Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN JIWA

RISIKO BUNUH DIRI

ARSITA INDAH SETIANINGRUM

S17114

S17C

PRODI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN JIWA
RISIKO BUNUH DIRI

A. MASALAH UTAMA
Risiko Bunuh Diri
B. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku ”Keperawatan Jiwa’
dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas
ini dapat mengarah pada kematian (Fitria,Nita.2010). Bunuh diri juga
merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres
yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada
bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana
yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk
bunuh diri. (Yusuf, Fitryasari, & Endang, 2015, hal. 140).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan.Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dariindividu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2011). Menciderai diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusanterakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2011).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk menciderai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana
individu gagal dalam melakukan mekanisme kopingyang digunakan dalam
mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalanu
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri
dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusan (Yosep, Iyus. 2010)

2. Etiologi gangguan jiwa


Factor-faktor yang dapat mencetus perilaku-perilaku kekerasan adalah :
a. Faktor predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
2) Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab maslah, respon seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
5) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotinin
dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph(EEG).
(Yosep, 2010)
b. Faktor presipitas
Faktor pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan seperti masalah
intrapersonal, dipermalukan didepan umum, kehilangan pekerjaan atau
ancaman pengurungan kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat
menghadapi stress, dan perasaan marah/bermusuhan sehingga
memberikan hukuman pada dirisendiri dengan bentuk ancaman bunuh
diri.
(Captain, C. 2011)

3. Manifestasi klinis gangguan jiwa


Tanda dan gejala :
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung(berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
h. Status emosional(harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental(secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alkohol).
j. Kesehatan fisik(biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal0.
k. Pengangguran(tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
m. Status perkawinan(mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber sosial.
t. Menjadikan korban perilaku kekerasan saat kecil.
(Yusuf, dkk 2015).

4. Patofisiologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
a. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh
diri.
b. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya
( Stuart & Sundeen, 2010).

POHON MASALAH

5. Pemeriksaan Penunjang
Penanganan pasien dimulai dengan menentukan seberapa besar risiko
pasien melakukan percobaan bunuh diri. Penilaian risiko ini dilakukan
menggunakan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
termasuk skrining, misalnya dengan Ask Suicide-Screening Questions
(ASQ). Dokter juga harus menilai faktor-faktor protektif pada pasien, baik
internal ataupun eksternal, yang dapat membantu pasien untuk tidak
melakukan tindakan bunuh diri. Faktor internal merupakan faktor yang
spesifik pada masing-masing individu, seperti mekanisme adaptasi terhadap
stres (coping mechanism), kehidupan rohani, dan toleransi terhadap putus asa.
Faktor eksternal misalnya tanggung jawab terhadap anak/keluarga, hubungan
yang baik, dan dukungan sosial. Hal lain yang diperhitungkan adalah hasil
eksplorasi dokter terhadap ide bunuh diri pada pasien termasuk ide, rencana,
perilaku, intensi dan ambivalensi pada pasien
(Yosep, Iyus. 2010)
6. Pengobatan
Penanganan pasien dengan risiko bunuh diri disesuaikan dengan
pengelompokan risiko tersebut. Pasien kelompok risiko tinggi diindikasikan
untuk dirawat. Pasien kelompok risiko sedang dapat dirawat bila diperlukan.
Sedangkan pasien dengan risiko rendah dapat dipulangkan dengan rencana
kontrol.
a. Empati
Dokter harus menangani pasien percobaan bunuh diri dengan empati
seperti penanganan pasien lainnya. Penjelasan yang baik dan memberikan
kenyamanan pada pasien dapat meningkatkan hubungan dokter pasien.
Hal ini akan berpengaruh pada keberhasilan terapi.
b. Tempat Pemeriksaan
Pasien dengan risiko percobaan bunuh diri tidak boleh meninggalkan
tempat pemeriksaan hingga pemeriksaan selesai dilakukan. Pasien
sebaiknya diperiksa di ruangan tertutup tanpa ada benda-benda berbahaya
seperti sabuk, sepatu atau alat medis yang tajam. Penahanan pasien secara
mekanis bisa saja dilakukan pada pasien yang mengalami agitasi berat dan
membahayakan petugas. Penggunaan alat restraints dapat menyebabkan
trauma pada pasien sehingga dokter harus menenangkan pasien secara
verbal terlebih dahulu.
c. Penanganan di Unit Gawat Darurat
Penanganan pasien percobaan bunuh diri dapat dilakukan sejak pasien
masih berada di ruang gawat darurat sembari menunggu evaluasi oleh
dokter psikatri. Penanganan berfokus pada membantu pasien untuk
memiliki kemampuan mengenal dan mengatasi dorongan bunuh diri
termasuk mengenal dan membuat lingkungan yang aman untuk pasien dan
mempersiapkan dukungan pada pasien.
d. Terapi Non farmakologis
Psikoterapi terutama ditujukan pada pasien dengan percobaan bunuh diri
berulang. Pada pengobatan, psikoterapi terdiri atas proses eksplorasi untuk
memahami perilaku, intervensi untuk meningkatan perilaku positif dan
mencegah perilaku negatif, dan berfokus pada perilaku bunuh diri pasien.
Dokter harus mampu membantu pasien mengadopsi perilaku untuk
melakukan pemecahan masalah, mengenal cetusan emosi yang memicu
dorongan bunuh diri, meningkatkan kemampuan kognisi pasien dan
membuat perencanaan untuk mengatasi desakan bunuh diri. Psikoterapi
terutama menunjukkan hasil yang baik digunakan pada pasien dengan
gangguan depresi dan kepribadian ambang yang berkaitan dengan
peningkatan risiko bunuh diri. Psikoterapi yang banyak digunakan adalah
terapi perilaku kognitif (CBT), terapi psikodinamik, dan terapi
interpersonal. Salah satu modalitas psikoterapi adalah dialektik. Terapi
perilaku dialektik terutama pada pasien dengan gangguan kepribadian
dengan risiko bunuh diri kronis. Terapi ini berfokus pada perbaikan
keterampilan diri pada pasien seperti pengaturan emosi, kontrol impuls,
manajemen kemarahan, dan ketegasan antarpribadi efektif mengurangi
upaya bunuh diri. Walaupun demikian, terdapat beberapa studi yang tidak
mendukung hasil studi ini.
e. Terapi Farmakologis
Penanganan pasien percobaan bunuh diri dapat dilakukan dengan terapi
medikamentosa. Studi meta analisis menemukan bahwa penggunaan
antidepresan pada pasien depresi dapat menurunkan ide bunuh diri pada
pasien berusia 25 tahun ke atas. Penggunaan antidepresan pada pasien usia
24 tahun atau lebih muda dapat menurunkan gejala depresi. Namun, efek
penurunan ide bunuh diri tidak konsisten dalam penelitian. Penggunaan
antidepresan pada usia ini dikaitkan dengan perubahan risiko bunuh diri
yakni munculnya onset baru, perburukan ide, dan usaha bunuh diri. Pada
tahun 2004, FDA mengeluarkan peringatan tentang kemungkinan
peningkatan risiko bunuh diri terkait penggunaan antidepresan pada usia
kurang dari 24 tahun.[ Golongan obat yang banyak digunakan adalah
inhibitor reuptake serotonin selektif seperti fluoxetine. Terapi
psikofarmaka lain yang banyak digunakan adalah golongan mood
stabilizer seperti litium. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
litium menurunkan kejadian bunuh diri. Hasil penelitian ini didukung oleh
studi meta analisis. Pada studi RCT dengan subjek pasien depresi unipolar
dan bipolar ditemukan bahwa penggunaan litium menurunkan risiko
bunuh diri dibandingkan plasebo. Mekanisme pasti bagaimana litium
dapat menurunkan risiko bunuh diri belum diketahui pasti. Dihipotesiskan
hal ini berkaitan dengan menurunkan episode perubahan mood atau
dengan menurunkan impulsivitas dan perilaku agresif
f. Rawat Inap di Rumah Sakit
Pasien dengan risiko tinggi bunuh diri harus dirawat inap sampai
keinginan bunuh dirinya dapat diatasi. Dokter harus memastikan
keamanan kamar tempat pasien dirawat untuk mencegah pasien
melakukan percobaan bunuh diri di rumah sakit.
g. Kontrak Pencegahan Bunuh Diri
Kontrak pencegahan bunuh diri adalah sebuah kontrak yang bertujuan
untuk memfasilitasi manajemen pasien dengan risiko bunuh diri. Kontrak
ini juga sering disebut dengan no harm contract. Isi kontrak ini adalah
komitmen pasien untuk tidak mencoba bunuh diri, menghubungi bantuan
jika memiliki niat bunuh diri, dan terus berbicara di telpon dengan
sebanyak mungkin orang yang dibutuhkan sampai keinginan bunuh diri
tersebut mereda
h. Pemantauan
Pasien dengan percobaan bunuh diri rentang terhadap gangguan fisik dan
psikis. Pasien ini juga memiliki risiko percobaan bunuh diri di masa
mendatang yang lebih besar. Diperlukan perhatian dan pemantauan pada
pasien ini.
i. Kepatuhan Pengobatan
Kepatuhan pengobatan juga merupakan bagian penting dalam pemantauan
terapi. Penghentian terapi tanpa pengawasan dokter dan tiba-tiba dapat
membahayakan pasien dan menginduksi terjadi kekambuhan. Penghentian
pengobatan harus dilakukan dengan penurunan dosis berjangka.
Penurunan dosis dapat dilakukan dalam 4 minggu. Bila dalam penghentian
pengobatan ditemukan perburukan gejala, terapi harus diberikan kembali.
(Yusuf, dkk 2015)

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. MASALAH KEPERAWATAN
a. Masalah keperawatan
1) Harga diri rendah (D.0087)
2) Waham (D.0105)
3) Gangguan persepsi sensori (D.0085)
4) Resiko bunuh diri (D.0135)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI)
a. Harga Diri Rendah (D.0087)
Definisi : Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan klien sebagai respon terhadap situasi saat ini.
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif :
- Menilai diri sendiri negatif - Sulit berkonsentrasi
- Merasa malu/ bersalah
- Melebih-lebihkan penilaian
negatif tentang diri sendiri
- Menolak penilaian positif
tentang diri sendiri
Objektif Objektif :
- Berbicara pelan dan lirih - Kontak mata kurang
- Menolak berinteraksi dengan - Lesu dan tidak bergairah
orang lain - Pasif
- Berjalan menunduk - Tidak mampu membuat
- Postur tubuh menunduk keputusan
b. Waham (D.0105)
Definisi : keyakinan yang keliru tentang isi pikiran yang dipertahankan
secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan
kenyataan
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif :
- Mengungkapkan isi waham - Merasa sulit berkonsentrasi
- Merasa khawatif
Objektif Objektif :
- Menunjukan perilaku sesuai - Curiga berlebihan
isi waham - Waspada berlebihan
- Isi pikir tidak sesuai realita - Bicara berlebihan
- Isi pembicaraan sulit di - Sikap menantang atau
mengerti permusuhan
- Wajah teggang
- Pola tidur berubah
- Tidak mampu mengambil
keputusan
- Fight of idea
- Produktifitas kerja menurun
- Tidak mampu merawat diri
- Menarik diri

c. Gangguan Persepsi Sensori b.d gangguan pendengaran (D.0085)


Definisi : perubahan persepsi terahadap stimulus baik internal maupun
eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,
berlebihan atau terdistorsi.
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif :
- Mendengarka suara bisikan - Respon tidak sesuai
atau melihat bayangan
- Mersakan sesuatu melalui - Bersikap seolah melihat,
indera perabaan, penciuman, mendengar, mengecap,
perabaan, atau pengecapan meraba, atau mencium sesuatu

Objektif Objektif :
- Menyatakan kesal - Menyendiri
- Melamun
- Melihat ke satu arah
- Bicara sendiri

d. Risiko Bunuh Diri (D.0135)


Definisi : Berisiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk
mengakhir kehidupan.
1) Faktor risiko
a) Gangguan perilaku (mis : euphoria mendadak setelah depresi,
perilaku mencari senjata berbahaya, membeli obat dalam jumlah
banyak, membuat surat warisan)

b) Demografi ( mis : lansia , status penceraian , janda atau duda ,


ekonomi rendah , pengangguran)

c) Gangguan fisik (mis : nyeri kronis , penyakit terminal )

d) Masalah sosial (mis : berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian)

e) kehilangan hubungan yang penting,isolasi sosial

f) Gangguan psikologis (mis : penganiayaan masa kanak – kanak ,


riwayat bunuh diri sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan
psikiatrik, penyakit psikiatrik, penyalah gunaan zat)
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi (SIKI) TTD
(SLKI)
1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Perilaku (I.12463) 
keperawatan selama ... x 24 Observasi :
jam, maka Harga Diri - Identifikasi harapan untuk
(L.09069) meningkat , dengan mengendalikan perilaku
kriteria hasil : Terapeutik :
- Penilaian diri positif - Diskusikan tanggung jawab
meningkat terhadap perilaku
- Perasaan memiliki - Jadwalkan kegiatan terstruktur
kelebihan atau kemampuan - Tingkatkan aktivitas fisik sesuai
positif meningkat kemampuan
- Minat mencoba hal baru - Bicara dengan nada rendah dan
meningkat tenang
- Konsentrasi meningkat - Cegah perilaku pasif dan agresif
- Kontak mata meningkat - Beri penguatan positif terhadap
- Aktif meningkat keberhasilan mengendalikan
- Percaya diri berbicara perilaku
meningkat - Hindari sikap mengancam dan
- Kemampuan membuat berdebat
keputusan meningkat Edukasi :
- Perasaan tidak mampu - Informasikan keluarga bahwa
melakukan apapun menuru keluarga sebagi dasar
pembentukan kognitif
2. Setelah dilakukan tindakan Manajemen waham (I.09295) 
keperawatan selama ... x 24 Observasi :
jam, Status Orientasi - Monitor waham yang isinya
(L.09090) membaik, dengan membahayakan diri sendiri,orang
kriteria hasil : lain,dan lingkungan.
- Verbalisasi waham Terapeutik :
meningkat - Bina hubungan saling percaya
- Perilaku waham meningkat - Sediakan lingkungan yang aman
- Proses piker membaik dan nyaman
Edukasi :
- Anjurkan melakukan rutinitas
secara konsisten
- Jelaskan tentang waham serta
penyakit terkait
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian obat
3. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Halusinasi (I.09288) 
keperawatan selama ... x 24 Observasi :
jam, maka Persepsi Sensori - Monitor perilaku yang
(L.09083) membaik , dengan mengindikasi halusinasi
kriteria hasil : - Monitor isi halusinasi
- Verbalisasi mendengar Terapeutik :
bisikan membaik - Pertahankan lingkungan yang
- Verbalisasi merasakan aman
sesuatu melalui indra - Lakukan tindakan keselamatan
penciuman membaik ketika tidak dapat mengontrol
- Perilaku halusinasi mambaik perilaku
- Hindari perdebatan tentang
validitas halusinasi
Edukasi :
- Anjurkan memonitor sendiri
situasi terjadinya halusinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang
dipercaya untuk memberi
dukungan dan umpan balik
korektif terhadap halusinasi
- Ajarkan pasien dan keluarga
untuk mengontrol halusinasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan antiansietas, jika
perlu
4. Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Bunuh Diri (I.14538) 
keperawatan selama ... x 24 Observasi
jam, maka Kontrol Diri - Identifikasi gejala resiko bunuh
(L.09076) meningkat , dengan diri (missal gangguan mood ,
kriteria hasil : halusinasi,delusi,panic,penyalahg
- Verbalisasi ancaman kepada unaan zat,kesedihan,gangguan
orang lain menurun kepribadian)
- Perilaku menyerang - Identifikasi keinginan dan pikiran
menurun rencana bunuh diri
- Perilaku agresif/amuk - Monitor lingkungan bebas bahaya
menurun secara rutin (mis : barang
- Suara keras menurun pribadi,pisau cukur,jendela)
- Bicara ketus menurun - Monitor adanya perubahan mood
atau perilaku
Terapeutik
- Libatkan dalam perencanaan
perawatan mandiri
- Libatkan keluarga dalam
perencanaan perawatan
- Lakukan pendekatan langsung dan
tidak menghakimi saat membahas
bunuh diri
- Berikan lingkungan dengan
pengamatan ketat dan mudah di
pantau (mis tempat tidur dekat
ruang perawatan)
- Tingkatkan pengawasan pada
kondisi tertentu (mis rapat staf,
pergantian shift)
- Lakukan intervensi perlindungan
(mis pembatasan area,
pengekangan fisik)
- Hindari diskusi berulang tentang
bunuh diri sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa sekarang
dan masa depan
- Diskusikan rencana
menghadapiide bunuh diri di masa
depan ( mis : orang yang di
hubungi, keman mencari bantuan)
- Pastikan obat di telan
Edukasi
- Anjurkan mendiskusikan perasaan
yang dialami kepada orang lain
- Anjurkan menggunakan sumber
pendukung (mis : layanan
spiritual, penyediaan layanan)
- Jelaskan tindakan penyegahan
bunuh diri kepada keluarga atau
orang terdekat
- Informasikan sumber daya
masyarakat dan program yang
tersedia
- Latih pencegahan bunuh diri ( mis
: latihan asertif, relaksasi otot
progresif )
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, atau antipsikotik
sesuai indikasi
- Kolaborasi tindakan keselamatan
kepada PPA Rujuk ke pelayanan
mental jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Buku 3S (Sdki,Slki,Siki) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Standar


Luaran Keperawatan Indonesia , Standar Intervensi Indonesia
Captain, C. (2011). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume
6(3).
Fitria,Nita.2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Endang, H. (2015).Buku Ajar Keperawatan
Jiwa.(A.Suslia, & F. Ganiajri, Eds.) Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai