Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KEJIWAAN RESIKO PRILAKU KEKERASAN


DI RUANG KENANGA RSUD. X
PADA TANGGAL 16-20 JANUARI 2021

OLEH
WISNU (18.321.2900)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
TAHUN AJARAN 2021
Denpasar, 20 Januari 2020

Mengetahui
Mahasiswa
Pembimbing Akademik (CT)

(Desak Made Ari Dwi Jayanti, S.Kep. Ns)


(Wisnu)
NIK: 2.04.11.505
NIM.18.321.2900
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUANG KEJIWAAN
PRILAKU KEKERASAN
I. Kasus (Masalah Utama)
Resiko Prilaku Kekerasan
II. Definisi
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive behavior) yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, termasuk
kepada hewan atau benda-benda. Ada perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun
perasaan dengan agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi adalah suatu respon terhadap kemarahan,
kekecewaan perasaan dendam atau ancaman yang memancing amarah yang dapat membangkitkan suatu
perilaku kekerasan sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang berupa tindakan
menyerang orang lain (assault), agresivitas terhadap diri sendiri (self aggression) serta penyalahgunaan
narkoba (drugs abuse). Untuk melupakan persoalan hingga tindakan bunuh diri juga merupakan suatu
bentuk perilaku agresi. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. (Muhith, Abdul, 2015). Berdasarkan defenisi
ini, maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku secara verbal dan fisik.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis. Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam
dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.
(Dermawan, Deden,dkk, 2013).
III.Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor presdiposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah faktor biologis,
psikologis dan sosiokultural.
a. Faktor biologis
1. Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebakan oleh suatu dorongan kebutuhan
dasar yang sangat kuat.
2. Psychosomatic Theory (teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap stimulus eksternal,
internal maupun lingkungan. Dalam hal ini system limbic berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1. Frustration Aggression Theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi.
Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau
menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena
perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2. Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas/situasi
yang mendukung
3. Eksistensial Theory (Teory Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat
terpenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui
berperilaku destruktif.
c. Faktor sosiokultural
1. Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah.
Norma budaya dapat mendukung individu untuk merespon asertif dan agresif
2. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialitas.
B. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik. Stressor
tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun
dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit
fisik, dan lain-lain). Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan. (Dermawan, Deden, 2013).
C. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri antara
lain:
a) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat unutk suatu
dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas adona kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
b) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya seorang
wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terdadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
c) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar. Misalnya seorang
anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran
atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
d) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih lebihkan sikap dan
perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang
tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
e) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia
4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar
didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 104).
D. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif A gresif PK

Klien mampu Klien gagal Klien Klien Perasaan


mengungkapka menapai merasa tidak mengekspresikan marah dan
n rasa marah tujuan dapat secara fisik, bermusuha
tanpa kepuasan saat mengungkap tapi n yang kuat
menyalahkan marah dan kan masih terkontrol, dan hilang
orang lain dan tidak dapat perasaannya, mendorong kontrol
memberikan menemukan tidak orang lain disertai
kelegaan. alternatifnya. berdaya dengan ancaman amuk,
dn merusak
menyerah. lingkungan
Gambar Rentang Respon Marah

a. Respon Adaptif

Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku.
Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan
dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon Maladaptif

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 97).
E. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat
anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan
tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media
yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang
harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan
lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga
yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif
(pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat
kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal
145).
d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal
adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
IV. Pohon Masalah

Resiko Mencederai diri sendiri dan Effect


orang lain

Resiko Perilaku Kekerasan Core Problem

Halusinasi Causa

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Faktor Predisposisi dan Prespitasi

V. Teori Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien:
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah
sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit.
Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :
a. Faktor biologis
1. Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebakan oleh suatu dorongan
kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2. Psychosomatic Theory (teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap stimulus eksternal,
internal maupun lingkungan. Dalam hal ini system limbic berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1. Frustration Aggression Theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi.
Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat.
Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.
2. Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas/situasi
yang mendukung
3. Eksistensial Theory (Teory Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat terpenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui
berperilaku destruktif.
c. Faktor sosiokultural
1. Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah.
Norma budaya dapat mendukung individu untuk merespon asertif dan agresif
2. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialitas.

d. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik. Stressor
tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun
dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit
fisik, dan lain-lain). Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan (Dermawan, Deden, dkk,
2013).
e. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.
f. Konsep Diri
- Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
- Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau belom, kalau sudah menikah
apakah sudah memiliki anakn
- Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala keluarga, ibu/ ibu rumah tangga
atau sebagai anak dari berapa bersaudara
- Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien akan melakukan
apa untuk hidupnya selanjutnya, apakah lebih bersemangat atau membuat lembaran baru.
- Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang
berinteraksi dengan orang lain.
g. Hubungan Sosial
Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya siapa ,ataukah teman sekamar yg
satu agama. Apakah Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya atau sangat
peduli dengan lingkugannya, apakah klien sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah
,apakah klien merupakan orang yg jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman
yang lain, ataukah sangat sensitive.
h. Spiritual
- Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya Tuhan atau dia sering
mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.

- Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang beribadah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
i. Status Mental
- Penampilan: pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut
tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti
tidak intrest, kurang mendengarkan.
- Pembicaraan: Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan
pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara
kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
- Aktivitas Motorik: Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan
aktivitas
- Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan
bicara saat berkomunikasi.
- Memori Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
j. Kebutuhan Persiapan Pulang
- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan
merapikan pakaian.
- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum
VI. Diagnosa Keperawatan
1. Prilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah
4. Koping individu tidak efektif
5. Halusinasi

VII. Rencana Keperawatan


No Dx. Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi
1. Prilaku TUM: Klien dapat Setelah ....x... menit a Beri salam dan panggil nama
kekerasan selam...jam klien kien
melanjutkan
menunjukkan tanda-tanda b Sebutkan nama perawat sambil
hubungan peran percaya pada perawat : berjabat tangan
sesuai denga a. Menjawab salam c Jelaskan maksud hubungan
tanggung jawab b. Mau menerima interaksi
perawat
TUK 1: Klien dapat d Jelaskan tentang kontrak yang
c. Ada kontak mata
akan dibuat
membina d. Mau berjabat tangan
e Beri rasa aman dan sikap
hubungan saling empati
percaya f Lakukan kontak singkat tapi
sering

TUK 2: Klien dapat Setelah .....x..menit a. Beri kesempatan


mengidentifikasi selama.....jam klien dapat mengungkapkan perasaannya
mengungkapkan b. Bantu klien mengungkap
penyebab
perasaannya : perasaannya
perilaku a) Klien dapat
kekerasan mengungkapkan
perasaannya
b) Klien dapat
mengungkapkan
penyebab perasaan
jengkel/jengkel
(dari diri sendiri,
orang lain dan
lingkungan)

TUK 3: Klien dapat Setelah .....x..menit a) Anjurkan klien


mengidentifikasi selama.....jam klien dapat mengungkapkan yang
mengekpresikan perasaannya
tanda-tanda dialami saat marah/jengkel
:
perilaku a) Klien dapat b) Observasi tanda-tanda
perilaku kekerasan pada klien
kekerasan mengungkapkan
c) Simpulkan bersama klien
perasaan saat
tanda-tanda klien saat
marah atau
jengkel/marah yang dialami
jengkel
b) Klien dapat
menyimpulkan
tanda-tanda
jengkel/kesal yang
dialami

TUK 4: Klien dapat Setelah .....x..menit a) Anjurkan klien


mengidentifikasi selama.....jam klien dapat mengungkapkan perilaku
perilaku mengatakan perasaannya :
kekerasan yang biasa
kekerasan yang a) Klien
biasa dilakukan dilakukan klien
dapatmengungkapkan
b) Bantu klien dapat bermain
perilaku kekerasan yang
peran dengan perilaku
dilakukan
kekerasan yang biasa
b) Klien dapat bermain
dilakukan
peran dengan perilaku
kekerasan yang c) Bicarakan dengan klien

dilakukan apakah dengan cara yang

c) Klien dapat mengetahui klien lakukan masalahnya

cara yang biasa dapat selesai

menyelesaikan masalah
atau tidak

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : (L) Tn.A Tanggal Dirawat :4. 16
Umur : 30 tahun Tanggal Januari
3. 17
Alamat : Jagapati Pengkajian : Januari
2. M
Pendidikan : SMA Ruang Rawat
:
Agama : Hindu
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
JenisKel. : Laki-laki
No RM : 2985xxxx

2. ALASAN MASUK
a. Data Primer
Keluarga pasien mengatakan pasien sering mengamuk, berkata kasar dan mengancam
orang disekitarnya sebelum dibawa ke RSJ
b. Data Sekunder
Menurut hasil pengkajian pasien sering berteriak, kontak mata tajam, sering memukul meja
dan sesekali menghembuskan nafas panjang. Penampilan pasien juga terlihat kotor dan
tidak rapi, keluarga pasien mengatakan sulit untuk membujuknya untuk membersihkan diri.

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI


a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSJ provinsi bali pada tanggal 15 januari 2021. Pasien diantar oleh
keluarganya dan dibantu beberapa tokoh masyarakat ke UGD RSJ. Menurut keluarganya
klien sering mengamuk, berkata kasar dan mengancam orang disekitarnya sebelum
dibawa ke UGD RSJ. Kondisi pasien tersebut diikat, bau badan menyengat dan kotor.
Saat ini klien sering berteriak, kontak mata tajam, sering memukul meja dan sesekali
menghembuskan nafas panjang. Pasien sering dibandingkan mengenai pekerjaannya.
b. Faktor presipitasi
Setelah dilakukan pengkajian keluarga pasien mengatakan pasien sering dibanding-
bandingkan mengenai pekerjaannya oleh lingkungan sekitar, keluarga pasien juga
mengatakan pasien sering merasa dihina dan sering marah.
4. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?
 Ya
 Tidak
JikaYa, Jelaskan:
Dari hasil pengkajian keluarga pasien dan data dari rekam medis pasien pernah mengalami
gangguan jiwa sekitar 4 tahun yang lalu karena sering mengalami penolakan akibat pasien
merasa dirinya tidak becus dalam bekerja, lalu kelurga pasien langsung membawa pasien
ke RSJ untuk di rawat.
2. Pengobatan sebelumnya
 Berhasil
 Kurang berhasil  Tidak berhasil
Jika ya Jelaskan:
Dari hasil pengkajian Keluarga pasien dan dari data rekam medis pasien pernah mengalami
gangguan jiwa tetapi dapat diobati dan sembuh.
3. a.Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
 Ya
 Tidak
Jika ya Jelaskan
b. Pernah ada riwayat NAPZA
 Narkotika
 Penyalahgunaan Psikotropika
 Zat aditif : kafein, nikotin, alkohol
 Dll
c. Riwayat Trauma
Usia Pelaku Korban Saksi
1. Aniaya fisik ………… ………… ………… …………
2. Aniayaseksual ………… ………… ………… …………
3. Penolakan 27 √ ………… …………
4. Kekerasan dalam keluarga ………… ………… ………… …………
5. Tindakan kriminal ………… ………… ………… …………
6. Usaha Bunuh diri ………… …………
Jelaskan: Menurut hasil pengkajian keluarga pasien dan hasil rekam medis pasien pernah
mengalami penolakan ditempat pekerjaannya karena gagal dalam bekerja
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan,


kematian, perpisahan ) Bila Ya
Jelaskan:
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penolakan ditempat kerjanya dan membuat
pasien merasa putus asa dan marah.
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
Prilaku kekerasan
5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. Anggota keluarga yang gangguan jiwa ?

A
d
a

T
id
a
k
Kalau ada :
Hubungan keluarga :
-
Gejala :
-
Riwayat pengobatan :
-
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
Tidak ada

6. PEMERIKSAAAN FISIK
Tanggal : 17 Januari 2021
1. Keadaan umum :
komposmestis
2. Tanda vital:
TD: 110/80mm/Hg
N:72x/m
S: 36oC
P: 20 x/m
3. Ukur: BB 61kg TB 173cm
 Turun
 Naik

4. Keluhan fisik:
 Nyeri : Ringan (1,2,3),Sedang(4,5,6), Berat terkontrol (7 8 9),
Berat tidak terkontrol (10) (Standar JCI) Ya :
P=
Q=
R=
S=
T=
Tidak
 Keluhan
lain Tidak
ada keluhan
Jelaskan:
-
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Tidak ada

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (Sebelum dan sesudah sakit)


1. Genogram:

Keterangan: = Menikah
= Laki-laki
= Tinggal 1 rumah
= Perempuan
= Pasien
Keterangan Gambar :
Pasien adalah anak tunggal. Ayah dan ibu pasien menikah dan tinggal 1 rumah dengan
pasien. Pasien dikenal ramah dan baik sebelum mengalami gangguan jiwa

Masalah / DiagnosaKeperawatan : Tidak ada masalah


a. Citra tubuh :
Pasien menganggap tubuhnya anugrah dari tuhan. Pasien bersyukur dan menerima
tubuhnya apa adanya
b. Identitas :
Pasien mengatakan namanya adalah tn.a dan bekerja sebagai wirasawasta
c. Peran :
Pasien berusia 30 tahun dan belum menikah, pasien takut menikah karena kondisinya
belum stabil
d. Ideal diri :
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat pulang karena ingin menjadi orang
yang bisa diandalkan
e. Harga diri :

Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Tidak ada masalah
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Pasien mengatakan memiliki keluarga dan orang tua yang mendukungnya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
Pasien mengatakan jarang mengikuti kegiatan social karena malu dengan kondisinya
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
pasien tampak tidak memiliki hambatan dalam berkomunikasi pasien dapat dengan
baik berinteraksi dengan orang lain.
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan percaya dengan Tuhan dan sering berdoa
b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan sering berdoa/sembahyang 1x sehari
7. STATUS MENTAL
1. Penampilan
 Tidak rapi
 Penggunaan pakaian tidak sesuai
 Cara berpakaian tidak sesuai fungsinya Jelaskan:
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Defisit Perawatan diri
2. Pembicaraan
 Cepat
 Keras
 Gagap
 Apatis
 Lambat
 Membisu
 Tidakmampu memulai pembicaraan
 Lain-lain………..
Jelaskan: pasien berkata dengan cepat dan agak keras
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Perilaku kekerasan
3. Aktifitasmotorik/Psikomoto
r Kelambatan :
 Hipokinesia,hipoaktifitas
 Katalepsi
 Sub stupor katatonik
 Fleksibilitasserea
Jelaskan:
Reaksi terhadap lingkungan sangat kurang

Peningkatan :
 Hiperkinesia,hiperaktifitas  Grimace
 Gagap  Otomatisma
 Stereotipi  Negativisme
 Gaduh Gelisah Katatonik  Reaksikonversi
 Mannarism  Tremor
 Katapleksi  Verbigerasi
 Tik  Berjalankaku/rigid
 Ekhopraxia  Kompulsif :sebutkan
 Command automatism …………

Jelaskan:
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Isolasi sosial
4. Afek dan Emosi
Pertanyaan :
- Bagaimana perasaan anda akhir akhir ini ?
- Jika tidak ada respon, lanjutkan dengan pertanyaan : Bagaimana perasaan anda senang
apa sedih?
- Jika pasien tampak sedih, tanyakan : bagaimana sedihnya? Dapatkah anda
menceritakannya?
- Jika pasien menunjukkan gambaran depresi , lanjutkan dengan pertanyaan:
- Bagaimana dengan masa depanmu?Apakah anda benar benar tidak punya harapan?
- Jika “ya” Lanjutkan dengan : Bukankah hidup ini berharga?
- Lanjutkan dengan pertanyaan : adalah keininginan untuk melukai
sesuatu?

a. Afek

 Adekuat
 Tumpul
 Dangkal/datar
 Inadekuat
 Labil
 Ambivalensi
Jelaskan: saat di berikan pertanyaan pasien tampak ekspresi perasaan sering
berubah-ubah kadang marah dan diam
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
b. Emosi
 MerasaKesepian
 Apatis
 Marah
 Anhedonia
 Eforia
 Cemas (ringan,sedang,berat,panic)
 Sedih
 Depresi
 Keinginan bunuh diri
Jelaskan: Emosi pasien yang dirasakan saat ini ingin marah, sedih dan
merasa deperesi akibat penolakan yang terjadi dengan dirinya.
Masalah / DiagnosaKeperawatan : prilaku kekerasan
5. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Tidakkooperatif
Mudahtersinggung
Kontakmatakurang
Defensif
Curiga

Jelaskan: Selama wawancara berlangsung pasien kurang kooperatif karena


emosinya kurang stabil
Masalah / DiagnosaKeperawatan : prilaku kekerasan
6. Persepsi – Sensorik
Pertanyaan pada pasien :
- Apakah anda sering mendengar suara saat tidak ada orang atau saat tidak ada
orang yang berbicara?
- ATAU : Apakah anda mendengar suara orang yang tidak dapat anda lihat.
- Jika : ‘ya”
- Apakah itu benar benar suara yang datang dari luar kepala anda atau dalam
pikiran anda.
- Apa yang dikatakan oleh suara itu?
- Berikan contohnya, apa yang anda dengar hari ini atau kemarin Halusinasi
 Pendengaran
 Penglihatan
 Perabaan
 Pengecapan
 Penciuman
 Kinestetik
 Visceral
 Histerik
 Hipnogogik
 Hipnopompik
 Perintah
 Seksual

Ilusi
 Ada
 Tidak ada

Depersonalisasi
 Ada
 Tidak ada

Derealisasi
 Ada
 Tidak ada
Jelaskan: -
Masalah / DiagnosaKeperawatan :-

7. Proses Pikir Pertanyaan :


a. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang atau suatu kekuatan di luar anda
memasukkan buah pikiran yang bukan milik anda ke dalam pikiran anda, atau
menyebabkan anda bertindak tidak seperti biasanya ?
b. Pernahkan anda percaya bahwa anda sedang dikirimi pesan khusus melalui
TV, radio atau koran, atau bahwa ada seseorang yang tidak anda kenal secara
pribdai tertarik pada anda?

c. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang membaca pikiran anda atau
bisa mendengar pikiran anda atau bahkan anda bisa membaca atau mendengar
apa yang sedang dipikirkan oleh orang lain ?

d. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang memata matai anda, atau
seseorang telah berkomplot melawan anda atau menciderai anda ?

e. Apakah keluarga atau teman anda pernah menganggap keyakinan anda aneh
atu tidak lazim ?

Arus Pikir :
 Koheren
 Inkoheren
 Sirkumstansial
 Neologisme  Tangensial
 Logorea
 Kehilangan asosiasi
Bicaralambat
Flight of idea
Bicaracepat
Irrelevansi
Main kata-kata
Blocking
 Pengulangan Pembicaraan/perseverasi
 Afasia
 Asosiasibunyi Jelaskan: arus piker pasien saat berbicara cepat
Masalah / DiagnosaKeperawatan :-

Isi Pikir
 Obsesif
 Ekstasi
 Fantasi
 Alienasi
 PikiranBunuhDiri
 Preokupasi
 PikiranIsolasisosial
 Ide yang terkait
 PikiranRendahdiri
 Pesimisme
 Pikiranmagis
 Pikirancuriga
 Fobia,sebutkan…………..  Waham:
 Agama
 Somatik/hipokondria
 Kebesaran
 Kejar / curiga
 Nihilistik
 Dosa  Sisippikir
 Siar pikir
 Kontrolpikir Jelaskan:
Pikiran pasien saat ini rendah diri dikarenakan takut mengalami penolakan dan
berujung tidak bisa mengontrol diri dan membuatnya marah
Masalah/DiagnosaKeperawatan:
Harga diri rendah.
 Gangguan proses pikir : ........................... (jelaskan)  Lain-lain,
jelaskan..........
8. Kesadaran
 Menurun:
 Compos mentis
 Sopor
 Apatis/sedasi
 Subkoma
 Somnolensia
 Koma
 Meninggi
 Hipnosa
 Disosiasi: ……………….
 Gangguanperhatian

Jelaskan:
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
9. Orientasi
 Waktu
 Tempat
 Orang
Jelaskan: Pasien mampu menjawab ketika ditanya waktu saat ini, tempat
dirawat dan menyebutkan nama orang lain.
Masalah / DiagnosaKeperawatan: Tidak ada masalah
10. Memori
 Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan)
 Gangguan daya ingat jangka pendek ( 1 hari – 1 bulan)
 Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam)
 Amnesia Paramnesia:
Konfabulasi
Dejavu
Jamaisvu
Fause reconnaissance hiperamnesia
Jelaskan: pasien tidak memiliki gangguan tentang daya ingatnya pasien masih
mengingat semua hal yang terjadi pada dahulu dan sekarang
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Tidak ada masalah

11. Tingkat konsentrasi dan berhitung


 Mudah beralih
 Tidak mampu berkonsentrasi
 Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan:
pasien tidak mampu berkosentrasi dengan baik, dimana pada saat disuruh
berhitung kadang pasien salah berhitung dan kurang focus dengan istruksi yang
diberikan.
Masalah/DiagnosaKeperawatan :
Harga diri rendah

12. Kemampuan penilaian


 Gangguan ringan
 Gangguanbermakna
Jelaskan:
Pasien dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan dengan
bantuan orang lain.
Masalah/DiagnosaKeperawatan:
Tidak ada masalah
 Gangguan proses pikir :............... (jelaskan)

13. Daya tilik diri


 Mengingkari penyakit yang diderita
 Menyalahkan hal-hal diluar dirinya Jelaskan:

Masalah/DiagnosaKeperawatan :
 Gangguan proses pikir :............... (jelaskan)
8. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
 Mandiri
 Bantuan Minial
 Bantuan total
Jelaskan:
Diharapkan pasien dapat makan mandiri tampa bantuan orang dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien. Pasien dapat memilih makanan yang disukai dan tidak
suka. Pasien dapat mencuci alat makan setelah digunakan.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
-
2. BAB/BAK
 Mandiri
 Bantuan minimal
 Bantuan total
Jelaskan:
Diharapkan pasien dapat melakukan BAK/BAB Mandiri tampa bantuan orang
lain. Dimana pasien dapat menggunakan dan membersihkan wc. Mampu
membersihkan diri dan merapikan pakian setelah BAK/BAB.
Masalah/DiagnosaKeperawatan:
-
3. Mandi
 Mandiri
 Bantuan minimal
 Bantuan total
4. sikat gigi
 Mandiri
 Bantuan minimal
 Bantuan total
5. keramas
 Mandiri
 Bantuan minimal  Bantuan total
Jelaskan :
Diharapkan pasien mampu mandi, sikat gigi dan keramas secara mandiri
Dimana pasien mampu dan menerapkan cara mandi, sikat gigi dan keramas
dengan benar. Tubuh pasien tampak bersih dan wangi.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
-
6. Berpakaian/berhias
 Mandiri
 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan :
pasien dapat memakai pakian secara mandiri, pakian pasien tampak rapi dan
bersih. Pasien mampu berganti pakian 1 kali sehari dan memilih pakian yang ingin
digunakan.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
-
7. Istirahatdantidur
- Tidur Siang, Lama : 13:00 s/d 14:00 Wita
- TidurMalam, Lama : 08:00 s/d 06:00 Wita
 Aktifitas sebelum/sesudah tidur : -
Jelaskan : -
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Tidak ada masalah
8. Penggunaan obat
 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan:
Pasien dalam penggunaan obat dibantu dengan keluarga agar obat yang
didapatkan semuanya diminum sesui dengan jadwal oleh pasien.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
-
9. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
PerawatanLanjutan
Sistem pendukung Tidak
Keluarga
Terapis
Teman sejawat
Kelompok sosial

Jelaskan :
Dalam pemeliharaan kesehatan pasien perlu mendapatkan perawatan lanjutan.
Sistem dukungan pasien ada dari keluarga dan terapis.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Tidak ada masalah
10. Aktifitas dalam rumah
Ya Tidak
Mempersiapkanmakanan
Menjagakerapihanrumah
Mencuci Pakaian
Pengaturan keuangan

11. Aktifitas di luar rumah


Ya Tid
ak
Belanja
Transportasi
Lain-lain

Jelaskan :
-
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
-
9. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
 Bicara dengan orang lain  Minum alkhohol
 Mampu menyelesaikan  Reaksi lambat/berlebihan
masalah  Bekerja berlebihan
 Teknik relaksasi  Menghindar
 Aktifitas konstruktif  Menciderai diri
 Olah raga  Lain-lain…………..
 Lain-lain…………….
Jelaskan :
Mekanisme data koping yang muncul adalah reaksi berlebihan ditandai dengan bicara
cepat dan mudah marah
Masalah/DiagnosaKeperawatan:
Prilaku kekerasan

10. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


 Masalahdengan dukungan kelompok, spesifiknya
 Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya
 Masalah dengan pendidikan, spesifiknya
 Masalahdenganpekerjaan, spesifiknya
 Masalahdenganperumahan, spesifiknya
 Masalahdengan ekonomi, spesifiknya
 Masalahdengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
 Masalahlainnya, spesifiknya
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Tidak ada masalah
11. ASPEK PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang
tentang suatu hal?  Penyakit/gangguanjiwa
 Sistempendukung
 Faktorpresipitasi
 Mekanismekoping
 Penyakitfisik
 Obat-obatan
 Lain-lain, jelaskan
Jelaskan:
Pasien tidak mengetahui faktor presipitasi dan mekanisme koping tentang masalah
yang sedang dihadapi pasien.
Masalah/DiagnosaKeperawatan: -

12. ASPEK MEDIS


Diagnosis medik : Skizofrenia tak terinci
Terapimedik :
1. Cholorpromazine 1x100 mg
2. Haloperidole 2x5 mg
3. Triheksifenidele 2x2 mg
13. Analisa Data
No DATA MASALAH / DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1 Ds: Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah Prilaku Kekerasa
sakit jiwa pasien mengamuk, berkata kasar dan
mengancam
Keluarga pasien mengatakan jika mempunyai masalah
pasien akan merusak barang-barang yang ada
disekitarnya
Do: Wajah pasien tampak merah, kontak mata tajam, dan
sesekali memukul meja
2 Ds: Pasien mengatakan takut berumah tangga dikarenakan Harga diri Rendah
kondisinya
Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak mampu dan
tidak bisa berbuat apa-apa
Do: Pasien tampak gelisah dan tidak focus jika diberkan
pertanyaan
14. Pohon Masalah
Effect Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Care Problem Resiko Prilaku Kekerasan

Causa Harga Diri Rendah

15. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Resiko Prilaku Kekerasan
2. Harga diri rendah
RENCANA KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA

Inisial Klien : Tn.A Ruangan : Melati


RM No. : 2985xxxx
N Dx. Perencanaan
o Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Prilaku TUM: Klien dapat Setelah 7x pertemuan klien a) Beri salam dan panggil nama kien Membangun kepercayaan
kekerasan menunjukkan tanda-tanda b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat
melanjutkan pasien terhadap perawat
percaya pada perawat : tangan
hubungan peran a) Menjawab salam agar pasien bisa percaya
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi
sesuai denga b) Mau menerima perawat terhadap perawat.
c) Ada kontak mata d) Jelaskan tentang kontrak yang akan
tanggung jawab dibuat (terapi Assertiveness training)
d) Mau berjabat tangan
TUK 1: Klien dapat e) Beri rasa aman dan sikap empati
membina f) Lakukan kontak singkat tapi sering
hubungan saling
percaya

TUK 2: Klien dapat Setelah 7x pertemuan klien a) Beri kesempatan mengungkapkan Pendekatan untuk
mengidentifikasi dapat mengungkapkan perasaannya mengetahui keluhan yang
perasaannya : b) Bantu klien mengungkap perasaannya
penyebab dialami pasien agar
a) Klien dapat
perilaku mengungkapkan mempemudah untuk
perasaannya
kekerasan membantu menentukan
b) Klien dapat
tindakan yang diberikan.
mengungkapkan
penyebab
perasaan
jengkel/jengkel
(dari diri sendiri,
orang lain dan
lingkungan)

TUK 3: Klien dapat Setelah 7x pertemuan klien a) Anjurkan klien mengungkapkan yang Meningkatkan rasa
mengidentifikasi dapat mengekpresikan dialami saat marah/jengkel kepercayaan pada pasien
perasaannya :
tanda-tanda b) Observasi tanda-tanda perilaku dan untuk menambah
c) Klien dapat
kekerasan pada klien
perilaku pengetahuan pasien
mengungkapkan c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda
kekerasan
perasaan saat marah klien saat jengkel/marah yang dialami
atau jengkel
d) Klien dapat
menyimpulkan tanda-
tanda jengkel/kesal
yang dialami

TUK 4: Klien dapat Setelah 7x pertemuan klien a) Anjurkan klien mengungkapkan Untuk meningkatkan
mengidentifikasi dapat mengatakan perasaannya : perilaku kekerasan yang biasa pengetahuan tentang prilaku
perilaku a) Klien dapat
dilakukan klien kekerasan dan cara
kekerasan yang mengungkapkan
biasa dilakukan b) Bantu klien dapat bermain peran mengatasi kemarahan
perilaku kekerasan dengan perilaku kekerasan yang biasa
yang dilakukan dilakukan
b) Klien dapat bermain c) Bicarakan dengan klien apakah dengan
peran dengan cara yang klien lakukan masalahnya
perilaku kekerasan selesai
yang dilakukan
c) Klien dapat
mengetahui cara yang
biasa dapat
menyelesaikan
masalah atau tidak

TUK 5: Klien dapat Setelah 7x pertemuan klien a) Latihan Kontrol Prilaku kekerasan Untuk mengurangi prilaku
mempraktekan dapat mengatasi prilaku dengan cara spiritual kekerasan pada pasien
cara mengatasi kekerasannya: b) Evaluasi kemampuan pasien
prilaku a) Klien dapat mengontrol prilaku kekerasan seperti
kekerasan melakakukan latihan latihan (Assertiveness training)
sesuai yang c) Bimbing pasien memasukkan dalam
diintruksikan jadwal harian

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA

Nama :Tn.A
Ruangan : Melati RM No. : 2985xxxx
TANGGAL Dx KEPERAWATAN IMPLEMENTASI EVALUASI
16/01/21 Perilaku Kekerasan SP 1 P S: - Pasien mengatakan merasa lebih baik,
a) Beri salam dan panggil nama kien pasien merasa senang bisa berbincang-
b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan bincang dengan perawat dan merasa tidak
sendirian.
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi
- Pasien setuju dengan kontrak yang
d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat (terapi diberikan untuk melaksanakan terapi
Assertiveness training)
Assertiveness training
O: - Pasien tampak setuju dengan kontrak
yang sudah diberikan
A: SP 1P teratasi lanjutkan intervensi
P: Lanjutkan SP 2 P
Pasien : Memberikan motivasi pada
pasien untuk melakukan mengungkapkan
perasannya

17/01/21 SP 2 P S: - Pasien mengatakan bisa memberitahu


a) Mengevaluasi SP 1 perasaanya yang sedang tidak stabil
b) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya - Pasien mengatakan masalahnya sedikit-
c) Bantu klien mengungkap perasaannya sedikit bisa diatasi
O: -Pasien Tampak bisa mengekpresikan
perasaannya kepada perawat
A: SP 2 P Tercapai
P: Lanjutkan SP3 P
Perawat : Mendorong pasien untuk
melakukan tindakan saat jengkel/marah
18/01/21 SP 3 P S: - Pasien mengatakan bisa mengungkapkan
a) Mengevaluasi SP 1 dan 2 jika iya merasa sedang marah/jengkel
b) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat O: - Pasien tampak sudah bisa
marah/jengkel mengungkapkan rasa marah pada dirinya
c) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien A: SP 3 P Tercapai
d) Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat P: Lanjutkan SP4 P
jengkel/marah yang dialami Perawat : Memberikan pasien terapi
Assertiveness training

19/01/21 SP 4 P S: - Pasien mengatakan bisa mengontrol


a) Mengevaluasi SP 1, 2, dan 3 prilaku kekerasan dengan terapi
b) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan Assertiveness training
yang biasa dilakukan klien O: - Pasien tampak sudah bisa mengontrol
prilaku kekerasan dengan terapi
c) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku
Assertiveness training yang diberikan
kekerasan yang biasa dilakukan
A: SP 4 P Tercapai
d) Evaluasi kemampuan pasien mengontrol prilaku
P: Lanjutkan SP Prilaku kekerasan
kekerasan seperti latihan (Assertiveness training)
Perawat: Memotivisi pasien agar aktif
e) Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal harian dan rutin melakukan terapi Assertiveness
training
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) Masalah : Perilaku Kekerasan
Pertemuan ke I (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Pasien
Klien tenang, kooperatif dan klien mampu menjawab semua pertanyaan
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 : membina hubungan saling percaya dan mengidentifikasi penyebab marah
B. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi ?”, “Perkenalkan saya Mahasiswa keperawatan dari STIKes
Wira Medika Bali , saya yang bertugas di ruang melati . Nama bapak siapa ?
dan senang dipanggil apa ? ”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini ? apa masih ada perasaan marah,
jengkel ?”
c. Kontrak
“Baiklah, pagi ini kita akan berbincang-bincang mengenai perasaan marah
yang saat ini bapak rasakan ”. “Mari kita bercakap-cakap ke taman !” “Atau
bapak ingin ke tempat lain ?”. “Berapa lama bapak mau kita berbincang-
bincang ? bagaimana kalau 15 menit ?”.
2. Kerja
“Apa yang meyebabkan bapak bisa marah, Nah ceritakan apa yang dirasakan
bapak saat marah ?”, saat bapak marah apa ada perasaan tegang ,kesal, tegang,
menegepalkan tangan, mondar mandir ?”. “atau mungkin ada hal lain yang
dirasakan ?”.
“Apa ada tindakan saat bapak sedang marah
seperti, memukul, membanting ?”...... “seperti memukul meja!”, “terus apakah
setelah melakukan tindakan tadi masalah yang dialami selesai,?”. “ Apa akibat
dari tindakan yang telah dilakukan di rumah ?”.............terus apalagi ?”........dan
akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa !”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang perasaan
marah yang bapak rasakan ?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba bapak jelaskan lagi kenapa bapak bisa marah”
c. Kontrak
1) Topik
“Baik, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang akibat
dari perasaan marah yang bapak rasakan ?”
2) Tempat
“Dimana kita bisa berbincang lagi, bagaimana kalau disini saja?”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang, bagaimana kalau 15 menit ?”
PENURUNAN PERILAKU KEKERASAN PADA KLIEN
SKIZOPRENIA DENGAN ASSERTIVENESS TRAINING (AT)
Dyah Wahyuningsih1,2*,Budi Anna Keliat3, Sutanto Priyo Hastono4

1. Poltekkes Kemenkes Semarang, Jawa Tengah 50268, Indonesia


2. Program Studi Magister, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*Email: dya.ning@yahoo.co.id

Abstrak
Perilaku kekerasan adalah perilaku mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Ini menjadi alasan utama klien
dirawat di rumah sakit. Salah satu terapi klien dengan perilaku kekerasan yaitu Assertiveness Training. Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh Assertiveness Training terhadap perilaku kekerasan pada klien skizoprenia. Desain
penelitian ini kuasi eksperimen pre post tes with control group. Sampel sebesar 72, diambil secara random sampling.
Perilaku kekerasan meliputi respon perilaku, sosial dan fisik diukur melalui observasi, serta kognitif dengan kuesioner.
Perbedaan perilaku kekerasan dianalisis dengan t test. Hasil penelitian menunjukkan perilaku kekerasan pada respon
perilaku, kognitif, sosial dan fisik pada kelompok yang mendapatkan Assertiveness Training dan terapi generalis menurun
secara bermakna (p= 0,00, .= 0,05). Assertiveness Training terbukti menurunkan perilaku kekerasan klien Skizoprenia.
Penelitian tentang penerapan Assertiveness Training pada kasus selain perilaku kekerasan diperlukan untuk melengkapi
informasi tentang manfaat terapi ini. Kata Kunci: assertiveness training, perilaku kekerasan, skizoprenia

Abstract
Violent behavior is the behavior of injuring self, others and the environment. This is the main reason for the client
hospitalized. One of client with violent behavior therapy is assertiveness training. This study aimed determine the effect of
assertiveness training for violent behavior on the client Schizophrenia. The study design was quasi-experimental pre-post test
with control group. Samples of 72, selected at random sampling. Violent behavior includes behavioral responses, socially
and physically measured through observation, and cognitive through questionnaires. Differences in violent behavior were
analyzed by t test. The results showed violent behavior on behavioral responses, cognitive, social and physical in the group
who received assertiveness training and generalist treatment decreased significantly (p= 0,00, .= 0,05). Training
assertiveness shown to decrease violent behavior Schizophrenia clients. Research on the application of assertiveness training
in other case is required to furnish information on the benefits of this therapy.

Keywords: assertiveness training, violence behavior, schizophrenia

16. Pendahuluan menderita gangguan jiwa berupa Skizoprenia,


jumlahnya tiap tahun makin bertambah dan
Penggolongan gangguan jiwa berdasarkan The
menimbulkan dampak bagi keluarga dan masyarakat
Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV (DSM-IV) adalah perubahan perilaku berupa ketergantungan (Sadock, Sadock, & Kaplan
atau sindrom psikologi dihubungkan dengan adanya 2005).
distress seperti respon negatif terhadap stimulus
atau perasaan tertekan, ketidakmampuan (disability) Laporan WHO tahun 2001, menyebutkan bahwa
seperti gangguan pada satu atau beberapa fungsi, Skizoprenia menyebabkan tingkat ketergantungan
dan meningkatnya resiko untuk mengalami klien yang tinggi yaitu sebesar 2,5%. Perubahan
penderitaan, kematian, atau kehilangan kebebasan perilaku merupakan salah satu gejala yang dijumpai
(Varcarolis, Carson, & Shoemaker, 2006). Data pada Skizoprenia. Angka kejadian perilaku sering
American Psychiatric Association tahun 1995 bertengkar dijumpai sekitar yaitu 47 % pada klien
menyebutkan 1% dari populasi penduduk dunia Skizoprenia (Stuart & Laraia, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku (TAK). Terapi spesialis belum diterapkan, termasuk
agresi atau kekerasan yang ditunjukkan secara terapi asertif (komunikasi personal dengan perawat
verbal, fisik atau keduanya kepada suatu objek, ruang psikiatri).
orang atau diri sendiri yang mengarah pada potensial
untuk destruktif atau secara aktif menyebabkan Pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah
kesakitan, bahaya dan penderitaan (Djatmiko, 2008; apakah Assertiveness Training berpengaruh
Bernstein & Saladino , 2007). terhadap terhadap perilaku kekerasan pada klien
skizoprenia. Penelitian ini dilakukan untuk
Strategi preventif untuk mencegah terjadi perilaku mengetahui perbedaan perilaku kekerasan pada
kekerasan berupa peningkatan kesadaran diri klien skizoprenia sebelum dan sesudah diberikan
perawat, edukasi klien, dan Assertiveness Training perlakuan berupa Assertive-ness Training.
(Stuart & Laraia, 2005). Assertiveness Training
adalah salah satu terapi spesialis melatih 17. Metode
kemampuan komunikasi interpersonal dalam Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimen
berbagai situasi (Stuart & Laraia, 2005). prepost test with control group” dengan intervensi
Penelitian oleh Vinick (1983), menyatakan bahwa Assertiveness Training (AT). Sampel penelitian yaitu
pemberian assertiveness training berpengaruh klien skizoprenia dengan kriteria inklusi usia 18 – 60
menurunkan perilaku agresif, sehingga perilaku tahun, bersedia jadi responden (kesediaan menjadi
asertif meningkat. Survei yang pada 18 klien risiko responden, ditandatangani oleh orangtua atau
perilaku kekerasan di Ruang Utari RS Marzoeki penanggung jawab klien), diagnosa keperawatan
Mahdi Bogor oleh Sulastri (2008) dan menerapkan perilaku kekerasan dan klien merupakan klien baru
Assertiveness Training pada 13 orang (72,2%). Hasil yang sudah melewati fase krisis dengan tanda tidak
yang didapatkan yaitu dari 13 orang klien risiko gelisah atau sudah tenang dan tidak diikat.
perilaku kekerasan yang mendapatkan Assertiveness
Perhitungan besar sampel berdasarkan hasil
Training dipadu dengan terapi kognitif, token
perhitungan uji pendugaan perbedaan antara dua
economy, logo therapy, psiko-edukasi keluarga,
rerata berpasangan dengan derajat kemaknaan 5%,
triangle therapy menunjukkan peningkatan
kekuatan uji 95% dan uji hipotesis satu sisi
kemampuan berkomunikasi, perilaku yang baik,
(Lemeshow, et al., 1997) didapat 36. Besar sampel
peningkatan kemampuan mencari pemecahan
kelompok intervensi dan kontrol yaitu 72. Metoda
masalah dan perubahan pikiran menjadi positif, serta
pengambilan sampel dengan cara random sampling.
10 orang klien berhasil pulang.

Klien gangguan jiwa di ruang psikiatri pada bulan Penelitian dilakukan di ruang rawat sebuah Rumah
Januari 2009, terdiagnosis skizoprenia 80 orang dari Sakit di Banyumas selama lima minggu. Alat
jumlah total 90 orang (90%) dan sebanyak 62 kasus pengumpul data perilaku kekerasan berupa
(68%) alasan masuk klien skizoprenia yaitu dengan kuesioner untuk respon kognitif dan lembar
perilaku kekerasan (RSUD Banyumas, 2009). Klien observasi untuk respon perilaku, sosial dan fisik.
perilaku kekerasan pada fase krisis (4 - 5 hari),
diberikan tindakan ECT (Electro Convulsive Therapy), Kelompok intervensi diberikan perlakuan berupa
psikofarmaka, pengekangan dan terapi generalis. terapi generalis dan Assertiveness Training sebanyak
lima sesi. Kelompok kontrol hanya diberikan
Terapi generalis yang dilakukan menggunakan perlakuan terapi generalis. Analisis data dilakukan
pendekatan Nursing Intervention Criteria (NIC), secara univariat, bivariat (chi square, uji t-paired, uji
namun belum dilakukan secara optimal. Setelah fase t independent, uji anova) dan multivariat (regresi
krisis terlewati dilakukan Terapi Aktifitas Kelompok linier ganda).
Penurunan perilaku kekerasan pada klien skizoprenia (Dyah Wahyuningsih, Budi Anna Keliat, Sutanto Priyo Hastono) 53
18. Hasil (p= 0,00, .= 0,05). Pada kelompok yang hanya
mendapatkan terapi generalis dengan penurunan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien
skizoprenia dengan perilaku kekerasan lebih sebesar 2,69 (p= 0,00, .= 0,05). Penurunan skor
dominan lakilaki sebanyak 50 responden (69%), komposit perilaku kekerasan kelompok yang
frekuensi dirawat 3 kali atau lebih sebanyak 30 mendapatkan terapi generalis dan Assertiveness
responden (41,7%). Sedangkan tipe skizoprenia Training lebih rendah secara bermakna sebesar
paranoid diperoleh sebanyak 51 responden (70,8%)
dan memiliki riwayat kekerasan, baik sebagai 25,78 (p= 0,00, .= 0,05) dan pada kelompok yang
pelaku, korban atau saksi lebih banyak yaitu 45 hanya mendapatkan terapi generalis dengan
responden (62,5%). penurunan sebesar 2,56 (p= 0,00, .= 0,05).

Hasil analisis perilaku kekerasan sesudah


Rerata total skor perilaku kekerasan sebelum
Assertiveness Traning pada kelompok intervensi dan
responden mendapatkan Assertiveness Training
kontrol berdasarkan respon perilaku, sosial, kognitif,
yang meliputi respon perilaku 14,81 (sedang), respon
fisik dan komposit perilaku kekerasan ditampilkan
sosial 15,19 (tinggi mendekati sedang), respon
dalam tabel 1. Respon perilaku, sosial, kognitif, fisik
kognitif 15,31 (tinggi mendekati sedang), dan rerata
dan komposit perilaku kekerasan setelah
total respon fisik yaitu 8,76 (tinggi). Rerata total
mendapatkan terapi generalis dan Assertiveness
komposit perilaku kekerasan 45,54 (tinggi mendekati
Training lebih rendah secara bermakna daripada
sedang).
yang hanya mendapatkan terapi generalis (p< 0,05).
Penurunan skor respon perilaku kelompok yang
mendapatkan terapi generalis dan Assertiveness 19. Pembahasan
Training lebih rendah secara bermakna sebesar 8,52
(p< 0,05). Sedang pada kelompok yang hanya Hasil penelitian yang menunjukkan rentang skor
mendapatkan terapi generalis dengan penurunan keempat subvariabel perilaku kekerasan sebelum
sebesar 2,20 (p< 0,05). Assertiveness Training baik respon perilaku, kognitif,
Penurunan skor respon sosial kelompok yang sosial dan fisik berada pada rentang sedang dan
mendapatkan terapi generalis dan Assertiveness tinggi. Hasil ini sesuai dengan fenomena yang ada di
Training lebih rendah secara bermakna sebesar 8,86 sebuah bangsal psikiatri rumah sakit, bahwa
(p< 0,05). Sedangkan, pada kelompok yang hanya sebagian besar alasan masuk klien gangguan jiwa
mendapatkan terapi generalis penurunan lebih dengan perilaku kekerasan 62%.
rendah secara tidak bermakna sebesar 0,16 (p> Keluarga membawa klien ke rumah sakit karena
0,05). melakukan perilaku kekerasan seperti mengamuk,
Penurunan skor respon kognitif kelompok yang melukai orang lain, merusak lingkungan dan
mendapatkan terapi generalis dan Assertiveness marahmarah. Penelitian yang dilakukan oleh Keliat
Training lebih rendah secara bermakna sebesar 7,50 (2003) menyebutkan bahwa perilaku kekerasan
merupakan salah satu gejala yang menjadi alasan
(p= 0,00, .= 0,05). Pada kelompok yang hanya bagi keluarga untuk merawat klien di rumah sakit
mendapatkan terapi generalis dengan penurunan jiwa karena beresiko membahayakan bagi diri sendiri
sebesar 0,17 (p= 0,00, .= 0,05). dan orang lain.

Penurunan skor respon fisik kelompok yang Penurunan bermakna respon perilaku terjadi pada
mendapatkan terapi generalis dan Assertiveness kedua kelompok. Namun, secara substansi
Training lebih rendah secara bermakna sebesar 3,39 penurunan skor perilaku lebih besar terjadi pada
kelompok intervensi yang mendapatkan Training berpengaruh positif terhadap kemampuan
Assertiveness Training (skor tinggi ke rendah) dari berkomunikasi secara asertif dengan melibatkan
pada kelompok yang tidak mendapatkan aspek nonverbal. Metode pelaksanaan Assertiveness
Assertiveness Training (skor tinggi ke sedang). Hal ini Training akan memotivasi klien untuk lebih berperan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Keliat aktif berfikir dan berlatih terhadap kemampuan
(2003), bahwa pemberian terapi generalis perilaku sosial atau verbal yang diajarkan.
kekerasan menghasilkan kemampuan mencegah
Penurunan bermakna skor respon kognitif klien
perilaku kekerasan secara mandiri sebesar 86,6%
skizoprenia setelah Assertiveness Training dari skor
dan secara signifikan menurunkan perilaku
tinggi ke rendah, menunjukkan adanya pengaruh
kekerasan.
Assertiveness Training terhadap respon kognitif.
Pemberian terapi generalis perilaku kekerasan ini Keliat dan Sinaga (1991), menyatakan bahwa latihan
melatih kemampuan klien secara kognitif berupa asertif akan melatih individu menerima diri sebagai

Penurunan perilaku kekerasan pada klien skizoprenia (Dyah Wahyuningsih, Budi Anna Keliat, Sutanto Priyo Hastono) 55

pemahaman tentang perilaku kekerasan, afektif orang yang mengalami marah dan membantu
berupa kemauan untuk mengontrol perilaku mengeksplorasi diri dalam menemukan alasan
kekerasan yang dilatih dan psikomotor berupa cara marah.
mengontrol perilaku kekerasan yang konstruktif.
Penelitian oleh Lange dan Jakubowski (1976, dalam
Pemberian terapi generalis dan Assertiveness
Vinick, 1983) menyatakan bahwa Assertiveness
Training lebih efektif untuk menurunkan respon
Training menurunkan hambatan kognitif dan afektif
perilaku dari pada hanya dengan terapi generalis.
untuk berperilaku asertif seperti kecemasan, marah,
Metode pelaksanaan Assertiveness Training dengan dan pikiran tidak rasional.
tahapan describing (menggambarkan perilaku baru
yang akan dipelajari), learning (mempelajari perilaku Penurunan bermakna skor respon kognitif klien
baru melalui petunjuk dan demonstrasi), practicing skizoprenia juga terjadi pada kelompok yang hanya
atau role play (mempraktekan perilaku baru dengan mendapatkan terapi generalis dan tidak mendapat
memberikan umpan balik dan transferring Assertiveness Training. Terapi generalis perilaku
(mengaplikasikan perilaku baru dalam situasi nyata kekerasan memberikan kemampuan pada klien
akan memotivasi klien untuk lebih berperan aktif berupa pengetahuan tentang marah baik penyebab
berfikir dan berlatih terhadap kemampuan perilaku marah, tanda dan gejala marah, perilaku
yang diajarkan. mengekspresikan marah yang dilakukan klien dan
akibatnya serta menjelaskan cara ekspresi marah
Penurunan bermakna skor respon sosial klien
yang lebih konstruktif (Keliat, et al., 2006).
skizoprenia setelah pemberian terapi generalis dan
Assertiveness Training dari skor tinggi ke rendah, Penurunan bermakna skor respon fisik klien
menunjukkan adanya pengaruh Assertiveness skizoprenia pada kelompok yang mendapat terapi
Training terhadap respon sosial. Kelompok yang generalis dan Assertiveness Training serta pada
hanya mendapatkan terapi generalis terdapat kelompok yang hanya mendapatkan terapi generalis.
penurunan tidak bermakna skor respon sosial klien Perbedaan penurunan skor fisik pada dua kelompok
skizoprenia dengan skor tetap berada pada rentang yang tidak begitu besar, menunjukkan bahwa
tinggi. pemberian terapi generalis tanpa Assertiveness
Penelitian yang dilakukan Bregman (1984, dalam Training pada kelompok kontrol, serta pemberian
Forkas (1997) menyatakan bahwa Assertiveness terapi generalis dan Assertiveness Training
berpengaruh terhadap respon fisik dengan perilaku kekerasan. Terapi generalis berpengaruh
penurunan mendekati skor minimal yaitu 5 (lima). signifikan menurunkan respon perilaku, kognitif, fisik
dan komposit perilaku kekerasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Assertiveness Training hanya berkontribusi terhadap Perilaku kekerasan pada kelompok yang mendapat
respon perilaku, sosial, kognitif dan komposit terapi generalis dan Assertiveness Training
perilaku kekerasan tidak berkontribusi pada respon mengalami penurunan lebih rendah secara
fisik. Tipe skizoprenia berkontribusi terhadap respon bermakna dari pada kelompok yang hanya mendapat
sosial dan kognitif, tapi tidak pada respon fisik. terapi generalis. Selisih penurunan perilaku
kekerasan kelompok yang mendapat terapi generalis
Respon fisik dipengaruhi penilaian individu terhadap dan Assertiveness Training berbeda secara
situasi, bersifat otomatis dan tidak berada dibawah bermakna dari pada kelompok yang hanya mendapat
kontrol. Locus Cerelus diotak mengawali respon terapi generalis.
stres dengan melepaskan stimulus ke saraf simpatik Karakteristik tipe skizoprenia paranoid berkontribusi
yang disebut reaksi fight atau flight dan terhadap perilaku kekerasan respon sosial dan
meningkatkan aktifitas kelenjar pituitari serta kognitif. Penelitian kualitatif perlu dilakukan sebagai
adrenal (Boyd & Nihart, 1998). tindak lanjut penelitian ini untuk melengkapi
informasi tentang penurunan respon perilaku
Respon simpatik yang mengikuti emosi bersifat unik,
kekerasan setelah pemberian terapi generalis dan
artinya bahwa marah mungkin secara otomatis
Assertiveness Training. Penelitian penerapan
menyebabkan tremor pada seseorang tapi pada
Assertiveness Training pada kasus selain perilaku
orang lain menimbulkan respon fisik lebih komplek,
kekerasan diperlukan untuk melengkapi informasi
berupa tremor dan berkeringat. Marah dapat
tentang manfaat terapi ini (DN, AY, INR).
menyebabkan muka kemerahan dan keringat
berlebihan pada seseorang, tapi tidak pada orang 21. Referensi
lain. Bernstein, K.S. & Saladino, J.P. (2007). Clinical
assessment and management of psychiatric
Skizoprenia tipe paranoid berkontribusi secara patients’ violent and aggressive behaviors in
bermakna terhadap respon sosial dan kognitif general hospital. Medsurg Nurs, 16 (5), 301-9,
perilaku kekerasan. Penelitian yang dilakukan oleh 331. (PMID: 18072668).
Keliat (2003) menyatakan bahwa skizoprenia tipe
paranoid berpengaruh terhadap perilaku kekerasan Boyd, M.A., & Nihart, M.A. (1998). Psychiatric
nursing contemporary practice. Philadelphia:
dan jarak kekambuhan (p= 0,00, .= 0,05).
Lippincott.

20. Kesimpulan Djatmiko, P. (2008). Berbagai indikator taraf


kesehatan jiwa masyarakat. Diperoleh dari
Karakteristik klien perilaku kekerasan lebih dominan http://pdskjijaya.com.
yaitu laki-laki, memiliki riwayat kekerasan
sebelumnya, tipe skizoprenia paranoid dan frekuensi Forkas, W.M. (1997). Assertiveness training with
dirawat 3 (tiga) kali atau lebih. Perilaku kekerasan individuals who are moderately and mildly
retarded (Theses master, University of the
yang dilakukan baik respon perilaku, sosial, kognitif,
Pacific). University of the Pacific, Stockton -
dan fisik sebelum Assertiveness Training berada California, United Stated.
pada rentang tinggi. Assertiveness Training dan
terapi generalis berpengaruh signifikan menurunkan Keliat, B.A. & Sinaga. (1991). Asuhan keperawatan
respon perilaku, sosial, kognitif, fisik, dan komposit pada klien marah. Jakarta: EGC.
Keliat, B. A. (2003). Pemberdayaan klien dan
keluarga dalam perawatan klien skizoprenia
dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa
Pusat Bogor (Disertasi, Tidak dipublikasikan).
Program Doktor Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Jakarta.

Keliat, B.A., dkk. (2006). Modul model praktek


keperawatan profesional jiwa (MPKP) Jiwa.
Jakarta: WHO-FIK UI.

Lemeshow, et al. (1997). Besar dan metode sampel


pada penelitian kesehatan. Yogyakarta: UGM
Press.

RSUD Banyumas. (2009). Sistem informasi rumah


sakit. Banyumas, Jawa Tengah.

Sadock, B.J., Sadock, V.A., & Kaplan, H.I. (2005).


Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of
psychiatry (8th Ed.). Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins.

Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principles and


practice of psychiatric nursing (7th Ed.). St.
Louis: Mosby Year B.

Sulastri. (2008). Manajemen asuhan keperawatan


jiwa spesialis pada pasien dengan risiko
perilaku kekerasan di Ruang Utari RSMM
Bogor (KTI, tidak dipublikasikan). Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Depok.

Varcarolis, E.M., Carson, V.B., & Shoemaker, N.C.


(2006). Foundations of psychiatric mental health
nursing: A clinical approach
(5th Ed.). St. Louis: Elsevier.

Vinick, B. A. (1983). The effects of assertiveness


training on aggression and self-concept in
conduct disordered adolescents (Dissertations
master, Memphis State University). The
Doctoral program Memphis State University,
Memphis, Tennessee - United States.
Analisis Jurnal Reading Penelitian

Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia Dengan Assertiveness Training (AT)
1. PROBLEM
Desaign penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen pre-post test with control group
dengan intervensi Assertiveness Training (AT). Sampel diambil secara random sampling.
Perhitungan besar sampel berdasarkan hasil perhitungan uji pendugaan perbedaan antara dua
rerata berpasangan dengan derajat kemaknaan 5%, kekuatan uji 95% dan uji hipotesis satu sisi
didapat 36. Besar sampel kelompok intervensi dan kontrol yaitu 72. Kelompok intervensi ada 36
responden yang diberikan perlakuan berupa terapi generalis dan Assertiveness Training (AT)
sebanyak 5 sesi. Sedangkan kelompok kontrol sebanyak 36 responden yang hanya diberikan
perlakuan terapi generalis.

2. INTERVENTION
Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan
data perilaku kekerasan berupa quesioner untuk respon kognitif dan lembar observasi untuk
respon perilaku, sosial dan fisik. Setelah peneliti menemukan pasien sesuai dengan kriteria
penelitian maka peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Memberikan lembar
informed consent meminta responden untuk menandatanganinya. Peneliti memberikan lembar
quesioner untuk respon kognitif dan lembar observasi untuk respon perilaku, sosial dan fisik.
Pada kelompok intervensi yaitu sebanyak 36 responden diberikan perlakuan berupa terapi
generalis dan Assertiveness Training (AT) sebanyak 5 sesi dan kelompok kontrol sebanyak 36
responden hanya diberikan perlakuan terapi generalis.

3. COMPARATION
Pada kelompok intervensi, responden diberikan perlakuan berupa terapi generalis dan
Assertiveness Training (AT) sebanyak 5 sesi berpengaruh signifikan menurunkan respon
perilaku, sosial, kognitif, fisik dan komposit perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan pada
kelompok intervensi yang mendapat terapi generalis dan Assertiveness Training (AT) mengalami
penurunan lebih rendah secara bermakna dari pada kelompok yang hanya mendapat terapi
generalis. Sedangkan pada kelompok kontrol, responden yang diberikan perlakuan berupa terapi
generalis berpengaruh signifikan menurunkan respon perilaku, kognitif, fisik dan komposit
perilaku kekerasan.
Terapi generalis yang dilakukan menggunakan pendekatan Nufsing Intervention Criteria
(NIC) namun belum dilakukan secara optimal. Setelah fase krisis terlewati dilakukan Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK). Terapi spesialis belum diterapkan, termasuk terapi asertif
(komunikasi personal dengan perawat ruang psikiatri).
Terapi Assertiveness Training (AT) adalah salah satu terapi spesialis melatih kemampuan
komunikasi interpersonal dalam berbagai situasi. (wahyuningsih Dyah, 2011)

4. OUTCOME
Dari hasil penelitian ini terbukti menyatakan bahwa Penurunan Perilaku Kekerasan Pada
Klien Skizofrenia tipe Paranoid dengan Assertiveness Training (AT) berpengaruh terhadap
perilaku kekerasan dan jarak kekambuhan dengan nilai P Value Sebesar 0,000 (a=0,5).
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Terapi generalis dan Assertiveness
Training (AT) mengalami penurunan lebih rendah secara bermakna dari pada kelompok yang
hanya mendapat terapi generalis.
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka Aditama.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat Anggota
dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, 29-37.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info MEdia.

Anda mungkin juga menyukai