Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI

A. PENGERTIAN PERILAKU DESTRUKTIF DIRI


Perilaku destruktif diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dan dapat
mengarah kepada kematian. Diklasifikasikan menjadi aktivitas langsung dan tidak
langsung.
1. Perilaku Destruktif Diri Langsung
 Mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri
 Niat : kematian
 Individu menyadarinya
 Lama perilaku : berjangka pendek
2. Perilaku Destruktif Diri Tidak Langsung
 Meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah pada kematian.
 Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial kematian akibat
perilakunya
 Menyangkal apabila dikonfirmasi
 Durasi lebih lama dari perilaku bunuh diri yang secara langsung

B. PENGERTIAN PERILAKU BUNUH DIRI


 Menurut Gail w. Stuart, 2007
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian.
 Menurut Budi Anna Keliat, 2005
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive. Bunuh diri merupakan
keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
 Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium”, dengan “sui” yang
berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan. Schneidman mendefinisikan
bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada
diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik
dari sebuah isu (dalam Maris dkk., 2000).
C. FAKTOR RESIKO BUNUH DIRI
No Sad persons Keterangan
1 Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih
tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering
3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh
diri
2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih
muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur
65 tahun lebih
3 Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami
sindrome depresi.
4 Previous attempts 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah
(Percobaan pernah melakukan percobaan sebelumnya
sebelumnya)
5 ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang
menyalahnugunakan alkohol
6 Rational thinking Loss Orang skizofrenia dan dementia lebih sering
( Kehilangan berpikir melakukan bunuh diri disbanding general populasi
rasional)
7 Sosial support lacking ( Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya
Kurang dukungan dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang
social bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8 Organized plan Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh
( perencanaan yang diri merupakan resiko tinggi
teroranisasi)
9 No spouse ( Tidak Orang duda, janda, single adalah lebih rentang
memiliki pasangan) disbanding menikah
10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi
melakukan bunuh diri.

D. ETIOLOGI RESIKO BUNUH DIRI


Secara universal perilaku bunuh diri disebabkan karena ketidakmampuan individu
untuk menyelesaikan masalah, terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
2. Faktor Biologis Lain
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
a. Stroke
b. Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c. Diabetes
d. Penyakit arteri koronaria
e. Kanker
f. HIV / AIDS
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
a. Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan
objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif terhadap diri,
dan depresi.
b. Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri.
c. Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya
sistem pendukung sosial.
 Menurut Direja, 2011
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina atau dianiaya.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
observasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
c. Sosial Budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan (permissive).
d. Bioneurologis
Beberapa pendapat menyatakan bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperi kelemahanfisik (penyakit fisik), keputusasaan ,
ketidakberdayaan, percaya disri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

E. RENTANG RESPON PROTEKTIF DIRI

F. PEMBAGIAN RESIKO BUNUH DIRI


1. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi
jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini pasien
mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai
dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien
juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga
diri rendah.
2. Ancaman Bunuh Diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana
bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam
kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan Bunuh Diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.

G. JENIS-JENIS BUNUH DIRI


1. Bunuh Diri Egoistik
Individu itu tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karea masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah
tidak berkepribadian. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai integrasi sosial yang
lebih baik daripada perkotaan sehingga angka bunuh diri lebih sedikit.
2. Bunuh Diri Altruistik
Individu itu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa
kelompok tersebut sangat membutuhkannya. Misalnya, seorang kapten yang tidak
rela meninggalkan kapalnya yang akan tenggelam.
3. Bunuh Diri Anomik
Hal ini terjadi ketika terjadi ketidakseimbangan integrasi antara idividu dengan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu itu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya
tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan
pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Golongan manusia yang
mengalami perubahan ekonomi yang drastis juga lebih mudah melakukan percobaan
bunuh diri.

H. TANDA DAN GEJALA RESIKO BUNUH DIRI


1. Tanda dan Gejala Bunuh Diri Secara Umum
a. Keputusasaan
b. Menyalahkan diri sendiri
c. Perasaan gagal dan tidak berharga
d. Perasaan tertekan
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan
g. Berbicara lamban, keletihan
h. Menarik diri dari lingkungan sosial
i. Pikiran dan rencana bunuh diri
2. Tanda yang paling menonjol bahwa klien telah menunjukkan tanda bunuh diri secara
fisik. Misalnya sayatan pada tangan ataupun luka pada leher.
3. Di samping itu juga menunjukkan gejala putus harapan, tidak berdaya, malu, rasa
bersalah, marah, kekerasan dan impulsif.

I. POHON MASALAH
Harga diri rendah kronis

Koping inefektif
Harga diri rendah akut resiko kesendirian

Resiko cedera diri


Halusinasi
defisit perawatan diri mandi,
berpakaian, makan, toileting

pengabaian diri isolasi sosial

resiko bunuh diri

J. DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria.
2. Usia: lebih tua, masalah semakin banyak.
3. Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri merupakan
masalah.
4. Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri /
penyalahgunaan zat.
5. Pencetus (peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di lingkungan sosial, dll.
6. Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
7. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko mengalami
perilaku bunuh diri.

Anda mungkin juga menyukai