DISUSUN OLEH :
SALATIGA 2021/2022
1. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan
dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya,
ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan
cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh
klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
CHFadalah kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi
jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan
dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).
2. Klasifikasi
Menurut New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas (Mansjoer dan Triyanti, 2007) :
kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring.
3. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan
berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksternal (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2. Faktor intern (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atrial Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, perikarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bakterial subakut
4. Manifestasi klinis
Menurut Niken Jayanthi (2010) manifestasi klinis CHF :
a. Peningkatan volume intravaskuler.
b. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah
jantung.
c. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
d. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena
sistemik.
e. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan dan
suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke jaringan
dan organ yang rendah.
f. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler
akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
5. Pathogenesis
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung
pada 3 faktor, yaitu :
a. Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan
bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung)
b. Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium)
c. Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika
kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung
lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan
vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri
dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium
dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya
dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung
terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
6. Pemeriksaan penunjang
Studi diagnostik CHF menurut Wajan Juni Udjianti (2010), antaralain:
1. Hitung sel darah lengkap : anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih : Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD) : menilai derajat gangguan keseimbanganasam basa baik metabolik
maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak : peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yangmerupakan resiko CAD
dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin : Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakitadrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHFterhadap fungsi hepar atau
ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram : menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan kemampuan
kontraksi.
11. Rontgen toraks : untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung : Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG : menilai hipertrofi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
7. Penatalaksanaan medis
Terapi Farmakologis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O melalui
istirahat/ pembatasan aktivitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
4. Digitalisasi
a. Diuretics : Diuretik atau sering juga disebut pil air adalah obat yang dirancang untuk
meningkatkan jumlah air dan garam yang dikeluarkan dari tubuh melalui urine. Ketahui
fungsi obat diuretik hingga efek sampingnya pada tubuh.
b. Vasodilator Drugs
- Nitrate (isosorbide) Isosorbide dinitrate (ISDN) bekerja dengan cara melebarkan
pembuluh darah (vasodilator) agar aliran darah dapat mengalir lebih lancar ke otot
jantung. Obat ini juga dapat digunakan menjadi obat tambahan untuk pasien gagal
jantung
- Hydralazine (terutama apabila ditambah dengan regimen digoxin dan terapi diuretic)
Obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi atau disebut juga hipertensi. Obat ini
akan membantu untuk melancarkan aliran darah di pembuluh darah dan arteri. Obat
ini juga dapat digunakan tanpa atau dengan kombinasi
- Ace inhibitors (captopril, enalapril) Obat ini bekerja dengan menghambat konversi
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 melalui angiotensin converting enzyme (ACE).
- ACE2 receptor blocker (losartan) Obat ini mengeblok reseptor A2, menyebabkan
vasodilatasi dan menghambat proliferasi dari sel otot. Obat ini biasanya digunakan
pada pasien yang intoleransi terhadap ACE inhibitor, akibat efek samping yang dapat
ditimbulkan yaitu batuk. (National Clinical Guideline Centre, 2010).
c. Inotropic Drugs
- Digitalis glycosides (digoxin) Digoxin adalah obat yang digunakan dalam mengobati
gagal jantung sehingga dapat membantu penderita untuk dapat tetap beraktivitas
seperti berjalan, olahraga dan meningkatkan kekuatan jantung. Obat ini juga penting
digunakan untuk menurunkan risiko penggumpalan darah sehingga serangan jantung
mendadak dapat dicegah. Digoxin juga bekerja pada mineral tertentu (kalium dan
natrium) di sel jantung untuk menurunkan tegangan jantung dan membantu agar
denyut jantung tetap normal dan teratur.
d. Beta blockers : Obat yang memiliki fungsi untuk memperbaiki fungsi ventrikel kiri,
gejala, dan functional class, serta memperpanjang survival dari pasien CHF.beta blocker
juga memiliki peranan dalam memodifikasi cytokine (interleukin-10, tumor necrosis
alpha (TNF-alpha) dan soluble TNF reseptor (sTNF-R-1 dan R2) pada pasien dengan
kardiomiopati (Shigeyama et al., 2005).
e. Aldosterone antagonis contoh spironolactone sebaiknya dipertimbangkan pada pasien
dengan gagal jantung berat dan tidak ada kecurigaan adanya renal insufficiency atau
hiperkalemia.
f. Antiarrhythmic Therapy
g. Anticoagulant Therapy : Untuk mengurangi resiko terjadinya emboli pada pasien
dengan atrial fibrilasi, tapi tidak diindikasikan pada pasien yang aktif dan tidak punya
riwayat emboli)
Terapi Lain:
a. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbarui antara lain: lesi katup jantung,
iskemia miokard, aritmia,depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan
keadaan output tinggi.
b. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dan pengobatan.
c. Posisi setengah duduk.
d. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
e. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah,
mengatur, dan mengurangi edema,seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah
garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat.
Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
f. Aktivitas fisik : pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien
stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan
kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5kali/minggu selama 20
menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau
sedang.
g. Hentikan rokok dan alkohol
h. Revaskularisasi koroner
i. Transplantasi jantung
j. Kardoimioplasti
8. Prognosa
Prognosis pasien gagal jantung buruk walaupun dengan terapi yang adequate. Data yang
diperoleh sekitar 35% pasien pria bertahan hidup setelah onset akut gagal jantung dan 50% pada
wanita. Secara umum didapatkan data mortalitas pada klas IV (adanya symptom saat istirahat)
sekitar 30-70%, klas III (adanya symptom dengan aktiviitas ringan) 10-20%, klas II (adanya
symptom saat aktivitas sedang 5-10%. Mortalitas lebih tinggi didapatkan pada pasien lebih tua,
laki-laki, penurunan fraksi ejeksi dan adanya penyakit koroner. Biaya yang dikeluarkan untuk
terapi gagal jantung di Amerika antara 15-40 trilyun US$ (Saunders, 2000).
9. Proses Keperawatan
Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airways : Sumbatan atau penumpukan sekret; wheezing atau krekles
b. Breathing : Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat; RRlebih dari 24; kali/menit;
irama ireguler dangkal; ronchi, krekles; ekspansidada; tidak penuh; penggunaan otot
bantu nafasc.
c. Circulation
Nadi lemah , tidak teratur; Takikardi; TDmeningkat/menurun; Edema; Gelisah;
Akraldingin; Kulit pucat, sianosis; Output urinemenurun
8. Obat antiaritmia
dapat digunakan
untuk membantu
menangani kondisi
aritmia
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan (Manajemen jalan nafas 1. Penanganan pola
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam pola I.01011) nafas lebih mudah
hambatan upaya nafas nafas tidak efektif teratasi. diatasi jika
(penurunan volume Kriteria hasil : O: teridentifikasi
paru) D.0005 1. dapat 1. Monitor adanya 2. Monitor pola nafas
mempraktekkan tanda dan gejala perlu dilakukan
batuk efektif dan hipoventilasi untuk mengetahui
suara nafas yang 2. Monitor pola nafas status pernapasan
bersih (frekuensi, 3. Posisi semi-fowler
2. Tidak ada sianosis kedalaman, usaha dan fowler adalah
menunjukkan jalan nafas) posisi yang dapat
nafas paten diterapkan untuk
N:
3. TTV dalam rentang membantu
normal. 3. Posisikan semi mengurangi sesak
fowler dan fowler napas
4. Berikan oksigen 4. Oksigen dapat
membantu pasien
E: mengurangi sesak
napas
5. Ajarkan teknik batuk
5. Batuk efektif adalah
efektif
metode batuk yang
C: dapat digunakan
untuk membantu
6. Kolaborasi membersihkan jalan
pemberian napas
bronkodilator, 6. Merupakan obat
ekspektoran, yang digunakan
mukolitik, jika perlu. untuk membantu
meredakan gejala
akibat penyempitan
saluran napas
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Terapi Relaksasi 1. Penanganan nyeri
dengan agen pencedera keperawatan 3x24 jam (I.09326) : akan lebih mudah
fisiologis D.0077 nyeri akut teratasi dengan diatasi jika
Kriteria hasil : O: teridentifikasi
1. Skala nyeri 2. Respon klien
1. Mengidentifikasi
hilang/berkurang menjadi evaluasi
penurunan tingkat
dengan skala 0/10 tindakan berikutnya
energi, kemampuan
(NRS) 3. Pemberian informasi
berkonsentrasi,atau
2. Klien tidak merasa merupakan tindakan
gejala lain yang
kesakitan keperawatan
mengganggu
3. Mampu mengontrol sebelum dilakuakn
kemampuan kognitif
nyeri (tahu tindakan agar klien
penyebab nyeri) 2. Monitor respon mampu memahami
terhadap terapi tindakan yang akan
relaksasi dilakukan.
4. Pakaian longgar
N: mampu
meningkatkan
3. Berikan informasi
kenyaman klien
tertulis tentang
5. Irama dan nada yang
persiapan dan
lembut memberikan
prosedur teknik
sensasi nyaman
relaksasi
ketika berbicara
4. Gunakan pakaian dengan orang lain.
longgar 6. penjelasan tujuan
merupakan tindakan
5. Gunakan nada suara untuk membuat klien
lembut dengan irama mengerti tindakan
lambat dan berirama yang akan dilakukan.
7. Membantu
E: menurunkan nyeri
klien
6. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi
yang
C:
7. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
obat analgesic
antibiotik
C:
7. Kolaborasi
pemberian diuretik
C:
4. Kolaborasi dengan
dokter