Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh
Nama : Trivena puimera
NIM : 22160032

PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Mahasiswa

Trivena puimera
NIM : 22160032

Pembimbing Akademik Clinical Instructure (CI)

( ) (
)
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana sesorang berisiko atau melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada diri sendiri maupun orang lain.
(Yosep, 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,
baik secara fisik maupun psikologis.(Keliat,2010).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditunjukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak diinginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba,
dkk, 2009).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana individu melakukan kekerasan yang dapat melukai dirinya
maupun orang lain.

B. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

(Stuart & Sudden, 2013)

C. Jenis / Klasifikasi
Jenis perilaku kekerasan :
1. Verbal
2. Fisik (Keliat, 2011)

D. Tanda dan Gejala


a. Data Subyektif
1. Menghina orang lain : “Anda slalu/tidak pernah”
2. Mengungkapkan perasaan ingin memukul orang lain atau pikiran ingin mencelakai
orang lain
3. Mengungkakan perasaan takut, khawatir, cemas yang berlebihan
b. Data Obyektif
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Merusak barang atau benda
10. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan (Stuart,
2013).
E. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
ringan pada hipotalamus. Kerusakan sistem limbic, lobus frontal untuk pemikiran
rasional juga mendukung terjadinya sikap agresif.
b. Psikologis
Gangguan pada pemenuhan tugas perkembangan individu dapat memperbesar risiko
melakukan perilaku kekerasan. Gangguan emosional berat atau penolakan yang
dialami saat masa kanak-kanak, begitu juga kekerasan dari orang tua atau orang lain
dapat berkontribusi terhadap kurangnya kepercayaan pada orang lain dan
menumbuhkan mekanisme koping yang salah yaitu menggunakan kekerasan untuk
mengatasi masalah.
c. Sosiakultural
Beberapa faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku
kekerasan adalah norma yang berlaku dimasyarakat yang mengijinkan kekerasan
terjadi, kemiskinan dan ketidakmampuan mengakses kebutuhan dasar, pernikahan
yang bermasalah, tidak bekerja, hidup dalam keluarga dengan orang tua tunggal dan
kesulitan mempertahankan ikatan interpersonal, struktur keluarga dan control sosial
(Hartono, 2010)
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti ini, kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat
pula memicu perilaku kekerasan (Hartono, 2010).
F. Akibat
Adanya resiko perilaku kekerasan dapat berdampak pada perilaku kekerasan yang
diarahkan pada diri sendiri, pada orang lain maupun pada lingkungan. (Kelliat dalam Yosep,
2011).

G. Psikopatologi

Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai


dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 2010). Amuk
adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah,
putus asa, dan ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal
dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal
dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga
cara yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan
memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan
perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini
menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang
destruktif dan amuk.

Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain, lingkungan

Perilaku Kekerasan
Core problem

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

H. Diagnosis Keperawatan Utama


Diagnosa keperawatan adalah resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada resiko perilaku kekerasan adalah strategi pelaksanaan perilaku
kekerasan. Ada beberapa penatalaksanaan lain yaitu:
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada
dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada
juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti
agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan
tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan
media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya. Terapi ini merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukan
seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
3. Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan
tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga
yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku
maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan
skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier)
sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
4.    Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada
kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
5. Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali
(Keliat, 2010).

J. Fokus Intervensi
1. Tindakan mandiri
SP I
a. Mengidentifikasikan penyebab, PK
b. Mengidentifikasikan tanda & gejala
c. Mengidentifikasikan PK yang dilakukan
d. Mengidentifikasikan akibat PK yg dilakukan
e. Menjelaskan cara cara mengontrol PK: fisik, obat, verbal, spiritual
f. Melatih cara mengontrol PK secara fisik: tarik nafas dalam, pukul bantal atau pukul
kasur
g. Memasukkan pada jadual kegiatan pasien untuk latihan fisik
SP II
a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik. Memberikan pujian
b. Melatih cara mengontrol PK dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat
SP III
a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik & obat. Memberikan pujian
b. Melatih cara mengontrol PK secara verbal (3 cara, yaitu: mengungkapkan, meminta,
menolak dengan benar)
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum obat dan verbal
SP IV
a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik, obat & verbal. Memberikan pujian
b. Melatih cara mengontrol spiritual (2 kegiatan)
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal, dan
spiritual
SP V
a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 & obat & verbal & spiritual. Beri pujian
b. Menilai kemampuan yang telah mandiri
c. Menilai apakah PK terkontrol
2. Terapi Modalitas
a. Melibatkan pasien dalam terapi aktivitas
b. Melakukan terapi kognitif
1) Kuatkan pikiran kongruen klien.
2) Berikan pikiran yang sesuai dan buat batasan jika klien mencoba berespon secara
impulsive terhadap perubahan pikiran
3) Bantu dan dukung klien dalam usahanya untuk mengungkapkan secara verbal
perasaan ansietas, takut dan tidak aman
4) Diskusikan teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengobrol kemarahan
klien (misal latihan nafas dalam, latihan-latihan relaksasi yang lain, teknik
berhenti berfikir)
3. Terapi Kolaborasi
a. Membantu klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan perilaku
kekerasannya.
b. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengendalikan perilaku kekerasan.
c. Bantu klien untuk memastikan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.
d. Observasi tanda dan gejala terkait dengan efek samping obat
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN SP I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Subjektif : Pasien mengatakan melakukan tindakan kekerasan, dan mengungkapkan
perasaan takut dan cemas berlebihan.
Objektif : Muka pasien tampak merah dan tegang, pandangan tajam, dan mengepalkan
tangan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
b. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
c. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
e. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
4. Intervensi
a. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Identifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Sebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
e. Bantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan
f. Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Michael Saza Alexandra, bisa dipanggil
Saza, saya mahasiswa Keperawatan dari Universitas Respati Yogyakarta yang akan
praktek disini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya
yang akan merawat bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa,
senangnya dipanggil apa?”. “Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada
perasaan kesal atau marah?” “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah bapak” “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?”
Bagaimana kalau 10 menit?” “Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang,
pak? Bagaimana kalau di ruang tamu?”.
2. Kerja
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?”. “Pada saat penyebab
marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum menyediakan
makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” “Apakah
Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?” “Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa
kerugian cara yang bapak lakukan? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?” “Ada beberapa cara untuk
mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui
kegiatan fisik disalurkanrasa marah.” ”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita
belajar satu cara dulu?” ”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak
rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan.
Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan
5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”.
3. Terminasi
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?” “Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak?” ”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan
yang bapak rasakan ........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta
akibatnya ......... (sebutkan)”. ”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab
marah bapak yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas
dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya
ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Kelliat, dkk. 2010. Model Praktik Keperawatan ProfesionalJiwa. Jakarta : EGC.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta; DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Purba, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan

Gangguan Jiwa. Medan: USU Press

Stuart dan Sudden. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama.


Strategi Pelaksanaan SP 2

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
“selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi” “bagaimana
pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta
sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek
kegiatannya”. “bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah?” “dimana enaknya kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di tempat kemarin?” “berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit”

2. Fase kerja (perawat membawa obat pasien)


“bapak sudah dapat obat dari dokter?” Berapa macam obat yang bapak minum?
Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa bapak minum? Bagus! “obatnya ada tiga macam
pak, yang warnanya oranye namanya cpz gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini
namanya thp agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya hlp agar pikiran teratur dan
rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1
sian g, dan jam 7 malam”. “bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering,
untuk membantu mengatasinya bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.
“bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas
dulu” “nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa
saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta
obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak,
karena dapat terjadi kekambuhan.” “sekarang kita masukkan waktu minum obatnya
kedalam jadual ya pak.”
3. Terminasi

“bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?” “coba bapak sebutkan lagijenis obat yang bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?” “nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?. Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”. “baik, besok kita ketemu kembali untuk melihat
sejauhma ana bapak melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa
marah. Sampai jumpa”
Strategi Pelaksanaan SP 3

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
“selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?” “coba saya lihat jadwal kegiatan
hariannya.” “bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis m, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis b, artinya dibantu atau diingatkan.
Nah kalau tidak dilakukan tulis t, artinya belum bisa melakukan “bagaimana kalau
sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?” “dimana enaknya kita
berbincang-bincang?bagaimana kalau di tempat yang sama?” “berapa lama bapak mau kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
2. Kerja

“sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka
kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
a. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin bapak bilang penyebab marahnya larena
minta uang sama isteri tidak diberi. Coba bapat minta uang dengan baik:”bu, saya
perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju,
minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”

b. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: „maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan‟. Coba
bapak praktekkan. Bagus pak”
c. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:‟ saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu‟. Coba
praktekkan. Bagus”
3. Terminasi
“bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?” “coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari” “bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari
bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?” Coba masukkan dalam
jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya pak!”
“bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?” “nanti kita akan membicarakan cara lain
untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana
pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”
Strategi Pelaksanaan SP 4

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1. Orientasi

“selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
baik, yang mana yang mau dicoba?” “bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?
apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa
marahnya” “bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan ibadah?” “dimana enaknya kita berbincang-bincang?bagaimana kalau di
tempat tadi?” “berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?
2. Kerja
“coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana mau
dicoba? “nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”. “bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk
meredakan kemarahan.” “coba bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang
mana?coba sebutkan caranya (untuk yang muslim).”
3. Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?” “jadi
sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”. “mari kita masukkan
kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak sholat. Baik kita
masukkan sholat ....... Dan ........ (sesuai kesepakatan pasien) “coba bapak sebutkan lagi
cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa marah” “setelah ini coba bapak
lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi” “besok kita ketemu lagi ya
pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum
obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?” “nanti kita akan
membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah bapak,
setuju pak?”

Anda mungkin juga menyukai