki


peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal
jantung (Tjay, 2007). Diuterik yang sering digunakan golongan
diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005).
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham
menemukan penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea).
Glikosida seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang
menghasilkan inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi
jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis
diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay,
2007). Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada
subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh
kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung. Pada gagal
jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan
menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat
menyebabkan gejala.

22
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan
dinding ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan
oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen miokard dan
meningkatkan curah jantung.
d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta
adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja
inotropik negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang
terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor
beta jantung.
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah
dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K
ini digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah
untuk memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis.
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut
dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung.
Kerjanya berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya
obat-obatn ini sedikit banyak juga mengurangi daya kontraksinya.

23
8. Pathway
cvc Peradangan dan penyakit Kelainan otot Aterosklerosis Hipertensi sistemik
miokardium degeneratif jantung koroner dan pulmonal

Hambatan aliran darah Beban tekanan sistolik berlebihan


Kontraktilitas menurun
Hambatan pengisian ventrikel Beban jantung meningkat

Output ventrikel menurun

Stroke volume dan cardiac output menurun

CHF

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan

Resiko Forward failure Backward failure Tekanan diastole meningkat


penurunan
curah jantung LED meningkat Bendungan atrium kanan
Suplai darah ke Renal flow
jaringan menurun menurun
Ketidakefektifan Tekanan pulmonal naik Bendungan vena sistemik
perfusi jaringan Metabolisme RAA meningkat
perifer anaerob Tekanan kapiler paru naik
Asidosis Aldosteron meningkat Edema paru Lien: Hepar:
metabolik Splenomegali Hepatomegali
ADH meningkat Ketidakseimbangan
tekanan pulmonal
ATP menurun Mendesak diafragma
Retensi Na + H2O
fatigue Ketidakefektifan Sesak Nyeri Nyeri
Kelebihan Volume Cairan Gangguan
pertukaran Gas pola nafas nafas dada akut
Intoleransi
Aktivitas
Cemas akan kondisi

Ansietas

17
B. Asuhan Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul,
sebagai berikut.
a. Resiko penurunan curah jantung
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan
kapiler paru
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan diafragma terdesak
karena splenomegali dan hepatomegali
d. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen
f. Ansietas berhubungan dengan kondisi dan prognosis penyakit
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan prgnosis
penyakit
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Resiko penurunan curah 1. Cardiac pump effectiveness Cardiac Care
jantung 2. Circulation status 1. Evaluasi adanya nyeri dada (skala, intensitas, lokasi, durasi)
3. Vital sign status 2. Catat adanya tanda dan gejala penurunan kardiak output
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung
diharapkan curah jantung kembali efektif dengan 4. Monitor balance cairan
kriteria hasil: 5. Monitor adanya perubahan tekanan darah
1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD Vital sign Monitor
120-80 mmHg, nadi 60-100 x/menit, RR 16-20 1. Monitor vital sign
x/menit, suhu 36,5-37,5 C) 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
2. Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada 3. Monitor kualitas nadi
asites 4. Monitor bunyi jantung
3. Tidak ada penurunan kesadaran 5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan abnormal
Gangguan pertukaran gas 2. Respiratory status: ventilation Airway Management
berhubungan dengan 3. Respiratory status: airway patency 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
peningkatan tekanan kapiler 4. Vital sign status 2. Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan
paru Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Berikan bronkodilator bila perlu
diharapkan pola napas klien kembali efektif 4. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan
dengan kriteria hasil: 5. Monitor respirasi dan status O2
1. Menunjukkan jalan napas yang paten Oxygen therapy
2. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara 1. Kaji fungsi pernapasan, catat klien, sianosis dan perubahan tanda
napas yang bersih (vesikuler), tidak ada vital
sianosis dan dyspneu 2. Berikan posisi semi fowler
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD 3. Berikan terapi oksigen sesuai dosis
120-80 mmHg, nadi 60-100 x/menit, RR 16-20 4. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
x/menit, suhu 36,5-37,5 C) 5. Kolaborasi dalam tindakan torakosintesis
Ketidakefektifan pola nafas 5. Respiratory status: ventilation Airway Management
berhubungan dengan 6. Respiratory status: airway patency 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
peningkatan cairan dalam 7. Vital sign status 2. Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan
pleura, penurunan ekspansi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Berikan bronkodilator bila perlu
paru ditandai dengan diharapkan pola napas klien kembali efektif 4. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan
peningkatan frekuansi dengan kriteria hasil: 5. Monitor respirasi dan status O2
pernapasan, pernapasan cuping 4. Menunjukkan jalan napas yang paten Oxygen therapy
hidung, dan penggunaan otot 5. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara 6. Kaji fungsi pernapasan, catat klien, sianosis dan perubahan tanda
bantu pernapasan. napas yang bersih (vesikuler), tidak ada vital
sianosis dan dyspneu 7. Berikan posisi semi fowler
6. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD 8. Berikan terapi oksigen sesuai dosis
120-80 mmHg, nadi 60-100 x/menit, RR 16-20 9. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
x/menit, suhu 36,5-37,5 C) 10. Kolaborasi dalam tindakan torakosintesis
17
Nyeri akut berhubungan dengan 1. Pain level Pain Management
iskemik jaringan 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi,
3. Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
Setelah dilakukan tindakan keperawatan presipitasi).
diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
kriteria hasil: 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
1. Mampu mengontrol nyeri pengalaman nyeri pasien.
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi dan non
menggunakan manajemen nyeri farmakologi).
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 5. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
frekuensi, dan tanda nyeri) 6. Tingkatkan istirahat.
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri Analgesic Administration
berkurang 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
2. Cek riwayat alergi.
3. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
4. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal.
5. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala.
18
Ansietas berhubungan dengan 1. Anxiety self-control Anxiety Reduction (Penurunan Kecemasan)
situasi krisis (Pre Op). 2. Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
3. Coping 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang diharapkan selama
Setelah dilakukan tindakan keperawatan prosedur
diharapkan kecemasan klien berkurang dengan 3. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
kriteria hasil: takut
1. Klien mampu mengidentifikasi dan 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
mengungkapkan gejala cemas; 5. Instruksikan pasien untuk menggunakan tingkat relaksasi
2. Vital sign dalam batas normal;
3. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.

19

Anda mungkin juga menyukai