Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI PADA KLIEN DENGAN

SKIZOFRENIA

(Untuk memenuhi tugas praktik keperawatan jiwa II)

Dosen Pembimbing : Ns. .Arifianto.,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

Adelia dwi Cahyani (1907001)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG 2021
Latar belakang

Menurut Depkes (2011) prevalensi terjadinya masalah kesehatan jiwa meningkat


secara tajam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011) menyatakan bahwa
dalam kurun waktu 5 tahun orang dengan gangguan jiwa di Indonesia telah mencapai
11,6 % dari 238 juta orang. Yang artinya sebanyak 26.180.000 penduduk Indonesia
menderita gangguan jiwa. Tingkat kematian yang disebabkan karena bunuh diri ini tidak
hanya meningkat tajam di Indonesia, akan tetapi seluruh dunia. Karena begitu tingginya
tingkat kematian yang disebabkan karena bunuh diri, setiap tanggal 10 Oktober
diperingati sebagai ahri kesehatan mental. Data yang dirilis WHO(2016) menunjukkan
setiap 40 detik, seseorang kehilangan nyawa karena bunuh diri. Bunuh diri disebut juga
sebagai fenomena global. Dan menurut Sulis (2019) faktanya 79% bunuh diri dapat
terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah.

Tindakan percobaan bunuh diri ini dapat terjadi pada berbagai usia. Mulai dari
remaja, dewasa, bahkan lansia juga terdapat kemungkinan untuk melakukan percobaan
bunuh diri. Menurut Wilson (2012), beberapa penelitian telah mem-buktikan bahwa
keinginan seseorang untuk melukai diri sendiri memiliki hubungan dengan tingginya
kemungkinan untuk melakukan perilakunya. Keinginan ini sudah diperkirakan
mempengaruhiperilaku untuk melukai diri sehingga kemungkinan keinginan melukai diri
pun dapat mempengaruhi perilaku tersebut. Jadi kesimpulannya bahwa seseorang yang
memiliki keinginan untuk melukai diri sendiri sangat mungkin berhubungan dengan
bagaimana seseorang dapat mengontrol emosinya atau dapat memberikan sugesti untuk
diri sendiri bahwa melukai diri dapat mengubah keadaan emosionalnya. Menurut Gomez-
Duran, Martin-Fumado, Hurtado-Ruiz (2012) yang terbesar adalah kelompok gangguan
jiwa berat, dan bunuh diri merupakan salah satu penyebab utama kematian klien
skizofrenia dengan jumlah terbesar terjadi pada usia produktif dan laki-laki.

Berdasarkan uraian diatas maka kelompok kami tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan jiwa dengan judul “ Asuhan keperawatan resiko bunuh diri klien dengan
skizofrenia di Panti Pelayanan Disabilitas Mental Pangrukti Mulyo Rembang”

Definisi
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja yang tahu akan
akibatnya yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat (Maramis dalam
Yosep&Titin, 2014).Bunuh diri menurut Videbeck (2011) merupakan tindakan yang
secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupannnya. Perilaku bunuh
diri adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membunuh diri sendiri. Bunuh
diri dapat melibatkan ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk
mati. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga tingkatan yaitu berupa ide/isyarat bunuh diri,
ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh diri

A. Klasifikasi
Menurut yusuf (2015), klasifikasi bunuh diri di bedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Isyarat bunuh diri


Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri.Dalam
kondisi ini klien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya
tetapi tidak disertai dengan ancaman bunuh diri.Klien umunya mengungkapkan
rasa bersalah, bersedih, marah, putus asa, klien juga mengungkapkan hal-hal
negative tentang dirinya yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Klien secara aktif telah memiliki rencana bunuh diri, tetapi tidak diserta dengan
rencana bunuh diri.Klien memerlukan pengawasan yang ketat karena dapat
setiap saat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melaksanakan rencana
bunuh diri.
3. Percobaan bunuh diri
Adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai
cara.

B. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua
faktor yaitu faktor predisposisi atau faktor resiko dan faktor prespitasi atau faktor
pencetus. (Rahayu Cindy, 2018)
1. Faktor Predisposisi
a. Diagnostik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersi
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri. Selain
itu terdapat pula beberapa motif terjadinya bunuh diri, Motif bunuh diri ada
banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab,
misalkan :
1) Dilanda keputusasaan dan depresi
2) Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3) Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4) Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5) Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.

2. Faktor Presipitasi
Faktor prespitasi menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media
untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan
perilaku bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat
menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman
pada diri sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.

C. Faktor Resiko
Terdapat beberapa kelompok risiko tinggi klien bunuh diri, antara lain seseorang
dengan gangguan kepribadian, gangguan makan, depresi dan cemas, pengalaman hidup
yang penuh stress, kemiskinan, sertariwayat keluarga dengan bunuh diri. Dari semua
kelompok risiko tersebut, menurut Gomez-Duran, Martin-Fumado, Hurtado-Ruiz (2012)
yang terbesar adalah kelompok gangguan jiwa berat, dan bunuh diri merupakan salah
satu penyebab utama kematian klien skizofrenia dengan jumlah terbesar terjadi pada usia
produktif dan laki-laki.

D. Tanda dan gejala


Menurut Rahayu, 2018 tanda dan gejala dari risiko bunuh diri adalah :

1. Mempunyai ide untuk Bunuh Diri.


2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Implusif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
6. patuh).
7. Memiliki riwayat percobaan Bunuh Diri.
8. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakantentang obat dosis
mematikan).
9. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,marah, dan
mengasingkan diri).
10. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yangdepresi, psikosis
dan menyalahgunakan alkohol).
11. Kesehatan fisik (biasanya pada Klien dengan penyakit kronik atauterminal).
12. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalamikegagalan dalam
karir).
13. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
14. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
15. Pekerjaan.
16. Konflik interpersonal.
17. Latar belakang keluarga.
18. Orientasi seksual.
19. Sumber-sumber personal.

E. Rentang Respon
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme
adaptif pada diri seseorang.

Skema, rentang respons protektif diri (Yusuf & Hanik, 2015)

Adaptif Maldaptif

Peningkatan Beresiko Destruktif Pencederaan Bunuh diri


Diri destruktif tdk lngsung diri

1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
2. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku destruktif atau
menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri.
3. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive) terhadap situasi
yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawwanya hilang

F. Mekanisme Koping
Menurut Rahayu (2018) terdapat sumber dan mekanisme koping pada perilaku bunuh
diri yaitu :

1. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas
hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien
untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah mengenai
bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem
keyakinannya sendiri
2. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak
langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara koping
alternative. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu yang melakukan
percobaan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan dalam mekanisme
koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkanpertolongan agar dapat mengatasi masalah. Percobaan bunuh diri yang
terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.

Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar untuk
mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis
bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang
mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien
resiko bunuh diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut
(videbeck, 2011), obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri
adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per
oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per oral),
trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral).
Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter
monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter ini
dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian,
mood, proses sensori, dan nafsu makan

2. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Keliat (2009, dalam Rahayu, 2018) Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri selanjutnya
perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat bagi klien. Tujuan
dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh diri adalah

a. Klien tetap aman dan selamat


b. Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
c. Klien mampu mengungkapkan perasaannya
d. Klien mampu meningkatkan harga dirinya
e. Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik
Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri Menurut Keliat (2009, dalam
Rahayu, 2018) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh
diri yaitu :

a. Melindungi Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien


melukai dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di
tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani
klien terus-menerus sampai klien dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan
jauhkan klien dari semua benda yang berbahaya.
b. Meningkatkan harga diri Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri
yang rendah. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif.
Berikan pujian pada hal yang positif.
c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat Perawat perlu mengkaji koping
yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang
konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi atau dipelajari
koping baru.
d. Menggali perasaan Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama
mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
e. Menggerakkan dukungan sosial Untuk itu perawat mempunyai peran
menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga
pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.

H. Pohon Masalah
I. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1. Identitas pasien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku/bangsa, Status
perkawinan, Alamat, Tanggal masuk RS, No. RM, Diagnosa Medis
2. Identitas penanggung jawab
Nama, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Alamat, Hubungan dengan pasien.
3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang:


Pasien dengan risiko bunuh diri biasanya pasien memiliki perasaan tidak
berguna dan merasa hidupnya tidak bahagia, terlihat berbicara lambat, kontak
mata kurangkarena klien cenderung memandang satu titik, bukan memandang
lawan bicaranya
b. Alasan masuk:
Faktor prespitasi:
Faktor prespitasi: Biasanya pada pasien dengan risiko bunuh diri adanya putus
obat dalam kurun waktu lama dan klien merasa tidak berguna dalam berperan
sebagai seorang mungkin akibat kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
putus asa, sehingga klien memiliki perasaan gagal dan klien merasa tidak bisa
mengatasi masalahnya akhirnya klien melakukan percobaan bunuh diri.
Faktor predisposisi:
Pasien dengan risiko bunuh diri biasanya menunjukkan gejala kurang lebih 1
tahun
c. RiwayatAlergi:
Pasien kadang mempunyai dan kadang tidak mempunyai riwayat alergi
4. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum: Biasanya keadaan pasien tampak murung dan melamun,


cenderung memandang satu titik
b. Kesadaran: Biasanya Pada pasien dengan ririko bunuh diri kesadarannya
Compos Mentis. Dengan ketentuan GCS: E: 4, M: 5, V:6
c. TTV Pengkajiannya meliputi:
1) Suhu : Biasanya normal
2) Nadi : Normal
3) Respirasi : Normal
4) TD : Terkadang normal hingga tinggi
d. TB: cm, BB: kg
e. LLA: cm, LK: cm, LD: cm
5. Pengkajian psikososial

a. Genogram
b. Konsep diri
1) Citra tubuh:
Bagaimana cara Berpenampilan klien? Rapi atau tidak? Bagaimana klien
memandang dirinya?
2) Identitas diri:
Klien dapat menyebutkan identitasnya (Nama, alamat dll)
3) Peran:
Klien dapat menyebutkan peran dirinya didalam keluarga maupun
lingkungan sekitarnya
4) Ideal diri:
Bagaimana jenis standar diri yang pasien inginkan?
5) Harga diri:
Pasien biasanya memiliki perasaan gagal, tidak berguna dan merasa
hidupnya tidak bahagia karena hidupnua monoton. Pasien biasanya terlihat
berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang
satu titik, bukan memandang lawan bicaranya
c. Hubungan Sosial
1) Orang yang berarti/terdekat:
Pasien biasanya saat dikaji mengatakan orang yang berarti adalah
keluarganya.
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Saat di kaji pada pasien dengan risiko bunuh diri biasanya mengatakan
terdapat hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
3) Pasien biasanya sulit dalam mengawali pembicaraan akan tetapi pasien
memahami isi pembicaraan
d. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Pasien saat di kaji biasanya mengatakan percaya dengan adanya Tuhan,
dan dia mengakui agama yang dianut
2) Kegiatan Ibadah
Pasien dengan risiko bunuh diri biasanya saat di kaji mengatakan
melakukan ibadah sesuai keyakinan agamanya yaitu sholat atau berdzikir

6. Status mental

a. Penampilan:
Biasanya pada pasien dengan risiko bunuh diri cara berpenampilan sesuai.
b. Pembicaraan:
Biasanya pada pasien dengan risiko bunuh diri bicara lambat, nyambung
ketika diajak bicara, akan tetapi klien sulit mengawali pembicaraan, pasien
kooperatif ketika dilakukan wawancara, namun kontak mata kurang, karena
klien lebih cenderung untuk memandang satu titik bukan memandang lawan
bicaranya
c. Aktivitas motoric:
Biasanya pada kondisi pasien terlihat tampak diam, dan murung. Kebiasaan
pasien saat di awal belum mampu mengendalikan emosinya yang labil
d. Alam perasaan atau emosi;
Biasanya perasaan pasien saat di kaji pasien memiliki perasaan gagal, tidak
berguna tidak bisa mengatasi masalah dan merasa hidupnya tidak bahagia
karena hidupnya monoton. Sehingga pasien biasanya melakukan percobaan
bunuh diri dengan menggunakan alat-alat yang ada disekitarnya
e. Interaksi selama wawancara:
Dalam interaksi wawancara biasanya pasien mampu menjawab pertanyaan
selama wawancara
f. Memori:
Saat dikaji biasanya pasien dengan risiko bunuh diri tidak mengalami
masalah memori, hanya perasaan tidak berguna atau gagal karena suato
maslah yang pasien alami
g. Persepsi sensorik:
Biasanya Tidak ada keluhan
h. Proses piker:
Saat dikaji biasanya normal dan nyambung mampu menjawab pertanyaan
ketika dilakukan wawancara sehingga pasien kooperatif.
i. Isi pikir klien yaitu:
Biasanya saat dikaji pasien mengatakan adanya keinginan untuk bunuh diri,
pikiran rendah diri, dan merasa tidak berguna
j. Orientasi:
Tidak ada keluhan
k. Orientasi waktu, tempat dan orang
Biasanya pasien dapat menyebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan pasien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat
wawancara
l. Tingkat Konsentrasi dan berhitung:
Biasanya saat dikaji pasien dapat berhitung dangan baik ketika diajarkan atau
tanpa arahan. Akan tetapi pasien kurang dalam berkonsentrasi
m. Kemampuan penilaian:
Biasanya Tidak ada keluhan
n. Daya tilik diri:
Biasanya saat dikaji pasien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti
ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwaseperti ini.
7. Pola kebutuhan

a. Nutrisi
Pola kebiasaan makan klien biasanya normal tidak ada keluhan.
b. Eliminasi
BAB:
Tidak ada keluhan
BAK:
Tidak ada keluhan
c. Perawatan diri
Saat di kaji biasanya pasien mampu melakukan kegiatan mandi, berpakaian
secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
d. Istirahat dan tidur
Saat dikaji jam tidur malam pasien tidak menentu terkadang 7-8 jam dan
klien jarang untuk tidur siang aktifitas sebelum dan sesudah tidur biasanya
ngelamun.
e. Aktivitas
Saat dikaji pasien melakukan aktivitas tidak menggunakan alat bantu ataupun
bantuan orang lain dilakukan secara mandiri, dapat melakukan pergerakan
bebas atau tidak mengalami gangguan pergerakan
8. Mekanisme koping

a. Adaptif:
Biaanya Mau berbicara dengan orang lain
b. Maladaptif:
Saat di kaji biasanya Menciderai diri, Memiliki perasaan tidak berguna,
Merasa hidupnya tidak bahagia
9. Penatalaksanaan

a. Diagnosa medis : Skizofrenia Paranoid (F.20.0)


b. Terapi Medik :
1) SSRI (Serotonine Reuptake Inhibitor)
2) Fluoksetin 20 mg/hari per oral
3) Venlafaksin (75-225 mg/hari per oral)
4) Bupropion (200-300 mg/hari per oral)

J. Diagnosa keperawatan
1. (D.0135) Resiko bunuh diri berhubungan dengan gangguan psikiatrik dibuktikan
dengan Gangguan Psikologis
2. (D.0086) Harga diri rendah kronis berhubungan dengan Gangguan Psikiatri
dibuktikan dengan klien menilai diri negative dan mengatakan bahwa dirinya tida
berguna, memiliki perasaan gagal dan merasa tidak bahagia karena hidupnya
monoton, serta terlihat kontak mata klien kurang karena cenderung memandang satu
titik.
3. (D.0121) Isolasi Sosial berhubungan dengan Perubahan Status Mental dibuktikan
dengan merasa ingin sendiri, menarik diri, tidak mberminat atau berinteraksi dengan
orang lain atau kelompok, afek datar, tidak ada kontak mata, dan tidak bergairah atau
lesu.
4. (D.0141) Risiko Perilaku Kekerasan dibuktikan dengan presepsi pada lingkungan
yang tidak adekuat

K. Intervensi Keperawatan
TUJUAN &
TTD
NO Diagnosa KRITERIA INTERVENSI RASIONALISASI

1 (D.0135) Tujuan: Pencegahan bunuh diri Pencegahan Bunuh Diri Kel.6


Resiko Setelah (I.14537) (I.14537)
bunuh dilakukan
Observasi: Observasi:
diri Tindakan
keperawatan 3 - Identifikasi gejala - Agar dapat

x 24 jam risiko bunuh diri mengidentifikasi gejala

diharapkan - Identifikasi keinginan risiko bunuh diri

kontrol diri dan pikiran rencana - Agar dapat mengetahui


meningkat, bunuh diri Adanya perobaan
dengan - Monitor lingkungan bunuh diri yang
Kriteria bebas bahaya secara dilakukkan pasien
Hasil: rutin - Agar dapat memantau
Kontrol diri - Monitor perubahan lingkungan pasien yang
(L.09076) mood atau perilaku aman dan pasien bebas
- Perilaku Trapeultik dari risiko bunuh diri
melukai diri - Libatkan dalam - Agar dapat memantau
menurun perencanaan perawatan adanya perubahan
- Verbalisasi mandiri mood atau perilaku
keinginan - Libatkan keluarga pada pasien
bunuh diri dalam perencanaan Trapeulik:
menurun perawatan - Agar pasien dapat
- Verbalisasi - Lakukkan pendekatan belajar menentukan
isyarat bunuh langsung dan tidak keinginannya
diri menurun menghakimi saat - Agar keluarga dapat
- Verbalisasi membahas bunuh diri ikut serta dalam
ancaman - Berikan lingkungan menangani pasien
bunuh diri dengan pengamanan dengan risiko bunuh
menurun ketat dan mudah diri
- Verbalisasi dipantau - Agar pasien merasa
renacana - Tingkatkan nyaman dan tidak
bunuh diri pengawasan pada merasa terintimidasi
menurun kondisi tertentu - Agar keamanan pasien
- Perilaku - Lakukkan intervensi dapat terpantau dan
merencanaka perlindungan terhindar dari
n bunuh diri - Hindari diskusi percobaan bunuh diri
menurun berulang tentang bunuh - Agar disaat kondisi
- Alam diri sebelumnya, pasien mengalami
perasaan diskusi berorientasi kekambuhan pasien
depresi pada massa sekarang dapat terpantau
menurun dan masa deoan - Agar keamanan pasien
- Diskuskan rencana terjamin
menghadapi ide bunuh - Agar pasien tidak
diri di massa depan merasa bosan terhadap
- Pastikan obat di telan pembicaraan dan
Edukasi: mengingat masal
- Anjurkan lalunya yang
mendiskusikan menyebabkan pasien
perasaan kepada orang kambuh
lain - Agar pasien dapat
- Jelaskan tindakan secara mandiri
pencegahan bunuh diri mengatasi risiko bunuh
kepada keluarga atau diri yang mungkin akan
orang terdekat berulang
- Informasikn sumber - Agar pasien dapat
daya masyarakat dan terpantau benar-benar
program masyarakat meminum obatnya
yang tersedia Edukasi
Kolaborasi: - Agar pasien dapat
- Kolaborasi pemberian mencurahkan isi
obat sesuai indikasi hatinya dan untuk
- Kolaborasi tindakan menghindari percoban
keselamatan kepada bunuh diri
PPA - Agar keluarga atau
- Rujuk ke pelayanan orang terdekat mampu
kesehatan mental, jika menangani saat pasien
perlu mencoba untuk
melakukan bunuh diri
- Agar pasien saat berada
di rumahnya dapat
tetap terpantau
Kolaborasi:
- Agar pasien
mendapatkan
pengobatan sesuai
indikasinya
- Aga pasien
keselamatannya dapat
terjamin
- Agar pasien
mendapatkan
penanganan yang tepat
2 D.0086 Tujuan : Promosi harga diri Promosi harga diri Kel.6
Harga diri Setelah (I.09308) (I.09308)
renda dilakukan Observasi : Observasi :
kronis Tindakan - Identifikasi budaya, - Agar dapat
keperawatan 3 agama, ras, jenis mengidentifikasi
x 24 jam. kelamin dan usia budaya, agama, ras,
Diharapkan terhadap harga diri. jenis kelamin, dan usia
Harga Diri, - Monitor verbalisasi terhadap harga diri.
Meningkat. yang merendahkan diri - Agar dapat memantau
Dengan sendiri. verbalisasi yang
Kriteria Hasil - Monitor tingkat harga merendahkan pasien.
Harga Diri diri setiap waktu, - Agar dapat memantau
(L.09069): sesuai kebutuhan. tingkat harga diri
1. Menilai diri Terapeultik : pasien sesuai
positif - Motivasi terlibat dalam kebutuhan.
meningkat. verbalisasi positif Terapeultik :
2. Perasaan untuk diri sendiri. - Agar pasien dapat
memiliki - Motivasi menerima terlibat dalam
kelebihan tantangan atau hal baru. verbalisasi positif
atau - Diskusikan pernyataan untuk diri sendiri.
kemampua tentang harga diri. - Agar pasien termotivasi
n positif - Diskusikan pengalaman menerima tantangan
meningkat. yang meningkatkan atau hal baru.
3. Penerimaan harga diri. - Agar dapat mengetahui
penilaian - Diskusikan persepsi pernyataan pasien
positif negatif diri. tentang harga diri.
terhadap - Diskusikan alasan - Agar dapat mengetahui
diri sendiri mengkritik diri atau kepercayaan pasien
meningkat. rasa bersalah. terhadap diri.
4. Minat - Fasilitasi lingkungan - Agar dapat mengetahui
mencoba dan aktifitas yang pengalaman yang dapat
hal baru meningkatkan harga meningkatkan harga
meningkat. diri. diri pasien.
5. Berjalan Edukasi : - Agar dapat menegtahui
menampak - Jelaskan kepada alasan mengkritik diri
kan wajah keluarga pentingnya atau rasa bersalah pada
meningkat. dukungan dalam pasien.
6. Perasaan perkembangan konsep - Agar pasien
malu positif diri pasien. mendapatkan
menurun - Anjurkan lingkungan dan
7. Perasaan mengidentifikasi aktifitas yang dapat
bersalah kekuatan yang dimiliki. meningkatkan harga
menurun. - Anjurkan diri.
8. Perasaan mempertahankan
tidak kontak mata saat Edukasi :
mampu berkomunikasi dengan - Agar keluarga
melakukan orang lain. mengetahui pentingnya
apapun - Anjurkan mengevaluasi dukungan dalam
menurun. perilaku. perkembangan konsep
9. Meremehka - Latih pernyataan atau positif diri pasien.
n kemampuan positif diri. - Agar pasien mampu
kemampua mengidentifikasi
- Latih cara berfikir dan
n mengatasi kekuatan yang dimiliki.
masalah berperilaku positif. - Agar pasien mampu
menurun. - Latih meningkatkan mempertahankan
kepercayaan pada kontak mata saat
kemampuan dalam berkomunikasi dengan
menangani situasi. orang lain.
- Agar dapat
mengevaluasi perilaku
pasien.
- Agar dapat melatih
pernyataan atau
kemampuan positif diri.
- Agar dapat berlatih
cara berfikir dan
berperilaku positif.
- Agar dapat
meningkatkan
kepercayaan pada
kemampuan dalam
menangani situasi.
3. Isolasi Tujuan : Promosi sosialisasi Promosi sosialisasi Kel.6
sosial Setelah (I.13498) (I.13498)
(D.0121) dilakukan Observasi : Observasi :
tindakan - Identifikasi - Agar dapat
keperawatan kemampuan melakukan emengetahui
selama 3x24 interaksi. kemampuan pasien
jam - Identifikasi hambatan dalam berinteraksi
Keterlibatan melakukan interaksi - Agar dapat mengetahui
Sosial, dengan orang lain. hambatan pasien dalam
meningkat. Terapeultik : melakukkan interasi
Dengan - Motivasi meningkatkan dengan orang lain
Kriteria Hasil keterlibatan dalam
Keterlibatan suatu hubungan. Trapeultik :
Sosial - Motivasi kesabaran - Agar pasien termotifasi
(L.13115): dalam mengembangkan dalam suatu hunungan
1. Minat suatu hubungan. - Agar pasien mampu
interaksi - Motivasi berinteraksi perlahan-lahan belajar
meningkat. diluar lingkungan. mengembangkan suatu
- Diskusikan hubungan yang telah ia
2. Verbali
perencanaan kegiatan ikuti
sasi isolasi
di masa depan. - Agar pasien termotivasi
menurun.
- Berikan umpan balik mengikuti interaksi di
3. Perilak
positif pada setiap luar lingkungan
u menarik
penigkatan - Agar dapat menyusun
diri menurun.
kemampuan. rencana kegiatan untuk
Edukasi : kedepan
- Anjurkan berinteraksi - Agar pasien semangat
dengan orang lain meningkatkan
secara bertahap. kemampuan positifnya
- Anjurkan berbagi Edukasi :
pengalaman dengan - Agar pasien termotivasi
orang lain. brinteraksi dengan
- Anjurkan orang lain
meningkatkan - Agar pasien termotivasi
kejujuran diri dan untuk membuka oikiran
menghormati hak dan hatinya
orang. - Agar pasien dapat juur
- Latih bermain peran dan menghargai hak
untuk menigkatkan orang lain tidak
keterampilan memaksakan
komunikasi. kehendaknya
- Latih mengekspresikan - Agar pasien mampu
berprilaku sesuai
marah dengan tepat. perannya di dalam
berkomunikasi
- Agar pasien dapat
mengalihkan atau
mengekspresikan
marahnya dengan tepat
4. Risiko Tujuan : Pencegahan Perilaku Pencegahan Perilaku Kel.6
Perilaku Setelah Kekerasan (I.14544) Kekerasan (I.14544)
Kekerasa dilakukan Observasi : Observasi :
n(D.0141) tindakan - Monitor adanya benda - Agar keselamatan
keperawatan yang berpotensi pasien tetap terpantau
selama 3x24 membahayakan - Agar keamanan pasien
jam Kontrol - Monitor keamanan tetap terpantau
Diri, barang yang dibawa - Agar Jika ada barang
meningkat. oleh pengunjung yang berpotensi
Dengan - Monitor selama membahayakan pasien
Kriteria Hasil penggunaan barang dapat di pantau atau di
Kontrol diri yang dapat cegah
(L.09076) : membahayakan Trapeultik :
- Melukai diri Trapeultik : - Untuk memonitor
sendiri atau - Pertahankan keadaan pasien agar
orang lain lingkungan bebas dari terjamin
menurun. bahaya secara rutin keselamatannya

- Tidak - Libatkan keluarga - Agar keluarga juga

berminat dalam perawatan dapat mengerti cara

atau Edukasi : merawat pasien

berinteraksi - Anjurkan pengunjung Edukasi :

dengan orang dan keluarga untuk - Agar keamanan pasien

lain atau mendukung dan pengunjung

lingkungan keselamatan pasien terjamin

menurun - Latih cara - Agar pasien mampu


mengungkapkan mengungkapkan
perasaan secara asertif perasaannya dengan
- Latih mengurangi baik
kemarahan secara - Agar pasien dapat
verbal dan non verbal. mengalihkan perasaan
marahnya.

Anda mungkin juga menyukai