CLINICAL PRACTICE
OLEH:
STASE JIWA
SALATIGA
2021
1. PENGERTIAN
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk mengakhiri
kehidupan (Herdman, 2012).
2. KLASIFIKASI
a. Bunuh diri egoistik Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
b. Bunuh diri altruistik Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
c. Bunuh diri anomik Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi
individu.
3. RENTANG RESPON
o Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan kesadaran
diri meningkat.
o Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang masih normal
dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
o Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik
individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi,
tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku
yang menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
o Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang dilakukan
dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan
cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri
termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai
tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
o Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan.
4.ETIOLOGI
Menurut Fitria, Nita, 2009. etiologi dari resiko bunuh diri adalah:
a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang
siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai
riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah
antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis,
perpisahan, atau bahkan perceraian.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat
kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat
tersebut dapat dilihat melalui rekaman,gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat
menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi ndividu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan
perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
d. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan
dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical thinking.
Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternatif
5. MANIFESTASI KLINIK
4. Impulsif.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
danmenyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal
6. AKIBAT
Risiko bunuh diri yang tidak dapat diatasi dan dengan tepat waktu akan berakibat bunuh diri.
8. POHON MASALAH/ PATHWAY
9.PENATALAKSANAAN
Menurut Supinganto, (Yani, Kuswanto, Darmawan, Paula, & Marlina, 2021) ,Terapi obat yang
diberikan pada pasien dengan resiko bunuh diri adalah obat golongan antidepresan yang
memiliki mekanisme kerja meningkatkan neurotransmitter serotonin dan nrepinefrin. Obat
antidepresan yang dapat diberikan seperti Fluxotine, Paroxetine, Amitriptilin, dsb. Selain
antidepresan, obat lain yang dapat diberikan berasal dari golongan antipsikotik, misalnya seperti
Haloperidol, Trifuloperazin, dsb. Obat antipsikotik membantu untuk mengurangi gejala dengan
mekanisme kerja mengurangi halusinasi, mania, delusi, perilaku agresif, ataupun kecemasan
10.PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh
diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah
mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. RENCANA INTERVENSI
Observasi
Identifikasi gejala resiko bunuh diri (mis.gangguan mood, halusinasi,
delusi,panik, penyalahgunaa zat,kesedihan, gangguan kepribadian)
Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri
Monitor adanya perubahn mood atau perilaku
Terapeutik
Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau
(mis.tempat tidur dekat dengan ruang perawat)
Lakukan intervensi perlindungann (mis.pembatasan area, pengekangan fisik),
jika perlu
Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri dimasa depan (mis orang yang
dihubungi, kemana mencari bantuan)
Pastikan obat ditelan
Edukasi
Kolaborasi
Pertemuan Pertama
1. Kondisi Pasien
DS: Pasien mengatkan ia dirinya sudah tidak mau hidup lagi
DO:Pasien tampak ingin mengakiri hidupnya
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
3. Tujuan
Tujuan Umum: Pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri
Tujuan Khusus: Pasien aman dan selamat
4. Intervensi: Membangun hubungan salin percaya dengan pasien
Memperkenalkan diri dengan baik dan sopan
Menanyakan nama Pasien
Menjelaskan tujuan pertemuan
Memberikan perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan klien
5. Strategi Pelaksanaan: SP 1
Fase orintasi
a. Salam
Selamat Pagi Bapak, perkenalkan saya perawat Amalia , bisa dipanggil Lia, hari ini
saya dinas mulai dari pukul 09:00-13:00 WIB.
b. Berkenalan
Kalau boleh tahu nama bapak siapa?
a. Fase Kerja
Bagaimana perasaan Bpk setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B
merasa paling menderita di dunia ini? Apakah Bpk kehilangan kepercayaan diri?
Apakah Bpk merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain?
Apakah Bpk merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah Bpk sering
mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah Bpk berniat menyakiti diri sendiri,
ingin
bunuh diri atau Bpk? Apakah Bpk pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang Bpk rasakan ?.“Baiklah, tampaknya Bpk
membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”.
“Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar Bpk ini untuk memastikan tidak ada benda-
benda yang membahayakan Bpk.” “Nahh , Karena Bpk tampaknya masih memiliki
keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup , maka saya tidak akan membiarkan Bpk
sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya Bpk harus langsung minta bantuan kepada
perawat diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi Bpk
jangan sendirian ya? “Saya percaya Bpk dapat mengatasi semua masalah ini iya
pak?”
b. Fase Terminasi
1) Evaluasi
Bagaimana perasaan Bpk sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
Fitria, N. (2009), Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika