Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI

PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan

JiwaDosen Pengampu: Ns. Sri Supami, S. Kep., S. Pd., M. Kes

Disusun oleh:
Kelompok 1

Aida Shopi Lutfia Nurafni (201030100055)

Indah Listiana (201030100039)

Jauhar Khairul (201030100463)

Zulfa Kaefiyatul Adzkiya (201030100038)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATANSTIKes WIDYA

DHARMA HUSADA TANGGERANG SELATAN

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun
orang lain (Yoseph, 2007).

B. Etiologi

1. Faktor Presisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan
adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.

a. Faktor biologis
1. Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebakan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2. Psychosomatic Theory (teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini
system limbic berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1. Frustration Aggression Theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
dariakumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut
dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan
frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2. Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas/situasi yang mendukung
3. Eksistensial Theory (Teory Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui
berperilaku destruktif.
c. Faktor sosiokultural
1. Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu
dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung
individu untuk merespon asertif dan agresif
2. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
maupun melalui proses sosialitas.
2. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar
(serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam
(putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut
terhadap penyakit fisik, dan lain-lain). Selain itu lingkungan yang terlalu
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan
kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan. (Dermawan, Deden,
2013).
C. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut (Yoseph, 2009):

1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Muka melotot/ pandangan tajam
b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Postur tubuh kaku
e. Jalan mondar-mandir

2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
b. Mengancam secara verbal atau fisik
c. Mengumpat dengan kata-kata kotor
d. Suara keras
e. Ketus

3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/ orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/ orang lain
d. Merusak lingkungan
b. Mengamuk/ agresif

4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain,menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Blos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri sendiri, dan orang lain

Gangguan
Perilaku persepsi
Kekerasan sensori:

Harga diri rendah halusinasi


pendengaran
kronis
Regiment Isolasi sosial:
terapeutik inefektif menarik diri

Koping keluarga tidak efektif Berduka disfungsional

(Fitria, Nita 2010)

E. Penatalaksanaan Medis

Antianxiaty dan sedative-hypnotics, obat-obatan ini mengendalikan


agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam sering
digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien.
Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama
karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa
memperburuk symptom depresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang
mengalami disinhibiting effect dari benzodiapzepines, dapat mengakibatkan
peningkatan perilaku agresif. Buspiron obat anxiety, efektif dalam
mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien
dengan cedera kepala, demensia, dan development disability.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsive
dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dantrazodone, efektif untuk menghilangkan agresitivitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organic. Mood
Stabilizer penelitian menunjukkan bahwa pemberian lithium efektif untuk
agresif karena manic.Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan
perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti RM, cedera
kepala, skizofrenia,gangguan kepribadian. Pada klien dengan epilepsy lobus
temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif. Pemberian carbamazepines
dapat mengendalikan perilaku agresif pada klien dengan kelainan
(electroencephalograms).
Antipsyhoyic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan
perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi atau perilaku
psikotik lainnya, maka pemberian obat ini dapat membantu, namun diberikan
hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya dirasakan. Medikasi lainnya,
banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian naltrexone (antagonis opiat)
dapat menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers seperti propanolol
dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada klien dengan
gangguan mental organic. (Muhith, Abdul, 2015).

F. Diagnosa Keperawatan

Adapun kemungkinan diagnose keperawatan pada klien marah


denganmasalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut (Carpenito,
2000) :

1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
STRATEGI PELAKSANAAN

Kondisi Klien
Ny. M berusia 26 tahun, beragama islam, pendidikan SMA, dan pekerjaan sebelumnya sebagai
buruh pabrik. Masuk ruang perawatan tanggal 12 Agustus 2022 diantar oleh keluarganya dengan
alasan klien sering berbicara sendiri, klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
a) Data subjektif
 klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknyajika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b) Data objektif
 Mata merah, wajah agak kusam.
 Nada suara tinggi dan keras, bisara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Diagnosa keperawatan : perilaku kekerasan
3. Tujuan
a) Tujuan umum : klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
b) Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:

a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati,


sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c) Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?".
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Diskuiskan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
b) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa di lakukan klien
c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
untuk mencegah perilaku kekerasan,yaitu : tarik nafas dalam
dan pukul kasur serta bantal
7. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.
8. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c) Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?".
9. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
10. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Diskuiskan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
b) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa di lakukan klien
c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
untuk mencegah perilaku kekerasan,yaitu : tarik nafas dalam
dan pukul kasur serta bantal
11. Klien dapat mendemostrasikan cara sosial untuk mencegah
perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
b) Beri contoh cara berbicara yang baik
c) Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
d) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara
bicara yang dapat dilatih diruangan
12. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
beresponterhadap kemarahan.
Tindakan :
a) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas
dalam jika sedang kesal, berolah raga,memukul bantal /
kasur.
c) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah ataukesal
/ tersinggung
d) Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada
Tuhan untuk diberi kesabaran.
13. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan.
Tindakan:
a) Bantu memilih cara yang paling tepat.
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai
dalam simulasi.
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel
/ marah.
14. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
melalui pertemuan keluarga.
b) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
15. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis,
frekuensi, efek dan efek samping).
b) Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar
(nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
c) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
B. Strategi komunikasi
1. Fase orientasi
 Salam Teraupetik
Perawat : “Assalamualaikum Mba. Selamat pagi.”
Pasien : “Waalaikumsalam pagi”
Perawat : boleh ya saya duduk dsini?
Pasien : “boleh.”
Perawat : “Baik terima kasih Mba, Sebelumnya perkenalkan saya
perawat jauhar yang bertugas di rumah sakit jiwa STIKes widya
dharma husada tangerang yang sedang berdinas diruangan ini, saya
disini akan membantu menyelesaikan masalah yang Mba hadapi, kalau
boleh tau Mba namanya siapa ya? Senang dipanggil apa?” Pasien :
Nama saya Mita.
Perawat : “Oh iya Mba Mita ya”

 Evaluasi/validasi
Perawat : ““kalau boleh tahu, sudah berapa lama Mbak Mita di sini
? Apakah Mbak Mita masih ingat siapa yang membawa kesini ?
Pasien : “keluarga saya. sudah lama”
Perawat : “Saya lihat Mbak sering tampak marah dan kesal,
sekarang Mbak masih merasa kesal atau marah ?”
Pasien : “Marah”

 Kontrak
1) Topik dan tujuan
Perawat : Kalau begitu bagaimana kita berbicara tentang masalah
yang mba alami saat ini, tujuannya supaya Mba tauapa masalah
Mba saat ini dan Mba bisa mengungkapkan perasaan Mba.
Apakah bersedia Mba?
Pasien : “Iya bersedia.”
2) Waktu
Perawat : Waktunya kurang lebih 15 menit saja Mba, Apakah
Mba bersedia?
Pasien : Iya
3) Tempat
Perawat : untuk tempatnya mau di ruangan ini atau mau diluar
Mba?
Pasien : Disini saja.
Perawat : Baiklah Mba
2. Tahap Kerja :
Perawat : “Nah, sekarang coba Mbak ceritakan Apa yang membuat Mbak
Mita merasa marah?” Apakah sebelumnya mbak pernah marah?Terus,
penyebabnya apa?
Pasien : “banyak orang lain mengusik diri saya”
Perawat : “Samakah dengan yang sekarang?” Pasien
: “iya”
Perawat : “Lalu saat Mbak sedang marah apa yang akan Mbak rasakan?
Apakah Mbak merasa sangat kesal, dada Mbak berdebar-
debar lebih kencang, mata melotot, rahang terkatup rapat dan
inginmengamuk?”
Pasien : “iya memang kenapa?”
Perawat : “oh begitu, lalu setelah iu apa yang mba lakukan?”
Pasien : “melukai diri saya sendiri”
Perawat : “Apakah dengnan cara itu marah/kesal Mbak dapat
terselesaikan? ”
Pasien : “ Ya tentu tidak”
Perawat : “Menurut Mbak Mita adakah cara lain yang lebih baik?
Maukah Mbak Mita belajar cara mengungkapkan kemarahan denganbaik
tanpa menimbulkan kerugian?”
Pasien : “mau.”
Perawat : ”Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Mbak.
Salah satunya adalah dengancara fisik. Jadi melalui kegiatanfisik
disalurkan rasa marah.”
Pasien : “bagaimana caranya?”
Perawat : “Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara
dulu? Namanya teknik napas dalam”
Pasien : “terus?
Perawat : ”Begini Mbak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Mbak rasakan,
maka Mbak berdiri atau duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung,
tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan–lahan melaluimulut. Ayo Mbak
coba lakukan, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut.
Nah,lakukan 5 kali.”
Pasien : (mempraktikan)
Perawat : “Bagus sekali, Mbak sudah bisa melakukannya. Nah..MbakMita
tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi napas dalam, sebaiknya
latihan ini Mbak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul Mbak sudah terbiasa
melakukannya”
Pasien : “iyaa.”
3. Terminasi :
 Evaluasi
 Evaluasi subjektif:
Perawat : “Bagaiman perasaan Mbak setelah kita berbincang-
bincang dan melakukan latihan teknik relaksasi napas dalam
tadi?
Pasien : “ sedikit lebih lega”
Perawat : “Ya...betul, dan kelihatannya Mbak terlihat sudah
lebih rileks”.
 Evaluasi objektif
Perawat : ”Coba Mbak sebutkan lagi apa cara untuk
mengontrol marah”
Pasien : “Tarik nafas dalam”
Perawat : “Wah...bagus, Mbak masih ingat”
 Tindak lanjut
Perawat : “Bagaimana kalau latihan ini kita masukkan dalam
jadwal kegiatan sehari-hari Mbak?”
Pasien : “iya terserah”

 Kontrak yang akan datang


Perawat : “ Nah, Mbak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah
satu dari teknik saja. Masih ada cara yang bisa digunakanuntuk
mengatasi marah Mbak. Cara yang kedua yaitu dengan teknik
memukul bantal atau kasur. Bagaimana kalau kita
latihan cara yang kedua ini besok?”
Pasien : “iyaa”
Perawat : “Mbak maunya kita bertemu besok jam berapa?”
Pasien : “pagi aja”
Perawat : “Kita latihannya dimana, Mbak?
Pasien : “Disini aja”
“ok, Mbak. Kalau begitu saya pamit dulu ya, Mbak....
Assalamualaikum”
Perawat : “waalaikumsalam”
ROLEPLAY

PERILAKU KEKERASAN

Fase orientasi
Perawat : “Assalamualaikum Mba. Selamat
pagi.”Pasien : “Waalaikumsalam pagi”
Perawat : “boleh ya saya duduk
dsini?Pasien : “boleh.”
Perawat : “Baik terima kasih Mba, Sebelumnya perkenalkan saya perawat
jauharyang bertugas di rumah sakit jiwa STIKes widya dharma husada
tangerang yangsedang berdinas diruangan ini, saya disini akan membantu
menyelesaikan masalah yang Mba hadapi, kalau boleh tau Mba namanya
siapa ya? Senang dipanggil apa?”
Pasien : Nama saya Mita.
Perawat : “Oh iya Mba Mita
ya”
Perawat : “kalau boleh tahu, sudah berapa lama Mbak Mita di sini ?
ApakahMbak Mita masih ingat siapa yang membawa kesini ?
Pasien : “keluarga saya. sudah lama”
Perawat : “Saya lihat Mbak sering tampak marah dan kesal, sekarang Mbak
masihmerasa kesal atau marah ?”

Pasien : “(Marah)”

Perawat : Kalau begitu bagaimana kita berbicara tentang masalah yang mba
alamisaat ini, tujuannya supaya Mba tau apa masalah Mba saat ini dan Mba
bisa mengungkapkan perasaan Mba. Apakah bersedia Mba?
Pasien : “Iya bersedia.”
Perawat : Waktunya kurang lebih 15 menit saja Mba, Apakah Mba
bersedia?Pasien : Iya
Perawat : untuk tempatnya mau di ruangan ini atau mau diluar
Mba?Pasien : Disini saja.
Perawat : Baiklah Mba
Tahap Kerja :
Perawat : “Nah, sekarang coba Mbak ceritakan Apa yang membuat Mbak
Mita merasa marah?” Apakah sebelumnya mbak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa?
Pasien : “banyak orang lain mengusik diri
saya”Perawat : “Samakah dengan yang
sekarang?”
Pasien : “iya”
Perawat : “Lalu saat Mbak sedang marah apa yang akan Mbak rasakan? Apakah
Mbak merasa sangat kesal, dada Mbak berdebar-debar lebih kencang, mata
melotot, rahang terkatup rapat dan ingin
mengamuk?”
Pasien : “iya memang kenapa?”
Perawat : “oh begitu, lalu setelah iu apa yang mba
lakukan?”
Pasien : “melukai diri saya sendiri”
Perawat : “Apakah dengnan cara itu marah/kesal Mbak dapat
terselesaikan? ”Pasien : “ Ya tentu tidak”
Perawat : “Menurut Mbak Mita adakah cara lain yang lebih baik? Maukah
MbakMita belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
Pasien : “mau.”
Perawat : ”Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Mbak.
Salahsatunya adalah dengancara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik
disalurkan rasa
marah.”
Pasien : “bagaimana caranya?”
Perawat : “Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara
dulu?Namanya teknik napas dalam”
Pasien : “terus?
Perawat : ”Begini Mbak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Mbak rasakan,
maka Mbak berdiri atau duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung,
tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan–lahan melalui mulut. Ayo Mbak
coba
lakukan, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut.
Nah,lakukan 5kali.”
Pasien : (mempraktikan)
Perawat : “Bagus sekali, Mbak sudah bisa melakukannya. Nah..Mbak Mita
tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi napas dalam, sebaiknya latihan
ini Mbak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu
muncul Mbak sudah terbiasa melakukannya”
Pasien : “iyaa.”

Terminasi :
Perawat : “Bagaiman perasaan Mbak setelah kita berbincang-bincang
danmelakukan latihan teknik relaksasi napas dalam tadi?
Pasien : “ sedikit lebih lega”
Perawat : “Ya...betul, dan kelihatannya Mbak terlihat sudah lebih
rileks”.Perawat : ”Coba Mbak sebutkan lagi apa cara untuk
mengontrol marah”

Pasien : “Tarik nafas dalam”


Perawat : “Wah...bagus, Mbak masih ingat”
Perawat : “Bagaimana kalau latihan ini kita masukkan dalam jadwal
kegiatan sehari-hari Mbak?”
Pasien : “iya terserah”
Perawat : “ Nah, Mbak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah satu dari
teknik saja. Masih ada cara yang bisa digunakan untuk mengatasi marah
Mbak. Cara yang kedua yaitu dengan teknik memukul bantal atau kasur.
Bagaimana kalau kitalatihan cara yang kedua ini besok?”
Pasien : “iyaa”
Perawat : “Mbak maunya kita bertemu besok jam
berapa?”

Pasien : “pagi aja”


Perawat : “Kita latihannya dimana,
Mbak?
Pasien : “Disini aja”
Perawat : “ok, Mbak. Kalau begitu saya pamit dulu ya, Mbak.
Assalamualaikum”
Pasien : “waalaikumsalam”
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN JIWA

Di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Berkasih

Nama : Ny. M ______ ______ Ruangan : 401 No. RM : 091022


Tanggal : 20 September 2022 ______ Jam: 10.30 – 10.45 WIB
IMPLEMENTASI EVALUASI

S:
DS :
- Klien mengatakan namanya Mita
 klien mengatakan benci atau kesal pada - Klien mengatakan keinginan untuk
seseorang.
menyerang atau membentak jika ada yang
 klien suka membentak dan menyerang mengusiknya
orang yang mengusiknya jika sedang - Klien mengatakan sedikit lebih lega setelah
melakukan teknik relaksasi napas dalam
kesal atau marah.
- Klien mengatakan mau mengikuti jadwal
 Riwayat perilaku kekerasan atau kegiatan harian
gangguan jiwa lainnya.

DO : O:
 Mata merah, wajah agak kusam.
- Klien mau diajak bersalaman
 Nada suara tinggi dan keras, bisara
menguasai. - Klien mampu melakukan teknik relaksasi
 Ekspresi marah saat membicarakan napas dalam
orang, pandangan tajam.
- Klien terlihat lebih rilek
 Merusak dan melempar barang-barang.
- Klien mampu menyebutkan kembali cara untuk
Diagnosis Keperawatan : mengontrol marah
Perilaku Kekerasan tindakan keperawatan SP1P

Tindakan Keperawatan : A : Perilaku kekerasan positif


1. Membina hubungan saling percaya
P : Lanjutkan intervensi
2. Memberi kesempatan mengungkapkan
- Anjurkan klien teknik fisik lain seperti
perasaan memukul bantal/kasur dalam sesuai dengan
3. Memnganjurkan klien mengungkapkan jadwal yang telah disusun
yang dialami dan dirasakan saat - Anjurkan klien untuk menghindarkan perilaku
kekerasan dengan melakukan/melatih cara
jengkel/kesal. memukul bantal/kasur untuk mengalihkan
4. Mengobservasi tanda perilaku kekerasan kekesalan sesuai jadwal yang dibuat.
5. Menganjurkan mengungkapkan perilaku
kekerasan yang sering dilakukan
6. Mendiskusikan penyebab perilaku
kekerasan
7. Mendiskusikan tanda dan gejala perilaku
kekerasan
8. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
9. Mendiskusikan akibat perilaku kekerasan
10. Melatih mencegah perilaku kekerasan
dengan cara fisik : tarik nafas dalam
11. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

Rencana Tindak Lanjut (Planing Perawat) :


- Identifikasi aspek positif klien
- Ajarkan cara mengatasi keinginan
melakukan tindakan kekerasan
- Anjurkan buat jadwal untuk melakukan
teknik fisik lain, yaitu memukul
TT
bantal/Kasur
- Evaluasi SP1P perilaku kekerasan

Nama Jelas
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku saku Diagnosa Keperawatan, (Alih Bahasa)
Monica Ester. Edisi 8. Jakarta : EGC

Dermawan, Deden,dkk, (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa; penerbit Gosyen Publishing, Yogyakarta.
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.
Fitria,Nita, (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) ; penerbit Salemba
Medika, Jakarta.
Muhith, Abdul, (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa; Penerbit CV Andi
Offset,Yogyakarta.
Purba, Jenny Marlindawani, et al. "Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
psikososial dan gangguan jiwa." (2008).

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung PT
Refrika Aditama

Fitria, Nita. 2009.Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba

Budi Anna, dkk. 2005.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Ed.2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai