Anda di halaman 1dari 51

KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,
Atas Asung Kertha Waranugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
yang berjudul ” KEGAWATDARURATAN PADA OBSETRIK GYNEKOLOGY :
PECAH KETUBAN DAN PARTUS PREMATURE” dengan baik. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis sebagai penyusun mencoba untuk membuat
makalah sebaik dan selengkap mungkin dengan berbagai macam kajian agar para
pembaca dapat mengambil banyak manfaat dan wawasan konsep dasar mengenai
sterilisasi dan desinfektan.
Penulis mohon maaf kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam
pembuatan makalah ini. Selain itu, jika ada kesalahan dalam kata-kata dan
penulisan mohon dimaafkan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna dalam penyajian bahasa serta pembahasan yang disajikan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Di dunia
ini tidak ada yang sempurna seperti kata pepatah tiada gading yang tak retak
untuk itu penulis berharap permakluman pembaca bila ada kata-kata yang tidak
berkenan di hati.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, Agustus 2019


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

D. Manfaat.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Kasus Kegawatdaruratan Pada Obsetrik Gynekology : Pecah Ketuban.......3

1. Definisi......................................................................................................3

2. Etiologi......................................................................................................3

3. Konsep Patofisiologi.................................................................................5

4. Manifestasi Klinis......................................................................................7

5. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7

6. Penatalaksanaan.........................................................................................8

7. Pengkajian...............................................................................................10

8. Diagnosa..................................................................................................12

9. Intervensi Keperawatan...........................................................................12

10. Implementasi........................................................................................15

11. Evaluasi................................................................................................15

B. Kasus Kegawatdaruratan Pada Obsetrik Gynekology : Partus Premature..15

1. Definisi....................................................................................................15

2. Etiologi dan Faktor Risiko......................................................................16

ii
3. Tanda dan Gejala.....................................................................................17

4. Patofisiologi.............................................................................................17

5. Komplikasi..............................................................................................18

6. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................19

7. Penatalaksanaan.......................................................................................19

8. Pengkajian...............................................................................................21

9. Diagnosa Keperawatan............................................................................26

10. Intervensi Keperawatan.......................................................................32

11. Implementasi Keperawatan.................................................................40

12. Evaluasi................................................................................................43

BAB III PENUTUP...............................................................................................46

A. Simpulan.....................................................................................................46

B. Saran............................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................47

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam
obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu. Ketuban pecah
dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan, pada keadaan normal 8-10% perempuan
hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2008).
Ketuban pecah dini (KPD) di Indonesia secara global
menyebabkan 80% kematian ibu. Pola penyebab langsung dimana-mana
yaitu perdarahan (25%) biasanya perdarahan pasca persalinan,sepsis
(15%) hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%) komplikasi
abortus tidak aman (13%), ketuban pecah dini (4%) dan sebab-sebab
lainnya (8%) (Wikjosastro, 2008).
Menurut Wahyuni (2009) kejadian ketuban pecah dini di indonesia
sebanyak 35,70% - 55,30% dari 17.665 kelahiran. Dalam keadaan normal
8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini.
Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm
terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan
cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak
30%.
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur
dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang
disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita
hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259
hari) sejak hari pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan
preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan
berat janin kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah
20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama

1
menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010), partus
preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep kegawatdaruratan pada kasus ketuban pecah
dini?
2. Bagaimanakah konsep kegawatdaruratan pada kasus partus premature?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pada kasus ketuban pecah
dini
2. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pada kasus partus
pretamure

D. Manfaat
1. Dapat mengetahui konsep kegawatdaruratan pada kasus ketuban pecah
dini
2. Dapat mengetahui konsep kegawatdaruratan pada kasus partus
premature

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus Kegawatdaruratan Pada Obsetrik Gynekology : Pecah Ketuban


1. Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup

2
waktu atau kurang waktu (Cunningham, McDonald, Gant, 2003). Ketuban
Pecah Dini adalah rupturnya membran ketuban sebelum persalinan
berlangsung (Manuaba, 2003). Ketuban pecah dinyatakan dini jika terjadi
sebelum usia kehamilan 37 minggu. Suatu proses infeksi dan peradangan
dimulai di ruangan yang berada diantara amnion korion (Constance
Sinclair, 2010).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban
pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan.
Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan.
2. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini tidak diketahui atau masih belum
jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha
menekaninfeksi (Mochtar, 2002).
Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Saifudin, 2000).
Menurut Manuaba (2009), penyebab ketuban pecah dini antara
lain:
a. Serviks inkompeten yaitu kelainan pada serviks uteri dimana kanalis
servikalis selalu terbuka.
b. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda
dan hidroamnion karena adanyapeningkatan tekanan pada kulit
ketuban di atas ostium uteri internumpada servik atau peningkatan
intra uterin secara mendadak.
c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik)
d. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
fase laten.
1) Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
2) Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin
3) Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat

3
e. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan
letak lintang, karena tidak ada baganterendah yang menutupi pintu atas
panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian
bawah.kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik,
disproporsi.
f. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Menurut Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
UI RSCM (2012), penyebab terjadinya ketuban pecah dini meliputi hal-hal
berikut:
a. Serviks inkompeten
b. Ketegangan rahim berlebihan seperti pada kehamilan ganda,
hidramnion
c. Kelainan letak janin dalam rahim seperti letak sungsang, letak lintang
d. Kemungkinan kesempitan panggul seperti perut gantung, bagian
terendah belum masuk PAP (pintu atas panggul), disproporsi
sefalopelvik
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.
KPD terjadi akibat mekanisme sebagai berikut:
a. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi.
b. Jika terjadi pembukaan servik, selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
c. Penyebab umum ketuban pecah dini adalah grandemulti, overdistensi
(hidramnion, kehamilan ganda), disproporsi sevalopervik, kehamilan
letak lintang, sunsang, atau pendular abdomen (Manuaba, 2009).
3. Konsep Patofisiologi
Menurut Taylor (2009), ketuban pecah dini ada hubungannya
dengan hal-hal berikut:

4
a. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban
pecah. Penyakit-penyakit seperti pieronetritis, sistitis,servisitis terdapat
bersama-sama dengan hipermotilitas Rahim
b. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
c. Infeksi (amniotitis atau korioamnionitis)
d. Faktor-faktor lain yang menyerupai predisposisi ialah: multipara-
malposisi disproprosi servik incompeten
e. Ketuban pecah dini artitisial (amniotomi) dimana ketuban pecah terlalu
dini.
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan kita apabila ketuban
benar sudah pecah/ belum, apalagi bila pembukaan kenalis servikalis
belum ada atau kecil.

5
6
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (2002) antara lain :
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
c. Janin mudah diraba
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan
air ketuban sudah kering.
Menurut Manuaba (2009) mekanisme klinik ketuban pecah dini, antara
lain:
a. Terjadi pembukaan prematur servik
b. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:
1) Devaskularisasi
2) Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
3) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang
Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang
mengeluarkan enzim preteolitik dan kolagenase.
5. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan
terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan
yang disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang
menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes
ferning dan nitrazine tes.
Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini
dapat dilakukan, (Manuaba, 1998) :
a. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks
posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.
b. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak
manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan kemungkinan
infeksi asenden dan persalinan prematuritas.

Menurut Nugroho (2010), pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini


dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG):

7
a. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri.
b. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.
6. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi
dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensiil. Oleh
karena itu, tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci
sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam
rahim.
Memberikan profilaksis antibiotika dan membatasi pemeriksaan dalam
merupakan tindakan yang perlu diperhatikan. Disamping itu makin kecil umur
kehamilan, makin besar peluang terjadi infeksi dalam rahim yang dapat memacu
terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg.
Sebagai gambabaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas paru
sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat.
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi peicu
sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin (Manuaba, 2009).
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010), meliputi :
a. Konservatif
1) Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan
ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

8
4) Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes
buss negativ beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan
diakhiri.
3) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam

9
Berikut bagan penatalaksaan ketuban pecah dini:

7. Pengkajian
a. Pengkajian Primer

10
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan:
1) Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
a) Bersihan jalan nafas
b) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
c) Distress pernafasan
d) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing dan ventilasi
a) Frekuensi nafas, usaha nafas, dan pergerakan dinding dada
b) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembaban kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
b. Pengkajian Sekunder
Data yang dikaji pada ibu dengan ketuban pecah dini adalah:
Data Subjektif:
1) Data Biografi
Biasanya sering terjadi pada kelainan serviks, ketegangan rahim,
kelainan letak janin, kemungkinan kesempitan panggul, kelainan
bawaan, infeksi.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama : klien dengan ketuban pecah dini mengeluh keluar
cairan pervaginam.
b) Keluhan saat dikaji : biasanya klien mengeluh nyeri hilang timbul.
Nyeri yang dirasakan menjalar dari perut ke pinggang.
c) Riwayat keluhan: Riwayat keluhan adalah pengkajian data mulai dari
timbulnya keluhan sampai dengan dilakukan asuhan keperawatan.
Contoh : waktu keluarnya cairan pervaginam, hasil TFU, His, DJJ,
pemeriksaan VT, efficement, masih ada atau tidaknya cairan ketuban,
penurunan hodge, pembukaan, dan ada atau tidaknya pemberian
antibiotik.
Data Objektif:
1) Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
a) GCS
b) Tingkat kesadaran
c) Tanda-tanda vital
d) BB
Head toe toe

11
a) Kepala
Wajah, Pucat, Cloasma, Sklera, Konjungtiva, Pembesaran k. Limphe,
Pembesaran k. Tiroid, Telinga.
b) Dada
Thorak
Inspeksi : kesimetrisan dada, jenis pernafasan thorak abdominal, dan
tidak ada retraksi dinding dada. Frekuensi pernafasan
normal 16-24 x/menit. Iktus kordis terlihat/tidak
Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan.
Auskultasi : terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi nafas
norma vesikuler
c) Abdomen
Inspeksi : ada/tidaknya bekas operasi, striae, linea.
Palpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih
penuh/tidak.
Auskultasi : DJJ ada/tidak
d) Genetalia dan perinium
Inspeksi : keberhasilan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA
(Red, Edema, Discharge, Approximately),
pengeluaran dari ketuban (jumlah, warna, bau), dan
lendir merah muda kecoklatan.
Palpasi : pembukaan serviks (0-4).
e) Ekstremitas
Atas : oedema, varises, CRT
Bawah : oedema, varises, CRT, refleks
8. Diagnosa
a. Risiko infeksi dibuktikan dngan faktor resiko, yaitu ketuban pecah sebelum
waktunya
b. Nyeri melahirkan berhubungan dengan dilatasi serviks dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, perineum terasa tertekan, ekspresi wajah meringis, uterus
teraba membukat, frekunsi nadi meningkat dan prilaku ekspresif
9. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Diagnosa Intervensi
No Kriteria Hasil Rasional
Keperawatan (NIC)
(NOC)

12
1 a. Risiko infeksi NOC: Risk NIC: Infection
dibuktikan dngan Control Control
faktor resiko, Setelah dilakukan 1. Jaga kebersihan 1. Mencegah
yaitu ketuban asuhan pasien terjadinya infeksi
pecah sebelum keperawatan
2. Memotong rantai
waktunya selama 2 x 1 jam 2. Instruksikan
kemungkinan
diharapkan keluarga untuk
penyebaran
masalah risiko menjaga
infeksi
infeksi pada pasien kebersihan cuci
dapat teratasi tangan
3. Meminimalisir
dengan kriteria
3. Pertahankan masuknya kuman
hasil:
teknik aseptic penyebab infeksi
1. Pasien bebas
ketika melakukan
dari tanda dan
tindakan invasif 4. Mengetahui sejak
gejala infeksi
dini apabila
2. Menunjukkan
4. Monitor tanda infeksi terjadi
kemampuan
dan gejala infeksi
untuk
5. Mencegah infeksi
mencegah
secara internal
timbulnya
5. Kolaborasi
infeksi
pemberian
antibiotik
2 b. Nyeri melahirkan NOC: NIC:
berhubungan Maternal Status: Intrapartal Care
dengan dilatasi Intrapartum Birthing
serviks dibuktikan Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Untuk
dengan mengeluh asuhan pengkajian nyeri mengetahui
nyeri, perineum keperawatan secara karakteristik
terasa tertekan, selama 2 x 1 jam komprehensif nyeri yang
ekspresi wajah diharapkan pasien dirasakan
meringis, uterus dapat mengontrol 2. Observasi tanda
2. Untuk

13
teraba membukat, nyeri dengan vital: suhu dan mengetahui
frekunsi nadi kriteria hasil: nadi tiap 30 kondisi umum
meningkat dan 1. Pasien dapat menit, tekanan pasien
prilaku ekspresif mengontrol darah tiap 2 jam
nyeri 3. Untuk
3. Observasi
2. Kontraksi
mengetahui
kemajuan
teratur
perkembangan
3. Frekuensi persalinan: tinggi
persalinan dan
kontraksi kuat fundus uteri dan
janin
sering dan his tiap 5-10
durasi menit, DJJ dan
bertambah VT tiap 30 menit
4. Untuk
4. Bukaan
mengontrol dan
lengkap
4. Ajarkan pasien
5. Gelisah meringankan
menggunakan
berkurang nyeri yang
manajemen nyeri:
dirasakan pasien
relaksasi napas
5. Untuk
dalam
mendukung
perasaan pasien

6. Untuk membantu
5. Anjurkan suami
pasien
untuk
mengontrol rasa
mendampingi
nyeri
pasien

6. Bantu tindakan
7. Untuk
kenyamanan:
mengetahui
lakukan massage
perkembangan
punggung ibu
persalinan pasien
dan untuk catatan
tindakan yang

14
7. Dokumentasikan telah dilakukan
perkembangan
dan kemajuan
persalinan dalam
partograf

10. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan.
Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia.
Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan dalam
tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut harus
terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan
baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan Implementasi ini juga dilakukan
oleh perawatdan harus menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia
yang unik(Hidayat, 2002.
11. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Hidayat, 2002).
Menurut Rohman dan Walid (2009), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
a. Evaluasi proses (formatif) yaitu valuasi yang dilakukan setiap selesai
tindakan. Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
b. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan dan
menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan
kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang
ditetapkan.

15
B. Kasus Kegawatdaruratan Pada Obsetrik Gynekology : Partus Premature
1. Definisi
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai
pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang
lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus
prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu
(antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Partus
preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu
dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010),
partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan yaitu Partus
Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana
timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20
minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.
2. Etiologi dan Faktor Risiko
Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
a. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
b. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks,
pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan
partus prematurus yaitu :
a. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem

16
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
b. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam
setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10
batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus
adalah sebagai berikut:
a. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35
tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti;
hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan
yang terlalu berat
b. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan
antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban
pecah dini
c. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
3. Tanda dan Gejala
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
a. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
b. Rasa berat dipanggul
c. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
d. Keluarnya cairan pervaginam
e. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan
terjadi tanda klinik sebagai berikut :
a. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
b. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan servik.
4. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama

17
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau
membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses
persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan
perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan
prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu.
Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga
terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas
paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko
tinggi pada kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi
tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan
menjaga kesehatan saat kehamilan.
5. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang
terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan
infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya
penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko
infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung
kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia,
sepsis dan kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
a. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
b. Gangguan respirasi
c. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
d. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi
aterm

18
e. Cerebral palsy
f. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai
2500 gram)
b. Tes nitrazin : menentukan KPD
c. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan
adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S)
mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi
amniotik
d. Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.
7. Penatalaksanaan
a. Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1) Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik,
yaitu :
1) Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
2) Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan
salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek
samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50
µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance)
atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 µg/menit, subkutan:
250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam
(maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi
miokardial, edema paru.
3) Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6
gr/iv, secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam
(maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek

19
samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin.
Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada,
dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
4) Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac,
nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan
menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk
produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX
yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada
janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada
indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam
konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a) Oligohidramnion
b) Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c) Preeklamsia berat
d) Hasil nonstrees test tidak reaktif
e) Hasil contraction stress test positif
f) Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan
pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
g) Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h) Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2) Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome
(RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis,
dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu.

20
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason.
Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
1) Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
2) Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan
komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3) Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis
dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat
diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama
3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari,
atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising
enterocolitis.

b. Algoritma resusitasi bayi baru lahir

21
Sumber : https://id.scribd.com/document/360232585/resusitasi-spinal-cord-docx
Upaya resusitaasi yang efesien dan efektif berlangsung melalui
rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan

22
lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda penting, yaitu :
a. Penafasan
b. Denyut jantung
c. Warna kulit
Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak
bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar
pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif
(VTP).
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
a. Dua helai kain / handuk.
b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan
untuk mengatur posisi kepala bayi.
c. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
d. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
e. Kotak alat resusitasi.
f. Jam atau pencatat waktu.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka
1) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
2) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
3) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
1) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
2) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi

23
1) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
2) Kompresi dada.
3) Pengobatan
Langkah-Langkah Resusitasi
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi
dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang
datar.
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah
bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan
mengusap-usap punggung bayi.
f. Nilai pernafasan Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama
6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit
jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen.
Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
1) Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
2) Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui
ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi
tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke
mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
3) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10.
a) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
b) 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
c) 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV,
disertai kompresi jantung.
d) < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
e) Kompresi jantung

24
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara
kompresi jantung :
a. Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi
tubuh bayi.
b. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan
belakang tubuh bayi.
c. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
d. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV
sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
e. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin
1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
f. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
g. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis
diatas tiap 3 – 5 menit.
h. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon
terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2
MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)
Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif,
kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi
dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi
atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan
intrapartum.
b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minumum antara lain :
1) Alat pemanas siap pakai
2) Oksigen
3) Alat pengisap
4) Alat sungkup dan balon resusitasi
5) Alat intubasi

25
6) Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal
harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan
siap pakai.
f.
8. Pengkajian
a. Pengkajian Primer (Primary Survey)
1) Airway
a) Kaji kepatenan jalan napas
b) Kaji ada/tidaknya suara napas tambahan
2) Breathing
a) Kaji frekuensi pernapasan dan kedalaman pernapasan
dalam/dangkal/regular/ireguler
b) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%
c) Kaji irama pernapasan cepat/lambat dan penggunaan otot bantu dada
pernapasan
d) Nilai apgar score pada menit ke-1 dan menit ke-5
3) Circulation
a) Kaji nadi cepat/tidak dan teratur/tidak
b) Kaji akral, hangat atau dingin
c) Kaji suhu tubuh bayi
d) Kaji warna kulit dan membran mukosa (pucat, sianosis, dan
kemerahan)
e) Pada Ibu : Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena
kehamilan (HKK), penyakit sebelumnya.
4) Disability
a) Kaji respon/reaksi bayi
b) Kaji suara tangisan bayi (keras/lemah)

26
c) Kaji gerakan otot bayi
5) Exposure
Jaga suhu tubuh bayi agar tidak jadi hipotermi.
b. Pengkajian Sekunder / Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey
hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi :
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan sekarang
c) Riwayat kesehatan dahulu
Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan :
b. Keluhan selama hamil :
c. Kenaikan BB selama hamil :
Natal
a. Tempat melahirkan :
b. Jenis persalinan :
c. Penolong persalinan :
Post natal
Kondisi bayi :
d) Riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
e) Riwayat menstruasi
a. Menarche :
b. Siklus :
c. Lama :
d. Dismenorhea :
e. Flour albus :
f. HPHT/TP :
f) Status perkawinan
a. Umur nikah :
b. Lama :
c. Nikah ke :
d. Status pernikahan :
g) Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan Bayi Nifas
Hamil UK Komplik Jenis penolong tempat komplikasi sex Bb/tb h/m t/g umur Lac KB kompli
asi kasi
ke

27
h) Riwayat Kehamilan Sekarang
 Mulai periksa : UK....
 Tempat :...........Pemeriksa......
No UK Keluhan Frek periksa Obat ygHE
diterima
1 Trim 1
Trim 2
Trim 3

i) Riwayat Persalinan Sekarang


j) Riwayat KB
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh
langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan
cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota
keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.
Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan
gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association,
2007):

28
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester,makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
2) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak
nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi
pada stadium pertama.
b) Tanda-tanda vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c) Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih
cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e) Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f) Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan
cuping hidung.
g) Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan
frekwensi pernafasan yang cepat
h) Neurology / reflek
Reflek Moro
 Reflek menghisap (refleks rooting)
 Refleks menggenggam (palmar grasp reflex)

29
 Refleks leher (tonic neck reflex)
 Refleks mencari (rooting reflex)
 Refleks moro (moro reflex)
 Babinski Reflex .
 Swallowing Reflex.
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Ultrasonografi : pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 –
2500 gram)
b) Tesnitrazin : menentukan KPD
c) Jumlah sel darah putih : jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosintesis yaitu radio lesiten terhadap
sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidi gliserol (PG) untuk maturitas
paru janin atau infeksi amniotik.
d) Pemantauan elektronik : Memfalidasi aktifitas uterus/status janin.
9. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuscular dibuktikan dengan tidak mampu batuk, mengi, wheezing dan
atau ronchi kering, meconium dijalan napas (pada neonates), gelisah, sianosi,
bunyi nafas menurun, frekuinsi napas berubah, dan pola napas berubah
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
dibuktikan dengan penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal (misalnya takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul), pernapasan pursed lip, pernapasan cuping hidung.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dibuktikan dengan PCO2 meningkat atau menurun, PO2 menurun,
takikardi, pH arteri meningkat atau menurun, bunyi napas tambahan,
sianosis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal, warna kulit
abnormal, kesadaran menurun.
d. Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan dibuktikan
dengan kulit teraba dingin, menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal,
akrosianosis, bradikardi, dasar kuku sianotik, hipoksia, dan kutis memorata.

30
31
10. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
1 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif NOC : NIC
Resuscitation : Neonate
Respiratory status : Airway Patency
□ Siapkan peralatan untuk resusitasi sebelum
□ Respirasi dalam batas normal
kelahiran
□ Irama pernafasan teratur
□ Uji coba perlengkapan resusitasi, suksion, dan
□ Kedalaman pernafasan normal
□ Tidak ada akumulasi sputum aliran oksigen untuk memastikan alat berfungsi
□ Batuk berkurang/hilang
dengan baik
□ Tempatkan bayi baru lahir di bawah pemancar
panas yang hangat
□ Pasang laringoskop untuk mendaptkan gambaran
trakea pada saat suksion, cairan mekonium dengan
cepat
□ Intubasi dengan kanul trakea (ET) untuk
menyingkirkan mekonium dari jalan nafasa bawah
dengan baik
□ Intubasi ulang dan suction, jalan nafas bebas
mekanium
□ Gunakan suksion, mekanik untuk menyingkirkan
mekonium dari jalan nafas bagian bawah
□ Keringkan bayi dengan selimut penghangat untuk
mengeluarkan cairan ketuban, untuk mengurangi

32
kehilangan panas, dan memberikan stimulasi
□ Tempatkan selimut yang digulung di bagian
bawah bahuuntuk membantu bayi dengan posisi
yang benar
□ Suksion sekret dari hidung dan mulut dengan
penghisap bola karet
□ Berikan stimulasi taktil dengan menggosok
telapak kaki atau menggosok punggung bayi
□ Monitor pernafasan
□ Monitor denyut jantung
□ Mulai ventilasi tekanan positif pada saat apnea
atau bayi sulit bernafas
□ Gunakan oksigen 100% dengan tekanan 5-8 liter
untuk mengisi kantong resusitasi
□ Sesuaikan kantung resusitasi untuk pengissian
yang benar
□ Dapatkan masker dengan segel ketat yang
menutupi dagu, mulut, hidung
□ Ventilasi dengan frekuensi 40-60 x/menit
menggunakan 20-40 cm air untuk nafas awal dan
15-20 cm air untuk tekanan selanjutnya
□ Auskultasi untuk memastikan ventilasi yang
memadai
□ Periksa denyut jantung setelah 15-30 detik

33
ventilasi
□ Berikan kompresi dada untuk denyut jantung <60
denyut per menit atau jika > 80 denyut per menit
tanpa peningkatan
□ Kompres sternum 0,5-0,75 inchi dengn
menggunakan rasio 3:1 untuk memberikan 90
kompresi dan 30 nafas per menit
□ Periksa denyut nadi setelah 30 detik kompresi
□ Lanjutkan kompresi sampai denyut jantung > 80
denyut per menit
□ Lanjutkan ventilasi sampai respirasi spontan yang
memadai mulai dan warna kulit bayi menjadi
merah muda
□ Pasang ET untuk ventilasi yang lama atau respon
bayi yang sangat kurang terhadap ventilasi
□ Auskultasi suara nafas bilateral untuk konfirmasi
penempatan ET
□ Amati kenaikan dada tanpa distensi lambung
untuk memeriksa penempatan ET
□ Amankan jalan nafas yang sudah terpasang pada
wajah dengan memberikan plester
□ Pasang kateter ororgastrik jika ventilasi diberikan
selama lebih dari 2 menit
□ Siapkan obat-obatan yang diperlukan (misalnya

34
narkotik antagonis, epinefrin, obat untuk
meningkatkan volume nafas, dan natrium
bikarbonat)
□ Beri obat sesuai perintah
□ Dokumentasikan waktu, urutan, dan respon
neonatus terhadap semua langkah resusitasi
□ Berikan penjelasan kepada orang tua bayi dengan
baik
□ Bantu perpindahan bayi baru lahir dengan baik
Airway Suctioning
□ Lakukan tindakan cuci tangan
□ Gunakan alat pelindung diri (sarung tangan,
kacamata, masker) sesuai dengan kebutuhan
□ Tentukan perlunya section mulut atau trakea
□ Auskultasi suara nafas sebelum dan setelah
tindakan suksion
□ Aspirasi nasopharynx dengan kanul suction sesua
dengan kebutuhan
□ Lakukan suction orofaring
□ Monitor dan catat warna, jumlah dan konsistensi
sekret

2 Ketidakefektifan Pola Nafas NOC : NIC


Respiratory status : Ventilation Oxygen Therapy
□ Respirasi dalam batas normal □ Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

35
□ Irama pernafasan teratur □ Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Kedalaman pernafasan normal □ Siapkan peralatan oksigenasi dan berikan melalui
□ Suara perkusi dada normal (sonor)
sistem humidifier
□ Retraksi otot dada
□ Monitor aliran oksigen
□ Tidak terdapat orthopnea
□ Monitor respirasi dan status O2
□ Taktil fremitus normal antara dada kiri
□ Pertahankan posisi pasien
dan dada kanan □ Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul
□ Ekspansi dada simetris
yang digunakan.
□ Tidak terdapat akumulasi sputum
□ Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah
□ Tidak terdapat penggunaan otot bantu
diberikan
napas
□ Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

3 Gangguan Pertukaran Gas NOC NIC


Respiratory status: Gas Exchange Acid Base Management
□ PaO2 dalam batas normal (80-100 □ Pertahankan kepatenan jalan nafas
mmHg) □ Posisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi
□ PaCO2 dalam batas normal (35-45 yang adekuat(mis., buka jalan nafas dan tinggikan
mmHg) kepala dari tempat tidur)
□ pH normal (7,35-7,45) □ Monitor hemodinamika status (CVP & MAP)
□ SaO2 normal (95-100%) □ Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2, dan HCO3
□ Tidak ada sianosis darah melalui hasil AGD
□ Tidak ada penurunan kesadaran □ Catat adanya asidosis/alkalosis yang terjadi akibat
kompensasi metabolisme, respirasi atau keduanya

36
atau tidak adanya kompensasi
□ Monitor tanda-tanda gagal napas
□ Monitor status neurologis
□ Monitor status pernapasan dan status oksigenasi
klien
□ Atur intake cairan
□ Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas
tambahan (ronchi, wheezing, krekels, dll)
□ Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
□ Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan.

4 Hipotermia NOC NIC


Thermoregulasi: New Born Infant Care : New Born
□ Berat badan normal □ Ukur dan timbang berat bayi baru lahir
□ Tidak menggigil □ Monitor suhu bayi baru lahir
□ Perpindahan dari inkubator ke box bayi □ Jaga suhu tubuh yang adekuat dari bayi baru lahir (
□ Irama nafas teratur misalnya, keringkan bayi setelah lahir,
□ Tidak dehidrasi membedong bayi dalam selimut jika tidak
□ Kadar bilirubin dalam darah normal diletakkan di tempat yang hangat, pakaikan topi
rajut bayi dan instrusikan orang tua untuk menjaga
kepela tetap tertutup, dan letakkan bayi baru lahir

37
dalam ruang isolasi bayi atau tempatkan bayi
dibawah pemanas sesuai sesuai kebutuhan
□ Monitor frekuensi pernafasan dan pola nafas bayi
□ Monitor frekuensi denyut nadi bayi baru lahir
□ Monitor warna kulit bayi baru lahir
□ Letakkan bayi baru lahir dengan kontak kulit ke
kulit dengan orang tua, dengan tepat
□ Peluk dan sentuh bayi baru lahir yang ada di ruang
isolasi bayi secara teratur
□ Gunakan selimut yang digulung dan dimiringkan
pada punggung bayi baru lahir, tempatkan lengan
kedepan untuk mengurangi kemungkinan
perubahan posisi bayi berguling atau posisi
tengkurap

38
11. Implementasi Keperawatan
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai
bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya
melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitaasi yang efesien dan
efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan
keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi
semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
d. Penafasan
e. Denyut jantung
f. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai
resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila
penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau
pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-
alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
a. Dua helai kain / handuk.
g. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
h. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
i. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
j. Kotak alat resusitasi.
k. Jam atau pencatat waktu.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan
yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
d. Memastikan saluran terbuka
4) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3
cm.
5) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

39
6) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk
memastikan saluran pernafasan terbuka.
e. Memulai pernafasan
3) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
4) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
f. Mempertahankan sirkulasi
4) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
5) Kompresi dada.
6) Pengobatan
Langkah-Langkah Resusitasi
g. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh
bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
h. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas
yang datar.
i. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
j. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut
sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
k. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi
dan mengusap-usap punggung bayi.
l. Nilai pernafasan Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung
selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai
warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru
beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi
tekanan positif.
4) Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan
positif.
5) Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 %
melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan
mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri
bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.

40
6) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10.
f) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
g) 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian
PPV.
h) 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan
PPV, disertai kompresi jantung.
i) < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
j) Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara
kompresi jantung :
i. Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi.
j. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan
belakang tubuh bayi.
k. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi
dada.
l. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV
sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
m. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
n. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan
obat.
o. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai
dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
p. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak
rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat
dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro,
2007)
Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan
efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :

41
c. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan
depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi
dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau
riwayat antepartum dan intrapartum.
d. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.
Persiapan minumum antara lain :
7) Alat pemanas siap pakai
8) Oksigen
9) Alat pengisap
10) Alat sungkup dan balon resusitasi
11) Alat intubasi
12) Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
g. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi
neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
h. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa
yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif
dan efesien
i. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus
bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
j. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari
pasien.
k. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia
clan siap pakai.
Implementasi adalah suatu tindakan yang kita lakukan untuk
mengaplikasikan intervensi atau rencana yang sudah ditetapkan
sebelumnya sesuai dengan kondisi pasien, adapun yang harus diperhatikan
adalah :
a. Mencegah terjadinya komplikasi
b. Meningkatkan konsep diri dan penerimaan situasi

42
c. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, resiko
komplikasi dan kebutuhan pengobatan lainnya
12. Evaluasi
Pada akhir pelaksanaan asuhan keperawatan didapatkan evaluasi.
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil / perbuatan dengan standar
untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan
tercapai.
a. Evaluasi keperawatan : membandingkan efek / hasil suatu tindakan
keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat.
b. Tahap akhir dari proses keperawatan.
c. Menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.
d. Menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi askep.
e. Menentukan efektif / tidaknyatindakan keperawatan dan
perkembangan pasien terhadap masalah kesehatan.
Perawat bertanggung jawab untuk mengevaluasi status dan
kemajuan klien terhadap pencapaian hasil setiap hari. Tujuan evaluasi
adalah untuk menentukan seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu
untuk mendegah atau mengobati respon manusia terhadap prosedur
kesehatan.
Adapun evaluasi yang diharapkan pada kasus asfiksia pada
neonatorum sesuai dengan diagnosa yang diangkat adalah :
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
Kriteria hasil :
1) Respirasi dalam batas normal
2) Irama pernafasan teratur
3) Kedalaman pernafasan normal
4) Tidak ada akumulasi sputum
b. Ketidakefektifan Pola Jalan Nafas
Kriteria hasil :
1) Respirasi dalam batas normal
2) Irama pernafasan teratur
3) Kedalaman pernafasan normal
4) Suara perkusi dada normal (sonor)
5) Retraksi otot dada
6) Tidak terdapat orthopnea
7) Taktil fremitus normal antara dada kiri dan dada kanan
8) Ekspansi dada simetris
9) Tidak terdapat akumulasi sputum
10) Tidak terdapat penggunaan otot bantu napas
c. Gangguan Pertukaran Gas

43
Kriteria hasil :
1) PaO2 dalam batas normal (80-100 mmHg)
2) PaCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg)
3) pH normal (7,35-7,45)
4) SaO2 normal (95-100%)
5) Tidak ada sianosis
6) Tidak ada penurunan kesadaran
d. Hiportemia
Kriteria hasil :
1) Berat badan normal
2) Tidak menggigil
3) Perpindahan dari inkubator ke box bayi
4) Irama nafas teratur
5) Tidak dehidrasi
6) Kadar bilirubin dalam darah normal.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi
proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau
kurang waktu. Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan servik

Partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai


dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau

44
dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya
kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir.
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan
atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya
proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan

B. Saran
Melalui makalah yang berjudul Kegawatdaruratan pada Obstesetric
Gynekologi : Ketuban Pecah Dini dan Partus Premature penulis berharap
dapat membantu pembaca dalam menambah wawasan tentang
kegawatdaruratan ketuban pecah dini dan partus premature serta penulis
berharap melaluis makalah ini pembaca dapat mengetahui penatalaksanaan
yang tepat.

45
DAFTAR PUSTAKA

International, NANDA. 2015-2017. Diagnosis keperawatan definisi dan


klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
M. Bulechek, Gloria. 2013. Nursing Intervention Classification (NOC).USA:
Elsevier Mosby.
Manuaba, I.B.G. (2009). Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Moorhead, Sue; dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA :
Elsevier Mosby.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT.Bina Pustaka
Saifuddin, A.B. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP

46

Anda mungkin juga menyukai