Anda di halaman 1dari 17

Laporan Pendahuluan ( RBD )

A. Definisi
Resiko bunh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupan nya (stuart 2006).
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhir
kehidupan ( Wilson dan Kneis,1988). Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien
berda dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan kopping yang maladaptive. Situasi
gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang- ulang tampa rencana
yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena
itu, di perlukan pengetahuan dan ketrampilan perawat yang tinggi dalam merawat pasien dengan
tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri.
Menurut staurt dan sundeem (1995), faktor penyebab bunuh diri adalah perceraian,
pengangguran , dan isolasi sosial. Sementara menurut Tishler (1981) ( dikutip oleh Leahey dan
Wright 1987) melalui penelitian nya menyebutkan bahwa motivasi remaja melakukan percobaan
bunuh diri, yaitu 51% masalah dengan orang tua, 30% masalah dengan lawan jenis, 30% masalah
sekolah, dan 16% masalah dengan saudara.

B. Klasifikasi
a. Jenis Bunuh Diri
 Bunuh diri Egostik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
 Bunuh diri altruistic
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasan
 Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu
b. Pengelompokan bunuh diri
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri di tunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh” atau “ Segala sesuatu akan lebih baik tampa saya”. Pada kondisi
ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak
di sertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putu asa/tidak
berdaya. Pada pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri
yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umum nya diucapkan oleh pasien, yang berisi kenginan
untuk mati di sertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan
rencana bunuh diri, tetapi tidak di sertai dengan percoban bunuh diri. Walaupun
dalam kondisi ini pasien belum perna mencobah bunuh diri, pengawasan ketat
harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan untk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhir kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencobah bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi.

C. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Peningkatan Diri pertumbuhan perilaku pencederaan diri Bunuh diri

peningkatan resiko destruktif

tak langsung

Keterangan

 Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan kesadaran diri
meningkat.
 Pertumbuhan peningkatan beresiko yaitu, merupakan posisi pada rentang yang masih normal
dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
 Perilaku desktruktif diri tak langsung yaitu, setiap aktivitas yang merusak kesejatraan fisik
individu dan dapat mengarah kepada kematian , seperti perilaku merusak,
mengebut,berjudi,tindakan criminal, terlibat dalam reaksi yang beresiko tinggi , penyalagunaan
zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
 Pencedaraan diri yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan
sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri tampa bantuan orang lain dan cedara tersebut
cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan
membakar kulit , membenturkan kepala atau anggota tubuh , melukai tubuhnya sedikit demi
sedikit dan menggigit jari.
 Bunuh diri yaitu tindakan agresif yang dilakukan langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan.
D. Tanda dan Gejala

a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.


b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

E. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan efek akibat

Resiko Bunuh diri Core problem

Harga Diri Rendah Penyebab

F. Penatalaksanaan
Pencegahan bunuh diri menurut Conwell terdiri atas pencegahan primer, sekunder dan tertier.
Pencegahan primer adalah suatu upaya pencegahan terjadinya perilaku bunuh diri atau keadaan yang
berkembang menjadi menjadi upaya bunuh diri. Pencegahan sekunder adalah suatu upaya pencegahan
dengan cara menemukan sedini mungkin krisis bunuh diri dan melakukan tindakan agar tidak berlanjut
menjadi bunuh diri. Sedangkan pencegahan tertier adalah tindakan yang ditujukan untuk
menyelamatkan sesorang yang melakukan bunuh diri, mengurangi gejala psikiatris dan penyakit sosial
pada kelompok risiko. Penanganan di ruang gawat darurat dan 15 di bangsal rawat inap psikiatri
merupakan pelayanan tertier (WHO, 2010).

Evaluasi pertama di ruang gawat darurat merupakan unsur yang penting dalam penanganan pasien
psikiatri yang berisiko bunuh diri. Sangat mungkin dalam penanganan tersebut dilakukan kerjasama
dengan bagian lain (Roan, 2015).

Setelah itu, pasien gangguan mental dapat diberikan terapi sesuai indikasi dengan tujuan utama
menangani gejala mental akutnya. Langkah berikutnya adalah melakukan intervensi psikologis.
Sejumlah proses psikologis yang mendahului ide dan perilaku bunuh diri dapat meningkat bila muncul
stresor. Peran terapis adalah mengenali faktor tersebut. Selama proses tersebut pencegahan dapat
dilakukan dengan membatasi sarana dan prasarana yang mungkin digunakan untuk melakukan bunuh
diri (Caroline, 2016)

Banyak kasus bunuh diri dapat dicegah (Sadock, 2016; Roy, 2015). Begitu pula percobaan bunuh
diri di rawat inap. Penderita depresi dapat melakukan bunuh diri justru di saat mereka tampak mulai
pulih (paradoxal suicide) (Surilena, 2015). Pengenalan faktor risiko sangat penting bagi klinisi yang
merawat pasien psikiatri rawat inap. Petugas kesehatan harus cermat menilai kondisi pasien secara
keseluruhan. Faktor-faktor yang harus dinilai adalah status mental terbaru, ide-ide terakhir mengenai
kematian dan bunuh diri, rencana bunuh diri terbaru, seberapa siap orang itu, dan sesegera apa aksi
tersebut akan dijalankan, sistem pendukung individu (WHO, 2015).

Banyak pasien bunuh diri menggunakan preokupasi bunuh diri untuk melawan depresi yang tidak
tertahankan dan rasa putus asa. Penilaian potensi bunuh diri melibatkan penggalian riwayat psikitrik
17 yang lengkap, pemeriksaan status mental pasien yang menyeluruh, dan pertanyaan tentang gejala
depresi, pikiran, tujuan, rencana dan usaha bunuh diri (Sadock, 2016; Roy, 2015).

Di rumah sakit, pasien mungkin menerima medikasi antidepresan atau antipsikotik sesuai dengan
indikasi; terapi 18 individual, terapi kelompok dan juga terapi keluarga. Pasien mendapatkan
dukungan sosial rumah sakit dan rasa aman. Terapi ECT (Electro Convulsive Theraphy) mungkin
diperlukan untuk pasien yang terdepresi parah. Pasien yang memiliki gagasan bunuh diri akut
memiliki prognosis yang lebih baik dari pada pasien yang mencoba bunuh diri secara kronis (Sadock,
2016; Roy, 2015).

Pengamatan yang terus-menerus oleh perawat khusus, pengurungan dan pengikatan tidak dapat
mencegah bunuh diri jika pasien teguh, terutama individu yang ingin melakukan bunuh diri biasanya
menjadi lebih kreatif untuk menemukan metode bunuh dirinya. Namun demikian, harus diperhatikan
agar memeriksa barang-barang pasien dan orang-orang yang berkunjung ke bangsal untuk mencari
benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri dan secara berulang mencari eksaserbasi gagasan
bunuh diri (Sadock, 2016; Roy, 2015).

Idealnya, pasien rawat inap yang mencoba bunuh diri mengalami depresi harus ditempatkan dalam
bangsal yang terkunci, dimana jendela dipasang terali, ruangan pasien harus berlokasi dekat tempat
perawatan untuk memaksimalkan pengamatan oleh perawat. Tim yang mengobati harus diperiksa
secara berulang dan terus-menerus mengawasi secara langsung. Pasien yang sedang pulih dari depresi,
bunuh diri berada pada risiko khusus. Saat depresi menghilang, pasien memiliki energi untuk
melakukan bunuh diri (Sadock, 2016; Roy, 2015).

G. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian

Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk aplikasi observasi melekat dan keterampilan
mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana spesifik. Perawat harus mengkaji tingkat
risiko bunuh diri, faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme koping, dan sumber koping pasien.
Beberapa kriteria untuk menilai tingkat risiko bunuh diri seperti pada tabel berikut.

Faktor Risiko

Menurut SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)

Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang.

Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri.

Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.

Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri”.

Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.

Faktor Perilaku

1. Ketidakpatuhan Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang dilakukan


(pemberian obat). Pasien dengan keinginan bunuh diri memilih untuk tidak memperhatikan
dirinya.
2. Pencederaan diri Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan diri dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang
lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
3. Perilaku bunuh diri Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
a. Ancaman bunuh diri, yaitu peringatan verbal dan nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal
bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga
mengomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya, dan
sebagainya.
b. Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang
melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika
tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

Faktor Lain

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien destruktif diri (bunuh diri) adalah sebagai
berikut (Stuart dan Sundeen, 1995).

1. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri.


a. Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
b. Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur rencana, membicarakan tentang
bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri.
c. Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan.
d. Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
e. Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
2. Petunjuk gejala
a. Keputusasaan.
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga.
c. Alam perasaan depresi.
d. Agitasi dan gelisah.
e. Insomnia yang menetap.
f. Penurunan berat badan.
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
3. Penyakit psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan afektif.
c. Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat.
d. Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
e. Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
f. Kombinasi dari kondisi di atas.
4. Riwayat psikososial
a. Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.
b. Hidup sendiri.
c. Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami.
d. Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah sekolah,
ancaman terhadap krisis disiplin).
e. Penyakit medis kronis.
f. Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat.
5. Faktor-faktor kepribadian
a. Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
b. Kekakuan kognitif dan negatif.
c. Keputusasaan.
d. Harga diri rendah.
e. Batasan atau gangguan kepribadian antisosial.
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
b. Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau keduanya.

Faktor Predisposisi

Mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri? Banyak pendapat tentang penyebab dan
atau alasan termasuk hal-hal berikut.

1. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.


2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan
hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
5. Tangisan minta tolong

Faktor Presipitasi

1. Psikososial dan klinik


a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat

Sumber Koping

Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan kultural. Durkheim membuat
urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga subkategori bunuh diri berdasarkan motivasi seseorang,
yaitu sebagai berikut.

1. Bunuh diri egoistik Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.

2. Bunuh diri altruistik Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.

3. Bunuh diri anomik Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.

Mekanisme Koping

Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak langsung adalah
pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol adalah rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.

2. Diagnosis
 Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Rencana Intervensi
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosis keperawatan risiko bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1) Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat.
2) Tindakan
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka Anda dapat
melakukan tindakan berikut.
a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke tempat yang
aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

1) Tujuan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh
diri.
2) Tindakan
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya di
sekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun sendiri.
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

4. Evaluasi
1) Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri, keberhasilan
asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang tetap aman dan selamat.
2) Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga berperan serta dalam
melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
3) Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai
dengan hal berikut.
a. Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4) Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan
ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan risiko bunuh diri,
sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut.
a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.
b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota keluarga yang
berisiko bunuh diri.
c. Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia dalam merawat anggota
keluarga yeng berisiko bunuh diri

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Risiko Bunuh Diri SP I p SP I k

1. Mengidentifikasi benda- 1. Mendiskusikan masalah yang


benda yang dapat dirasakan keluarga dalam
membahayakan pasien merawat pasien
2. Mengamankan benda-benda 2. Menjelaskan pengertian, tanda
yang dapat membahayakan dan gejala risiko bunuh diri,
pasien dan jenis perilaku bunuh diri
3. Melakukan kontrak yang dialami pasien beserta
treatment proses terjadinya
4. Mengajarkan cara 3. Menjelaskan cara-cara
mengendalikan dorongan merawat pasien risiko bunuh
bunuh diri diri
5. Melatih cara mengendalikan SP II k
dorongan bunuh diri
SP II p 1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat
1. Mengidentifikasi aspek pasien dengan risiko bunuh
positif pasien diri
2. Mendorong pasien untuk 2. Melatih keluarga melakukan
berfikir positif terhadap diri cara merawat langsung kepada
3. Mendorong pasien untuk pasien risko bunuh diri
menhargai diri sebagai SP III k
individu yang berharga
SP III p 1. Membantu keluarga membuat
jadual aktivitas di rumah
1. Mengidentifikasi pola koping termasuk minum obat
yang biasa diterapkan pasien 2. Mendiskusikan sumber
2. Menilai pola koping yang rujukan yang bisa dijangkau
biasa dilakukan oleh keluarga
3. Mengidentifikasi pola koping
yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan
harian
SP IV p
1. Membuat rencana masa
depan yang realistis bersama
pasien
2. Mengidentifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis

Laporan Pendahuluan ( RPK )


A. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri
untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang
adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada
lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di
lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah.
Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukan selama di rumah. Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991).

Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah
dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain,
atau lingkungan (Keliat, 1991).

Menurut saya perilaku kekerasan adalah suatu tindakan dengan tenaga yang dapat membahayakan diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan yang bertujuan untuk melukai yang di sebabkan adanya konflik
dan permasalahan pada seseorang baik secara fisik maupun psikologis.

B. Rentang Respon
C. Tanda & Gejala

1. Emosi
a) Tidak Adekuat
b) Tidak Aman
c) Rasa Terganggu
d) Marah (dendam)
e) Jengkel
2. Intelektual
a) Mendominasi
b) Bawel
c) Sarkasme
d) Berdebat
e) Meremehkan
3. Fisik
a) Muka Merah
b) Pandangan Tajam
c) Napas Pendek
d) Keringat
e) Sakit Fisik
f) Penyalahgunaan Zat
g) Tekanan darah meningkat
4. Spiritual
a) Kemahakuasaan
b) Kebijakan/Kebenaran diri
c) Keraguan
d) Tidak bermoral
e) Kebejatan
f) Kreativitas Terlambat
5. Sosial
a) Menarik diri
b) Pengasingan
c) Penolakan
d) Kekerasan
e) Ejekan
f) Humor

Proses Terjadinya Marah


Proses Terjadinya Amuk

Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah
dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain,
atau lingkungan (Keliat, 1991).

Amuk adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus
asa, dan ketidakberdayaan. Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara
internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa
perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan
secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang. Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif
dengan menggunakan katakata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan
memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan
menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang
berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk

D. Pohon Masalah

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan

1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode psikofarmakologi dan
metode psikososial

a. Metode Biologik

Berikut adalah beberapa metode biologic untuk penatalaksanaan medis klien dengan perilaku kekerasan
yaitu:

1. Psikofarmakologi
A. Anti Cemas dan Sedatif Hipnotik

Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepin seperti Lorazepam dan
Clonazepam, sering digunakan didalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi
obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi. Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami
effect dari Benzodiazepin dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat anti cemas,
efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini
ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia dan
’developmental disability’.

B. Anti Depresi

Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan
perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.( Keliat, Dkk. 2005).

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Perawat dapat mengimplementasi berbagai intervensi untuk mencegah perilaku agresif. Intervensi dapat
melalui rentang intervensi perawat.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi managemen krisis

Pendidikan klien Perubahan

Lingkungan Seclusion

pendidikan klien tindakan perilaku Restrains

latihan asertif Psikofarmakologi

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa:

a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi
dengan memisahkan antara masalah pribadi.
2) Pendidikan Klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresi marah
dengan tepat
3) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi:
a) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
b) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan
c) Sanggup melakukan complain
d) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif : Bersikap tenang, bicara tidak dengan
cara konkrit, tunjukan rasa menghakimi, hindari intensitas kontak mata langsung,
demonstrasikan cara mengontrol situasi, fasilitas pembicaraan klien dengan dengarkan
klien, jangan terburu –buru menginterprestasikan dan jangna buat janji yan tidak tepat

2) Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca, group program
yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya
3) Tindakan Perilaku

Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan
tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.

c. Strategi Pengurangan
1) Managemen kritis
2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan memenpatkan klien dalam
suatu ruangan dimana klien dapat keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan
pasien lain.
3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual untuk membatasi
gerakan fisisk pasien menggunakan manset, sprei pengekangan

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Pasien
Risiko Keluarga
Perilaku
Kekerasan SP Ip
1. Mengidentifikasi penyebab PK SP I k
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan 1. Mendiskusikan
4. Mengidentifikasi akibat PK masalah yang
5. Menyebutkan cara mengontrol PK dirasakan keluarga
6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara dalam merawat
mengontrol fisik I pasien
1. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II 2. Menjelaskan
2. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan pengertian PK, tanda
harian dan gejala, serta
proses terjadinya PK
3. Menjelaskan cara
SP IIp
merawat pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
SP II k
harian
1. Melatih keluarga
SP IIIp mempraktekkan cara
merawat pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual 2. Melatih keluarga
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan melakukan cara
harian merawat langsung
kepada pasien PK
SP IVp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien SP III k
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga
harian membuat jadual
aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Menjelaskan follow
up pasien setelah
pulang

DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah dkk. 2015. BUKU AJAR KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA. Jakarta : Salemba
Medika
Nurhalima. 2016. MODUL BAHAN AJAR CETAK KEPERAWATAN JIWA. Kementrian
kesehatan republic Indonesia
Yusuf.Ah.dkk.2016.Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta Selatan : Salemba Medika
Nurhalima.2016.Praktikum, Keperawatan Jiwa Jakarta : Kemenkes RI
SDKI , NIC, NOC
http://id.scribd.com/document/393161663/LAMPIRAN-INTERVENSI-RBD
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St.Louis:
Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Varcarolis. 2006.
Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St. Louis: Elsevier.
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. 2014.Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai