Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA) : HALUSINASI


A. Definisi
 Pengertian

Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang mendekati

( diprakarsai oleh internal atau eksternal ) dihubungkan dengan suatu

kekurangan, kelebihan, penyimpangan atau kerusakan respon terhadap setiap

stimulasi ( Townsend, 1998 hal 271 ).

Halusinasi adalah hailangnya kemapuan manusia yang membedakan

ranngsangan internal pikiran dan rangsangan eksternal ( dunia luar ), memberi

persepsi atau pendapat tentang sesuatu tanpa ada objek atau rangsangan yang jelas

( Saseno, Suyabta, Erna erwati, 2002 )

Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang tidak disertai dengan

stimuli eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi

waham tentang pengalaman halusinasi (Kaplan dan sadock,1997)

Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panen

indra seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun dasarnya

mungkin organik fungsional,psikotik atau histerik (Maramis,1995)


 Tanda dan Gejala

1. Bicara, senyum / tertawa sendiri.


2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap,
menghidu.
3. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga dan bermusuhan.
8. Ketakutan.
9. Sulit membuat keputusan.
10. Menarik diri, menghindari dari orang lain.
11. Menyalahkan diri sendiri/ orang lain.
12. Muka merah kadang pucat.
13. Ekspresi wajah bingung.
14. Tekanan darah naik.
15. Nafas terengah- engah.
16. Nadi cepat.
17. Banyak keringat.

B. Rentang Respon

Respon adaptif Respon Maladaftif

-ikiran logis -Kadang proses -waham


-persepsi akurat pikir terganggu -hhalusinasi
-emosi -ilusi -Kerusakan proses emosi
-konsisten dengan -prilaku yang tidaj -prilaku tidak
pengalaman biasa terorganisasi
-prilau cocok hubungn
-menarik diri -isolasi sosial
sosial harmonis

C. Faktor Predisposisi
Menurut .Suart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:Penelitian pencitraan otak sudah
menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b.      Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c.       Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak
kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).
2.      Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3.      Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi di sertai stress.

D. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap.

E. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).

Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain : (Maramis, 1998)

 Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

 Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
 Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.

 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan


melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.

 Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek


yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.

II. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATAFOKUS PENGKAJIAN


A. Masalah Keperawatan
1. Prilaku kekerasan
2. Resiko mencedera diri
3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
4. Harga diri rendah

B. Data Fokus Pengkajian

Data Subjektif Data Objektif


 Klien mengancam  Mata melotot/pandangan tajam
 Klien mengumpat dengan kata-kata  Tangan mengepal
kotor  Rahang mengatup
 Klien mengatakan dendan dengan jengel  Wajah memerah dan tegang
 Klien mengatakan ingin berkelahi  Postur tubuh kaku
 Klien menyalahkan dengan menuntut  Suara keras
 Klien meremehkan

III.POHON MASALAH

(Effect) Resiko Mencederai Diri Sendiri,Orang Lain Dan Lingkungan

(Core Problem) Prilaku Kekerasan

(Causa) Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Prilaku Kekerasan
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa : Prilaku Keerasan

Rencana Tindakan
No Diagnosis
TUK/SP Tindakan

1 Resiko perilaku TUM: Selama perawatan diruangan, pasien Tindakan Psikoterapi


kekerasan tidak memperlihatkan perilaku kekerasan,
a.    Pasien
dengan criteria hasil(TUK):
  BHSP
  Dapat membina hubungan saling percaya
  Ajarakan SP 1:
  Dapat mengidentifikasi penyebab, tanda
dan gejala, bentuk dan akibat PK yang sering o  Diskusikan penyebab, tanda dan gejala,
dilakukan bentuk dan akibat PK yang dilakukan
pasien serta akibat PK
  Dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol PK dengan cara : o  Latih pasien mencegah PK dengan cara:
fisik (tarik nafas dalam & memeukul bantal)
o  Fisik
o  Masukkan dalam jadwal harian
o  Social dan verbal
  Ajarkan SP 2:
o  Spiritual
o  Minum obat teratur o  Diskusikan jadwal harian

  Dapat menyebutkan dan o  Latih pasien mengntrol PK dengan cara


mendemonstrasikan cara mencegah PK yang sosial
sesuai
o  Latih pasien cara menolak dan meminta
  Dapat memelih cara mengontrol PK yang yang asertif
efektif dan sesuai
o  Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
  Dapat melakukan cara yang sudah dipilih
  Ajarkan SP 3:
untuk mengontrl PK
o  Diskusikan jadwal harian
  Memasukan cara yang sudah dipilih dalam
kegitan harian o  Latih cara spiritual untuk mencegah PK

  Mendapat dukungan dari keluarga untuk o  Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
mengontrol PK
  Ajarkan SP 4 :
  Dapat terlibat dalam kegiatan diruangan
o  Diskusikan jadwal harian

o  Diskusikan tentang manfaat obat dan


kerugian jika tidak minum obat secara teratur

o  Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

  Bantu pasien mempraktekan cara yang


telah diajarkan

  Anjurkan pasien untuk memilih cara


mengontrol PK yang sesuai

  Masukkan cara mengontrol PK yang telah


dipilih dalam kegiatan harian

  Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan


pasien dirumah sakit

b.   Keluarga

      Diskusikan masalah yang dirasakan


keluarga dalam merawat pasien PK

      Jelaskan pengertian tanda dan gejala


PK yang dialami pasien serta proses
terjadinya

      Jelaskan dan latih cara-cara merawat


pasien PK

      Latih keluarga melakukan cara


merawat pasien PK secara langsung

      Discharge planning : jadwal aktivitas


dan minum obat

Tindakan psikofarmako

  Berikan obat-obatan sesuai program


pasien

  Memantau kefektifan dan efek samping


obat yang diminum

  Mengukur vital sign secara periodic

Tindakan manipulasi lingkungan

  Singkirkan semua benda yang berbahaya


dari pasien

  Temani pasien selama dalam kondisi


kegelisahan dan ketegangan mulai meningkat

  Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik


dengan melakukan pengikatan/restrain atau
masukkan ruang isolasi bila perlu

  Libatkan pasien dalam TAK konservasi


energi, stimulasi persepsi dan realita
DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran
EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi
1, CV. Agung Seto; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai