Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS ( MASALAH UTAMA )


Perilaku Kekerasan
II. PROSES TERJADINYA MASALAH :
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri
sendiri atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan dan pada lingkungan.
(Depkes RI,2006). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatau bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993 dalam Dermawan,Deden, 2013).
Menurut Keliat, dkk perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, dkk,
2011). Sedangkan, Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan
adalah hasil dari marah yang ekstrim atau ketakutan sebagai respon terhadap
perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik ataupun konsep diri.
2. Etiologi
Menurut Badan PPSDM (2013) Proses terjadinya perilaku kekerasan dijelaskan
dengan menggunakan konsep stress adaptasi Struart yang meliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi.
1) Faktor Predisposis
a. Faktor Biologis
Meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa, riwayat penyakit
atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
b. Faktor Psikologis
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat, seperti
kesehatan fisik terganggu, hubungan social yang terganggu. Salah satu
kebutuhan manusia adalah “berprilaku” apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul
adalah individu tersebut berperilaku destruktif.
c. Faktor Sosiokultural
Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertai lungkungan social yang
mengancam kebutuhan individu, yang mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma dan budaya dapat mempengaruhi individu
untuk berperilaku asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari
secara lansung melalui proses sosialisasi, merupakan proses meniru dari
lingkungan yang menggunakan perilaku kekerasan sebagai cara
menyelesaikan masalah.
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap
individu bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain. Stressor
tersebut dapat merupakan penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun
internal dari individu.
a. Faktor internal, meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan
dan kegagalan dalam kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan
orang yang dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.
b. Faktor eksternal, meliputi kegiatan atau kejadian social yang berubah seperti
serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan
yang terlalu ribut, atau putusnya hubungan social/kerja/sekolah
3. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku Kekerasan


Gambar 2.1 Rentang respon perilaku kekerasan menurut keliet, 1999
dalam Direja (2011)
Keterangan :
1. Respon adaptif.
a) Asertion adalah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain.
b) Frustasi adalah individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak menemukan alternative.
2. Respon maladaptif
a) Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien
tampak pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa
kurang mampu .
b) Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku
yang tampak berupa : muka kusam, bicara kasar, menuntut, kasar di sertai
kekerasan.
c) Ngamuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan
kontrol diri individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Menurut Direja Ade (2011,132) tanda dan gejala sebagai berikut :
1) Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2) Verbal : mengancam, mengucap, kata-kata kotor,berbicara dengan nada keras,
kasar dan ketus.
3) Perilaku : menyerang orang lain melukai diri sendiri, orang lain, lingkungan,
amuk/agresif.
4) Emosi : tidak adekuat tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
5) Intelektual : cerewat, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata kasar.
6) Spritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
7) Sosial : menarik diri pengasinga, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindriran.

Menurut keliet (1999), gejala klinis perilaku kekerasan berawal dari adanya :
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi)
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3) Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4) Kurang percaya diri (sukar mengambil keputusan)
5) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakhiri kehidupannya).
5. Mekanisme Koping
Menurut Eko Prabowo (2014) mekanisme koping yang dipakai pada pasien
perilaku kekerasan untuk melindungi diri antara lain:
a) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
b) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
c) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar.
d) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan nya sebagai rintangan.
e) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan emosi.
6. Penatalaksanaan
Menurut Eko Prabowo (2014) penatalaksanaan pada klien dengan perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a) Terapi Farmakologi
Pasien dengan perilaku kekerasan perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi contohnya: Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya
Trifluoperazine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan
Transquilizer bukan obat antipsikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun
demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b) Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti
membaca Koran, bemain catur. Terapi ini merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan nya program kegiatannya.
c) Terapi somatic
Menurut Depkes RI (2000) menerangkan bahwa terapi somatik terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan
tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi adalah
perilaku pasien.
d) Terapi kejang listrik (ECT)
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi yang diberikan kepada pasien dengan menimbulkan kejang dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan di pelipis pasien.
Terapi ini awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali
terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 kali sehari dalam seminggu
(seminggu 2 kali).
e) Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
lansung pada setiap keadaan pasien. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladatif, menanggulangi
perilaku maladaptive, dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilaku adaptif
sehingga derajat kesehatan pasien dapat ditingkatkan secara optimal.
III. A. POHON MASALAH
Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
Effect

Perilaku Kekerasan
Core

Harga Diri Rendah Kronis


Causa
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Tabel data yang perlu dikaji menurut Direja (2011) :
Masalah Keperawatan Data yang Perlu di Kaji
Perilaku Kekerasan Subjektif :
a. Pasien mengancam
b. Pasien mengumpat dengan katakata kotor
c. Pasien mengatakan dendam dan jengkel
d. Pasien mengatakan ingin berkelahi
e. Pasien menyalahkan dan menuntut
f. Pasien meremehkan
Objektif :
a. Mata melotot/pandangan tajam
b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Wajah memerah dan tegang
e. Postur tubuh kaku
f. Suara keras

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perilaku Kekerasan
2. Risiko Perilaku Kekerasan
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Fokus intervensi keperawatan Perilaku Kekerasan menurut (Damaiyanti, 2014) :
a.Tujuan 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
1) Pasien mau membalas salam.
2) Pasien mau menjabat tangan.
3) Pasien mau menyebutkan nama.
4) Pasien mau tersenyum.
5) Pasien mengetahui nama perawat.
6) Menyediakan waktu untuk kontrak.
Intervensi :
1) Beri salam/panggil nama pasien.
2) Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan.
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi.
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5) Beri rasa aman dan sikap empati.
6) Lakukan kontrak singkat tapi sering.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan
selanjutnya.
b. Tujuan 2 : Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi :
1) Pasien dapat mengungkapkan perasannya.
2) Pasien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri,
dari lingkungan/ orang lain).
Intervensi :
1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
2) Bantu pasien untuk mengungkapkan penyebab jengkel/kesal.
Rasional : Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasannya dapat membantu
mengurangi stres dan penyebab perasaan jengkel/kesal dapat diketahui.
c.Tujuan 3 : Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi :
1) Pasien dapat mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel.
2) Pasien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien mengungkapkan apa yang dialami saat marah/jengkel.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan pada pasien.
3) Simpulkan bersama pasien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami pasien.
Rasional :
1) Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasa saat jengkel.
2) Untuk mengetahui tanda-tanda pasien jengkel/kesal.
3) Menarik kesimpulan bersama pasien supaya pasien mengetahui secara garis
besar tanda-tanda marah/jengkel.
d. Tujuan 4 : Pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Kriteria Evaluasi :
1) Pasien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2) Pasien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3) Pasien dapat mengetahui cara biasa dapat menyesuaikan masalah atau tidak.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pasien.
2) Bantu pasien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
3) Bicarakan dengan pasien apakah cara yang pasien lakukan masalahnya selesai.
Rasional :
1) Mengekplorasi perasaan pasien terhadap perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2) Untuk mengetahui perilaku kekerasan kekerasan yang biasa dilakukan dan
dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan destruktif.
3) Dapat membantu pasien dapat menemukan cara yang dapat menyelesaikan
masalah.
e.Tujuan 5 : Pasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan
pasien
Intervensi :
1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan pasien.
2) Bersama pasien menyimpulkan akibat marah yang digunakan oleh pasien.
Rasional :
1) Membantu pasien untuk menilai perilaku kekerasan yang dilakukannya.
2) Membantu mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan pasien dapat
merubah perilaku destruktif yang dilakukannya menjadi perilaku yang
konstruktif.
f. Tujuan 6 : Pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon
terhadap kemarahan.
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan
secara konstruktif.
Intervensi :
1) Tanyakan pada pasien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat?”.
2) Berikan pujian jika pasien mengetahui cara lain yang sehat.
3) Diskusikan dengan pasien cara lain yang sehat
a) Secara fisik (SP 1 dan 2) : tarik nafas dalam jika sedang kesal/memukul
bantal/kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b) Secara verbal (SP 2) : katakan bahwa anda sedang kesal/ tersinggung/
jengkel (saya kesal anda berkata seperti itu: saya marah karena mama tidak
memenuhi keinginan saya).
c) Secara sosial (SP 3) : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat :
latihan asentif. Latihan manajemen perilaku kekerasan.
d) Secara spiritual (SP 4) : anjurkan pasien sembahyang, berdoa/ibadah lain :
meminta pada Tuhan untuk diberi kesabaran, mengadu, pada Tuhan
kekerasan/kejengkelan.
Rasional :
1) Agar pasien dapat mempelajari cara yang lain yang konstruktif.
2) Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam merespon terhadap
kemarahan dapat membantu pasien menemukan cara yang baik untuk
mengurangi kejengkelannya sehingga pasien tidak stres lagi.
3) Reinforcement positif dapat memotivasi pasien dan meningkatkan harga
dirinya.
4) Berdiskusi dengan pasien untuk memilih cara yang lain sesuai dengan
kemampuan pasien.
g.Tujuan 7 : Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
1) Fisik (SP 1 dan 2) : tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur
2) Verbal (SP 3) : mengatakannya secara langsung dengan tidak menyakiti
3) Spiritual (SP 4) : sembahyang, berdoa atau ibadah lain.
Intervensi :
1) Bantu pasien memilih cara yang paling tepat untuk pasien.
2) Bantu pasien mengidentifikasi manfaat cara dipilih.
3) Bantu keluarga pasien untuk menstimulasi cara tersebut (role play).
4) Beri reinforcement positif atau keberhasilan pasien menstimulasi tersebut.
5) Anjurkan pasien untuk menggunakan cara telah dipelajari saat jengkel/marah.
Rasional :
1) Memberikan simulasi kepada pasien untuk menilai respon perilaku kekerasan
secara tepat.
2) Membantu pasien dalam membuat keputusan terhadap cara yang telah
dipilihnya dengan melihat manfaatnya.
3) Agar pasien mengetahui cara marah yang konstruktif.
4) Pujian dapat meningkatkan motivasi dan harga diri pasien.
5) Agar pasien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika ia sedang kesal.
h. Tujuan 8 : Pasien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan.
Kriteria Evaluasi : Keluarga pasien dapat
1) Menyebutkan cara merawat pasien yang berperilaku kekerasan.
2) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat pasien.
Intervensi :
1) Identifikasi kemampuan keluarga merawat pasien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap pasien selama ini.
2) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat pasien.
3) Jelaskan cara-cara merawat pasien:
a) Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
b) Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
c) Membantu pasien mengenal penyebab ia marah.
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat pasien.
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional :
1) Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan keluarga
untuk melakukan penelitian terhadap perilaku kekerasan.
2) Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat pasien sehingga
keluarga terlibat dalam perawatan pasien
3) Agar keluarga dapat merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
4) Agar keluarga mengetahui cara merawat pasien melalui demonstrasi yang
dilihat keluarga secara langsung.
5) Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.
i. Tujuan 9 : Pasien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan
kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek).
Kriteria Evaluasi :
1) Pasien dapat menyebutkan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,
waktu, dan efek).
2) Pasien dapat minum obat sesuai program pengobatan (SP 5).
Intervensi :
1) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum pasien pada pasien keluarga.
2) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin
dokter.
3) Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera pada botol obat,
dosis obat, waktu dan cara minum).
4) Ajarkan pasien minta obat dan minum tepat waktu.
5) Anjurkan pasien melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan efek yang
tidak menyenangkan.
6) Beri pujian, jika pasien minum obat dengan benar.
Rasional :
1) Pasien dan keluarga dapat mengetahui nama-nama obat yang diminum oleh
pasien.
2) Pasien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi pasien.
3) Pasien dan keluarga mengetahui prinsip benar agar tidak terjadi kesalahan
dalam mengkonsumsi obat.
4) Pasien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia minum
obat dengan kesadaran diri.
5) Mengetahui efek samping sedini mungkin sehingga tindakan dapat dilakukan
sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.
6) Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan pasien serta dapat
meningkatkan harga diri.
VI. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Bentuk strategi pelaksanaan perilaku kekerasan menurut (Handayani dkk, 2020) :
a. SP 1 Pasien
1. Identifikasi penyebab, tanda & gejala, PK yang dilakukan, akibat PK.
2. Jelaskan cara mengontrol PK : fisik, obat, verbal, spiritual.
3. Latih cara mengontrol PK secara fisik : tarik nafas dalam dan pukul kasur
dan bantal.
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
b. SP II Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol PK dengan obat (jelaskan 6 benar minum obat :
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontiunitas minum obat).
3. Masukkan kedalam jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.
c. SP III Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol PK dengan cara verbal (3 cara yaitu
mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar).
3. Masukkan kedalam jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, dan
verbal.
d. SP IV Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, obat & verbal. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol spiritual (2 kegiatan).
3. Masukkan kedalam jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal,
dan spiritual.
e. SP V Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1,2, obat, verbal, & spiritual. Beri pujian.
2. Nilai kemampuan yang telah mandiri.
3. Nilai apakah PK terkontrol.
f. SP I Keluarga
1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Jelaskan pengertian Pk, tanda dan gejala, dan proses terjadinya PK.
3. Jelaskan cara merawat PK.
4. Latih satu cara merawat PK dengan melakukan kegiatan fisik : tarik nafas
dalam dan pukul kasur dan bantal.
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian.
g. SP II Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat, melatih pasien fisik. Beri
pujian.
2. Jelaskan 6 benar minum obat.
3. Latih cara memberikan/membimbing minum obat.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian.
h. SP III Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik dan
memberikan obat. Beri pujian.
2. Latih cara membimbing : cara bicara yang baik.
3. Latih cara membimbing kegiatan spiritual.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian.
i. SP IV Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik,
memberikan obat, latihan bicara yang baik, dan kegiatan spiritual. Beri
pujian.
2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM tanda kambuh, rujukan.
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
j. SP V Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik,
memberikan obat, latihan bicara yang baik, kegiatan spiritual, dan follow
up. Beri pujian.
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM.
VII. EVALUASI KEPERAWATAN
Menurut Alnuhazi (2015) evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai