Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
Servia Zelika
Ananda

1420123183

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXXI


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2024
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus ( Masalah Utama)


Risiko bunuh diri
A. Definisi
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena
stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam
mengatasi masalah (Damaiyanti & Iskandar, 2014).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti
diri sendiri untuk melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber
lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang
jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Damaiyanti & Iskandar, 2014).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Risiko bunuh diri adalah rentan terhadap menyakiti diri sendiri dan cedera
yang mengancam jiwa. (Keliat & dkk, 2015).
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi
dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping
yang digunakan dalam mengatasi masalah (Rusdi, 2013).

B. Tanda dan Gejala


Menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2014) tanda dan gejala dari resiko bunuh diri
adalah:
1. Subyektif:
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
d. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
e. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
f. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
2. Obyektif:
a. Sedih
b. Marah
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Implusif
f. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
g. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
h. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
i. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat,panik, marah dan
mengasingkan diri).
j. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalagunakan alkohol).
k. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronik atau terminal).
l. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
m. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
n. Status perawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
o. Pekerjaan
p. Konflik interpersonal
q. Latar belakang keluarga
r. Orientasi seksual
s. Sumber-sumber personal

C. Tingkatan Masalah
Perilaku bunuh diri berkembang pada fase diantaranya menurut (Keliat & dkk, 2015):
1. Suicidal ideation
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda
yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini
tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian,
perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan untuk mati.
2. Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicidal threa
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini
pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau
menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu
memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati.
Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan
individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan
“Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak
mampu di selesaikan.
5. Suicidal attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan.
Walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan
kehidupannya.
6. Suicide
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri. Hal ini telah didahului oleh
beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil
melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh
diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak
punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
D. Klasifikasi
Menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2014), bunuh diri di bagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Bunuh diri egoistic ( factor dalam diri seseorang )
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini di sebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadi individu itu seolah-
olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah atau blebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri di bandingkan mereka yang menikah.
Contohnya orang yang putus cinta atau putus harapan kerap membuat seseorang
mengakhiri hidupya.
2. Bunuh diri allturuistik ( terkait kehormatan seseorang )
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupan ia cenderung untuk bunuh
diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok. Ia merasa kelompok
tersebut sangat mengharapkannya contohnya konsep kehormatan dapat
mendorong seseoang untuk melakukan ritual bunuh diri jika mereka percaya
bahwa mereka telah membawa aib pada kelompok sosial utama mereka.
3. Bunuh diri anomik ( factor lingkungan dan tekanan )
Hal ini terjadi bila terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integratis antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meningggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasaan padanya karena
tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya
contohnya angka bunuh diri cenderung meningkat karna individu gagal
menghadapi perubahan yang cukup drastis yang menimpa dirinya.

E. Rentang Respon
Menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2014) Rentan respon prilaku resiko bunuh diri
yaitu:
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh
diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar
dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang.
1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
2. Pertumbuhan peningkatan berisiko
Seseorang memiliki kecendrungan atau berisiko mengalami perilaku destruktif
atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patahsemangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal suda melakukan
pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif)terhadap situasi
yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena
pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seseorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

F. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi menurut Stuart (2013) menjelaskan bahwa yang menunjang
resiko bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik lebih dari 90% orang dewasa yang mengkahiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit gangguan jiwa antara lain
yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan,
impulsive, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial seseorang dengan pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan social, kejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan
dan perceraian.
4. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri meruapakan faktor resiko
penting untuk melakukan destruktif.

G. Faktor presipitasi
Menurut Stuart (2013) menjelaskan pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum,
kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Faktor pencetus yang
menyebabkan seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
dalam melakukan hubungan yang berarti
2. Kegagalan dalam beradaptasi yang dapat menyebabkan stress
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri, atau untuk cara mengakhiri keputusan

H. Mekanisme Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar meminta untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor sosial maupun budaya.
Struktur sosial dari kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong
klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi sosial dapat menyebabkan kesepian dan
meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang
aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurungkan
angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri. Termasuk denial, rasionalization,
regrassion, dan magical thingking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif. (Damaiyanti & Iskandar, 2014).
II. Masalah Keperawatan Dan Data Fokus
Risiko perilaku kekerasan effect
(pada diri sendiri,orang lain, lingkungan dan verbal)

Risiko bunuh diri Core problem

Harga diri rendah Causa

Data Fokus
Format/Data focus pengkajian pada klien dengan resiko Bunuh (Yusuf, Firyasari, &
Nihayati, 2015):
A. Keluhan utama: keluhan yang muncul pada saat pengkajian yang mengarah pada
tanda-tanda resiko bunuh diri.
B. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
1. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
2. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
3. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skinzofrenia
4. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik
5. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadiann borderline, paranoid
antisosial
6. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
C. Konsep diri
Klien umumnya mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang menunjukkan
harga diri rendah
D. Alam perasaan
1. Sedih
2. Putus asa
Klien umumnya merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam.
E. Interaksi selama wawancara
1. Tidak koperatif
2. Defensive
3. Kontak mata kurang
4. Curiga
Klien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul.
F. Afek
1. Datar
2. Tumpul
G. Mekanisme koping maladaftif
1. Mencederai diri
2. Menghindar
Klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan mencederai
diri)
H. Masalah psikososial dan lingkungan
1. Masalah dengan dukungan keluarga
2. Masalah dengan perumahan

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Resiko Bunuh Diri

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)
keperawatan (SLKI)
(SDKI)
Resiko Tupen: Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Bunuh Diri (I. 14538)
Bunuh Diri keperawatan 1 x 24 Jam Observasi
(D.0135) diharapakan Kontrol diri resiko 1. Identifikasi gejala bunuh diri
bunuh diri dapat meningkat. 2. Identifikasi keinginan dan pikiran
rencana bunuh diri
Tupan: Setelah dilakukan asuhan 3. Monitor lingkungan bebas bahaya
keperawatan 3 x 24 Jam secara rutin
diharapakan Kontrol diri resiko 4. Monitor adanya perubahan mood
bunuh diri dapat meningkat. atau perilaku
Dengan kriteria hasil: Terapeutik
Kontrol Diri (L.09076) 1. Libatkan dalam perencanaan
1. Verbalisasi ancaman kepada perawatan diri
orang lain dari skala 1 2. Libatkan perencanaan perawatan
(meningkat) menjadi skala 5 mandiri
(menurun) 3. Lakukan pendekatan langung dan
2. Perilaku menyerang dari skala tidak langsung
1 (meningkat) menjadi skala 5 4. Tingkatkan pengawasan pada
(menurun) kondisi tertentu
3. Perilaku melukai diri 5. Lakukan intervensi perlindungan
sendiri/orang lain dari skala 1 6. Hindari diskusi berulang tentang
(meningkat) menjadi skala 5 bunuh diri
(menurun)
4. Perilaku merusak lingkungan Edukasi
dari skala 1 (meningkat) 1. Anjurkan mendiskusikan perasaan
menjadi skala 5 (menurun) yang dialami kepada orang lain
5. Perilaku agresif/mengamuk dari 2. Anjurkan menggunakan sumber
skala 1 (meningkat) menjadi pendukung
skala 5 (menurun) (SLKI, 3. Latih pencegahan resiko bunuh
2019). diri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas
2. Kolaborasi tindakan keselamatan
kepada PPA
3. Rujuk ke pelayanan kesehatan
mental (SIKI, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, dkk. (2012). Buku Pintar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Cakrawala
Ilmu.
Dermawan, R. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Keliat, dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Iyus, Y. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama.
Maramis, R. (2010). Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta: FK Unika
Atmajaya .
Potter, P. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7. Vol. 3.
Jakarta : EGC.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Stuart, G.W., & Sundenen, S.J. (2013). Buku saku keperawatan jiwa.6 thediton. St. Louis:
Mosby Yeart Book.

Anda mungkin juga menyukai