Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Kasus
Risiko Bunuh Diri dibuktikkan dengan Gangguan Psikologis (Gangguan Psikiatrik)
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Risiko Bunuh diri menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) Riiko Bunuh Diri
merupakan berisiko melakukkan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan.
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja yang tahu akan
akibatnya yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat (Maramis dalam
Yosep&Titin, 2014).
Bunuh diri menurut Videbeck (2011) merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupannnya. Perilaku bunuh diri adalah
tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membunuh diri sendiri. Bunuh diri dapat
melibatkan ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati. Perilaku
bunuh diri terdiri dari tiga tingkatan yaitu berupa ide/isyarat bunuh diri, ancaman bunuh
diri, dan percobaan bunuh diri
2. Klasifikasi Bunuh Diri
Menurut yusuf (2015), klasifikasi bunuh diri di bedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Isyarat bunuh diri
Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri.Dalam
kondisi ini klien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya
tetapi tidak disertai dengan ancaman bunuh diri.Klien umunya mengungkapkan
rasa bersalah, bersedih, marah, putus asa, klien juga mengungkapkan hal-hal
negative tentang dirinya yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri

1
Klien secara aktif telah memiliki rencana bunuh diri, tetapi tidak diserta dengan
rencana bunuh diri.Klien memerlukan pengawasan yang ketat karena dapat setiap
saat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melaksanakan rencana bunuh diri.
c. Percobaan bunuh diri
Adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai
cara.
3. Rentang Respon
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme
adaptif pada diri seseorang.

Adaptif Maldaptif

Peningkata Beresiko Destruktif Pencederaa Bunuh diri


n Diri destruktif tdk lngsung n diri

Skema, rentang respons protektif diri (Yusuf & Hanik, 2015):


a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
b. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri.
c. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
2
d. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawwanya
hilang
4. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua faktor
yaitu faktor predisposisi atau faktor resiko dan faktor prespitasi atau faktor pencetus.
(Rahayu, 2018)
a. Faktor Predisposisi
1) Diagnosis Psikiatrik
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien beresiko untuk bunuh diri yaitu:
gangguan alam perasaaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia
2) Sifat Kepribadin
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh
diri adalah, rasa bermusuhan, implusif, dan depresi
3) Faktor Genetik:
a) 1, 5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood atau
depresi atau yang pernah melakukkan upaya bunuh diri.
b) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot
4) Faktor Biologis
Biasanya karena penyakit kronis atau kondisi medis tertentu, misalnya:
a) Stroke
b) Gangguan kerusakan kognitif (Demensia)
c) Diabetes Militus (DM)
d) Penyakit arteri koronaria
e) Kangker
f) HIV-AIDS

3
g) Adanya gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotinin di
asosiasikan denga perilaku agresif dan kecemasan.
h) Merupakan perilaku bawaan lahir, dimana diketahui adanya riwayat
keluarga yang mengalami hal yang sama
5) Faktor Psikologis
Pada faktor ini berhubungan dengan kehilangan seseorang atau objek yang
diinginkan. Secara psikologis, individu yang beresiko melakukkan bunuh diri
mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Pasien tersebut
merasa marah terhadap objek kasih sayang dan berharap untuk menghukum
atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut. Oleh karena itu perilaku
destruktif diri terjadi
6) Faktor Sosialkultural
Penjelasn dari sosiolog Durkheim memandang perilaku bunuh diri sebagai
hasil dari hubungan individu denga masyarakat, yang menekan apakah individu
terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakat.
7) Faktor lingkungan
Lingkungan psikososial baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri
b. Faktor Presipitasi
a) Faktor Kognitif
Klien yang mengalami stres dapat menganggu proses kognitifnya, seperti
pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan
pikiran tidak wajar
b) Faktor Afektif
Respon ungkapan hati pasien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat adanya
stresor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
c) Faktor Fisiologi
Respons adaptif terhadap stres dapat diidentifikasikan menjadi 2, yaitu: Local
Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respon lokal tubuh terhadap
stresor (Misalnya: Saat kita menginjak paku, maka secara refleks kaki akan

4
diangkat) Genital Adaptation Syndrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh
terhadap stresor yang ada
d) Faktor Biologi
Faktor biologi ini meliputi penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak
e) Faktor Psikologis
Factor psikologis ini meliputi stressor terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan seperti adanya abuse dalam keluarga atau adanya kegagalan
dalam hidup.
f) Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya ini meliputi adanya aturan yang sering bertentangan
antara individu dan kelompok masyarakat, tuntutan masyarakat yang tidak
sesuai dengan kemampuan seseorang
1. Faktor Resiko
Terdapat beberapa kelompok risiko tinggi klien bunuh diri, antara lain seseorang
dengan gangguan kepribadian, gangguan makan, depresi dan cemas, pengalaman
hidup yang penuh stress, kemiskinan, serta riwayat keluarga dengan bunuh diri. Dari
semua kelompok risiko tersebut, menurut Gomez-Duran, Martin-Fumado, Hurtado-
Ruiz (2012) yang terbesar adalah kelompok gangguan jiwa berat, dan bunuh diri
merupakan salah satu penyebab utama kematian klien skizofrenia dengan jumlah
terbesar terjadi pada usia produktif dan laki-laki
C. Tanda dan Gejala
Menurut Rahayu, 2018 tanda dan gejala dari risiko bunuh diri adalah:
1. Mempunyai ide untuk Bunuh Diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Implusif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan Bunuh Diri.

5
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah,
dan mengasingkan diri).
8. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alkohol).
9. Kesehatan fisik (biasanya pada Klien dengan penyakit kronik atau terminal)
10. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karir)
11. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
12. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
13. Pekerjaan.
14. Konflik interpersonal.
15. Latar belakang keluarga.
D. Sumber Koping
Menurut (Rahayu, 2018) terdapat sumber dan mekanisme koping pada perilaku
bunuh diri yaitu:
1) Kemampuan Personal:
Kemampuan yang diharapkan pada pasien dengan risiko bunuh diri yaitu
kemampuan untuk mengatasi masalahnya
2) Dukungan Sosial:
Dukungan untuk individu yang didpat dari keluarga, teman, kelompok, atau
orang-orang disekitar pasien dan dukungan terbaik yang diperlukan oleh pasien
adalah dukungan keluarga
3) Asset Material:
Ketersediaan materi antara lain yaitu: askes pelayanan kesehatan, dana atau
finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan lainnya
4) Keyakinan Positif:
Merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang sehingga dapat
menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping adaptif
walaupun dalam kondisi penuh stresor. Keyakinan yang harus dikuatkan pada

6
pasien risiko bunuh diri adalah keyakinan bahwa pasien mampu mengatasi
masalahnya.
E. Mekanisme koping
(Rahayu, 2018) Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif diri tidak langsung adalah:
1) Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
2) Rasionalisme
3) Intelektualisasi
4) Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara
koping alternative. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu yang
melakukan percobaan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan dalam
mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Percobaan bunuh diri yang
terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar untuk
mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis
bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang
mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukkan pada pasien risiko bunuh diri salah
satunya ada terapi farmakologis menggunakan obat. Obat yang biasanya digunakan
antara lain:
a) SSRI (Serotonine Reuptake Inhibitor)
SSRI atau selective serotonin reuptake inhibitor adalah jenis kelompok obat
antidepresan yang utamanya diresepkan untuk mengatasi depresi. SSRI
merupakan jenis antidepresan yang cenderung tidak menimbulkan efek samping
yang parah
7
b) Fluoksetin 20 mg/hari per oral
Fluoxetine merupakan obat antidepresan selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) yang bekerja dengan cara meningkatkan zat alami serotonin di
dalam otak. Serotonin merupakan salah satu neurotransmitter yang bertugas
mengatur emosi, tidur, dan nafsu makan. Saat jumlah serotonin meningkat,
gangguan emosi dan gangguan mental juga bisa teratasi
c) Venlafaksin (75-225 mg/hari per oral)
Venlafaxine bekerja dengan cara membantu mengembalikan keseimbangan
serotonin dan norepinefrin di dalam otak. Hal ini akan membantu mengembalikan
mood atau suasana perasaan yang baik dan mengembalikan ketertarikan terhadap
aktivitas sehari-hari.
d) Bupropion (200-300 mg/hari per oral)
Sebagai antidepresan, bupropion bekerja dengan cara menyeimbangkan kimia
alami otak (neurotransmitter) sehingga dapat memperbaiki suasana hati penderita
depresi.
2. Penatalaksanan Keperawatan
a) Psikoterapi
Psikoterapi digunakan dalam hal menjalin kerja untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Pada terapi ini dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama.
b) Modalitas
Terapi modalitas atau perilaku merupakan rencana pengobatan skizofrenia yang
ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan
latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan
memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata

8
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,
serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian adalah pemikiran dasar dari
proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
klien agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan klien baik mental, sosial, dan lingkungan (Keliat, 2011) Menurut
Prabowo (2014) isi dari pengkajian tersebut adalah :
a. Identitas Pasien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku/bangsa, Status
perkawinan, Alamat, Tanggal masuk RS, No. RM, Diagnosa Medis.
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Alamat, Hubungan dengan pasien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang:
Pasien dengan risiko bunuh diri biasanya pasien memiliki perasaan tidak
berguna dan merasa hidupnya tidak bahagia, terlihat berbicara lambat, kontak
mata kurang karena klien cenderung memandang satu titik, bukan memandang
lawan bicaranya
2) Alasan masuk:
Faktor prespitasi:
Faktor prespitasi: Biasanya pada pasien dengan risiko bunuh diri adanya putus
obat dalam kurun waktu lama dan klien merasa tidak berguna dalam berperan
sebagai seorang mungkin akibat kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
putus asa, sehingga klien memiliki perasaan gagal dan klien merasa tidak bisa
mengatasi masalahnya akhirnya klien melakukan percobaan bunuh diri.
Faktor predisposisi:
Pasien dengan risiko bunuh diri biasanya menunjukkan gejala kurang lebih 1
tahun
9
3) Riwayat Alergi:
Pasien kadang mempunyai dan kadang tidak mempunyai riwayat alergi
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: Biasanya keadaan pasien tampak murung dan melamun,
cenderung memandang satu titik
2) Kesadaran: Biasanya Pada pasien dengan ririko bunuh diri kesadarannya
Compos Mentis. Dengan ketentuan GCS: E: 4, M: 5, V: 6
3) TTV Pengkajiannya meliputi:
a) Suhu : Biasanya normal
b) Nadi : Normal
c) Respirasi : Normal
d) TD : Terkadang normal hingga tinggi
4) TB: cm, BB: kg
5) LLA: cm, LK: cm, LD: cm
e. Pengkajian Psikososial:
1) Genogram
2) Konsep diri
a) Citra tubuh:
Bagaimana cara Berpenampilan klien? Rapi atau tidak? Bagaimana klien
memandang dirinya?
b) Identitas diri:
Klien dapat menyebutkan identitasnya (Nama, alamat dll)
c) Peran:
Klien dapat menyebutkan peran dirinya didalam keluarga maupun
lingkungan sekitarnya
d) Ideal diri:
Bagaimana jenis standar diri yang pasien inginkan?
e) Harga diri:
Pasien biasanya memiliki perasaan gagal, tidak berguna dan merasa
hidupnya tidak bahagia karena hidupnua monoton. Pasien biasanya terlihat
berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang
satu titik, bukan memandang lawan bicaranya
3) Hubungan Sosial
a) Orang yang berarti/terdekat:
10
Pasien biasanya saat dikaji mengatakan orang yang berarti adalah
keluarganya.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Saat di kaji pada pasien dengan risiko bunuh diri biasanya mengatakan
terdapat hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
c) Pasien biasanya sulit dalam mengawali pembicaraan akan tetapi pasien
memahami isi pembicaraan
4) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Pasien saat di kaji biasanya mengatakan percaya dengan adanya Tuhan,
dan dia mengakui agama yang dianut
b) Kegiatan Ibadah
Pasien dengan risiko bunuh diri biasanya saat di kaji mengatakan
melakukan ibadah sesuai keyakinan agamanya yaitu sholat atau berdzikir
f. Status Mental
1) Penampilan:
Biasanya pada pasien dengan risiko bunuh diri cara berpenampilan sesuai.
2) Pembicaraan:
Biasanya pada pasien dengan risiko bunuh diri bicara lambat, nyambung
ketika diajak bicara, akan tetapi klien sulit mengawali pembicaraan, pasien
kooperatif ketika dilakukan wawancara, namun kontak mata kurang, karena
klien lebih cenderung untuk memandang satu titik bukan memandang lawan
bicaranya
3) Aktivitas motoric:
Biasanya pada kondisi pasien terlihat tampak diam, dan murung. Kebiasaan
pasien saat di awal belum mampu mengendalikan emosinya yang labil
4) Alam perasaan atau emosi;
Biasanya perasaan pasien saat di kaji pasien memiliki perasaan gagal, tidak
berguna tidak bisa mengatasi masalah dan merasa hidupnya tidak bahagia
karena hidupnya monoton. Sehingga pasien biasanya melakukan percobaan
bunuh diri dengan menggunakan alat-alat yang ada disekitarnya

11
5) Interaksi selama wawancara:
Dalam interaksi wawancara biasanya pasien mampu menjawab pertanyaan
selama wawancara
6) Memori:
Saat dikaji biasanya pasien dengan risiko bunuh diri tidak mengalami
masalah memori, hanya perasaan tidak berguna atau gagal karena suato
maslah yang pasien alami
7) Persepsi sensorik:
Biasanya Tidak ada keluhan
8) Proses piker:
Saat dikaji biasanya normal dan nyambung mampu menjawab pertanyaan
ketika dilakukan wawancara sehingga pasien kooperatif.
9) Isi pikir klien yaitu:
Biasanya saat dikaji pasien mengatakan adanya keinginan untuk bunuh diri,
pikiran rendah diri, dan merasa tidak berguna
10) Orientasi:
Tidak ada keluhan
11) Orientasi waktu, tempat dan orang
Biasanya pasien dapat menyebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan pasien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat
wawancara
12) Tingkat Konsentrasi dan berhitung:
Biasanya saat dikaji pasien dapat berhitung dangan baik ketika diajarkan atau
tanpa arahan. Akan tetapi pasien kurang dalam berkonsentrasi
13) Kemampuan penilaian:
Biasanya Tidak ada keluhan
14) Daya tilik diri:
Biasanya saat dikaji pasien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti
ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwa seperti ini.
g. Pola Kebutuhan
1) Nutrisi

12
Pola kebiasaan makan klien biasanya normal tidak ada keluhan.
2) Eliminasi
BAB:
Tidak ada keluhan
BAK:
Tidak ada keluhan
3) Perawatan diri
Saat di kaji biasanya pasien mampu melakukan kegiatan mandi, berpakaian
secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
4) Istirahat dan tidur
Saat dikaji jam tidur malam pasien tidak menentu terkadang 7-8 jam dan
klien jarang untuk tidur siang aktifitas sebelum dan sesudah tidur biasanya
ngelamun.
5) Aktivitas
Saat dikaji pasien melakukan aktivitas tidak menggunakan alat bantu ataupun
bantuan orang lain dilakukan secara mandiri, dapat melakukan pergerakan
bebas atau tidak mengalami gangguan pergerakan
h. Mekanisme Koping
1) Adaptif:
Biaanya Mau berbicara dengan orang lain
2) Maladaptif:
Saat di kaji biasanya Menciderai diri, Memiliki perasaan tidak berguna,
Merasa hidupnya tidak bahagia
i. Penatalaksanaan:
1) Diagnosa medis : Skizofrenia Paranoid (F.20.0)
2) Terapi Medik :
a) SSRI (Serotonine Reuptake Inhibitor)
b) Fluoksetin 20 mg/hari per oral
c) Venlafaksin (75-225 mg/hari per oral)
d) Bupropion (200-300 mg/hari per oral)

13
2. Pohon Masalah

Sumber: Pohon Masalah Resiko Bunuh Diri (BUIATRIA, 2011)

3. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi

14
1 DS : Risiko bunuh diri Gangguan
1. Klien mengatakan pernah (D.0135) Psikologis
melakukan percobaan bunuh (Gangguan
diri menggunakan alat Psikiatrik)
disekitarnya
2. Klien juga mengatakan
bahwa dirinya merasa tidak
bahagia karena hidupnya
monoton.
DO :
1. Klien nampak gelisah
2. Klien nampak murung dan
kontak mata kurang karena
klien cenderung memandang
satu titik
3. Ada isyarat bunuh diri, ide
bunuh diri dan pernah mencoba
bunuh diri
2 DS : Harga Diri Gangguan
1. Klien mengatakan merasa Rendah Kronis Psikiatri
kurang konsentrasi (D.0086)
2. Klien menilai diri negative
dan mengatakan bahwa dirinya
tida berguna, memiliki
perasaan gagal dan merasa
tidak bahagia karena hidupnya
monoton
3. Merasa tidak mampu
melakukan apapun
4. Klien merasa tidak memiliki
kelebihan atau kemampuan
positif
15
5. Menilai negative tentang diri
sendiri dan enggan menilai
positif tentang dirinya
DO :
1. Pasif , bicara lambat
2. Berbicara pelan dan lirih
3. Postur tubuh menunduk
4. Kontak mata klien kurang
karena cenderung memandang
satu titik

3 DS : Isolasi Sosial Perubahn Status


1. Merasa ingin sendirian (D.0121) Mental
DO :
1. Menarik Diri
2. Tidak berminat atau
berinteraksi dengan orang lain
atau lingkungan
3. Afek datar
4. Tidak ada kontak mata
5. Tidak bergairah atau lesu

4. DS: Risiko Perilaku Presepsi pada


1. Mengancam Kekerasan lingkungan yang
2. Bicara Ketus
DO: (D.0146) tidak adekuat
1. Melukai diri ata orang lain
2. Tidak berminat atau
berinteraksi dengan orang lain
atau lingkungan

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang

16
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Berdasarkan buku SDKI 2017, diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
harga diri rendah kronis yang mungkin muncul yaitu:
a. (D.0135) Resiko bunuh diri berhubungan dengan gangguan psikiatrik dibuktikan
dengan Gangguan Psikologis
b. (D.0086) Harga diri rendah kronis berhubungan dengan Gangguan Psikiatri
dibuktikan dengan klien menilai diri negative dan mengatakan bahwa dirinya tida
berguna, memiliki perasaan gagal dan merasa tidak bahagia karena hidupnya
monoton, serta terlihat kontak mata klien kurang karena cenderung memandang
satu titik.
c. (D.0121) Isolasi Sosial berhubungan dengan Perubahan Status Mental dibuktikan
dengan merasa ingin sendiri, menarik diri, tidak mberminat atau berinteraksi
dengan orang lain atau kelompok, afek datar, tidak ada kontak mata, dan tidak
bergairah atau lesu.
d. (D.0141) Risiko Perilaku Kekerasan dibuktikan dengan presepsi pada lingkungan
yang tidak adekuat
5. Intervensi Keperawatan
Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018), intervensi keperawatan adalah segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.
Berdasarkan SIKI 2017, intervensi keperawatan pada pasien dengan harga diri
rendah kronis yang mungkin muncul yaitu:
TUJUAN &
N Diagnosa INTERVENSI RASIONALISASI TTD
O KRITERIA

1 (D.0135) Tujuan: Pencegahan Pencegahan Bunuh Kel.6


Resiko Setelah bunuh diri Diri (I.14537)
bunuh dilakukan (I.14537)
Observasi:
diri Tindakan
Observasi:
keperawatan 3 - Agar dapat
17
x 24 jam - Identifikasi mengidentifikasi
diharapkan gejala risiko gejala risiko bunuh
kontrol diri bunuh diri diri
meningkat, - Identifikasi - Agar dapat
dengan keinginan dan mengetahui
Kriteria pikiran Adanya perobaan
Hasil: rencana bunuh bunuh diri yang
Kontrol diri diri dilakukkan pasien
(L.09076) - Monitor - Agar dapat
1. Perilaku lingkungan memantau
melukai diri bebas bahaya lingkungan pasien
menurun secara rutin yang aman dan
2. Verbalisasi - Monitor pasien bebas dari
keinginan perubahan risiko bunuh diri
bunuh diri mood atau - Agar dapat
menurun perilaku memantau adanya
3. Verbalisasi Trapeultik perubahan mood
isyarat bunuh - Libatkan atau perilaku pada
diri menurun dalam pasien
4. Verbalisasi perencanaan Trapeulik:
ancaman perawatan - Agar pasien dapat
bunuh diri mandiri belajar
menurun - Libatkan menentukan
5. Verbalisasi keluarga keinginannya
renacana dalam - Agar keluarga
bunuh diri perencanaan dapat ikut serta
menurun perawatan dalam menangani
6. Perilaku - Lakukkan pasien dengan
merencanaka pendekatan risiko bunuh diri
n bunuh diri langsung dan - Agar pasien
menurun tidak merasa nyaman
18
7. Alam menghakimi dan tidak merasa
perasaan saat terintimidasi
depresi membahas - Agar keamanan
menurun bunuh diri pasien dapat
- Berikan terpantau dan
lingkungan terhindar dari
dengan percobaan bunuh
pengamanan diri
ketat dan - Agar disaat kondisi
mudah pasien mengalami
dipantau kekambuhan
- Tingkatkan pasien dapat
pengawasan terpantau
pada kondisi - Agar keamanan
tertentu pasien terjamin
- Lakukkan - Agar pasien tidak
intervensi merasa bosan
perlindungan terhadap
- Hindari pembicaraan dan
diskusi mengingat masal
berulang lalunya yang
tentang bunuh menyebabkan
diri pasien kambuh
sebelumnya, - Agar pasien dapat
diskusi secara mandiri
berorientasi mengatasi risiko
pada massa bunuh diri yang
sekarang dan mungkin akan
masa deoan berulang
- Diskuskan - Agar pasien dapat
rencana terpantau benar-
19
menghadapi benar meminum
ide bunuh diri obatnya
di massa Edukasi
depan - Agar pasien dapat
- Pastikan obat mencurahkan isi
di telan hatinya dan untuk
Edukasi: menghindari
- Anjurkan percoban bunuh
mendiskusikan diri
perasaan - Agar keluarga atau
kepada orang orang terdekat
lain mampu menangani
- Jelaskan saat pasien
tindakan mencoba untuk
pencegahan melakukan bunuh
bunuh diri diri
kepada - Agar pasien saat
keluarga atau berada di
orang terdekat rumahnya dapat
- Informasikn tetap terpantau
sumber daya Kolaborasi:
masyarakat - Agar pasien
dan program mendapatkan
masyarakat pengobatan sesuai
yang tersedia indikasinya
Kolaborasi: - Aga pasien
- Kolaborasi keselamatannya
pemberian dapat terjamin
obat sesuai - Agar pasien
indikasi mendapatkan
- Kolaborasi penanganan yang
20
tindakan tepat
keselamatan
kepada PPA
- Rujuk ke
pelayanan
kesehatan
mental, jika
perlu
2 D.0086 Tujuan : Promosi harga Promosi harga diri Kel.6
Harga diri Setelah diri (I.09308) (I.09308)
renda dilakukan Observasi : Observasi :
kronis Tindakan - Identifikasi - Agar dapat
keperawatan 3 budaya, mengidentifikasi
x 24 jam. agama, ras, budaya, agama,
Diharapkan jenis kelamin ras, jenis kelamin,
Harga Diri, dan usia dan usia terhadap
Meningkat. terhadap harga harga diri.
Dengan diri. - Agar dapat
Kriteria Hasil - Monitor memantau
Harga Diri verbalisasi verbalisasi yang
(L.09069): yang merendahkan
1. Menilai diri merendahkan pasien.
positif diri sendiri. - Agar dapat
meningkat. - Monitor memantau tingkat
2. Perasaan tingkat harga harga diri pasien
memiliki diri setiap sesuai kebutuhan.
kelebihan waktu, sesuai Terapeultik :
atau kebutuhan. - Agar pasien dapat
kemampua Terapeultik : terlibat dalam
n positif - Motivasi verbalisasi positif
meningkat. terlibat dalam untuk diri sendiri.

21
3. Penerimaan verbalisasi - Agar pasien
penilaian positif untuk termotivasi
positif diri sendiri. menerima
terhadap - Motivasi tantangan atau hal
diri sendiri menerima baru.
meningkat. tantangan atau - Agar dapat
4. Minat hal baru. mengetahui
mencoba - Diskusikan pernyataan pasien
hal baru pernyataan tentang harga diri.
meningkat. tentang harga - Agar dapat
5. Berjalan diri. mengetahui
menampak - Diskusikan kepercayaan pasien
kan wajah pengalaman terhadap diri.
meningkat. yang - Agar dapat
6. Perasaan meningkatkan mengetahui
malu harga diri. pengalaman yang
menurun - Diskusikan dapat
7. Perasaan persepsi meningkatkan
bersalah negatif diri. harga diri pasien.
menurun. - Diskusikan - Agar dapat
8. Perasaan alasan menegtahui alasan
tidak mengkritik diri mengkritik diri
mampu atau rasa atau rasa bersalah
melakukan bersalah. pada pasien.
apapun - Fasilitasi - Agar pasien
menurun. lingkungan mendapatkan
9. Meremehka dan aktifitas lingkungan dan
n yang aktifitas yang
kemampua meningkatkan dapat
n mengatasi harga diri. meningkatkan
masalah Edukasi : harga diri.
22
menurun. - Jelaskan
kepada Edukasi :
keluarga - Agar keluarga
pentingnya mengetahui
dukungan pentingnya
dalam dukungan dalam
perkembangan perkembangan
konsep positif konsep positif diri
diri pasien. pasien.
- Anjurkan - Agar pasien
mengidentifik mampu
asi kekuatan mengidentifikasi
yang dimiliki. kekuatan yang
- Anjurkan dimiliki.
mempertahank - Agar pasien
an kontak mampu
mata saat mempertahankan
berkomunikasi kontak mata saat
dengan orang berkomunikasi
lain. dengan orang lain.
- Anjurkan - Agar dapat
mengevaluasi mengevaluasi
perilaku. perilaku pasien.
- Latih - Agar dapat melatih
pernyataan pernyataan atau
atau kemampuan positif
kemampuan diri.
positif diri. - Agar dapat berlatih
- Latih cara cara berfikir dan
berfikir dan berperilaku positif.
berperilaku - Agar dapat
23
positif. meningkatkan
- Latih kepercayaan pada
meningkatkan kemampuan dalam
kepercayaan menangani situasi.
pada
kemampuan
dalam
menangani
situasi.
3. Isolasi Tujuan : Promosi Promosi sosialisasi Kel.6
sosial Setelah sosialisasi (I.13498)
(D.0121) dilakukan (I.13498) Observasi :
tindakan Observasi : - Agar dapat
keperawatan - Identifikasi emengetahui
selama 3x24 kemampuan kemampuan pasien
jam melakukan dalam berinteraksi
Keterlibatan interaksi. - Agar dapat
Sosial, - Identifikasi mengetahui
meningkat. hambatan hambatan pasien
Dengan melakukan dalam melakukkan
Kriteria Hasil interaksi interasi dengan
Keterlibatan dengan orang orang lain
Sosial lain. Trapeultik :
(L.13115): Terapeultik : - Agar pasien
1. Minat - Motivasi termotifasi dalam
interaksi meningkatkan suatu hunungan
meningkat. keterlibatan - Agar pasien

2. Verbali dalam suatu mampu perlahan-

sasi isolasi hubungan. lahan belajar

menurun. - Motivasi mengembangkan


kesabaran suatu hubungan

24
3. Perilak dalam yang telah ia ikuti
u menarik mengembangk - Agar pasien
diri menurun. an suatu termotivasi
hubungan. mengikuti interaksi
- Motivasi di luar lingkungan
berinteraksi - Agar dapat
diluar menyusun rencana
lingkungan. kegiatan untuk
- Diskusikan kedepan
perencanaan - Agar pasien
kegiatan di semangat
masa depan. meningkatkan
- Berikan kemampuan
umpan balik positifnya
positif pada Edukasi :
setiap - Agar pasien
penigkatan termotivasi
kemampuan. brinteraksi dengan
Edukasi : orang lain
- Anjurkan - Agar pasien
berinteraksi termotivasi untuk
dengan orang membuka oikiran
lain secara dan hatinya
bertahap. - Agar pasien dapat
- Anjurkan juur dan
berbagi menghargai hak
pengalaman orang lain tidak
dengan orang memaksakan
lain. kehendaknya
- Anjurkan - Agar pasien
meningkatkan mampu berprilaku
25
kejujuran diri sesuai perannya di
dan dalam
menghormati berkomunikasi
hak orang. - Agar pasien dapat
- Latih bermain mengalihkan atau
peran untuk mengekspresikan
menigkatkan marahnya dengan
keterampilan tepat
komunikasi.
- Latih
mengekspresik
an marah
dengan tepat.
4. Risiko Tujuan : Pencegahan Pencegahan Kel.6
Perilaku Setelah Perilaku Perilaku Kekerasan
Kekerasa dilakukan Kekerasan (I.14544)
n(D.0141) tindakan (I.14544) Observasi :
keperawatan Observasi : - Agar keselamatan
selama 3x24 - Monitor pasien tetap
jam Kontrol adanya benda terpantau
Diri, yang - Agar keamanan
meningkat. berpotensi pasien tetap
Dengan membahayaka terpantau
Kriteria Hasil n - Agar Jika ada
Kontrol diri - Monitor barang yang
(L.09076) : keamanan berpotensi
- Melukai diri barang yang membahayakan
sendiri atau dibawa oleh pasien dapat di
orang lain pengunjung pantau atau di
menurun. - Monitor cegah
selama Trapeultik :

26
- Tidak penggunaan - Untuk memonitor
berminat barang yang keadaan pasien
atau dapat agar terjamin
berinteraksi membahayaka keselamatannya
dengan orang n - Agar keluarga juga
lain atau Trapeultik : dapat mengerti
lingkungan - Pertahankan cara merawat
menurun lingkungan pasien
bebas dari Edukasi :
bahaya secara - Agar keamanan
rutin pasien dan
- Libatkan pengunjung
keluarga terjamin
dalam - Agar pasien
perawatan mampu
Edukasi : mengungkapkan
- Anjurkan perasaannya
pengunjung dengan baik
dan keluarga - Agar pasien dapat
untuk mengalihkan
mendukung perasaan
keselamatan marahnya.
pasien
- Latih cara
mengungkapk
an perasaan
secara asertif
- Latih
mengurangi
kemarahan
secara verbal
27
dan non
verbal.

6. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun. Perawat
mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi dalam rencana asuhan keperawtan.
Dimana tujuan implementasi keperawatan adalah meningkatkan kesehatan klien,
mencegah penyakit, pemulihan dan memfasilitasi koping klien (Hutahaean Serri, 2011).
Tindakan keperawatan merupakan perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI,2018)
Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada pasien risiko bunuh diri
adalah memonitor perialku yang mengindikasi bunuh diri, mendiskusikan perasaan dan
respons terhadap risiko bunuh diri dengan melakukan strategi pelaksanaan pencegahan
bunuh diri, mempertahankan lingkungan yang aman dan membina hubungan saling
percaya, menganjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan
umpan balik korektif terhadap perilaku bunuh diri, mengajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol perilaku bunuh diri, berkolaborasi pemberian obat fluoksetin, venlafaksin,
bupropion, jika perlu. Mencegah perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri
atau orang lain, dan menganjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, intervensi tindakan dan implementasi sudah berhasil dicapai. Perawat
mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan
dan merevisi data dasar dan perencanaan (Hutahaean Serri, 2011). Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien, macam-macam evaluasi.
a. Evaluasi formatif

28
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat setelah
dilakukan tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan perawatan.
b. Evaluasi sumatif SOAP
Kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan, ditulis
pada catatan perkembangan. Hasil yang diharapkan pada pasien risiko bunuh diri setelah
dilakukan tindakan keperawatan adalah:
1) Risiko bunuh diri (D.0135) dibuktikan dengan gangguan psikologis (gangguan
psikiatrik)
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan risiko bunuh diri
menggunakan luaran pencegahan bunuh diri (L.14537) dengan ekspektasi meningkat,
yang terdiri dari:
- Perilaku melukai diri menurun
- Verbalisasi keinginan bunuh diri menurun
- Verbalisasi isyarat bunuh diri menurun
- Verbalisasi ancaman bunuh diri menurun
- Verbalisasi rencana bunuh diri menurun
- Perilaku merencanakan bunuh diri menurun
- Alam perasaan depresi menurun
2) Harga diri rendah kronis (D.0086) berhubungan dengan gangguan psikiatri
dibuktikkan dengan menilai diri negatif, merasa malu atau bersalah, merasa tidak
mampu melakukan apapun, meremehkan kemampuan mengatasi masalah, merasa
tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif, melebih-lebihkan penilaian
negative tentang diri sendiri, menolak penilaian positif tentang diri sendiri, enggan
mencoba hal baru, berjalan menunduk, dan postur tubuh menunduk.
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan harga diri rendah
kronis menggunakan luaran harga diri (L.09069) dengan ekspektasi meningkat yang
terdiri dari:
- Menilai diri positif meningkat.
- Perasaan memiliki kelebihan atau kemampuan positif meningkat.
- Penerimaan penilaian positif terhadap diri sendiri meningkat.
- Minat mencoba hal baru meningkat.
29
- Berjalan menampakkan wajah meningkat.
- Postur tubuh menampakkan wajah meningkat.
- Perasaan malu menurun.
- Perasaan bersalah menurun.
3) Isolasi sosial (D.0121) berhubungan dengan perubahan status mental dibuktikkan
dengan merasa ingin sendirian, menarik diri, dan tidak berminat atau menolak
berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan isolasi sosial dengan
menggunakan luaran keterlibatan sosial (L.13115) dengan ekspektasi meningkat yang
terdiri dari:
4. Minat interaksi meningkat.
5. Verbalisasi isolasi menurun.
6. Perilaku menarik diri menurun.
4) Resiko perilaku kekerasan (D.0146) dibuktikkan dengan persepsi pada lingkungan
yang tidak kuat.
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan isolasi sosial dengan
menggunakan luaran Kontrol diri (L.09076) dengan ekspektasi meningkat yang terdiri
dari:
- Melukai diri sendiri atau orang lain menurun.
- Tidak berminat atau berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan menurun

30
STRATEGI PELAKSANAAN 1

A. Pertemuan
Pertemuan: 1
B. Kondisi Klien
Faktor prespitasi:
Faktor prespitasi: klien putus obat selama kurang lebih dua bulan dan klien merasa tidak
berguna dalam berperan sebagai seorang ayah akibat perceraian dengan istrinya sehingga
klien memiliki perasaan gagal dan klien merasa tidak bisa mengatasi masalahnya
akhirnya klien melakukan percobaan bunuh diri sebanyak 2 kali dengan menggunakan
tali.dan saat ini klien tinggal dirumah bersama ibu dan kakaknya
Faktor predisposisi:
Tn. A disebabkan karena mulai menunjukkan gangguan jiwa kurang lebih 1 tahun yang
lalu. Klien dirawat di RSJD Dr. Amino Gondohutomo untuk kedua kalinya. Terakhir
dirawat di RSJ pada tahun 2020. Dalam keluarga klien, tidak ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat gangguan jiwa. Klien merupakan anak ke-dua dari tiga bersaudara.
Klien sudah berkeluarga, dan klien berperan sebagai seorang ayah dari 2 anaknya, laki-
laki dan perempuan.
C. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
D. Tujuan
1. Tujuan umum
- Klien dapat terhindar dari resiko bunuh diri
2. Tujuan khusus
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya
- Klien dapat mengungkapkan perasaanya
E. Intervensi
1. Sapa Klien dengan ramah sambil berjabat tangan
31
2. Perkenalkan diri dengan pasien
3. Temani pasien sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
4. Jauhkan semua benda yanga berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
5. Jelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada
keinginan bunuh diri
6. Eksplor keluhan yang dirasa klienBeri dorongan untuk mengungkapkan harapannya
7. Masukkan dalam jadwal harian.
F. Komunikasi Trapeultik
Orientasi
1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Bapak, perkenalkan saya perawat Ratna Herawati biasa di panggil
Hera saya mahasiswa Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang yang
bertugas di ruang ini, saya yang berjaga pagi hari ini dari jam 7 pagi sampai 2 siang.
Nama Bapak siapa? Kalau boleh saya tahu Bapakk senang dipanggil siapa? Asalnya
dari mana?”
2. Evaluasi/validasi
"Bagaimana perasaan Bapak hari ini apakah ada muncul pikiran untuk bunuh diri trus
apa yang dilakukan saat pikiran itu muncul?”
3. Kontrak
a. Topik
"Bagaimana kalau kita bercakap - cakap tentang apa yang Bapak rasakan untuk
mengendalikan pikira bunuh diri agar tidak muncul lagi?”
b. Waktu
"Berapa lama kita akan berbincang- bincang pak? Bagaimana kalau 15 menit?'
c. Lempat
"Bagaimana kalau ditempat ini? Bagaimana Bapak? Apakah bersedia?"
Fase Kerja
"Bagaimana perasaan Bapak setelah ini terjadi?”
“Apakah dengan bencana ini Bapak paling merasa menderita di dunia ini?”
“Apakah Bapak pernah kehilangan kepercayaan diri?”
“Apakah Bapak merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?”
32
”Apakah Bapak merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri?”
“Apakah Bapak sering mengalami kesulitan berkonsentrasi?”
“Apakah Bapak berniat unutuk menyakiti diri sendiri?”
“Apakah Bapak ingin bunuh diri atau berharap Bsapak mati?”
“Apakah Bapak pernah mencoba bunuh diri?”
“Apa sebabnya, bagaimana caranya pak?”
“Apa yang Bapak rasakan?"
"Baiklah, tampaknya Bapak membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan
untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar Bapak ini untuk Coba
kita identifikasi benda benda berbahaya, menurut bapak kira-kira apa saja benda-benda
berbahya itu? “
“Memastikan tidak ada benda - benda yang membahayakan Bapak”
"Karena Bapak tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup
Bapak, saya tidak akan membiarkan Bapak sendiri"
"Apa yang Bapak lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?"
"Kalau keinginan itu muncul, maka mengatasinya Bspsk harus langsung minta bantuan
kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi
Bapak jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat, keluarga atau teman j1ka ada
dorongan untuk mengakhiri kehidupan. Coba bapak praktikan ketika pikiran bunuh diri
itu muncul”
“Sava percaya Bapak dapat mengatasi masalah.”
Fase Terminasi
1. Evaluasi
Subyektif
"Bagaimana perasaan Bapak sekarang setelah mengetahul cara mengatasi perasan
ingin bunuh diri?"
Obyektif
"Coba Bapak sebutkan lagi cara tersebut!"
2. Rencana Tindak Lanjut
"Sava akan menemani Bapak terus Sampal keinginan bunuh diri hilang."(Jangan
meninggalkan pasien).

33
3. Kontrak pertemuan selanjutnya :
Topik
Topik: "Bapak, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi membahas tentang
kemampuan yang bapak miliki?"
Waktu
Waktu: "Kira-kira waktuya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB pak,
bisa?"
Tempat
Tempat: "Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok dimana ya pak, apa
masih disini saja atau cari tempat lain?
Berpamitan
“Baik bapak, Karena sudah selesai sya mohon izin kembali keruangan. Apabila
Bapak membutuhkan bantuan saya atau perawat lain keluarga atau bapak bisa
menekan tombol yang ada ya pak, atau dapat langusng ke ruangan perawat. Terim
kasih bapak”
“Sampai jumpa”

34
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Hipertermia. In SDKI (1st ed., p. 286). Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Videbeck, S.L.(2011). Buku ajar keperawatan jiwa. (Renata Komalasari, dkk, penerjemah).
Jakarta : EGC.
Winurini, Sulis. (2019). Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia. Jurnal Bidang Kesejahteraan
Sosial, XI(20), 13-18
Yusuf, Rizky Fitryasari, dan Hanik Endang Nihayati, (2015). Buku Ajar Keperawatan kesehatan
Jiwa, Salemba Medika: Jakarta
Rahayu. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
BUIATRIA, L. (2011). No Titlep. Phys. Rev. E, 6–41.
http://www.ainfo.inia.uy/digital/bitstream/item/7130/1/LUZARDO-BUIATRIA-2017.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai