Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

MENCEDERAI DIRI (BUNUH DIRI)

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Mencederai diri (Bunuh diri)
A. DEFINISI
1. Pengertian
Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Isaacs,
Ann, 2005).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian (Gail W. Stuart, 2006).
Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri
(Yosep, Iyus. 2009).
Bunuh diri menurut Harold Kaplan, 2004 adalah ide, isyarat dan usaha
bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada
remaja

2. Tanda dan Gejala


a. Keputusasaan
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
c. Alam perasaan depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan BB
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
Petunjuk psikiatrik :
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
Riwayat psikososial:
a. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
b. Hidup sendiri
c. Tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
Faktor-faktor kepribadian :
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negatif
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisosial
(Rastirainia, 2009)
3. Tingkatan
Menurut Tri Aan (2009), perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang
diantaranya :
a) Suicidal ideation. Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari
suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan
aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan
idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu
menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan
untuk mati
b) Suicidal intent. Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
c) Suicidal threat. Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan
dan hasrat yang dalam  bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d) Suicidal gesture. Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif
yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada
lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara
mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih
memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini
sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying
for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak
mampu di selesaikan.
e) Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum
obat yang mematikan. Walaupun demikian banyak individu masih
mengalami ambivalen akan kehidupannya.
f) Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang
yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari
individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam.

4. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori:
a) Ancaman bunuh diri: ada peringatan verbal & non verbal, ancaman ini
menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian, jika tidak
mendapat respon maka akan ditafsirkan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
b) Upaya bunuh diri: semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri
sendiri yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
c) Bunuh diri: terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan,
orang yang melakukan upaya bunuh diri walaupun tidak benarbenar ingin
mati mungkin akan mati.
B. RENTANG RESPON
Rentang respon perilaku mencederai diri sendiri mempunyai peningkatan
diri sebagai respon paling adaptif, sedangkan perilaku mencederai diri sendiri
secara tidak langsung dan bunuh diri merupakan respon maladaptif.

Rentang ResponMencederai Diri

Respon Adaptif Respon maladaptif

Peningkatan diri pengambilan resiko perilaku mencederai diri bunuhdiri


yang meningkatkan tidak langsung
pertumbuhan
(Stuart dan Sundeen, 2004)

Rentang respon perilaku mencederai mempunyai peningkatan diri sebagai


respon yang paling adaptif hal ini terjadi jika seseorang mampu beradaptasi dengan
baik terhadap stressor yang sedang dihadapi. Sebaliknya, perilaku destruktif diri
tidak langsung, penderaan diri dan bunuh diri merupakan respon maladaptif yang
terjadi jika seseorang tidak mampu beradaptasi dengan baik terhadap stressor yang
dihadapinya.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara
lain :
1. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan
yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
penting untuk prilaku destruktif.
4. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media  proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

D. FAKTOR PRESIPITASI
Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh
diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Penyebab lain:
1. Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
2. Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
3. Tangisan untuk minta bantuan
4. Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang
lebih baik

E. MEKANISME KOPING
1. Mood/affek
Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih,
merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi
yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa dihina, sering
menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan untuk
dihukum.
2. Perilaku/behavior.
Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak
intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut,
kepala sakit, perilaku antisocial : menolak untuk minum, menggunakan obat-
obatan, berkelahi, lari dari rumah.
3. Sekolah dan hubungan interpersonal. Menolak untuk ke sekolah, bolos dari
sekolah, withdraw sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan sekolah dan
hanya interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system
pendukung sosial yang efektif.
4. Ketrampilan koping.
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan
support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.

F. POHON MASALAH

Effect bunuh diri

Core problem resiko bunuh diri

Causa isolasi sosial

Harga diri rendah kronis


Gambar . pohon resiko bunuh diri

II. DATA YANG PERLU DIKAJI


Pengkajian merupakan tahap awal dan utama dari proses keperawatan,
pengkajian mereflesksikan isi, proses dan informasi yang berhubungan dengan kondisi
bilogis, psikologis, sosial dan spiritual klien yang terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan masalah pasien (Keliat, 2006)
Untuk menyaring data di perlukan format pengkajian yang didalamnya berisi:
identitas pasien, alasan masuk rumah sakit, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik,
psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah
psikososial, lingkungan pengetahuan, maupun aspek medik.
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(Masuk Rumah Sakit), informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat
klien

2) Keluhan Utama
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan
perkembangan yang dicapai.
3) Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan
terjadinya gangguan:
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan),
kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
5) Aspek Psikososial
a) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
o Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
o Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
o Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
o Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
o Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan
orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan
terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
c) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok
yang diikuti dalam masyarakat.
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
6) Status Mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi
klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan
berhitung.
7) Kebutuhan persiapan pulang.
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
9) Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10) Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang
dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
11) Aspek Medik
Diagnosa medis yang telahdirumuskan dokter.
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapi farmakologi ECT, Psikomotor,
therapi okopasional, TAK dan rehabilitas.
12) Daftar Masalah keperawatan
a) Isolasi sosial : menarik diri.
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
c) Resiko perubahan sensori persepsi.
d) Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain.
e) Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
f) Intoleransi aktifitas.
g) Perilaku Kekerasan.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Isolasi sosial : menarik diri.
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
c) Resiko perubahan sensori persepsi.
IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Pasien tetap aman Setelah.....x pertemuan, pasien mampu: SP 1


dan selamat
-Mengidentifikasi benda-benda -Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan
yang dapat membahayakan pasien
pasien. -Amankan benda-benda yang dapat membahayakan
-Mengendalikan dorongan bunuh pasien
diri. -Lakukan kontrak treatment
-Ajarkan cara mengendalikan dorongan dunuh diri
-Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
Setelah.....x pertemuan, pasien mampu: SP 2
-Mengidentifikasi aspek positif - Identifikasi aspek positif pasien
dan mampu menghargai diri - Dorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri
sebagai individu yang berharga. - Dorong pasien untuk menghargai diri sebagai
individu yang berharga.
Setelah.....x pertemuan, pasien SP 3
mampu :
-Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
Mengidentifikasi pola koping yang -Nilai pola koping yang biasa dilakukan
konstuktif dan mampu menerapkannya -Identifikasi pola koping yang konstruktif
-Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
-Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang
konstruktif dalam kegiatan harian.

Setelah.....x pertemuan, pasien SP 4


mampu :
- Buat rencana masa depan yang realistis bersama
Membuat rencana masa depan yang pasien
realistis dan mampu melakukan - Identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
kegiatan. realistis.
- Beri dorongan pasien melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan yang realistis.
Keluarga mampu Setelah.....x pertemuan, keluarga SP 1
merawat pasien mampu Merawat pasien dan mampu
dengan risiko bunuh menjelaskan pengertian, tanda dan -Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
diri gejala serta jenis perilaku bunuh diri. merawat pasien.
-Jelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri
dan jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
-Jelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri
Setelah.......x pertemuan keluarga SP 2
mampu:
- Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
Merawat pasien dan mampu dengan risiko bunuh diri
melakukan langsung cara merawat - Latih keluarga melakukan cara merawat langsung
pasien. kepada pasien risiko bunuh diri.

Setelah......x pertemuan keluarga SP 3


mampu :
- Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
Membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat
dan mampu melakukan follow up - Jelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Anna Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Stuart, GW. 2006, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.
Townsend C. Mary , 2000. Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2004, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
Carpenito, LJ. 2008. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Praktek Klinik. Jakarta : EGC.
Tri A’an Agustiansyah. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Risiko Bunuh Diri.
Diakses dari situs http://triaan.blog.com/ tanggal 10 november 2014.
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai