Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Ibrahim Noch Bolla, S.Kp., MM.

Disusun Oleh:
Lasari Triska
2350321085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2023
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan suatu respon maladaptif dari segi rentang respon
protektif diri. Bunuh diri terjadi akibat dari stress dan depresi yang disebabkan
oleh faktor psikososial yaitu kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang
berulang, dukungan social, faktor kognitif, stressor lingkungan, dan pengalaman
masa lalu (Budiarto, 2021).
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam
keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi
gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa
rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk
bunuh diri (Yusuf et al., 2015).
Depresi dapat diartikan suatu gangguan mental yang ditandai dengan
adanya perasaan sedih, kehilangan semangat, menurunnya motivasi untuk
melakukan aktivitas, merasa bersalah, lambat dalam berpikir, putus asa, dan
sebagainya. Pendertia depresi cenderung di derita oleh para remaja dan orang tua,
oleh karena mereka lebih cenderung memperhatikan citra tubuhnya, rentan
mengalami peristiwa-peristiwa yang penuh dengan adanya tekanan, stres dan
sulit untuk menyesuaikan diri untuk berinteraksi dengan orang lain
(Purbaningsih, 2019).
Azizah, Zainuri, & Akbar (2016) stress merupakan salah satu respon
maladaptif yang timbul akibat adanya stressor. Manajemen koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan penyimpangan kepada perilaku maladaptif mulai
dari pencederaan diri sampai pada tindakan bunuh diri (Kusumayanti et al.,
2020).
2. Rentang respon

Keterangan:
1) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan,
yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2) Pertumbuhan peningkatan beresiko, yaitu merupakan posisi pada rentang
yang masihnormal dialami individu yang mengalami perkembangan
perilaku.
3) Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti

2
perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam
rekreasi yang beresiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang
menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stress.
4) Pencederaan diri, merupakan suatu tindakan yang membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap
diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah
untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk
melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh,
melukai tubuhnya sedikit demi sedikit dan menggigit jari.
5) Bunuh diri, yaitu Tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan.
3. Faktor predisposisi
1. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal
atau gagal melakukan hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
5. Tangisan minta tolong.Faktor presipitasi
Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif diri sepanjang siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut.
1. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif,
skizofrenia, dan penyalahgunaan zat.
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya risiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor risiko
pentinguntuk perilaku destruktif.

3
5. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan dopaminergik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku merusak diri.
Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain sebagai berikut
(Cook dan Fontaine, 1987).
1. Penyebab bunuh diri pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan dan pemerkosaan.
b. Situasi keluarga yang kacau.
c. Perasaan tidak disayangi atau selalu dikritik.
d. Gagal sekolah.
e. Takut atau dihina di sekolah.
f. Kehilangan orang yang dicintai.
g. Dihukum orang lain.
2. Penyebab bunuh diri pada remaja.
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
e. Kehilangan orang yang dicintai.
f. Keadaan fisik.
g. Masalah dengan orang tua.
h. Masalah seksual.
i. Depresi.
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa.
a. Self ideal terlalu tinggi.
b. Cemas akan tugas akademik yang terlalu banyak.
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang
orang tua.
d. Kompetisi untuk sukses.
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut.
a. Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi sosial.
e. Kehilangan ganda, seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan.
f. Sumber hidup bergantung.

4
4. Faktor presipitasi
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat
5. Perilaku yang Muncul
1. Isyarat, ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri
Pada kondisi ini mungkin klien sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Klien umumnya mengungkapkan perasaan bersalah/sedih/marah/putus
asa/tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri hidupnya dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai percobaan bunuh diri.
3. Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
6. Tanda dan gejala
1. Isyarat Bunuh Diri: klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Subyektif:
- “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Mengungkapkan perasaan seperti
rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Mengungkapkan

5
hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah.
Obyektif: sedih, murung, marah, nangis, banyak diam, kontak mata kurang,
emosi labil, tidur kurang.
2. Ancaman bunuh diri
Subyektif:
- Ungkapan ingin mati diucapkan oleh pasien berisi keinginan untuk mati.
- Ungkapan rencana untuk mengakhiri kehidupan
- Ungkapan dan tindakan menyiapkan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut.
Obyektif: banyak melamun, menyiapkan alat untuk rencana bunuh diri,
gelisah, mudah emosi, sedih, murung, menangis, jalan mondar-mandir.
3. Percobaan Bunuh Diri
Subyektif: mau mati, jangan tolong saya, biarkan saya, saya tidak mau
ditolong, emosi labil.
Obyektif: klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi,
membenturkan kepala.
7. Klasifikasi
Jenis Bunuh Diri
1) Bunuh diri egoiztik . Akibat orang yang mempunyai hubungan social yang
buruk.
2) Bunuh diri altruistic. Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan
3) Bunuh diri anomik. Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan
bagi individu.
8. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri
Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

Motivasi Niat Penjabaran Krisis Tindakan


gagasan bunuh diri bunuh diri

Hidup atau Konsep Jeritan minta tolong


mati bunuh diri Catatan bunuh diri
Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi
untuk bunuh diri dengan berbagai alasan, berniat melaksanakan bunuh diri,
mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu,
adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus

6
mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka
selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang
salah) tentang bunuh diri.
9. Mitos Tentang Bunuh Diri
1) Mitos: Ancaman bunuh diri hanya cara individu untuk menarik perhatian dan
tidak perlu dianggap serius. Fakta: Semua perilaku bunuh diri harus dianggap
serius.
2) Mitos: Bunuh diri tidak memberi tanda. Fakta: Delapan dari 10 individu
memberi tanda secara verbal atau perilaku sebelum melakukan percobaan
bunuh diri.
3) Mitos: Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada pasien. Fakta: Hal
yang paling penting dalam perencanaan keperawatan adalah pengkajian yang
akurat tentang rencana bunuh diri pasien.
4) Mitos: Kecenderungan bunuh diri adalah keturunan. Fakta: Tidak ada data dan
hasil riset yang menyokong pendapat ini karena pola perilaku bunuh diri
bersifat individual.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini
pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat
klien, No RM.
b. Aspek fisik / biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
c. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi.
b) Identitas diri. Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.

7
c) Peran. Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
d) Ideal diri. Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri. Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, dan kurang percaya diri.
d. Status mental
Kontak mata klien kurang / atau tidak mempertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusan dan
kurang berharga dalam hidup.
Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk aplikasi observasi melekat dan
keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana spesifik.
Perawat harus mengkaji tingkat risiko bunuh diri, faktor predisposisi,
presipitasi, mekanisme koping, dan sumber koping pasien. Beberapa kriteria
untuk menilai tingkat risiko bunuh diri seperti pada tabel berikut
A. Faktor risiko
No Perilaku/gejala Intensitas Risiko
Rendah Sedang Berat
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi/menarik diri Perasaan depresi yang Perasaan tidak berdaya, putus Tidak berdaya, putus
samar, tidak menarik asa, asa menarik diri,
diri. menarik diri protes
pada diri sendiri
4. Fungsi sehari-hari Umumnya balik pada Balik pada beberapa Tidak baik pada semua
semua aktivitas aktivitas aktivitas
5. Sumber-sumber beberapa Sedikit Kurang

6. Strategi koping Umumnya konstruktif Sebagian konstruktif Sebagai besar


destruktif
7. Orang penting/dekat Beberapa Sedikit atau hanya satu -
8. Pelayanan psikiater Tidak, sikap positif. ya, umumnya Bersikap negatif
yang lalu memuaskan terhadap pertolongan.
9. Pola hidup Stabil Sedang (stabil–tidak Tidak stabil
stabil)
10. Pemakai alkohol dan Tidak sering Sering Terus-menerus
obat
11. Percobaan bunuh diri Tidak atau yang tidak Dari tidak sampai dengan cara Dari tidak sampai
sebelumnya fatal. yang agak fatal. berbagai cara yang
fatal.
12. Disorientasi dan Tidak ada Beberapa Jelas atau ada
disorganisasi
13. Bermusuhan Tidak atau sedikit Beberapa Jelas atau ada

14. Rencana bunuh diri Samar, kadang- Sering dipikirkan, kadang- Sering dan konstan
kadang ada pikiran, kadang ada ide untuk dipikirkan dengan
tidak ada rencana merencanakan. rencana yang spesifik

8
Menurut SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)
Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang. Skor 1 : Ada ide bunuh diri,
tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri.
Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.
Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh
diri”.
Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.
Faktor Risiko Bunuh Diri Menurut Stuart dan Sundeen

Faktor Resiko Tinggi Resiko Rendah


Umur > 45 tahun dan remaja 25–45 tahun atau < 12 tahun
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Status Cerai, pisah, janda/duda Kawin
perkawinan
Jabatan Profesional Pekerja kasar
Pekerjaan Pengangguran Pekerja
Penyakit kronis Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan mental Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian

B. Faktor perilaku
1. Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang
dilakukan (pemberian obat). Pasien dengan keinginan bunuh diri memilih
untuk tidak memperhatikan dirinya.
2. Pencederaan diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan diri dilakukan
terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup
parah untuk melukai tubuh.
3. Perilaku bunuh diri . Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai
berikut.
a. Ancaman bunuh diri, yaitu peringatan verbal dan nonverbal bahwa
orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang
tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan
berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga
mengomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah,
merevisi wasiatnya, dan sebagainya.

9
b. Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri
yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika
tidak dicegah.
c. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-
benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
C. Faktor Lain
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien destruktif diri (bunuh
diri) adalah sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1995).
1. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri.
a. Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
b. Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur rencana,
membicarakan tentang bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai
hadiah, catatan untuk bunuh diri. Penggunaan cara kekerasan atau
obat/racun yang lebih mematikan.
c. Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
d. Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
2. Petunjuk gejala
a. Keputusasaan.
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga.
c. Alam perasaan depresi.
d. Agitasi dan gelisah.
e. Insomnia yang menetap.
f. Penurunan berat badan.
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
3. Penyakit psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan afektif.
c. Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat.
d. Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
e. Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
f. Kombinasi dari kondisi di atas
4. Riwayat psikososial
a. Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.
b. Hidup sendiri.
c. Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami.

10
d. Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti,
masalah sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin).
e. Penyakit medis kronis.
f. Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat.
5. Faktor-faktor kepribadian
a. Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
b. Kekakuan kognitif dan negatif.
c. Keputusasaan.
d. Harga diri rendah.
e. Batasan atau gangguan kepribadian antisosial.
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
b. Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau keduanya.
D. Faktor Predisposisi
Mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri? Banyak pendapat
tentang penyebab dan atau alasan termasuk hal-hal berikut.
1. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal
atau gagal melakukan hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
5. Tangisan minta tolong.
Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut.
1. Diagnosis psikiatri. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan
afektif, skizofrenia, dan penyalahgunaan zat.
2. Sifat kepribadian. Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
risiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial. Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor risiko
penting untuk perilaku destruktif.

11
5. Faktor biokimia. Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku merusak
diri.
Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain sebagai berikut
(Cook dan Fontaine, 1987).
1. Penyebab bunuh diri pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan dan pemerkosaan.
b. Situasi keluarga yang kacau.
c. Perasaan tidak disayangi atau selalu dikritik.
d. Gagal sekolah.
e. Takut atau dihina di sekolah.
f. Kehilangan orang yang dicintai.
g. Dihukum orang lain.
2. Penyebab bunuh diri pada remaja.
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
e. Kehilangan orang yang dicintai.
f. Keadaan fisik.
g. Masalah dengan orang tua.
h. Masalah seksual.
i. Depresi.
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa.
a. Self ideal terlalu tinggi.
b. Cemas akan tugas akademik yang terlalu banyak.
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang
tua.
d. Kompetisi untuk sukses.
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut.
a. Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi sosial.
e. Kehilangan ganda, seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan.
f. Sumber hidup bergantung.

12
E. Faktor Presipitasi
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat
F. Sumber Koping. Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor
sosial dan kultural. Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada
tiga subkategori bunuh diri berdasarkan motivasi seseorang, yaitu sebagai berikut.
1. Bunuh diri egoistik. Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang
buruk.
2. Bunuh diri altruistic. Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik. Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan
bagi individu.
G. Mekanisme Koping. Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan
perilaku pengerusakan diri tak langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara,
mekanisme koping yang paling menonjol adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko bunuh diri
4. Rencana Tindakan Keperawatan
PERENCANAAN
Tanggal DX Kriteria
Tujuan Intervensi
Evaluasi
Setelah… SP.1 (Tgl… ..... )
pertemuan pasien 1. Identifikasi benda-benda yang
mampu dapat membahayakan pasien
Resiko Pasien tetap
mengidentifikasi 2. Amankan benda-benda yang dapat
Bunuh aman dan
benda-benda membahayakan pasien
Diri selamat
yang dapat 3. Lakukan kontrak treatment
mampu 4. Ajarkan cara mengendalikan
mengendalikan dorongan bunuh diri

13
dorongan bunuh 5. Latih cara mengendalikan
diri dorongan bunuh diri
Setelah… Sp.2 (Tgl…….)
pertemuan pasien 1. Identifikasi aspek positif pasien
mampu 2. Dorong pasien untuk berfikir
mengidentifikasi positif terhadap diri
aspek positif dan 3. Dorong pasien untuk menghargai
mampu diri sebagai individu yang
menghargai diri berharga
sebagai individu
yang berharga
Setelah… SP.3 ( Tgl…..)
pertemuan pasien 1. Identifikasi pola koping yang
mampu biasa diterapkan pasien
mengidentifikasi 2. Nilai pola koping yang biasa
pola koping yang dilakukan
konstruktif dan 3. Identifikasi pola koping yang
mampu biasa dilakukan
menerapkannya 4. Dorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Anjurkan pasien menerapkan pola
koping yang konstruktif dalam
kegiatan harian
Setelah…
SP4 (Tgl….)
pertemuan pasien
1. buat rencana masa depan yang
mampu membuat
realistis bersama pasien .
rencana atas
2. identifikasi cara mencapai rencana
masa depan yang
masa depan yang realistis
realistis dan
3. beri dorongan melakukan kegiatan
mampu
dalam rangka meraih masa depan
melakukan
yang realistis
kegiatan
Setelah… SP. 1 ( Tgl…..)
pertemuan 1. Diskusikan masalah yang
Keluarga
keluarga mampu dirasakan keluarga dalam merawat
mampu :
merawat pasien pasien
Merawat
dan mampu 2. Jelaskan pengertian, tanda dan
pasien
menjelaskan gejala resiko bunuh diri dan jenis
dengan
pengertian, tanda perilaku bunuh diri yang dialami
resiko
dan gejala serta pasien beserta proses terjadinya
bunuh diri
jenis perilaku 3. Jelaskan cara-cara merawat pasien
bunuh diri resiko bunuh diri
Setelah…
SP.2 ( Tgl…..)
pertemuan
1. Latih keluarga mempraktekan cara
keluarga mampu
merawat pasien dengan resiko
merawat pasien
bunuh diri
dan mampu
2. Latih keluarga melakukan cara
melakukan
merawat langsung kepada pasien
langsung cara
resiko bunuh diri
merawat pasien
Setelah… SP.3 ( Tgl…..)
pertemuan 1. Bantu keluarga membuat jadwal
keluarga mampu aktivitas di rumah termasuk
membuat jadwal minum obat
aktifitas dirumah 2. Jelaskan follow up pasien setelah
dan mampu pilang
melakukan
follow up

14
5. Implementasi dan Evaluasi Kperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi
karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai
dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah
kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan yang
akan dilaksanakan, dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah semuanya
tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
Implementasi dilakukan sesuai intervensi keperawatan pada klien dengan
perilaku kekerasan dengan melihat kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor
klien. Tehnik yang perlu diperhatikan adalah strategi komunikasi, yang harus
dilakukan yaitu : bersikap tenang, bicara lambat, bicara tidak dengan cara
menghakimi, bicara netral dengan cara yang kongkrit, tunjukkan respek pada
klien, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol
situasi tanpa kesan berlebihan, fasilitasi pembicaraaan klien, dengarkan klien,
jangan terburu-buru menginterpretasikan, jangan buat janji yang tidak dapat
perawat sejati. Lingkungan: menyediakan berbagai aktivitas. Tindakan perilaku:
membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima.
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons
keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
proses atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan.Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya. (Keliat, 2011).
S : Respon subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang
telah dilaksanakan
O : Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah
di laksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan pakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradikdif dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon
keluarga.

15
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Budi Anna Keliat, A. (2016). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok . Jakarta:
EGC.

Damayanti, A., Wahyudi, D. T., Handayani, F., & Sulfiana, M. (2021). Modul
Praktikum keperawatan Jiwa. Indramayu: Penerbit adab.

Keliat, B. A. (2014). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Kusnawati. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Saleemba Medika.

Lilik. (2014). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa:Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:


ANDI OFFSET.

Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kemenkes.

Purbaningsih, E. S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Depresi Dan Resiko


Bunuh Diri. Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(8), 60–68.

Supinganto, A. (2021). Keperawatan Jiwa Dasar. Yayasan Kita Menulis.


Widiyawati, W. (2020). Keperawatan Jiwa. Malang: Literasi Nusantara.

Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

16

Anda mungkin juga menyukai