Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN RESIKO BUNUH DIRI

Oleh :
DEWA AYU SRI PURNIATI
18.321.2865
A12-B

PROGRAM STUDI PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2020
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA TEORI
RESIKO BUNUH DIRI

A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Resiko Bunuh Diri
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan
karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam
melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa
alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga
tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/
bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
Percobaan bunuh diri didefenisikan sebagai tindakan mencelakai diri sendiri
yang cukup serius sehingga membutuhkan pemeriksaan medis dan dilakukan dengan
tujuan untuk mengakhiri hidup (Krakowski, 2014). Bunuh diri bukan suatu diagnosis
atau penyakit, melainkan suatu perilaku atau satu bentuk atau cara menuju kematian
(Sadock, 2013). Bunuh diri biasanya merupakan “jeritan minta tolong” (cry for help)
untuk melepaskan diri dari situasi yang tidak menyenangkan. Tindakan ini dilakukan
oleh diri sendiri dan disengaja (Surilena, 2014).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh
diri dapat diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai
diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2012)

2. Etiologi Bunuh Diri


Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
a. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
c. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
d. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukumanpada diri
sendiri.
e. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai berikut :
a. Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya.
Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang
berkontribusi terjadinya resiko buuh diri
b. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang
tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk
kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan
dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
c. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil
dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.

3. Faktor Terjadinya Resiko bunuh Diri


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada
dua faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor
pencetus).
a. Factor predisposisi
Tidak ada teori tunggal yang mengungkapkan tentang bunuh diri dan
member petunjuk mengenai cara melakukan intervensi yang teraupetik. Teori
perilaku meyakini bahwa pencedaraan diri merupakan hal yang dipelajari dan
diterima pada saat anak-anak dan masa remaja. Teori psikologi memfokuskan
pada masalah tahap awal perkembangan ego, trauma interpersonal dan kecemasan
berkepanjangan yang mungkin daoat memicu seseorang untuk mencedarai diri.
Teori interpersonal mengungkapkan bahwa mencedarai diri sebagai kegagalan
dari interaksi dalam hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta tidak
mendapatkan ketidak puasan.
Lima factor presisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a) Diagnose psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b) Psikologis
Tiga bentuk penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang
pertama didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder
turned around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan
kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu
yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang
yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan
berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang
tersebut. Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih
sayang, perasaan marah dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada
diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri terjadi
c) Sifat kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya risiko bunuh
diri adalah antipati, impulsive, dan depresi.
d) Lingkungan psikososial
Factor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial , kejadian-kejadian negative dalam
hidup, penyakit kronis perpisahan atau bahkan perceraian. Kekuatan
dukungan sosial sangat penting dalam menciptakan intervensi yang teraupetik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respon seseorang
dalam mengahdapi masalah tersebut dan lain-lain.
e) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
f) Factor biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien denga risiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di salam otak seperti serotinnin,
adrenalin dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihar melalui
rekaman gelombang otak electro ancephalo graph (EEG)
b. Factor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Factor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaab bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri
sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan

4. Jenis-Jenis Bunuh Diri


1) Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-
olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok
tersebut sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan
yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau
kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan
atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
2) Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
- Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
- Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
- Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam
diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

5. Manifestasi klinis dan Akibat Resiko Bunuh Diri


a. Tanda dan gejala :
- Sedih, Marah, Putus asa dan Tidak berdaya
- Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal
- Mempunyai ide untuk bunuh diri
- Mengungkapkan keinginan untuk mati
- Impulsif
- Menunjukan perilaku yang mencurigakan
- Mendekati orang lain dengan ancaman
- Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
- Latar belakang keluarga.
b. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :

- Keputusasaan
- Menyalahkan diri sendiri
- Perasaan gagal dan tidak berharga
- Perasaan tertekan
- Insomnia yang menetap
- Penurunan berat badan
- Berbicara lamban, keletihan
- Menarik diri dari lingkungan social
- Pikiran dan rencana bunuh diri
- Percobaan atau ancaman verbal

6. Rentang respon
Rentang Respons Protektif Diri

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Peningkatan diri berisiko destruktif destruktif diri pencederaan bunuh diri


Tidak langsung diri
a. Peningkatan diri Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhksn pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadapt pimpinan di tempat kerjanya.
b. Berisiko destruktif Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri seperti seorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya mempertahnakan diri.
Misalnya karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal makan
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.
d. Pencedaraan diri Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencedaraan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

7. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping


a. Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan
resiko bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
b. Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga,
teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang
diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
c. Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan,
dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan
lain-lain.
d. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang
sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping
adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus dikuatkan
pada klien resiko bunuh diri adalah keyakinan bahwa klien mampu mengatas
masalahnya

8. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan denga perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression
dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang seharusnya tidak ditentang
tanpa memeberikan koping alternative. Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan
mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi
merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang

9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri
salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck, 2008), obat-
obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri adalah SSRI
(selective serotonine reuptake inhibitor ) (fluoksetin 20 mg/hari per oral),
venlafaksin (75-225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per oral),
trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral).
Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter
monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter
ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan,
kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu makan,
pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang
mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan atau
melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri membutuhkan
obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri mereka atau orang lain,
dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi
terapeutik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat bagi
klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh diri adalah
(Keliat, 2009)
a) Klien tetap aman dan selamat
b) Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
c) Klien mampu mengungkapkan perasaannya
d) Klien mampu meningkatkan harga dirinya
e) Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik

B. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN.


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien:
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
c. Faktor Predisposis
Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :
- Diagnosa Medis Gangguan Jiwa: Diagnosa medis gangguan jiwa yang beresiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia.
Lebih dari 90% orang dewasa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mengalami
gangguan jiwa.
- Sifat Kepribadian: Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri yaitu suka
bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial dan depresif.
- Lingkungan Psikososial: Individu yang mengalami kehilangan dengan proses
berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan dan bercerai, kehilangan barang dan
kehilangan dukungan sosial merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu
untuk melakukan tindakan bunuh diri.
- Riwayat Keluarga: Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik yang
terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk melakukan bunuh diri.
Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate dan dopamine dapt menimbulkan
perilaku destruktif-diri.
d. Faktor Predispitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja Masalah
Keperawatan:
- Resiko bunuh diri
- Risiko perilaku kekerasan
- Harga diri rendah
e. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
f. Konsep Diri
- Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
- Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau belom, kalau
sudah menikah apakah sudah memiliki anakn
- Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala keluarga, ibu/ ibu
rumah tangga atau sebagai anak dari berapa bersaudara
- Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien akan
melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya, apakah lebih bersemangat atau
membuat lembaran baru.
- Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan
jarang berinteraksi dengan orang lain.
g. Hubungan Sosial
Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya siapa ,ataukah teman
sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang yang kurang perduli dengan
lingkungannya atau sangat peduli dengan lingkugannya, apakah klien sering diam,
menyendiri, murung dan tak bergairah ,apakah klien merupakan orang yg jarang
berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain, ataukah sangat
sensitive.
h. Spiritual
- Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya Tuhan atau dia
sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
- Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang beribadah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
i. Status Mental
- Penampilan: pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di
suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan
fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan.
- Pembicaraan: Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang
diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata
dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
- Aktivitas Motorik: Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas
melakukan aktivitas
- Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang
memandang lawan bicara saat berkomunikasi.
- Memori Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
j. Kebutuhan Persiapan Pulang
- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum
k. Stressor Pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami individu. Faktor
pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang memalukan seperti masalah
hubungan interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan,
ancaman penahanan dan dapat juga pengaruh media yang menampilkan peristiwa
bunuh diri.
l. Penilaian Stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena itu,
perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.
m. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam mengatasi masalah
individu dalam memecahkan masalah seringkali membutuhkan bantuan orang lain.
n. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak langsung
adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi. Seseorang yang melakukan
tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah gagal menggunakan mekanisme pertahanan
diri sehingga bunuh diri sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.
o. Intensitas Bunuh diri
Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1997, dikutip oleh
shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal
Intertion Rating Scale). , intensitas bunuh diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel
(Suicidal Intertion Rating Scale).

Skor Intensitas
0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang
Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
1
mengancam bunuh dirI
2
Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
3 Mengancam bunuh diri, misalnya :’ Tinggalkan saya sendiri atau
saya bunuh diri”.
4
Aktif mencoba bunuh diri

2. Pohon Masalah
Effect Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Risiko Bunuh Diri


Care Problem
Causa Harga Diri Rendah

3. Analisis Data
1. Resiko bunuh diri
DS : Menyatakan ingin bunuh diri/ mati saja, Tak ada gunanya hidup. Merasa tidak
berdaya, mengatakan semua akan berjalan tampa dirinya. Mengatakan ingin pergi jauh
DO : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri, ada
tanda/jejas bekas percobaan bunuh diri pada anggota tubuh.

2. Resiko mencederai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan

DS : Mengatakan ingin membakar rumah, mencederai orang lain atau dirinya sendiri,
memberi kata – kata ancaman

DO : Tampak menyerang orang lain/ menyentuh orang lain dengan cara menakutkan,
memecahkan perabot dan lain sebagainya, memperlihatkan permusuhan
3. Harga diri
DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan dan rak
berguna, malu. Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang dirinya, menolak penilaian positif tentang
dirinya.
DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah tidak dapat mengontrol ipmuls, kontak mata
kurang, lesu tidak bergairah, tidak mampu mengambil keputusan, pasif dan menolak
berinteraksi dengan orang lain

4. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh Diri
2. Resiko mencederai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah
5. Intervensi
Tgl No.Dx Dx. Perencanaan
Keperawat Tujuan Kriteria hasil Intervensi
an
Risiko TUM : 1. Setelah ....x... menit selam...jam klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan :
Bun Klien dapat mengendalikan menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat : a. kenalkan diri pada klien
uh Diri dorongan untuk bunuh diri. a. Menjawab salam b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan
b. Mau menerima perawat tidak menyangkal
TUK 1 : c. Ada kontak mata c. Bicara tegas,jelas dan jujur
Klien dapat membina hubungan saling d. Mau berjabat tangan d. Bersifat hargai dan bersahabat
percaya e. Temani klien saat keinginan mencederai diri
meningkat
f. Jauhkan klien ari bena-bena (eperti : pisau,
silet, gunting, tali kaca,sll).
TUK 2 : 2. Setelah .....x..menit selama.....am klien dapat 2.1 Dengar kan keluhan yang dirasakan klien
Klien mampu mengekpresikan mengekpresikann perasaannya : 2.2 Bersikap empati untuk meninkatkan unkapan
perasaannya. a. Menceritakan peneritaan secara terbuka dan keraguan, ketakutan dan keprihatinan.
konstruktif dengan oran lain. 2.3 Beri dorongan kepada klien untuk mengungkapkan
mengapa dan bagaimana harapan karena harapan
adalah hal yang
terpenting dalam kehidupan.
TUK 3 : 3. Setelah .....x....menit selama...jam klien dapat 3.1 Bantu klien untuk memahami bahwa ia dapat
Klien dapat diri meningkatkan harga diri mengenang dan meninjau kembali kehiupan secara mengatasi aspek-aspek keputusan dan
positif : memisahkan dari aspek harapan.
a. Mempertimbangkan nilai-nilai dan arti 3.2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal
kehidupan. individu (outonomi, mandiri, rasional pemikiran
b. Mengekpresikan perasaan-perasaan yang kognitif , fleksibelitas dan spiritualitas.
optimis tentang yang ada. 3.3 Bantu klien mengidentifikasi sumber-sumber
harapan (misal : hubungan antar sesama,
keyakinan hak-hak untuk diselesaikan).
3.4 Bantu klien mengembangkan tujuan-tujuan
realitas jangka panjang dan angka pendek (beralih
dari yang sederhana ke yang lebih
komplek dapat menggunakan suatu poster tujuan
untuk menandakan jenis dan waktu untuk
pencapaian tujuan-tujuan spesifik).
TUK 4 : 4. ....x...menit selama ...jam Klien d 4.1. Ajarkan klien untuk mengantisipasi pengalaman
Klien menggunakan dukungan Setela nn a
sosial. h p
a
t
Klien menggunakan dukungan mengekpresikan perasaan tentang hubungan yang yang dia senang melakukan setiap hari ( misal :
sosial. positif dengan orang terdekat : beralan, membaca buku favorit dan menulis
a. Mengekpresikan percaya diri dengan hasil yang surat).
diinginkan. 4.2. Bantu klien untuk mengenali hal-hal yang
b. Menekpresikan percaya ddiri dengan diri dan dicintai yang ia sayang dan penting terhadap
orang lain. kehidupan orang lain disamping tentan
c. Menatap tujuan-tujuan yang realitis. kegagalan dalam kesehatan.
4.3. Beri dorongan pada klien untuk berbaai
keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
masalah dan penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi
tersebut dengan koping yang efektif.
TUK 5 : 5. Setelah ...x... menit selama...jam , sumber 5.1. Kaji dan kerahkan sumber-sumber ekternal
Klien menggunakan dukungan tersedia (keluarga, lingkungan dan masyarakat) individu (orang terdekat, timpelayanan
sosial. : kesehatan, kelompok pendukung, agama
a. Keyakinan makin meningkat dianutnya).
5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan(nilai,
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan,
kepercayaan agama). Lakukan rujukan selesai
indikasi
6. Impkementasi
Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Mengidentifikasi benda –benda 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
yang dapat membahayakan dalam merawat pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian tanda dan gejala risiko
2. Mengamankan benda yang bunuh diri dan jenis perilaku bunuh diri yang
dapat membahayakan pasien dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Melakukan kontrak treatment. 3. Menjelaskan cara merawat pasien bunuh diri
4. Mengajarkan cara
mengendalikan dorongan
bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
SP II SP II
1. Evaluasi SP 1 1. Evaluasi SP 1
2. Mengidentifikasi aspek 2. Melatih keluarga mempraktikkan cara
positif pasien merawat pasien pasien dengan resiko bunuh diri
3. Medorong pasien berfikir positif 3. Melatih keluarga melakukan cara merawat
4. Mendorong pasien menghargai langsung kepada pasien resiko bunuh diri.
diri sendiri.
SP III SP III
1. Evaluasi SP 1, dan 2 1. Evaluasi SP 1 dan 2
2. Mengidentifikasi pola koping 2. membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
yang dapat diterapkan dirumah termasuk minum obat (perencanaan
3. Menilai pola koping yang pulang)
da pat dilakukan 3. menjelaskan kepada keluarga setelah pulang
4. mengidentifikasi dan
mendorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
5. menganjurkan pasien
menggunakan pola koping yang
kontruktif
SP IV SP IV
1. Evaluasi SP 1, 2 dan 3 1. Evaluasi SP 1, 2, 3
2. Membuat rencana masa 2. Latih langsung ke pasien
depan yang realistis 3. RTL keluarga: follow up dan rujukan
3. Mengidentifikasi cara
mencapai masa depan yang
realistis
4. Memberi dorongan
melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis

7. Evaluasi
Menurut Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015 adapan evalusia keperawatan antara
lain :
1) Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang tetap aman dan
selamat.
2) Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh
diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga berperan
serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
3) Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan
ditandai dengan hal berikut. - Pasien mampu mengungkapkan perasaanya. - Pasien
mampu meningkatkan harga dirinya. - Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian
masalah yang baik.
4) Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan
risiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut. - Keluarga mampu
menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri. - Keluarga mampu memperagakan
kembali cara-cara melindungi anggota keluarga yang berisiko bunuh diri.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna. (2012). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Yosep, I. (2015).

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tidakan Keperawatan (LP dan SP) revisi 2012. Jakarta: Salemba
Medika.

Herman, Ade. (2016).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Medical Book Keliat,

Keliat, B. A., & Akemat. (2010). Model praktek keperawatan Jiwa Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama. Stuart, GW. (2010). Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Maramis. (2014). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press : Surabaya.

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA RESIKO BUNUH DIRI
PADA PASIEN NY.K DI RUANG DELIMA
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI
TANGGAL 4-10 JANUARI 2021

Soal kasus :
Seorang Perempuan berusia 37 tahun diantar oleh keluarganya dan dibantu beberapa
tokoh masyarakat ke UGD RSJ. Kondisi pasien tersebut diikat, mata cekung, bau badan
menyengat dan kotor, ada luka lecet dipergelangan tangan, dan benjolan di kepala. Saat ini klien
bicara kacau dan mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja. Menurut keluarganya
klien sempat membenturkan kepalanya ke dinding sebelum dibawa ke UGD RSJ

PENGKAJIAN JIWA :
1. Identitas Klien

Nama : Ny. K Tanggal Dirawat : 04/01/2021


Umur : 37 tahun Tanggal Pengkajian : 05/01/2021
Alamat : Buleleng Ruang Rawat : Ruang Delima
Pendidikan : SMP
Agama : Hindu
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
JenisKel. :Perempuan
No RM : 4545.123.10

2. Alasan Masuk

a. Data Primer
Saat ini pasien berkata kacau dan mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati
saja menurut keluarganya klien sempat membenturkan kepalanya ke dinding sebelum
di bawa ke UGD RSJ.
b. Data Sekunder
Menurut hasil pengkajian yang dilakukan pada keluarga pasien, pasien sempat
membenturkan kepalanya ke dinding sebelum dibawa ke UGD RSJ. Kondisi pasien
tersebut diikat, mata cekung, bau badan menyengat dan kotor, ada luka lecet
dipergelangan tangan, dan benjolan di kepala. Saat ini klien bicara kacau dan
mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja. Pasien mengatakan gagal
menjadi seorang ibu, pasien ingin bunuh diri untuk bisa menyusul anaknya. Pasien
mengatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan dan tak berguna,
malu.

3. Riwayat Penyakit Sekarang Dan Faktor Presipitasi


a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSJ provinsi bali pada tanggal 04 januari 2021. Pasien diantar oleh
keluarganya dan dibantu beberapa tokoh masyarakat ke UGD RSJ. Menurut
keluarganya klien sempat membenturkan kepalanya ke dinding sebelum dibawa ke
UGD RSJ. Kondisi pasien tersebut diikat, mata cekung, bau badan menyengat dan
kotor, ada luka lecet dipergelangan tangan, dan benjolan di kepala. Saat ini klien
bicara kacau dan mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja. Pasien
mengatakan gagal menjadi seorang ibu, pasien ingin bunuh diri untuk bisa menyusul
anaknya. Pasien mengatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan
dan tak berguna, malu.
b. Faktor presipitasi
Setelah dilakukan pengkajian pasien mengatakan ingin bunuh diri setelah ke 2
anaknya meninggal dalam kecelakaan. Pasien merasa gagal menjaga ke 2 anaknya
sehingga anaknya meninggal dunia. Pasien ingin menyusul ke 2 anaknya dengan
bunuh diri.
4. Faktor Predisposisi

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?


❑ Ya
❑ Tidak
Jik aYa, Jelaskan: Dari hasil pengkajian keluarga pasien dan data dari rekam medis
pasien pernah mengalami gangguan jiwa sekitar 6 tahun yang lalu karena depresi akibat
di tinggal menikah oleh pacarnya hal itu membuat pasien ingin mencoba bunuh diri
namun keluarga pasien langsung membawa pasien ke RSJ untuk di rawat.

2. Pengobatan sebelumnya
❑ Berhasil
❑ Kurang berhasil
❑ Tidak berhasil
Jelaskan: dari hasil pengkajian Keluarga pasien dan dari data rekam medis pasien
pernah mengalami gangguan jiwa tetapi dapat diobati dan sembuh.
3. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
❑ Ya
❑ Tidak
Jika ya Jelaskan : keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengalami penyakit fisik
seperti gangguan tumbuh kembang.
b. Pernah ada riwayat NAPZA
❑ Narkotika
❑ Penyalahgunaan Psikotropika
❑ Zat aditif : kafein, nikotin, alkohol
❑ Dll
c. Riwayat Trauma
Usia Pelaku Korban Saksi
1. Aniaya fisik ………… ………… ………… …………
2. Aniayaseksual ………… ………… ………… …………
3. Penolakan ………… ………… ………… …………
4. Kekerasan dalam keluarga ………… ………… ………… …………
5. Tindakan kriminal ………… ………… ………… …………
6. Usaha Bunuh diri 31 *
Jelaskan: Dari hasil pengkajian keluarga pasien mengatakan pasien pernah melakukan
usaha bunuh diri di usia 31 tahun karena pasien di tinggalkan pacarnya menikah. Pasien
merasa kecewa dan tidak berguna untuk hidup.
Masalah/ Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan, kematian,
perpisahan )
Bila Ya jelaskan : dari hasil pengkajian dan rekam medis pasien pernah mengalami
depresi akibat ditinggalkan pacar menikah sehingga membuat pasien depresi, merasa
tidak berguna, kecewa dan ingin mati saja.
Masalah/ DiagnosaKeperawatan : Resiko bunuh diri

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga yang gangguan jiwa ?
❑ Ada
❑ Tidak
Kalau ada :
Hubungan keluarga :-
Gejala :-
Riwayat pengobatan :-
Masalah / Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah

6. PEMERIKSAAAN FISIK

Tanggal : 04/01/2021
1. Keadaan umum : Composmentis
2. Tanda vital:
TD: 120/70 mm/Hg
N: 90 x/m
S 360C
P 24 x/m
3. Ukur: BB 50 kg TB 156 cm
❑ Turun
❑ Naik

4. Keluhan fisik:
❑ Nyeri : Ringan (1,2,3),Sedang(4,5,6), Berat terkontrol (7 8 9), Berat tidak
terkontrol (10) (Standar JCI)
Ya :
P = Nyeri akibat kepala terbentur dinding
Q= seperti di tusuk-tusuk
R= di kepala sebelah kiri
S= 4 dari 1-10
T= hilang timbul
Tidak

❑ Keluhan lain
❑ Tidak ada keluhan
Jelaskan: dari hasil pengkajian tampak benjolan di kepala sebelah kiri dan pasien
tampak sedikit meringis akibat benjolan di kepala karena pasien membenturkan
kepalamnya ke dinding.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : nyeri akut

7. Pengkajian Psikososial (Sebelum dan sesudah sakit)

1. Genogram:
Keluarga suami Keluarga pasien
Keterangan Gambar :
: Laki-laki : Pasien
: Perempuan
: Meninggal
. . . . . : Tinggal serumah
: Garis pernikahan
: Garis keturan

Jelaskan:
Pasien adalaha anak ke 2 dari 4 bersaudara pasien memiliki 1 kakak laki- laki dan 2 adik
laki- laki. Suami pasien adalah anak pertama dari 3 bersaudara suami pasien memiliki 2
orang adik perempuan.pasien tinggal dengan suami dan ke 2 anaknya sebelum
meninggal. Dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga yaitu suami pasien sebagai
kepala keluarga. Komunikasi pasien baik dan ramah dengan anggota keluarga.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : tidak ada masalah
a. Citra tubuh : Pasien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya dan tidak
mengalami kecacatan apapun.
b. Identitas : pasien mengatakan namanya Ny K Pasien seorang istri dan memiliki 2
anak sudah meninggal akibat kecelakaan.
c. Peran : Pasien sebagai ibu rumah tangga, dimana pasien biasa melakukan
aktivitas dirumah. Menjalankan kewajiban sebagai seorang ibu dan istri.
d. Ideal diri : Pasien ingin cepat pulang untuk berkumpul dengan keluarganya dan
mencoba untuk mengiklaskan kepergian ke 2 anaknya.
e. Harga diri : Pasien mengatakan percaya diri terhadap dirinya.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat: Pasien mengatakan memiliki suami dan juga keluarga
yang selalu menemani dan selalu mendukung pasien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: Pasien mengatakan mengikuti
kegiatan PKK di lingkungannya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: pasien tampak tidak memiliki
hambatan dalam berkomunikasi pasien dapat dengan baik berinteraksi dengan orang
lain.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah.
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien beragama hindu dan memiliki kepercayaan terhadap ida sang hyang widhi
wasa
b. Kegiatan ibadah
Pasien jarang sembahyang semejak kepergian ke 2 anaknya.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah

8. STATUS MENTAL

1) Penampilan
❑ Tidak rapi
❑ Penggunaan pakaian tidak sesuai
❑ Cara berpakaian tidak sesuai fungsinya
Jelaskan: Tampak pakian pasien tidak rapi, kotor dan bau badan menyengat.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan diri
2) Pembicaraan
❑ Cepat
❑ Keras
❑ Gagap
❑ Apatis
❑ Lambat
❑ Membisu
❑ Tidak mampu memulai pembicaraan
❑ Lain-lain.
Jelaskan: pasien berkata dengan nada bicara lambat dan kacau. Pasien juga tidak mampu
memulai pembicaraan saat dilakukan pengkajian.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :Harga diri rendah
3) Aktifitas motorik/Psikomotor
Kelambatan :
❑ Hipokinesia,hipoaktifitas
❑ Katalepsi
❑ Sub stupor katatonik
❑ Fleksibilitasserea
Jelaskan: -
Peningkatan :
❑ Hiperkinesia,hiperaktifitas ❑ Grimace
❑ Gagap ❑ Otomatisma
❑ Stereotipi ❑ Negativisme
❑ Gaduh Gelisah Katatonik ❑ Reaksikonversi
❑ Mannarism ❑ Tremor
❑ Katapleksi ❑ Verbigerasi
❑ Tik ❑ Berjalankaku/rigid
❑ Ekhopraxia ❑ Kompulsif :sebutkan perasaan
❑ Command automatism berlebihan dan menguras tenaga

Jelaskan: Tampak pasien bersifat kompulsif, yaitu perasaan berlebihan menguras tenaga
dan pikiran, melukai diri seperti pergelangan tangan tergores dan membenturkan kepala
ke dinding.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : Resiko Bunuh Diri
4) Afek dan Emosi
Pertanyaan :
- Bagaimana perasaan anda akhir akhir ini ?
- Jika tidak ada respon, lanjutkan dengan pertanyaan : Bagaimana perasaan anda
senang apa sedih?
- Jika pasien tampak sedih, tanyakan : bagaimana sedihnya? Dapatkah anda
menceritakannya?
- Jika pasien menunjukkan gambaran depresi , lanjutkan dengan pertanyaan:
- Bagaimana dengan masa depanmu?Apakah anda benar benar tidak punya harapan?
- Jika “ya” Lanjutkan dengan : Bukankah hidup ini berharga?
- Lanjutkan dengan pertanyaan : adalah keininginan untuk bunuh diri?
a. Afek
❑ Adekuat
❑ Tumpul
❑ Dangkal/datar
❑ Inadekuat
❑ Labil
❑ Ambivalensi
Jelaskan: saat di berikan pertanyaan pasien tampak ekspresi perasaan, muka tidak
berubah dan suara monoton.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : harga diri rendah
b. Emosi
❑ Merasa Kesepian
❑ Apatis
❑ Marah
❑ Anhedonia
❑ Eforia
❑ Cemas berat
❑ Sedih
❑ Depresi
❑ Keinginan bunuh diri
Jelaskan: emosi pasien yang dirasakan pasien merasa sedih, depresi dan cemas berat
setelah kepergian ke 2 anaknya secara bersamaan pasien merasa gagal menjaga ke 2
anaknya. Pasien memiliki keinginan untuk bunuh diri untuk menyusul ke 2 anaknya.
Terdapat luka di pergelangan tangan pasien dan benjolan di kepala. Pasien berbicara
kacau dan mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja dan pasien
membenturkan kepalanya di dinding.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : Resiko Bunuh diri
5) Interaksi selama wawancara
❑ Bermusuhan
❑ Tidak kooperatif
❑ Mudah tersinggung
❑ Kontak mata kurang
❑ Defensif
❑ Curiga
Jelaskan: saat dilakukan pengkajian dengan wawancara kontak mata pasien kurang dan
gaduh selama berbicara dengan perawat.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : harga diri rendah
6) Persepsi – Sensorik
Pertanyaan pada pasien :

- Apakah anda sering mendengar suara saat tidak ada orang atau saat tidak ada orang
yang berbicara?
- ATAU : Apakah anda mendengar suara orang yang tidak dapat anda lihat.
- Jika : ‘ya”
- Apakah itu benar benar suara yang datang dari luar kepala anda atau dalam pikiran
anda.
- Apa yang dikatakan oleh suara itu?
- Berikan contohnya, apa yang anda dengar hari ini atau kemarin
Halusinasi
❑ Pendengaran
❑ Penglihatan
❑ Perabaan
❑ Pengecapan
❑ Penciuman
❑ Kinestetik
❑ Visceral
❑ Histerik
❑ Hipnogogik
❑ Hipnopompik
❑ Perintah
❑ Seksual
Ilusi
❑ Ada
❑ Tidak ada
Depersonalisasi
❑ Ada
❑ Tidak ada
Derealisasi
❑ Ada
❑ Tidak ada
Jelaskan: pasien tidak memiliki gangguan persepsi sensori seperti halusinasi penglihatan,
penciuman, pendengaran dll.
Masalah / Diagnosa Keperawatan :tidak ada masalah

7) Proses Pikir
Pertanyaan :
a. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang atau suatu kekuatan di luar anda
memasukkan buah pikiran yang bukan milik anda ke dalam pikiran anda, atau
menyebabkan anda bertindak tidak seperti biasanya ?
b. Pernahkan anda percaya bahwa anda sedang dikirimi pesan khusus melalui TV, radio
atau koran, atau bahwa ada seseorang yang tidak anda kenal secara pribdai tertarik
pada anda?
c. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang membaca pikiran anda atau bisa
mendengar pikiran anda atau bahkan anda bisa membaca atau mendengar apa yang
sedang dipikirkan oleh orang lain ?
d. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang memata matai anda, atau seseorang
telah berkomplot melawan anda atau menciderai anda ?
e. Apakah keluarga atau teman anda pernah menganggap keyakinan anda aneh atu tidak
lazim ?

Arus Pikir :
❑ Koheren
❑ Inkoheren
❑ Sirkumstansial
❑ Neologisme
❑ Tangensial
❑ Logorea
❑ Kehilangan asosiasi
❑ Bicara lambat
❑ Flight of idea
❑ Bicara cepat
❑ Irrelevansi
❑ Main kata-kata
❑ Blocking
❑ Pengulangan Pembicaraan/perseverasi
❑ Afasia
❑ Asosiasi bunyi
Jelaskan: dalam arus pikir pasien saat ini biasanya berbicara lambat dan kacau dengan
dirinya.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :tidak ada masalah

Isi Pikir
❑ Obsesif
❑ Ekstasi
❑ Fantasi
❑ Alienasi
❑ Pikiran Bunuh Diri
❑ Preokupasi
❑ Pikiran Isolasi sosial
❑ Ide yang terkait
❑ Pikiran Rendah diri
❑ Pesimisme
❑ Pikiran magis
❑ Pikiran curiga
❑ Fobia,sebutkan:
❑ Waham:
❑ Agama
❑ Somatik/hipokondria
❑ Kebesaran
❑ Kejar / curiga
❑ Nihilistik
❑ Dosa
❑ Sisip pikir
❑ Siar pikir
❑ Kontrol pikir
Jelaskan: Pasien memiliki isi pikiran untuk melakukan bunuh diri agar bisa bertemu
dengan ke 2 anaknya. dimana terdapat luka gores pada tangan dan benjolan di kepala.
Mengatakan berulang-ulang ingin mati saja. Pasien tidak mengalami waham dan fobia
apapun.
Masalah/DiagnosaKeperawatan: resiko bunuh diri
❑ Gangguan proses pikir : -
❑ Lain-lain, jelaskan.
8) Kesadaran
❑ Menurun:
❑ Compos mentis
❑ Sopor
❑ Apatis/sedasi
❑ Subkoma
❑ Somnolensia
❑ Koma
❑ Meninggi
❑ Hipnosa
❑ Disosiasi:
❑ Gangguanperhatian
Jelaskan: kesadaran pasien coposmentis dimana kesadaran pasien baik dan dapat
merepons dengan baik.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :tidak ada masalah
9) Orientasi
❑ Waktu
❑ Tempat
❑ Orang
Jelaskan: Pasien mampu menjawab ketika ditanya waktu saat ini, tempat dirawat dan
menyebutkan nama orang lain.
Masalah / Diagnosa Keperawatan: tidak ada masalah

10) Memori
❑ Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan)
❑ Gangguan daya ingat jangka pendek ( 1 hari – 1 bulan)
❑ Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam)
❑ Amnesia
❑ Paramnesia:
❑ Konfabulasi
❑ Dejavu
❑ Jamaisvu
❑ Fause reconnaissance
❑ hiperamnesia
Jelaskan: pasien tidak memiliki gangguan tentang daya ingatnya pasien masih mengingat
semua hal yang terjadi pada dahulu dan sekarang.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : tidak ada masalah

11) Tingkat konsentrasi dan berhitung


❑ Mudah beralih
❑ Tidak mampu berkonsentrasi
❑ Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : pasien tidak mampu berkosentrasi dengan baik, dimana pada saat disuruh
berhitung kadang pasien salah berhitung dan kurang focus dengan istruksi yang
diberikan.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Harga Diri rendah

12) Kemampuan penilaian


❑ Gangguan ringan
❑ Gangguan bermakna
Jelaskan: Pasien dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan dengan
bantuan orang lain.
Masalah/Diagnosa Keperawatan: tidak ada masalah
❑ Gangguan proses pikir :

13) Daya tilik diri


❑ Mengingkari penyakit yang diderita
❑ Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan: pasien menyalahkan tuhan atas kondisi saat ini karena sudah merenggut ke 2
anaknya pada saat kecelakaan terjadi.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah
❑ Gangguan proses pikir :

9. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

1) Makan
❑ Mandiri
❑ Bantuan Minimal
❑ Bantuan total
Jelaskan:
Diharapkan pasien dapat makan mandiri tampa bantuan orang dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien. Pasien dapat memilih makanan yang disukai dan tidak suka.
Pasien dapat mencuci alat makan setelah digunakan.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah
2) BAB/BAK
❑ Mandiri
❑ Bantuan minimal
❑ Ban tuan total
Jelaskan:
Diharapkan pasien dapat melakukan BAK/BAB Mandiri tampa bantuan orang lain.
Dimana pasien dapat menggunakan dan membersihkan wc. Mampu membersihkan diri
dan merapikan pakian setelah BAK/BAB.
Masalah / Diagnosa Keperawatan: tidak ada masalah
3) Mandi
❑ Mandiri
❑ Bantuan minimal
❑ Bantuan total
4) sikat gigi
❑ Mandiri
❑ Bantuan minimal
❑ Bantuan total
5) keramas
❑ Mandiri
❑ Bantuan minimal
❑ Bantuan total
Jelaskan : Diharapkan pasien mampu mandi, sikat gigi dan keramas secara mandiri
Dimana pasien mampu dan menerapkan cara mandi, sikat gigi dan keramas dengan
benar. Tubuh pasien tampak bersih dan wangi.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : tidak ada masalah
6) Berpakaian/berhias
❑ Mandiri
❑ Bantuan Minimal
❑ Bantuan total
Jelaskan : pasien dapat memakai pakian secara mandiri, pakian pasien tampak rapi dan
bersih. Pasien mampu berganti pakian 1 kali sehari dan memilih pakian yang ingin
digunakan.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : tidak ada masalah

7) Istirahat dan tidur


❑ Tidur Siang, Lama : 13:00 s/d 14:00 Wita
❑ Tidur Malam, Lama : 08:00 s/d 06:00 Wita
❑ Aktifitas sebelum/sesudah tidur : -
Jelaskan :
Masalah / Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah

8) Penggunaan obat
❑ Bantuan Minimal
❑ Bantuan total
Jelaskan: Pasien dalam penggunaan obat dibantu dengan keluarga agar obat yang
didapatkan semuanya diminum sesui dengan jadwal oleh pasien.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : tidak ada masalah

9) Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak

Perawatan Lanjutan
Sistem pendukung Ya Tidak

Keluarga 

Terapis
Teman sejawat ✓

Kelompok sosial ✓

Jelaskan : Dalam pemeliharaan kesehatan pasien perlu mendapatkan perawatan lanjutan.


Sistem dukungan pasien ada dari keluarga dan terapis.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : tidak ada masalah
10) Aktifitas dalam rumah
Ya Tidak
Mempersiapkan makanan ✓

Menjaga kerapihan rumah ✓

Mencuci Pakaian ✓

Pengaturan keuangan ✓

11) Aktifitas di luar rumah


Ya Tidak

Belanja

Transportasi
Lain-lain ✓

Jelaskan : Pasien biasa melakukan aktivitas di rumah seperti mempersiapkan makanan ,


menjaga kebersihan rumah dan mencuci pakian. Aktifitas di luar biasanya pasien belanja
dan naik transportasi umum untuk berpergian.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : tidak ada masalah

10. MEKANISME KOPING

Adaptif Maladaptif
❑ Bicaradengan orang lain ❑ Minum alkhohol
❑ Mampumenyelesaikan ❑ Reaksi lambat/berlebihan
masalah ❑ Bekerja berlebihan
❑ Teknik relaksasi ❑ Menghindar
❑ Aktifitas konstruktif ✓ Menciderai diri
❑ Olah raga ❑ Lain-lain
❑ Lain-lain…………….
Jelaskan :
Sesuai data focus: mekanisme koping yang muncul pada pasien, yairu pasien menciderai
dirinya seperti menggores pergelangan tangan dan membenturkan kepala kedinding
sehingga kepalanya benjol.
Masalah/DiagnosaKeperawatan: Resiko Bunuh Diri

11. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

❑ Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya.


❑ Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya
❑ Masalah dengan pendidikan, spesifiknya
❑ Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya
❑ Masalah dengan perumahan, spesifiknya
❑ Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
❑ Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
❑ Masalah lainnya, spesifiknya
Masalah / DiagnosaKeperawatan : tidak ada masalah

12. ASPEK PENGETAHUAN


Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang tentang
suatu hal?
❑ Penyakit/gangguanjiwa
❑ Sistem pendukung
❑ Faktor presipitasi
❑ Mekanisme koping
❑ Penyakit fisik
❑ Obat-obatan
❑ Lain-lain, jelaskan
Jelaskan: Pasien tidak mengetahui faktor presipitasi dan mekanisme koping tentang masalah
yang sedang dihadapi pasien.
Masalah/DiagnosaKeperawatan: tidak ada masalah

13. ASPEK MEDIS

Diagnosis medik : depresi berat


Terapi medik :-
14. ANALISA DATA

MASALAH / DIAGNOSA
NO DATA
KEPERAWATAN
1. DS: Resiko Bunuh Diri
- Pasien mengatakan pernah mengalami
gangguan jiwa 6 tahun yang lalu.
- Pasien mengatakan secara berulang-ulang
kalau mau mati saja dan berkata kacau.
- pasien membenturkan kepala ke dinding
sehingga terapat benjolan pada dahi pasien
- pasien mengatakan merasa sedih, depresi
dan cemas berat setelah kepergian ke 2
anaknya secara bersamaan pasien merasa
gagal menjaga ke 2 anaknya. Pasien
memiliki keinginan untuk bunuh diri untuk
menyusul ke 2 anaknya.
DO:
- tampak pasien berbicara lambat
- tampak luka goresan pada lengan tangan,
benjolan pada dahi pasien dan tampak
mata pasien cekung
- pasien tampak cemas, depresi dan gelisah

- penuruna berat badan pasien

2 DS : Harga Diri Rendah Situasional


- Pasien mengatakan putus asa dan tak
berdaya.
- Pasien mengatakan tidak bahagia, tak ada
harapan dan tak berguna dan merasa malu
- pasien tidak mampu berkosentrasi dengan
baik, dimana pada saat disuruh berhitung
kadang pasien salah berhitung dan kurang
focus dengan istruksi yang diberikan.

DO :
- Tampak kontak mata pasien kurang dan
gaduh selama berbicara dengan perawat
- Pasien tampak sedih dan gelisah
- Afek tumpul : tampak ekspresi perasaan,
muka tidak berubah dan suara monoton.

15. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN

1). Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan masalah social ( misalnya berduka, tidak berdaya,
putus asa, kesepian, kehilangan hubungan yang penting) ditandai dengan Pasien mengatakan
pernah mengalami gangguan jiwa 6 tahun yang lalu.Pasien mengatakan secara berulang-ulang
kalau mau mati saja dan berkata kacau.pasien membenturkan kepala ke dinding sehingga
terapat benjolan pada dahi pasien pasien mengatakan merasa sedih, depresi dan cemas berat
setelah kepergian ke 2 anaknya secara bersamaan pasien merasa gagal menjaga ke 2 anaknya.
Pasien memiliki keinginan untuk bunuh diri untuk menyusul ke 2 anaknya. tampak pasien
berbicara lambat tampak luka goresan pada lengan tangan, benjolan pada dahi pasien dan
tampak mata pasien cekung pasien tampak cemas, depresi dan gelisah dan penuruna berat
badan pasien.
2). Harga diri rendah Situasional berhubungan dengan riwayat kehilangan ditandai dengan Pasien
mengatakan putus asa dan tak berdaya. Pasien mengatakan tidak bahagia, tak ada harapan dan tak
berguna dan merasa malu, tidak mampu berkosentrasi dengan baik, dimana pada saat disuruh
berhitung kadang pasien salah berhitung dan kurang focus dengan istruksi yang diberikan.
Tampak kontak mata pasien kurang dan gaduh selama berbicara dengan perawat Pasien
tampak sedih dan gelisah, Afek tumpul : tampak ekspresi perasaan, muka tidak berubah dan
suara monoton.
16. POHON MASALAH
Effect Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Risiko Bunuh Diri


Care Problem

Causa Harga Diri Rendah

17. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1). Resiko Bunuh Diri
2) Harga Diri Rendah Situasional

Denpasar, 04 januari 2021


Perawat yang mengkaji

Dewa Ayu Sri Purniati


NIM : 18,321,2865
INTERVENSI KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA

Inisial Klien : Ny K Ruangan : Delima


RM No. : 4545.123.10

Diagnosa INTERVENSI KEPERAWATAN Rasional

Tujuan Kriteria Tindakan


Evaluasi Keperawatan
TUM : 1 Setelah dilakukan asuhan 1. Bina hubungan saling percaya Membangun kepercayaan
Resiko Bunuh Klien dapat mengendalikan keperawatan jiwa selama 7x dengan : pasien terhadap perawat
Diri
dorongan untuk bunuh diri. pertemuan diharapkan pasien a. kenalkan diri pada klien agar pasien bisa percaya
menunjukkan tanda-tanda b. Tanggapi pembicaraan terhadap perawat.
TUK 1 : percaya pada perawat klien dengan sabar dan
Klien dapat membina dengan kriteria hasil : tidak menyangkal
hubungan saling percaya a. Menjawab salam c. Bicara tegas,jelas dan jujur
b. Mau menerima perawat d. Bersifat hargai dan
c. Ada kontak mata bersahabat
d. Mau berjabat tangan e. Temani klien saat
keinginan mencederai diri
meningkat
f. Jauhkan klien ari bena-
bena (eperti : pisau, silet,
gunting, tali kaca,sll).
TUK 2 : 2. Setelah dilakukan asuhan 1. Dengar kan keluhan yang Pendekatan untuk
Klien mampu mengekpresikan keperawatan jiwa selama 7x dirasakan klien mengetahui keluhan yang
perasaannya. pertemuan diharapkan pasien 2. Bersikap empati untuk dialami pasien agar
dapat mengekpresikann meningkatkan unkapan mempemudah untuk
perasaannya dengan kriteria keraguan, ketakutan dan membantu menentukan
hasil : keprihatinan. tindakan yang diberikan.
a. Menceritakan peneritaan 3. Brikan klien waktu dan
secara terbuka dan kesempatan untuk
konstruktif dengan oran menceritakan arti penderitan
lain. kematian dan sekarat.
4. Beri dorongan kepada klien
untuk mengungkapkan
mengapa dan bagaimana
harapan karena harapan
adalah hal yang terpenting
dalam kehidupan.

TUK 3 : Setelah dilakukan asuhan 1 Bantu Klien untuk memahami Meningkatkan rasa
Klien meningkatkan harga diri keperawatan jiwa selama 7x bahwa ia dapat mengatasi kepercayaan diri pasien
pertemuan diharapkan pasien aspek-aspek keputusan dan untuk menumbuhkan sifat
dapat mengenang dan meninjau memisahkan dari aspek positif yang dimiliki
kembali kehiupan secara positif harapan. pasien
dan kerahkan sumber sum
dengan kriteria hasil : 2 Bantu klien
a Mempertimbangkan mengidentifikasi sumber-
nilai-nilai sumber harapan (misal :
dan hubungan antar
arti kehidupan. sesama, keyakinan hak-hak
b Mengekpresikan untuk diselesaikan).
perasaan-perasaan 3 Bantu klien mengidentifikasi
yang optimis tentang yang sumber-sumber harapan
ada. (misal hubungan antara
sesama, keyakinan, hal-hal
untuk diselesaikan)
4 Bantu klien
mengembangkan tujuan-
tujuan realitas jangka panjang
dan angka pendek (beralih
dari yang sederhana ke
yang lebih komplek dapat
menggunakan suatu poster
tujuan untuk menandakan
jenis dan waktu untuk
pencapaian tujuan-tujuan
spesifik).

TUK 4 4. Setelah dilakukan asuhan 1 Ajarkan Klien untuk Meningkatkan dukungan


Klien menggunakan dukungan keperawatan jiwa selama 7x mengatisipasi pengalaman pada klien agar klien tidak
social pertemuan diharapkan pasien yang dia senang melakukan merasa kesepian dan
dapat mengekpresikan setiap hari ( misalnya : memiliki semangat untuk
perasaan tentang hubungan berjalan membaca buku favorit sembuh.
yang positif dengan orang dan menulis surat.
terdekat dengan kriteria hasil: 2 Bantu klien untuk mengenali
a. Mengekpresikan percaya hal-hal yang dicintai yang ia
diri dengan hasil yang sayang dan penting terhadap
diinginkan. kehidupan orang lain
b. Menekpresikan percaya disamping tentan kegagalan
ddiri dengan diri dan dalam kesehatan.
orang lain. 3 Beri dorongan pada klien
c. Menatap tujuan-tujuan untuk berbaai keprihatinan
yang realitis. pada orang lain yang
mempunyai masalah dan
penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi
tersebut dengan koping yang
efektif

TUK 5 :
5. Setelah dilakukan asuhan
Klien menggunakan dukungan 1 Kaji dan kerahkan sumber- Dukungan dan motivasi
keperawatan jiwa selama 7x
sosial. sumber ekternal individu dari keluarga, lingkungan
pertemuan diharapkan
(orang terdekat, timpat dan masyarakat mampu
pasien, menerima
pelayanan kesehatan, meningkatkan proses
dukunganyang diberikan
kelompok pendukung, agama penyembuhan klien,
dengan kriteria hasil:
a. Sumber dukungan dianutnya).
(keluarga, lingkungan 2 Kaji sistem pendukung
dan masyarakat) keyakinan (nilai, pengalaman
b. Keyakinan makin masa lalu, aktivitas
meningkat keagamaan, kepercayaan
agama). Lakukan rujukan
selesai indikasi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA

Nama :Ny K Ruangan : Delima RM No. : 4545.123.10

TANGGAL DX KEPERAWATAN IMPLEMENTASI EVALUASI

06/01/2021 Resiko Bunuh Diri SP 1 P S:


1. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan - Pasien mengatakan merasa lebih baik,
klien pasien merasa senang bisa

2. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan berbincang-bincang dengan perawat

klien dan merasa tidak sendirian.


- Pasien mengatakan akan menjauhi
3. Melakukan Kontrak Treatment Guided imagery benda yang berbahaya dan tidak boleh
4. Mengajarkan cara-cara mengendalikan dorongan bunuh diri dipegang
5. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri. - Pasien menyetujui untuk dilakukan
Guided Imagery
- Pasien mengatakan memahami cara
mengedalikan dorongan bunuh diri
O:
- Pasien Tampak mampu menyebutkan
benda-benda yang berbahaya dan
tidak boleh dipegang.
- Tampak klien memperhatikan saat
diajak berbincang-bincang dan
merspon dengan baik

- Pasien menyetujui untuk dilakukan


tindakan Guided imagery

A : SP 1P teratasi lanjutkan intervensi


P : Perawat : Lanjutkan SP 2 P
Pasien : Memberikan motivasi pada
pasien untuk melakukan Guided
imagery

SP 2 P S:
07/01/2021
1. Mengevaluasi SP 1 P - Pasien mengatakan sudah memahai
2. Mengidentifikasi aspek positif pasien untuk menjauh benda-benda yang
3. Medorong pasien berfikir positif berbahaya.
4. Mendorong pasien menghargai diri sendiri - Pasien mengatakan memiliki hobi
menjahit baju dan sangat suka
memasak.
- Pasien mengatakan lebih setelah
dilakukan tindakan guided Imagery.
- Pasien mengatakan sudah bisa untuk
menghargai dirinya.
O:
- Pasien tampak lebih baik dan mampu
mengukapkan aspek positif yang
dimiliki.
- setelah dilakukan Guided imagery
pasien tampak lebih rileks.
A : SP2 P tercapai
P : Pasien :Lanjutkan SP3 P
Perawat : Mendorong pasien berfikir
positif

08/01/2021 SP 3 P S:
1. Mengevaluasi SP 1 dan 2 - Pasien mengatakan mampu memahami

2. Mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan klien aspek positif yang dimiliki pasien.

3. Menilai pola koping yang dapat dilakukan - Pasien mengatakan mendapatkan

4. mengidentifikasi dan mendorong pasien memilih pola dukungan dari keluarga dan suami
koping yang konstruktif pasien.
5. menganjurkan pasien menggunakan pola koping yang - Pasien mengatakan jika terjadi masalah
kontruktif dalam kegiatan harian iya kadang mengurung diri
- Pasien mengatakan akan mengikuti
istruksi yang dianjurkan
- Pasien mengatakan akan berusaha
untuk menerapkan istruksi yang
diberikan
O : Pasien tampak menjawab pertayaan
dengan baik dan mampu menyebutkan
sumber koping dalam menghadapi
masalah.
A : SP 3 P tercapai
P : Pasien : Lanjutkan SP4 P
Perawat : Mengidentifikasi dan
mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif.

SP 4 P S:
09/01/2021
1. Mengevaluasi 1, 2 dan 3 - Pasien mengatakan sudah mengatakan
2. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama memahami tentang petingnya pola
klien koping yang positif dalam
3. Mengidentifikasi cara mencapai masa depan yang menghadapi masalah.
realistis - Pasien mengatakan akan menerima
4. Memberi dorongan melakukan kegiatan dalam rangka kenyataan dan mencoba untuk
meraih masa depan yang realistis mengiklaskan ke 2 anaknya dan
5. Mengajurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan memulai lembaran baru.
harian - Pasien mau mengikuti kegiatan untuk
bisa menerima kenyataan dan
menyusun rencana masa depannya
- pasien mengatakan mau mengikuti
kegiatan jadwal harian
O : Pasien tampak lebih baik dan pasien
mampu menerima kenyataan yang
realistis
A : SP 4 P teratasi
P : Pasien : lanjutkan SP Resiko Bunuh
Diri
Perawat :Memotivasi pasien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis.
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

SP 1 Pasien
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
DS :
- Pasien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa 6 tahun yang lalu.

- Pasien mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja dan berkata kacau.

- pasien membenturkan kepala ke dinding sehingga terapat benjolan pada dahi pasien

- pasien mengatakan merasa sedih, depresi dan cemas berat setelah kepergian ke 2 anaknya
secara bersamaan pasien merasa gagal menjaga ke 2 anaknya. Pasien memiliki keinginan
untuk bunuh diri untuk menyusul ke 2 anaknya.

DO :
- tampak pasien berbicara lambat
- tampak luka goresan pada lengan tangan, benjolan pada dahi pasien dan tampak mata pasien
cekung
- pasien tampak cemas, depresi dan gelisah
- penuruna berat badan pasien
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan Umum
Klien dapat mengendalikan dorongan untuk bunuh diri.
4. Tujuan Khusus
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
5. Tindakan Keperawatan
- Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan klien
- Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan klien
- Melakukan Kontrak Treatment
- Mengajarkan cara-cara mengendalikan dorongan bunuh diri
- Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

B. Proses Pelaksaan Tindakan


Orientasi :
1. Salam Terapeutik
Selamat Pagi, perkenalkan nama saya dewa ayu sri purniati bisa dipanggil dewayu saya
mahasiswa pratek dari STIKes Wira Medika Bali, selama 6 hari ini saya akan merawat ibu dari
pukul 08.00-14.00 siang. Baik sebelumnya siapa nama ibu?....ibu lebih senang di panggil siapa
?......
Bagaimana Perasaan ibu hari ini?....bagaimana tidur ibu semalam?....
2. Kontrak
Topik : Baik Ibu saya ingin berbincang mengenai alasan mengapa ibu ingin bunuh diri ?
Waktu : ibu mau berapa lama, 10 menit atau 15 menit ibu ?
Tempat : Ibu mau berbincang dimana, di tempat kamar atau di taman ibu ?
Tujuan : Kita berbincanf- bincang agar kita saling mengenal ibu.
Kerja :
Selamat pagi ibu..?
Bagaimana perasaan ibu hari ini?
Ibu hari ini saya ingin berbincang dengan ibu untuk mendengarkan keluhan ibu bagaimana?
Apakah ibu bersedia saya temani?
Ibu Tahu tidak alat apa saja yang dapat membahayakan ibu?
Apakah ibu mempunyai benda-benda tersebut ?
Baigaimana kalau benda-benda tersebut saya pinjam untuk diamankan?...agar tindak mencederai
diri…
Kalau ada yang ingin ibu ceritakan pada saya, ceritakan saja. Tidak apa-apa saya akan menjaga
rahasia ibu dari siapapun.
Baik ibu mau berbincang-bincang berapa lama?... mau kita berbincang dimana?...
Terminasi :
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (Subkektif)
Sekarang bagaimana perasaan ibu setelah berbincang dengan saya? Senang tindak berbincang
dengan saya?
Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Coba ibu sebutkan lagi benda-benda yang dapat membahayakan diri ibu…..wah benar bagus
sekali ibu.
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang telah dilakukan)
Saya harap ibu mengingat saya dan mengobrol dengan teman atau perawat dan usahakan ibu
tidak sedirian iya.
3. Kontrak topik yang akan datang :
Topik : Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang-bincang lagi tentang hal
positif yang terdapat dalam diri ibu.
Waktu : Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 Wita selama 15
menit, apakah ibu setuju ?
Tempat : Ibu besok mau berbincang-bincang dimana ? dimana kalau di tempat ini lagi? Baiklah
ibu terima kasih sampai bertemu lagi, selamat istirahat.
Studi Kasus

Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien
Depresi Berat

Rosdiana Saputri1, Desi Ariana Rahayu2

1,2 Program
Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Semarang

Informasi Artikel Abstrak


Riwayat Artikel: Depresi adalah penyakit mental yang ditumpu sebagian besar orang, menjadi
• Submit 14 September faktor individu putus asa, harga diri rendah, tidak berguna hidup, yang membuat
2020 individu menyakiti diri hingga efek terburuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
• Diterima 28 Desember Studi ini bertujuan untuk mengetahui penurunan tingkat risiko bunuh diri pada
2020 pasien depresi berat dengan gejala psikotik setelah dilakukan Guided imagery.
Studi kasus ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan proses
Kata kunci: asuhan keperawatan. Terapi relaksasi Guided imagery dilakukan selama 3 hari,
Depresi berat; Guided dalam 1 hari pemberian 1 kali dengan durasi 15 menit. Sampel pada penerapan
imagery; Risiko bunuh diri ini yaitu pasien depresi berat dengan gejala psikotik yang berisiko bunuh diri
dengan melakukan pre and post test tingkat risiko bunuh diri dengan
menggunakan lembar observasi khusus risiko bunuh diri. Hasil studi kasus
menunjukan bahwa pasien mengalami penurunan risiko bunuh diri rata-rata 3-
11 skor setelah dilakukan Terapi Relaksasi Guided imagery. kedua Pasien
mengatakan, tenang dan nyaman, tidak ingin berfikir untuk bunuh diri, ingin
meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat setelah diberikan terapi
relaksasi guided imagery. Terapi Relaksasi Guided imagery mampu
menurunkan tingkat risiko bunuh diri pada pasien depresi berat dengan
gejala psikoktik.

area kehidupan. Pertama, tidak mampu


membangun
PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa merupakan kondisi individu


berkembang secara fisik, mental spiritual dan
sosial sehingga individu menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,
bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitas.
Kondisi kejiwaan seseorang dibagi menjadi
dua yaitu orang dengan masalah kejiwaan
(ODMK) dan Orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ) (Kemenkes, 2019). Individu yang
tidak sehat secara mental adalah individu
yang tidak mampu beradaptasi dalam empat
lainnya. Keempat, mudah mengalami
hubungan secara sosial, kedua mengalami kejenuhan dalam bekerja atau bekerja dengan
gangguan emosional, yaitu depresi, cemas berlebihan (workaholic)
dan gangguan emosi karena gangguan (Simanjuntak, 2013).
seksual. Ketiga, individu yang mengalami
gangguan tidur (imsomnia), tidak mampu
Perhitungan beban penyakit pada tahun 2017
mengontrol berat badannya dan merusak
memaparkan beberapa jenis gangguan jiwa
tubuh melalui kebiasaan merokok
yang diprediksi dialami
berlebihan, minum alkohol dan zat adiktif

Corresponding author:
Rosdiana Saputri
dianaros636@gmail.com
Ners Muda, Vol 1 No 3, Desember 2020
penduduk di Indonesia diantaranya adalah global saat ini. Kematian akibat bunuh diri di
gangguan depresi, cemas, skizofrenia, bipolar, dunia mendekati 800.000 kematian per tahun
gangguan perilaku, autis, gangguan perilaku atau satu kematian per 40 detik. Di Indonesia
makan, cacat intelektual, Attention Deficit angka kematian karena bunuh diri pada tahun
Hyperactivity Disorder (ADHD). Gangguan 2016 cukup tinggi mencapai 3,4/100.000
depresi tetap menduduki urutan pertama penduduk, tidak berubah sampai tahun 2018
dalam tiga dekade (Kemenkes, 2019). yang diperkirakan
9.000 kasus per tahun (WHO, 2019). Individu
menilai stresor dengan beberapa perspektif
Depresi merupakan gangguan emosi individu diantaranya: kemampuan berfikir berfikir
ditandai dengan emosi disforia (gelisah atau (kognitif), sikap dan nilai (afektif), fisiologis,
tidak tenang dan ketidakpuasan mendalam) perilaku dan sosial atau kemasyarakatan.
disertai gangguan tidur dan selera makan yang Stresor tersebut dapat diatasi individu dengan
menurun (Lumongga, 2016). Depresi meluaskan sumber koping dirinya sendiri,
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor antara lain: keyakinan dan kepercayaan
biologi, faktor psikologis positif, kemampuan dirinya sendiri, aset
/kepribadian dan faktor social, ketiga faktor material dan dukungan sosial (Rahayu &
saling mempengaruhi satu dengan yang Nurhidayati, 2012). Bunuh diri dapat dicegah
lainnya (Dirgayunita, 2020). Gangguan dengan kerjasama antara individu, keluarga,
depresi dapat dialami oleh semua kelompok masyarakat dan profesi dengan memberikan
usia. Hasil riskesdas 2018 menunjukkan perhatian, kepekaan terhadap kondisi yang
gangguan depresi sudah mulai terjadi sejak dialami oleh seseorang yang memiliki risiko
rentan usia remaja (15-24 tahun), dengan bunuh diri seperti memberikan motivasi dan
prevalensi 6,2 %, pola prevalensi depresi keyakinan bahwa hidup adalah suatu anugrah
semakin meningkat seiring dengan yang berarti dan berharga harus disyukuri.
peningkatan usia, tertinggi pada umur 75+ Tindakan pendukung yang dapat dilakukan
tahun sebesar 89%, 65-74 tahun 8,0% dan55- yaitu tindakan keperawatan yang dapat
64 tahun sebesar 6,4% (Kemenkes, 2019). mencegahan risiko bunuh diri dengan Terapi
Relaksasi Guided imagery. .

Pada masa ini depresi merupakan gangguan


jiwa yang sering dialami masyarakat, Guided imagery adalah relaksasi yang
disebabkan tingkat stres tinggi dampak dari membuat perasaan serta pikiran rileks, tenang
tuntutan hidup yang semakin meningkat dan dan senang dengan membayangkan sesuatu
sikap hedonis masyarakat yang tidak hal seperti lokasi, seseorang atau suatu
memperdulikan nilai-nilai spiritual dalam kejadian yang membahagiakan. Relaksasi ini
memburu materi (Lumongga, 2016). Depresi dilakukan dengan konsentrasi hingga
adalah penyakit mental yang ditumpu mencapai kondisi nyaman dan tenang (Kaplan
sebagian besar orang, menjadi faktor individu & Sadock, 2010). Guided imagery adalah
putus asa, harga diri rendah, tidak berguna metode dengan imajinasi individu mencapai
hidup, yang membuat individu menyakiti diri efek positif (Smeltzer & Bare, 2013).
hingga efek terburuk mengakhiri hidup atau Penelitian (Beck, 2012) memaparkan, terapi
bunuh diri (Santoso, 2017). Ketidakberdayaan Relaksasi Guided imagery mampu
merupakan salah satu pemicu individu mengurangi konsumsi oksigen dalam tubuh,
melakukan perilaku bunuh diri (Valentina & metabolisme, pernapasan, tekanan darah
Helmi, 2016). sistolik, kontraksi ventrikular prematur dan
ketegangan otot, menurunkan hormon
kortisol. Gelombang alpha otak
Bunuh diri adalah masalah kesehatan meningkatkan hormon endorphin yang
masyarakat serius dan menjadi perhatian

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
membuat nyaman, tenang, bahagia dan relaksasi mengosongkan pikiran dan
meningkatkan imunitas seluler. Terapi memenuhi pikiran dengan imajinasi dan
Relaksasi Guided imagery efektif terhadap bayangan untuk membuat damai dan tenang
penurunan depresi pada pasien kanker yang (Smeltzer, 2014).
menjalani kemoterapi (Nicolussi, Sawada,
Mara, Cardozo, & Paula, 2016).

HASIL STUDI
Studi ini bertujuan untuk mengetahui
penurunan risiko bunuh diri pasien depresi
setelah dilakukan Terapi Relaksasi Guided Pengkajian pada pasien 1 usia 31 tahun, jenis
imagery Di Ruang UPIP RSJD Dr. Amino kelamin laki-laki, diagnosa medis Depresi
Gondohutomo Semarang. Berat gejala Psikotik, pasien 1 mengatakan
mencoba bunuh diri dengan menusukkan
pisau ke dada, merasa bersalah kepada istri
dan anaknya karena tidak bisa menafkahi dan
METODE
merasa putus asa karena sekarang di rawat di
RS, dirinya sangat berdosa dan pantas mati,
Metode penulisan ini menggunakan metode dulu pernah menuduh tetangganya namun
deskriptif studi kasus dengan strategi proses tidak terbukti, saat ini merasa malu dan
keperawatan pada 2 pasien yang merasa bersalah. Keluarga pasien mengatakan
mempusatkan pada salah satu masalah penting pasien tidak mau makan selama kurang lebih
pada asuhan keperawatan risiko bunuh diri. satu minggu karena ingin mati. Pengkajian
Studi kasus ini dimulai dari pengkajian, pada Pasien 2 usia 25 tahun, jenis kelamin
merumuskan masalah, membuat perencanaan, perempuan, diagnosa medis Depresi Berat
melakukan implementasi dan evaaluasi. Studi gejala Psikotik. Pasien mengatakan mencoba
kasus ini dilakukan dengan memberikan bunuh diri dengan menusukkan pisau ke
intervensi setelah itu di lihat pengaruhnya. kepalanya, merasa bersalah kepada suaminya
Penelitian ini tentang Penerapan Terapi dan sudah putus asa karena tidak bisa
Relaksasi Guided imagery terhadap tingkat membantu merawat suaminya. Keluarga
risiko bunuh diri pasien depresi berat Di mengatakan pasien tidak mau makan selama
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. kurang lebih satu minggu karena ingin mati
Penelitian ini dilakukan Desember 2019 yang saja
dilaksanakan di ruang UPIP RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang sebanyak 3x dalam
3 hari dengan durasi tiap Terapi Relaksasi Pengkajian pasien didapatkan data fokus
Guided imagery yaitu 15 menit. Sampel diantaranya pasien tampak bingung, sering
dalam studi kasus ini yaitu 2 Pasien depresi mondar mandir lalu berdiam diri di kasur,
berat gejala psiotik dengan risiko bunuh diri postur tubuh menunduk, enggan mencoba hal
dan pernah melakukan percobaan bunuh diri. baru, sering mondar mandir lalu berdiam diri
Kriteria tafsiran dalan studi kasus ini yaitu di Kasur, kontak mata tidak bisa
Lembar assesmen khusus risiko bunuh diri dipertahankan, sering menyendiri, tidak
dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo pernah memulai pembicaraan maupun
Semarang. Nilai 0-3 dikategorikan risiko perkenalan dan afek tumpul pada pasien 1 dan
bunuh diri rendah, nilai 4-9 dikategorikan pasien 2, sehingga diagnosa keperawatan yang
risiko bunuh diri sedang dan nilai 10+ yaitu tepat adalah resiko bunuh diri (D.0135)
resiko bunuh diri tinggi. Prosedur pelaksanaan berhubungan dengan gangguan perilaku dan
terapi relaksasi guided imagery dimulai harga diri rendah kronis berhubungan dengan
dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu ganngguan psikiatri (D.0086) (Tim Pokja
meminta kepada pasien untuk perlahan- lahan SDKI DPP PPNI, 2017).
menutup matanya dan fokus pada nafas Pada studi kasus ini diagnosa prioritas adalah
mereka, pasien didorong untuk resiko bunuh diri (D.0135) Intervensi yang
Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
diberikan pada masalah tersebut adalah
pencegahan bunuh diri dengan strategi

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Tabel 1
pelaksanaan pada pasien resiko bunuh diri Deskripsi Skor Risiko Bunuh Diri Pasien Sebelum
(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). dan Sesudah Diberikan Terapi Guided imagery
Skor Risiko bunuh Diri
Implementasi yang diberikan kepada pasien 1 Pasien Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
dan pasien 2 yaitu identifikasi keinginan dan Pre Post Pre Post Pre Post
pikiran rencana bunuh diri, monitor adanya Pasien 1 14 11 11 7 7 3
perubahan mood atau perilaku, lakukan Pasien 2 11 7 7 6 6 3
pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat
membahas bunuh diri, berikan lingkungan
dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau,
anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami
kepada orang lain, kolaborasi pemberian PEMBAHASAN
antiansietas atau psikotik sesuai indikasi dan
latih pencegahan risiko bunuh diri melalui
Terapi Relaksasi Guided imagery. Disertai Pada Desember 2019 ditemukan hasil
dengan penerapan strategi pelaksanaan (SP) pengamatan serta reaksi penderita saat terapi
bunuh diri yaitu percakapan untuk melindungi relaksasi Guided imagery ada keselarasan dari
pasien dari isyarat bunuh diri, percakapan kedua Pasien, saat diberikan penjelasan
untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat mengenai guided imagery kedua Pasien
bunuh diri, percakapan untuk meningkatkan sangat bersemangat, hal tersebut tampak dari
kemampuan dalam menyelesaikan masalah kedua Pasien yang sanggup menandatangani
pada pasien isyarat bunuh diri dan informed concent, dan responsif saat
mendiskusikan harapan dan masa depan. diberikan terapi relaksasi Guided imagery.
Pada saat diberikan terapi relaksasi Guided
imagery kedua Pasien tampak konsentrasi dan
Hasil studi kasus diperoleh setelah dilakukan nyaman serta tersenyum saat dibimbing untuk
asuhan keperawatan membayangkan hal indah yang ingin dia
menggunakan Evidance Based Nursing lakukan. Hasil studi kasus pada Pasien 1 dan
Practice Terapi Relaksasi Guided imagery Pasien 2 menunjukkan gejala yang sama yaitu
dengan masing-masing 3 hari implementasi kedua Pasien masih ragu-ragu dalam
yang dilakukan terhadap pasien 1 dan pasien membuat komitmen karena ketidakmampuan
2. menilai halusinasi yang diderita ditandai
dengan reaksi bingung, tiba-tiba diam,
Berdasarkan tabel 1 pada hari ke-1 pasien 1 terdapat pikiran bunuh diri sesekali atau
skor risiko bunuh mengalami penurunan skor singkat, selain itu juga terdapat gejala putus
bunuh diri sebesar 3 skor, sedangkan pasien 2 asa, tidak berdaya, anhedonia, rasa bersalah,
skor risiko bunuh diri turun sebesar 4 skor malu dan impulsive.
setelah diberikan terapi Guided imagery. Hari
ke-2 pasien 1 terjadi penurunan risiko bunuh
Studi kasus ini memberikan tindakan kepada
diri 4 skor , penurunan risiko bunuh diri
Pasien 1 dan Pasien 2 yaitu mengidentifikasi
pasien 2 sebesar 1 skor setelah diberikan
keinginan dan pikiran rencana bunuh diri,
terapi Guided imagery. Hari ke-3 skor risiko
memonitor adanya perubahan mood atau
bunuh diri mengalami penurunan risiko bunuh
perilaku, melakukan pendekatan langsung dan
diri pada Pasien 1 sebesar 4 skor, sedangkan
tidak menghakimi saat membahas bunuh diri,
Pasien 2 skor risiko bunuh diri mengalami
berikan lingkungan dengan pengamanan ketat
penurunan sebesar 3 skor setelah diberikan
dan mudah dipantau, menganjurkan
terapi Guided imagery. Dari data tersebut
mendiskusikan perasaan yang dialami kepada
diketahui bahwa terapi Guided imagery dapat
orang lain, mengkolaborasi pemberian
menurunkan risiko bunuh diri yang
antiansietas atau psikotik sesuai indikasi dan
mengalami depresi berat sebesar 3-11 skor.
melatih pencegahan risiko bunuh diri melalui
Terapi Relaksasi Guided imagery. Hasil
evaluasi asuhan keperawatan menunjukkan
Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
pada hari ke-1 Pasien 1 dengan skor 14 dan tempat yang membuat bahagia dan tenang
Pasien 2 dengan skor 11 dikategorikan risiko dapat memberikan rasa rileks dan nyaman
bunuh diri tinggi, kedua Pasien mengalami sehingga membuat pikiran menjadi positif dan
penurunan pada hari ke-3 menjadi skor 3 menghilangkan keinginan untuk bunuh diri.
dikategorikan risiko bunuh diri rendah setelah
diberikan terapi relaksasi guided imagery.
Depresi merupakan penyakit mental yang
Dari data tersebut diketahui bahwa terapi
sangat sering dialami seseorang, membuat
relaksasi guided imagery dapat menurunkan
seseorang menjadi putus asa, tidak pantas
risiko bunuh diri pasien depresi berat. Pada
hidup, harga diri rendah, menjadi salah satu
pemberian terapi relaksasi Guided imagery
pemicu individu untuk menyakiti diri sendiri,
hari ketiga, kedua Pasien merasa tenang dan
hingga berakibat individu dapat mengakhiri
nyaman, dapat tidur pada malam hari, tidak
hidup atau bunuh diri. Depresi memiliki
ingin berfikir untuk bunuh diri, ingin
beberapa jenis tingkatan, minor depression,
meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih
moderate depression, hingga tahap akhir
giat, ingin membahagiakan anak dan
major depression dan bisa berujung kematian.
istri/suaminya, harga diri Pasien meningkat,
Orang-orang yang terkena depresi berat akan
rasa putus asa menurun, Pasien juga
merasa putus asa, tidak semangat menjalani
mengatakan ingin cepat sembuh dan
hidup, dan terburuk adalah mengakhiri
berkumpul bersama keluarganya karena rindu
hidupnya sendiri (Pemayun & Diniari, 2017).
terhadap keluarganya.

Studi kasus ini didukung pendapat


Penurunan risiko bunuh diri pada Pasien 1
(Nurgiawiati, 2015) yang menyebutkan bahwa
dan Pasien 2 tidak sama karena dipengaruhi
Terapi relaksasi merupakan teknik, cara,
oleh beberapa faktor diantaranya faktor jenis
proses atau tindakan yang mendukung
kelamin. Pasien 1 jenis kelamin laki- laki,
individu menjadi tenang, nyaman,
sedangkan Pasien 2 jenis kelamin perempuan.
menurunkan cemas, stres dan marah. Terapi
Pasien dengan jenis kelamin laki-laki
relaksasi seringkali digunakan dalam
memiliki pemikiran yang simpel dan
manajemen stres yang ditujukan untuk
konsisten dalam mengambil keputusan
menurunkan ketegangan otot - otot tubuh
kedepannya untuk memperbaiki kesalahan
menjadi rileks, menurunkan tekanan darah,
yang pernah dilakukan, laki-laki sangat
menurunkan nyeri dan memudahkan tidur.
mudah konsentrasi dalam suatu keadaan.
Terapi relaksasi Guided imagery dapat
Tindakan terapi relaksasi guided imagery
dilakukan setiap hari dalam 15 menit, untuk
dilakukan dengan konsentrasi terfokus di
hasil maksimal dapat dilakukan sebanyak 14
mana gambar visual pemandangan, suara,
kali berturt- turut. Sebanding dengan
musik, dan kata-kata yang digunakan untuk
penelitian (Fatimah & Fitriani, 2017) tentang
membuat penguatan perasaan dan relaksasi
Intervensi Inovasi Guided imagery terhadap
(Thomas, 2010).. Hal tersebut menunjukkan
Gejala Resiko Bunuh Diri di Ruang Punai
bahwa terapi relaksasi guided imagery dapat
RSJD Atma Husada Samarinda didapatkan
menurunkan risiko bunuh diri tubuh pada
bahwa hasil penelitian menunjukkan setelah
depresi berat psikotik. Penulis menyarankan
dilakukan intervensi pada pasien risiko bunuh
keluarga melakukan secara mandiri di
diri yaitu membina hubungan saling percaya,
kemudian hari dengan bantuan media seperti
klien dapat mengekspresikan perasaannya
hp atau anggota keluarga sendiri yang mampu
dengan perencanaan bersifat hargai dan
melakukan bimbingan saat dilakukan terapi
bersahabat dan bersikap empati.
relaksasi Guided imagery pada Pasien, dan
dengan dilakukannya relaksasi Guided
imagery diharapkan dengan Hasil studi kasus ini sesuai dengan penelitian
membayangkan hal-hal, kejadian dan (Skeens, 2017) Guided imagery

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
menggabungkan beragam teknik seperti sistem syaraf simpatis dan sistem endokrin
fantasi, seni, visualisasi, metafora, dan pada Pasien yaitu stimulus kata-kata
memanfaatkan ketidaksadaran untuk pembimbing (penulis) mendorong kedua
berkomunikasi pikiran sadar kita. Guided sistem syaraf menciptakan beta endorphin
imagery membuat individu untuk berfikir endogen dan meminimalkan hormon kortisol
kreatif dengan mengabaikan yang mampu meningkatkan ketenangan, rileks
permasalahannya, tiga prinsip dari Guided dan menurunkan tingkat risiko bunuh diri.
imagery yaitu pertama menghubungkan Relaksasi guided imagery yang dilakukan
pikiran dengan tubuh, dengan mengisyaratkan pada lingkungan yang nyaman dan terjaga
kepada tubuh tentang perasaan dan privasi pasien serta dilakukan dengan fokus
pengalaman yang dialami saat berada pada dan benar maka dapat menimbulkan perasaan
fase konsentrasi di alam bawah sadar. Prinsip tenang dan nyaman baik secara fisik maupun
kedua adalah bahwa jika kita membayangkan psikologis Pasien yang akhirnya dapat
sesuatu hal yang indah diubah kekeadaan mengurangi tingkat risiko bunuh diri pasien.
kesadaran seolah-olah menjadi kenyataan dan Terapi dalam studi kasus ini mampu
dialami oleh tubuh kita, aktivitas gelombang mengembangkan koping individu menjadi
otak dan biokimia dapat berubah, yang dapat adaptif, dan terjadilah penurunan tingkat
menyebabkan kognitif (proses berpikir) dan risiko bunuh diri Pasien. Hal ini dibuktikan
perubahan emosional. Terakhir, locus of setelah intervensi Terapi Relaksasi Guided
control adalah hal penting dari konsep ini. imagery diberikan, tingkat risiko bunuh diri
Jika seseorang percaya dengan dirinya sendiri Pasien berkurang dari risiko bunuh diri tinggi
bahwa dia dapat mengontrol aspek menjadi risiko bunuh diri rendah.
kehidupannya sendiri, sehingga harga diri
meningkat. Tiga tujuan utama untuk
penggunaan metode ini meliputi yang berikut:
pengurangan stres dan relaksasi, visualisasi SIMPULAN
aktif atau terarah, dan pemanfaatan citra tubuh
manusia untuk memperoleh kata dan gambar
pada alam bawah sadar.Langkah pertama Pengkajian risiko bunuh diri pasien depresi
adalah mengajarkan teknik relaksasi. Setelah berat berada dalam kategori tingkat risiko
klien dalam keadaan santai, klien dapat bunuh diri tinggi. Pada Pasien 1 ditemukan
memulai proses visualisasi. Guided imagery skor risiko bunuh diri 14 (risiko tinggi)
dapat menggunakan arahan, di mana gambar sedangkan skor risiko bunuh diri Pasien 2
ditimbulkan melalui proses sadar atau tidak adalah 11 (risiko tinggi). Respon dari kedua
sadar yang dapat membuat klien merasa Pasien saat diberikan Terapi Relaksasi Guided
tenang dan nyaman. Hal ini didukung oleh imagery, kedua Pasien mengatakan, merasa
penelitian (Beck, 2015) bahwa Guided tenang dan nyaman, tidak ingin berfikir untuk
imagery dapat mengatasi stress, gangguan bunuh diri, ingin meningkatkan iman dengan
mood, depresi, kecemasan dan gejala tekanan ibadah yang lebih giat. Pasien cukup antusias
fisik dengan Efek menurunkan hormon selama pelaksanaan Terapi Relaksasi Guided
kortisol, dan pendapat (Guyton & Hall, 2008) imagery. Risiko bunuh diri pada kedua Pasien
memaparkan bahwa teknik relaksasi Guided mengalami penurunan risiko bunuh diri yaitu
imagery menyebabkan pengeluaran hormon Pasien 1 dengan penurunan 11 skor menjadi 3
‘kebahagiaan’ (betaendorfin) meningkat ( risiko rendah) dan Pasien
untuk berproduksi sehingga 2 dengan penurunan 8 skor menjadi 3 (risiko
dapat mengurangi perasaan stres atau rendah).
kecemasan.

Penulis berargumen, terapi Relaksasi


UCAPAN TERIMAKASIH
Guided imagery mampu menstimulasi

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Penulis menuturkan terimakasih kepada
seluruh unit terkait dalam proses
penyusunan laporan kasus ini.

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
REFERENSI

Beck, B. D. (2012). Guided Imagery and Music (GIM) with adults on sick leave suffering from work- related
stress – a mixed methods experimental study. Aalborg Universitety Denmark.
Beck, B. D., Hansen, Å. M. H., & Gold, C. (2015). Coping with Work-Related Stress through Guided Imagery and
Music (GIM): Randomized Controlled Trial. Journal of Music Therapy, 52(3), 323–352,.
Dirgayunita, A. (2020). Depresi : Ciri , Penyebab dan
Penangannya, 1–14.
Fatimah, & Fitriani, D. R. (2017). Inovasi Guided Imagery Terhadap Gejala Resiko Bunuh Diri Di Ruang Punai
RSJD Atmahusada Samarinda, 1– 29.
Guyton, A., & Hall, J. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Kemenkes. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa Di Indonesia. infoDATIN.
Lumongga, N. (2016). Depresi: Tinjauan Psikologis.
Jakarta: Kencana.
Nicolussi, A. C., Sawada, N. O., Mara, F., Cardozo, C., & Paula, J. M. De. (2016). Relaxation With Guided
Imagery And Depression In Patients With Cancer Undergoing Chemotherapy, 21(4), 1–
10.
Nurgiawiati, E. (2015). Terapi Alternatif & Komplementer Dalam Bidang Keperawatan. IN MEDIA. Bandung.
Pemayun, C. I. S., & Diniari, N. K. S. (2017). Perilaku Bunuh Diri Pada Klien Terapi Metadon Di PTRM Sandat
RSUP Sanglah. E-Jurnal Medika, 6(5), 1–4.
Rahayu, D. A., & Nurhidayati, T. (2012). Penilaian Terhadap Stresor & Sumber Koping Penderita Kanker Yang
Menjalani Kemoterapi, (18), 95–
103.
Santoso, M. B., Hasanah, D., Asiah, S., & Kirana, C. I. (2017). Bunuh Diri Dan Depresi Dalam Perspektif
Pekerjaan. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3), 390–
447.
Simanjuntak, J. (2013). Konseling Gangguan Jiwa & Okultisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Retrieved
from
https://books.google.co.id/books?id=EVdjD wAAQBAJ
Skeens, L. M. (2017). Guided Imagery : A Technique to Benefit Youth at Risk. National Youth At Risk Journal,
2(2).
Smeltzer, S. C. (2014). Smeltzer, S. C. (2014). Keperawatan medikal bedah (handbook for Brunner &
Suddarth’s textbook of medical- surgical nursing) edisi 12. Diterjemahkan oleh Devi Yulianti & Amelia
Kimin. Jakarta: EGC. Jakarta: EGC Medical Book.
Smeltzer, & Bare. (2013). Buku Ajar KeperawatanMedical Bedah Brunner & Suddart edisi 8. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Valentina, T. D., & Helmi, A. F. (2016). Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri : Meta-Analisis. Buletin
Psikologi, 24(2), 123–
135.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.1 8175
WHO. (2019). Word Health Statistics 2019 :
Monitoring healt for SDGs. Annex
ANALISIS PICOT JURNAL PENURUNAN RESIKO BUNUH DIRI
DENGAN TERAPI RELAKSASI GUIDED IMAGERY PADA
PASIEN DEPRESI BERAT

Population : Sampel dalam studi kasus ini yaitu 2 Pasien depresi berat gejala psiotik dengan
risiko bunuh diri dan pernah melakukan percobaan bunuh diri. pasien 1 usia 31
tahun, jenis kelamin laki-laki, diagnosa medis Depresi Berat gejala Psikotik. Pada
Pasien 2 usia 25 tahun, jenis kelamin perempuan, diagnosa medis Depresi Berat
gejala Psikotik.
Intervention : penulisan ini menggunakan metode deskriptif studi kasus dengan strategi proses
keperawatan pada 2 pasien yang mempusatkan pada salah satu masalah penting
pada asuhan keperawatan risiko bunuh diri. Studi kasus ini dimulai dari
pengkajian, merumuskan masalah, membuat perencanaan, melakukan
implementasi dan evaaluasi. Studi kasus ini dilakukan dengan memberikan
intervensi setelah itu di lihat pengaruhnya. Penelitian ini tentang Penerapan Terapi
Relaksasi Guided imagery terhadap tingkat risiko bunuh diri pasien depresi berat
Di RSJD Dr. Dilakukan sebanyak 3x dalam 3 hari dengan durasi tiap Terapi
Relaksasi Guided imagery yaitu 15 menit. Sampel dalam studi kasus ini yaitu 2
Pasien depresi berat gejala psiotik dengan risiko bunuh diri dan pernah melakukan
percobaan bunuh diri.
Comparasion : Pada jurnal Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided
Imagery Pada Pasien Depresi Berat tidak ada jurnal pembading intervensi yang
diberikan pada jurnal ini.
Outcome : Hasil studi kasus diperoleh setelah dilakukan asuhan keperawatan menggunakan
Evidance Based Nursing Practice Terapi Relaksasi Guided imagery dengan
masing-masing 3 hari implementasi yang dilakukan terhadap pasien 1 dan pasien
2. Berdasarkan tabel 1 pada hari ke-1 pasien 1 skor risiko bunuh mengalami
penurunan skor bunuh diri sebesar 3 skor, sedangkan pasien 2 skor risiko bunuh
diri turun sebesar 4 skor setelah diberikan terapi Guided imagery. Hari ke-2 pasien
1 terjadi penurunan risiko bunuh diri 4 skor , penurunan risiko bunuh diri pasien 2
sebesar 1 skor setelah diberikan terapi Guided imagery. Hari ke-3 skor risiko
bunuh diri mengalami penurunan risiko bunuh diri pada Pasien 1 sebesar 4 skor,
sedangkan Pasien 2 skor risiko bunuh diri mengalami penurunan sebesar 3 skor
setelah diberikan terapi Guided imagery. Dari data tersebut diketahui bahwa terapi
Guided imagery dapat menurunkan risiko bunuh diri yang mengalami depresi
berat sebesar 3-11 skor. Dari data tersebut diketahui bahwa terapi relaksasi guided
imagery dapat menurunkan risiko bunuh diri pasien depresi berat. Pada pemberian
terapi relaksasi Guided imagery hari ketiga, kedua Pasien merasa tenang dan
nyaman, dapat tidur pada malam hari, tidak ingin berfikir untuk bunuh diri, ingin
meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat, ingin membahagiakan anak
dan istri/suaminya, harga diri Pasien meningkat, rasa putus asa menurun, Pasien
juga mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul bersama keluarganya karena
rindu terhadap keluarganya.
Time : Penelitian ini dilakukan Desember 2019 yang dilaksanakan di ruang UPIP RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Semarang

Anda mungkin juga menyukai