A. PERILAKU KEKERASAN
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri
sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk
penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan
untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat
berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di
lingkungan.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk.
2. Penyebab Dari Perilaku Kekerasan
1) Faktor Predisposisi : Psikologis, Perilaku, Sosial budaya , Bioneurologis
2) Faktor Prespitasi : Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan.
Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain. Frustasi :
Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat. Pasif : Respons lanjutan yang
pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan. Agresif : Perilaku destruktif tapi
masih terkontrol. Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.
3. Tanda dan Gejala
1. Fisik : mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata – kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, dan ketus
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri / orang lain, merusak lingkungan,
amuk / agresif
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata – kata bernada sarkasme
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu – raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat
7. Social : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran
8. Perhatian : bolos, melarikan diri, dan melakukan penyompangan seksual
4. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk penyakit fisik yang
dapat menyebabkan gejala reversibel seperti kondisi defisiensi/toksik, penyakit
neurologis, gangguan metabolik/endokrin. Serangkaian tes diagnostik yang dapat
dilakukan pada Skizofrenia Paranoid adalah sebagai berikut: Computed Tomograph
(CT) , Magnetic Resonance Imaging (MRI), Positron Emission Tomography (PET),
Regional Cerebral Blood Flow (RCBF), mapping (BEAM), Addiction Severity Index
(ASI), Electroensephalogram (EEG).
5. Penatalaksanaan Dari Perilaku Kekerasan
1. Farmakoterapi
a) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
b) Obat anti depresi, amitriptyline
c) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
d) Obat anti insomnia, phneobarbital
2. Terapi modalitas
a) Terapi keluarga : Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian:
1) BHSP (bina hubungan saling percaya)
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat
5) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
6) Mendengarkan keluhan klien
7) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
8) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
Isolasi Sosial
Core problem
Diagnosa Keperawatan
HALUSINASI
1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan
perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien
gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi
yang muncul adalah halusinasi yang membuat pasien tidak dapat menjalankan
pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Rentang Respons Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan gangguan pada
isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons neorobiologi. Oleh karenanya
secara keseluruhan, rentang respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons
neorobiologi. Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran
logis dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling
maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri.
Berikut adalah gambaran rentang respons neorobiologi.
3. Jenis Halusinasi
Halusinasi pendengaran (audio)
Halusinasi pengecapan (gustatorius)
Halusinasi penciuman (olfaktori)
Halusinasi atau sentuhan (taktil)
Halusinasi penglihatan (visual)
Halusinasi somatik.
4. Diagnosa Keperawatan Halusinasi
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.