Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M DI RUANG ICU
DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

PEMBIMBING

SYAHFERI ANWAR.,S.Kep.,Ns.,M.Si

OLEH

KELOMPOK 7:

1. TIKA MUSLIMAH (2014201048)


2. WIDIYATI RABUDI (2014201049)
3. WIDURI (2014201050)
4. WINDA SRI GUSTIANI (2014201051)
5. YUNI SILVIA (2014201052)
6. YUSRIA MAHYUNI (2014201053)
7. NANI MAIDA WATI (2114201053)

LAPORAN PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

MAHASISWA/I FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS HAJI SUMATERA UTARA

2022
KONSEP

A. Definisi

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupakelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untukmemenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalaudisertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Penamaan gagal jantungkongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung
sisi kiri dan sisi kanan(Mansjoer, 2001). Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung
untukmempertahankan curah jantung (Caridiac Output= CO) dalam memenuhikebutuhan
metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehinggamengakibatkan edema
paru dan bendungan di system vena, maka keadaan inidisebut gagal jantung kongestif (Kabo &
Karim, 2002)

B. Etiologi

Hudak dan Gallo (2000) penyebab kegagalan jantung yaitu:

1.Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.

2.Aterosklerosis koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya


aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat).Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.

3.Hipertensi sistemik atau pulmonal Meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

4.Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Berhubungan dengan gagal jantung


karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.

5.Penyakit jantung lain Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload
C. Patofisiologi

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh
melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.Gagal jantung ditandai dengan satu respon
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa
penurunan fungsi jantung. Respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian ( filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan
beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume
ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga
menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan
garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik (Price, 2005).

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa ( pump function) dengan
kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban
berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung
intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak
tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung
akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem
renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan
tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif (Baughman, 2005). Hal ini akan
merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi
ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel (dilatasi).Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis
(hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa
menyebabkan gangguan kontraktilitas (Patric, 2005).

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga faktor yaitu:

1)Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.

2)Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3)Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.

D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal
jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel
mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung
kongestif, hampir selalu ditemukan (Kabo & Karim, 2002)

1)Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.

2)Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.

3)Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium

E. Komplikasi

Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :


1)Edema pulmoner akut

2)Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan


diit berlebih.

3)Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.

4)Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-
aldosteron.

5)Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

6)Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep
venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada
CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.

7)Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauandenyut jantung (dengan digoxin
atau β blocker dan pemberian warfarin).

8)Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik
(CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan
oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat
kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
2) Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien
(80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi,
aritmia.
3) Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.
4) Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal
sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga
pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
5) Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan
sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh.
Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung
koroner.
G. Penatalaksanaan

Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup :

a.Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunanberat badan, dan memperbaiki gejala
dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.

b.Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan memperbaiki


aliran darah paru.

c.Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan


meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.

d.Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat


memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan
gejala dan hemodinamik bermakna.

Terapi obat-obatan :

a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan


pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007). Diuterik
yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005). Diuretik
Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara
oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini
menyebabkan hiperurisemia. Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid,
hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus
distal dan membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan
dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun
dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat
sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat
menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkaninotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis
diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007). Digoksin
tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah
jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut
jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan
menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang
merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi
oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada
system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek campuran vasodilator
dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan
nitroprusida). Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik
dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural.
Namun pada gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang
menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah.
Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan
tekanan darah (Gibbs CR, 2000).
d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor
biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun,
stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan
regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa
aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan
menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik
katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard (Gibbs
CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat
tambahan dari diuretic dan ACE- blokers pada dekompensasi tak berat. Obatobatan
tersebut dapat mencegahmemburuknya kondisi serta memeperbaiki gejala dan
keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat inotrop negatifnya,
sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati (Tjay, 2007).
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan
dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya
pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati
karena penyaluran darah kebagian ini terhalang leh tromus disalah satu cabangnya.
Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita (Tjay,
2007).
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan
penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga
mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obatobatan ini juga
dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat antiaritmia
memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan
simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF
dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap
ada(Gibbs,2000).
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.M
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Suku : minang
Agama : islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Gol. Darah :O
Alamat : Jl. Utama Gg. Setia No. 32
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny.M
Umur : 45 tahun
Hub. Dgn pasien : anak
Alamat : Jl. Utama Gg. Setia No. 32
II. Keluhan Utama
Sesak napas
III. Riwayat kesehatan sekarang
Provocative/palliative
1. Apa penyebabnya : px mengatakan sesak napasnya dikarenakan
pasien kelelahan
2. Hal yang meperbaiki keadaan : px mengatakan untuk mengurangi
sesak biasanya px cukup beristirahat

Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan : px mengatakan nyeri dada


2. Bagaimana dilihat : px tampak kelelahan dan tampak kesulitan
bernapas, terpasang oksigen nasal kanul

Region

1. Dimana lokasinya : pada bagian dada


2. Apakah menyebbar : px mengatakan nyeri menyebar hingga ke
punggung
Severity (mengganggu aktivitas)

Px mengatakan sangat menggangu aktivitas karna pasien terpasang infus,


oksingen dan alat-alat pemerikasaan lainnya sehingga menghambat
aktivitasnya

IV. Riwayat kesehatan masa lalu


1. Penyakit yang pernah dialami
Px mengatakan memiliki riwayat penyakit osteoporosis
2. Pengobatan/indakan yang dilakukan
Px mengatakan hanya mengonsumsi obat pereda nyeri
3. Pernah dirawat/dioperasi
Px mengtakan tidak pernah dirawat atau dioperasi
4. Lamanya dirawat
-
5. Alergi : tidak
V. Riwayat kesehatan keluarga
1. Riwayat penyakkit yang diderita anggota keluarga
Tidak ada
2. Anggota keluarga yang meninggal
Ada
3. Lingkungan rumah dan komunitas
Px mengatakan lingkungan rumah px sangat baik
4. Prilaku yang mempengaruhi kesehatan
Lain-lain: kurang berolahraga
5. Genogram
VI. Tanda-tanda vitalo
 TD : 220/120 mmHg
 HR : 95 x/i
 RR : 30 x/i
 Suhu : 36,5 ◦c
 SPO2 : 95%
VII. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


31/02/22 Hemoglobin (HGB) 13,7 12.0 - 15.0
31/02/22 Eritrosit (RBC) 5.16 4 - 5,4
31/02/22 Hematokrit (HCT) 42,3 35 - 49
31/02/22 Leukosit (WBC) 14.3 4.5 -11,5
31/02/22 Eos 1 1-3
31/02/22 BASO 0 0-2
31/02/22 Neutrophile (GR) 86 50 - 70
31/02/22 LYM (LY) 11 20 - 40
31/02/22 MON (MO) 2 2 - 11
31/02/22 Trombosit (PLT) 256 150 - 450
31/02/22 MPV 6.3 4,3 – 8,3

B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Ds: Splenomegali/hepatomegali Pola napas tidak efektif
Px mengatakan sesak
napas 2 hari ini Mendesak diafragma
Do:
RR: 30 x/i Sesak napas
HR: 95 x/I
TD: 220/120 mmHg
Sens CM
Pupil isokor
Respon ada
Sesak ada
2 Ds: Tek. Kapiler paru Gangguan pertukaran gas
Px mengatakan sesak
napas 2 hari ini Edema paru
Do:
SPO2: 95 % Cairan masuk kedalam
RR: 30 x/i alveoli
HR: 95 x/i
TD: 220/120 mmHg
Sens CM
GCS 14
Suara pernapasan ronchi
3 Ds: Asidosin metabolik Intoleransi aktivitas
Px mengatakan tubuhnya
lemah dan lelah Penimbunan as. Laktat &
Do: ATP
K/U lemah
kesadaran CM fatique
GCS 14
SPO2: 95 %
RR: 30 x/i
HR: 95 x/i
TD: 220/120 mmHg
Pupil isokor
Tampak terpasang infus,
oksogen dan kateter

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b/d splenomegali/hepatomegali, mendeak diafragma,
sesak napas d/d px mengatakan sesak napas 2 hari ini, RR:30 x/I, HR: 95 x/I, TD:
220/120 mmHg, sens CM, pupil isokor repon ada, sesak ada.
2. Gangguan pertukaran gas b/d tek. Kapiler paru , edema paru, cairan masuk
kedalam alveoli d/d px mengatakan sesak 2 hari ini, SPO2: 95%, RR:30 x/I, HR:
95 x/I, TD: 220/120 mmHg, sens CM,GCS 14, suara pernapasan rochi.
3. Intoleransi aktivitas B/d asidosin metabolik, penimbunan as. Laktat & ATP ,
fatique d/d px mengatakan tubuhnya lemah dan lelah, K/U lemah, kesadaran CM,
GCS 14 SPO2: 95 %, RR: 30 x/i, HR: 95 x/I, TD: 220/120 mmHg, pupil isokor,
tampak terpasang infus, oksigen dan kateter.
D. RENCANA ASUHAN KEPERWATAN

No Diagnose Keperawatan Rencana Asuhan Keperawatan


NOC NIC Jam Implementasi Evaluasi
1 Pola napas tidak efektif b/d Tujuan : 1. Pantau pola 08.0 1. Memantau pola napas S: px mengatakan
splenomegali/hepatomegali, Setelah dilakukan napas 0 2. Memperhatikan retraksi sesak napasnya
mendeak diafragma, sesak napas tindakan 1 x 24 2. Perhatikan dada sudah berkurang
d/d px mengatakan sesak napas jam pola napas retraksi dada 3. Memantau adanya pucat O : RR: 25 x/i, HR:
2 hari ini, RR:30 x/I, HR: 95 menjadi efektif 3. Pantau dan sianosis 85 x/i, TD: 134/89
x/I, TD: 220/120 mmHg, sens K adanya pucat 4. Mengajarkan px tentang mmHg, sens CM,
CM, pupil isokor repon ada, Kriteria hasil : dan sianosis 09.0 teknik relaksasi napas pupil isokor, respon
sesak ada. Px tidak tampak 4. Ajarkan px 0 dalam ada, sesak ada
sesak napas RR tentang 5. Melakukan kolaborasi A : masalah teratasi
dari 30 x/I teknik 10.0 pemberian terapi oksigen sebagian
menjadi 20 x/i relaksasi 0 Kriteria hasil:
5. Kolaborasi Px tidak tampak
tentang sesak napas RR
pemberian dari 30 x/i menjadi
terapi oksigen 25 x/i
P : intervensi
dilanjutkan
1. Pantau pola
napas
2. Anjurkan px
tentang
teknik
relaksasi
3. Kolaborasi
pemberian
terapi
oksigen
2 Gangguan pertukaran gas b/d Tujuan: 1. Pantau 12.0 1. Memantau saturasi O2 S : px mengatakan
tek. Kapiler paru , edema Setelah dilakukan saturasi O2 0 2. Memantau tingkat sudah tidak terlalu
paru, cairan masuk kedalam tindakan 1 x24 2. Pantau tingkat kesadaran sesak
alveoli d/d px mengatakan sesak jam pertukaran kesadaran 3. Memanajemen jalan napsa O : SPO2: 98 %,
2 hari ini, SPO2: 95%, RR:30 gas dan ventilasi 3. Manajemen 12.2 dengan auskultasi suara RR:23 x/i, HR: 95
x/I, HR: 95 x/I, TD: 220/120 tidak akan jalan napas 0 napas x/i, TD: 125/95
mmHg, sens CM,GCS 14, suara terganggu dengan 4. Mengajarkan kepada mmHg, pupil
pernapasan ronchi. Kriteria hasil: auskultasi pasien teknik bernapas dan isokor, sens CM,
Frekuensi suara napas 14.0 relaksasi GCS 14
pernapasan dari 4. Ajarkan 0 5. Melakukan kolaborasi A : masalah teratasi
30 x/i menjadi 20 kepada pasien pemberian udara yang sebagian
x/i dan tidak teksik dilembabkan atau oksigen Kriteria hasil:
14.3
terdapat sura bernapas dan Frekuensi
0
tambahan pada relaksasi pernapasan dari 30
pernapasan 5. Kolaborasi x/i menjadi 23x/i
pemberian dan tidak terdapat
udara yang sura napas
dilembabkan tambahan
atau oksigen P : intervensi
dilanjutkan
1. Pantau
saturasi O2
2. Memajemen
jalan napas
dengan
auskultasi
suara napas
3. Ajarkan
kepada pasien
teknik
bernapas dan
relaksasi
4. Kolaborasi
pemberian
udara yang
dilembabkan
atau oksigen

3 Intoleransi aktivitas B/d Tujuan: 1. Kaji tingkat 08.3 1. Mengkaji tingkat S : px mengatakan
asidosin metabolik, penimbunan Setelah dilakukan kemampuan 0 kemampuan sedikit mampu
as. Laktat & ATP , fatique d/d tindakan px pasien untuk 2. Menentukan penyebab beraktivitas dengan
px mengatakan tubuhnya lemah mampu mekukan berpindah keletihan duduk tanpa
dan lelah, K/U lemah, kesadaran aktivitas 2. Tentukan 3. Memantau respon dibantu dan tanpa
CM, GCS 14 SPO2: 95 %, RR: Kriteria hasil: penyebab 09.0 kardiorespiratori terhadap alat bantuan
30 x/i, HR: 95 x/I, TD: 220/120 Pasien mampu keletihan 0 aktivitas O : kesadaran CM,
mmHg, pupil isokor, tampak melakukan 3. Pantau respon 4. Mengajarkan tentang GCS 14, SPO2:
terpasang infus, oksigen dan aktivitas berjalan kardiorespirat pengaturan aktivitas dan 98%,RR: 23x/i,
kateter. ori terhadap 09.2 teknik manajemen waktu HR: 85 x/i, TD:
aktivitas 0 untuk menyebabkan 125/ 95 mmHg,
4. Ajarkan kelelahan pupil isokor,
tentang 5. Mengajarkan kepada tampak terpasang
pengaturan pasien dan orang terdekat infus, oksigen dan
aktivitas dan 10.0 tentang teknik perawatan kateter.
teknik 0 diri yang akan A : masalah teratasi
manajemen meminimalkan konsumsi sebagian
waktu untuk oksigen Kriteria Hasil:
mencegah melakukan kolaborasi Pasien mampu
kelelahan dengan ahli terapi untuk melakukan
5. Ajarkan merencanakan program aktivitas
kepada pasien aktovitas P : intervensi
dan orang 6. Melakukan kolaborasi dilanjutkan
terdekat dengan ahli terapi untuk 1. Kaji tingkat
tentang merencanakan program kemampuan
11.0
teknik terapi pasien untuk
0
perawatan berpindah
diri yang 2. Pantau
akan respon
meminimalka kardiorespira
n konsumsi tori terhadap
oksigen aktivitas
6. Kolaborasi 3. Ajarkan
dengan ahli tentang
terapi untuk pengaturan
merencanaka aktivitas dan
n program, teknik
aktivitas manajemen
waktu untuk
mencegah
kelelahan
4. Kolaborasi
dengan ahli
terapi untuk
merencanaka
n program
aktivitas

Anda mungkin juga menyukai