SKIZOFRENIA
Disusun Oleh :
Tindakan percobaan bunuh diri ini dapat terjadi pada berbagai usia. Mulai dari
remaja, dewasa, bahkan lansia juga terdapat kemungkinan untuk melakukan percobaan
bunuh diri. Menurut Wilson (2012), beberapa penelitian telah mem-buktikan bahwa
keinginan seseorang untuk melukai diri sendiri memiliki hubungan dengan tingginya
kemungkinan untuk melakukan perilakunya. Keinginan ini sudah diperkirakan
mempengaruhiperilaku untuk melukai diri sehingga kemungkinan keinginan melukai diri
pun dapat mempengaruhi perilaku tersebut. Jadi kesimpulannya bahwa seseorang yang
memiliki keinginan untuk melukai diri sendiri sangat mungkin berhubungan dengan
bagaimana seseorang dapat mengontrol emosinya atau dapat memberikan sugesti untuk
diri sendiri bahwa melukai diri dapat mengubah keadaan emosionalnya. Menurut Gomez-
Duran, Martin-Fumado, Hurtado-Ruiz (2012) yang terbesar adalah kelompok gangguan
jiwa berat, dan bunuh diri merupakan salah satu penyebab utama kematian klien
skizofrenia dengan jumlah terbesar terjadi pada usia produktif dan laki-laki.
Berdasarkan uraian diatas maka kelompok kami tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan jiwa dengan judul “ Asuhan keperawatan resiko bunuh diri klien dengan
skizofrenia di Panti Pelayanan Disabilitas Mental Pangrukti Mulyo Rembang”
Definisi
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja yang tahu akan
akibatnya yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat (Maramis dalam
Yosep&Titin, 2014).Bunuh diri menurut Videbeck (2011) merupakan tindakan yang
secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupannnya. Perilaku bunuh
diri adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membunuh diri sendiri. Bunuh
diri dapat melibatkan ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk
mati. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga tingkatan yaitu berupa ide/isyarat bunuh diri,
ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh diri
A. Klasifikasi
Menurut yusuf (2015), klasifikasi bunuh diri di bedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
B. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua
faktor yaitu faktor predisposisi atau faktor resiko dan faktor prespitasi atau faktor
pencetus. (Rahayu Cindy, 2018)
1. Faktor Predisposisi
a. Diagnostik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersi
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri. Selain
itu terdapat pula beberapa motif terjadinya bunuh diri, Motif bunuh diri ada
banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab,
misalkan :
1) Dilanda keputusasaan dan depresi
2) Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3) Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4) Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5) Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor prespitasi menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media
untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan
perilaku bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat
menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman
pada diri sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.
C. Faktor Resiko
Terdapat beberapa kelompok risiko tinggi klien bunuh diri, antara lain seseorang
dengan gangguan kepribadian, gangguan makan, depresi dan cemas, pengalaman hidup
yang penuh stress, kemiskinan, sertariwayat keluarga dengan bunuh diri. Dari semua
kelompok risiko tersebut, menurut Gomez-Duran, Martin-Fumado, Hurtado-Ruiz (2012)
yang terbesar adalah kelompok gangguan jiwa berat, dan bunuh diri merupakan salah
satu penyebab utama kematian klien skizofrenia dengan jumlah terbesar terjadi pada usia
produktif dan laki-laki.
E. Rentang Respon
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme
adaptif pada diri seseorang.
Adaptif Maldaptif
1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
2. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku destruktif atau
menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri.
3. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive) terhadap situasi
yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawwanya hilang
F. Mekanisme Koping
Menurut Rahayu (2018) terdapat sumber dan mekanisme koping pada perilaku bunuh
diri yaitu :
1. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas
hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien
untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah mengenai
bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem
keyakinannya sendiri
2. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak
langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara koping
alternative. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu yang melakukan
percobaan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan dalam mekanisme
koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkanpertolongan agar dapat mengatasi masalah. Percobaan bunuh diri yang
terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien
resiko bunuh diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut
(videbeck, 2011), obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri
adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per
oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per oral),
trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral).
Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter
monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter ini
dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian,
mood, proses sensori, dan nafsu makan
2. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Keliat (2009, dalam Rahayu, 2018) Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri selanjutnya
perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat bagi klien. Tujuan
dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh diri adalah
H. Pohon Masalah
I. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1. Identitas pasien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku/bangsa, Status
perkawinan, Alamat, Tanggal masuk RS, No. RM, Diagnosa Medis
2. Identitas penanggung jawab
Nama, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Alamat, Hubungan dengan pasien.
3. Riwayat Kesehatan
a. Genogram
b. Konsep diri
1) Citra tubuh:
Bagaimana cara Berpenampilan klien? Rapi atau tidak? Bagaimana klien
memandang dirinya?
2) Identitas diri:
Klien dapat menyebutkan identitasnya (Nama, alamat dll)
3) Peran:
Klien dapat menyebutkan peran dirinya didalam keluarga maupun
lingkungan sekitarnya
4) Ideal diri:
Bagaimana jenis standar diri yang pasien inginkan?
5) Harga diri:
Pasien biasanya memiliki perasaan gagal, tidak berguna dan merasa
hidupnya tidak bahagia karena hidupnua monoton. Pasien biasanya terlihat
berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang
satu titik, bukan memandang lawan bicaranya
c. Hubungan Sosial
1) Orang yang berarti/terdekat:
Pasien biasanya saat dikaji mengatakan orang yang berarti adalah
keluarganya.
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Saat di kaji pada pasien dengan risiko bunuh diri biasanya mengatakan
terdapat hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
3) Pasien biasanya sulit dalam mengawali pembicaraan akan tetapi pasien
memahami isi pembicaraan
d. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Pasien saat di kaji biasanya mengatakan percaya dengan adanya Tuhan,
dan dia mengakui agama yang dianut
2) Kegiatan Ibadah
Pasien dengan risiko bunuh diri biasanya saat di kaji mengatakan
melakukan ibadah sesuai keyakinan agamanya yaitu sholat atau berdzikir
6. Status mental
a. Penampilan:
Biasanya pada pasien dengan risiko bunuh diri cara berpenampilan sesuai.
b. Pembicaraan:
Biasanya pada pasien dengan risiko bunuh diri bicara lambat, nyambung
ketika diajak bicara, akan tetapi klien sulit mengawali pembicaraan, pasien
kooperatif ketika dilakukan wawancara, namun kontak mata kurang, karena
klien lebih cenderung untuk memandang satu titik bukan memandang lawan
bicaranya
c. Aktivitas motoric:
Biasanya pada kondisi pasien terlihat tampak diam, dan murung. Kebiasaan
pasien saat di awal belum mampu mengendalikan emosinya yang labil
d. Alam perasaan atau emosi;
Biasanya perasaan pasien saat di kaji pasien memiliki perasaan gagal, tidak
berguna tidak bisa mengatasi masalah dan merasa hidupnya tidak bahagia
karena hidupnya monoton. Sehingga pasien biasanya melakukan percobaan
bunuh diri dengan menggunakan alat-alat yang ada disekitarnya
e. Interaksi selama wawancara:
Dalam interaksi wawancara biasanya pasien mampu menjawab pertanyaan
selama wawancara
f. Memori:
Saat dikaji biasanya pasien dengan risiko bunuh diri tidak mengalami
masalah memori, hanya perasaan tidak berguna atau gagal karena suato
maslah yang pasien alami
g. Persepsi sensorik:
Biasanya Tidak ada keluhan
h. Proses piker:
Saat dikaji biasanya normal dan nyambung mampu menjawab pertanyaan
ketika dilakukan wawancara sehingga pasien kooperatif.
i. Isi pikir klien yaitu:
Biasanya saat dikaji pasien mengatakan adanya keinginan untuk bunuh diri,
pikiran rendah diri, dan merasa tidak berguna
j. Orientasi:
Tidak ada keluhan
k. Orientasi waktu, tempat dan orang
Biasanya pasien dapat menyebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan pasien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat
wawancara
l. Tingkat Konsentrasi dan berhitung:
Biasanya saat dikaji pasien dapat berhitung dangan baik ketika diajarkan atau
tanpa arahan. Akan tetapi pasien kurang dalam berkonsentrasi
m. Kemampuan penilaian:
Biasanya Tidak ada keluhan
n. Daya tilik diri:
Biasanya saat dikaji pasien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti
ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwaseperti ini.
7. Pola kebutuhan
a. Nutrisi
Pola kebiasaan makan klien biasanya normal tidak ada keluhan.
b. Eliminasi
BAB:
Tidak ada keluhan
BAK:
Tidak ada keluhan
c. Perawatan diri
Saat di kaji biasanya pasien mampu melakukan kegiatan mandi, berpakaian
secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
d. Istirahat dan tidur
Saat dikaji jam tidur malam pasien tidak menentu terkadang 7-8 jam dan
klien jarang untuk tidur siang aktifitas sebelum dan sesudah tidur biasanya
ngelamun.
e. Aktivitas
Saat dikaji pasien melakukan aktivitas tidak menggunakan alat bantu ataupun
bantuan orang lain dilakukan secara mandiri, dapat melakukan pergerakan
bebas atau tidak mengalami gangguan pergerakan
8. Mekanisme koping
a. Adaptif:
Biaanya Mau berbicara dengan orang lain
b. Maladaptif:
Saat di kaji biasanya Menciderai diri, Memiliki perasaan tidak berguna,
Merasa hidupnya tidak bahagia
9. Penatalaksanaan
J. Diagnosa keperawatan
1. (D.0135) Resiko bunuh diri berhubungan dengan gangguan psikiatrik dibuktikan
dengan Gangguan Psikologis
2. (D.0086) Harga diri rendah kronis berhubungan dengan Gangguan Psikiatri
dibuktikan dengan klien menilai diri negative dan mengatakan bahwa dirinya tida
berguna, memiliki perasaan gagal dan merasa tidak bahagia karena hidupnya
monoton, serta terlihat kontak mata klien kurang karena cenderung memandang satu
titik.
3. (D.0121) Isolasi Sosial berhubungan dengan Perubahan Status Mental dibuktikan
dengan merasa ingin sendiri, menarik diri, tidak mberminat atau berinteraksi dengan
orang lain atau kelompok, afek datar, tidak ada kontak mata, dan tidak bergairah atau
lesu.
4. (D.0141) Risiko Perilaku Kekerasan dibuktikan dengan presepsi pada lingkungan
yang tidak adekuat
K. Intervensi Keperawatan
TUJUAN &
TTD
NO Diagnosa KRITERIA INTERVENSI RASIONALISASI