S DI
KELUARGA TN. W DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEYEGAN
Dosen Pembimbing :Ns. Sutejo, M.Kep., Sp.Kep.J
Disusun oleh:
Bella Intan Meilana P07120216017
Akhsan Hakim Pradhana P07120216018
Ristanti Mulyandari P07120216019
Ihda Kusumawati P07120216020
Alfi Nur Vaizatul Khasanah P07120216021
Ismi Fitriani P07120216026
Sukma Asri P07120216027
Disetujui Oleh:
NIP. NIP.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan
seseorang stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol
kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–
banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar
rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut. Perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik
(mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis
(emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa
dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu
tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu
persen (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 –
0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia
terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa
(Maramis, 2004 dalam Carolina, 2008).
Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan
data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan risiko perilaku kekerasan
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari risiko perilaku kekerasan
b. Mengetahui penyebab dari risiko perilaku kekerasan
c. Mengetahui rentang respon dari risiko perilaku kekerasan
d. Mengetahui tanda dan gejala dari risiko perilaku kekerasan
e. Mekanisme koping dari risiko perilaku kekerasan
f. Mengetahui dari risiko perilaku kekerasan
g. Mengetahui pohon masalah pada risiko perilaku kekerasan
h. Mengetahui asuhan keperawatan dari risiko perilaku kekerasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KASUS
Risiko Perilaku Kekerasan
5. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan
tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku meliputi:
1. Data Subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
2. Data Obyektif :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam
h. Muka merah (Kartikasari, 2015).
6. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiasakan kemarahanya kepada objek lain seperti meremas remas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, menyumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuannya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa benci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga
perasaan benci itu ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebihi lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
mengunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kuat.
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain pedang-
pedangan dengan temannya (Prabowo,2014).
7. Penatalaksanaan
Farmakoterapi pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan
pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang
mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: Clorpromazine HCL yang
digunakan untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
digunakan dosis efektif rendah, contoh:
1. Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan
Transquelillzer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas,
dan anti agitasi.
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini
bukan pemberian pekerjaan/kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi,
karena itu didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi
sebagai bntuk kegiatan seperti membaca koran, main catur, setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog/berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kgiatan itu bagi dirinya. Tetapi ini merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi
setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program krgiatanya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakat kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (primer),
mengulangi perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihakan
perilaku maladaptif ke perilaku adaptive (tersier) sehingga derajat
kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi somatik
Menurut Depkes RI 2000 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku tindakan yang ditunjukan pada kondisi fisik
pasien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien (Prabowo,2014).
Gambar 1. (Prabowo,2014).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan (Prabowo, 2014).
1. Resiko mencederai diri sendiri b/d perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan b/d koping individu inefetif
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. S (P)
Tanggal Pengkajian : Rabu, 20 Mei 2019
Umur : 50 tahun
Alamat : Grajegan, Seyegan
V. FISIK
1. Tanda vital : TD : 110/60 ; N : 88 x/menit ; S : 36,5 0C ; RR : 20
x/menit
2. Keluhan fisik : Ny. S mengatakan tidak ada keluhan fisik dan mengatakan
bahwa ia sehat baik-baik saja.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Ny. S mengatakan bahwa tidak ada bagian dalam tubuhnya yang
tidak disukai karena semua ini pemberian dari Tuhan yang harus di
syukuri.
b. Identitas
Ny. S mengatakan bahwa Ny. S berperan sebagai ibu dari 4 orang
anak dan sebagai seorang istri.
c. Peran
Ny. S mengatakan dirinya adalah seorang ibu dan istri yang sangat
menyayangi suami dan anak-anaknya.
d. Ideal diri
Ny. S mengatakan bahwa dirinya sehat dan baik-baik saja serta
sebagai seorang ibu ingin melihat anak-anaknya sukses.
e. Harga diri
Tn. W mengatakan hubungan Ny. S dengan orang lain baik-baik saja
saat kondisi sehat dan sering mengajar di TPA terdekat. Ny. S
mengatakan sering ikut mengasuh di TPA dan berbaur dengan yang
lain.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Ny. S mengatakan bahwa saat ini orang yang sangat berarti dalam
hidupnya yaitu keluarganya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
Ny. S mengatakan sering mengikuti kegiatan TPA dan menjadi
pengajar di TPA saat sore hari.
Masalah Keperawatan : -
c. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang lain
Ny. S mengatakan tidak ada masalah dalam berinteraksi dengan
orang lain.
Masalah Keperawatan : -
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
NY. S mengatakan beragama Islam dan ia percaya akan Allah SWT.
sebagai Tuhannya.
b. Kegiatan ibadah
Tn. S mengatakan beribadah di masjid dan sholat 5 waktu.
XII.Aspek Medik
1. Diagnosa Medik : F.20.1
2. Terapi Medik :
a. Risperidone 2 mg
b. Trihexyphenidyl 2 mg
c. Clozapin 25 mg
ANALISIS DATA
Data Masalah
DS : Resiko Perilaku Kekerasan
- Tn. W mengatakan bahwa Ny. S
tidak pernah menyakiti diri
sendiri dan orang lain saat
masalah kejiwaannya kambuh
namun Ny. S terkadang
membanting barang-barang yang
ada di rumahnya dan sering
melepas kabel rumahnya
DO :
- Ketika diajak berkomunikasi Ny.
S terlihat aktif menjawab
pertanyaan yang ditanyakan
namun kadang menunjukan rasa
curiga
- Ketika diajak berbicara Ny. S ada
tatapan mata, suara Ny. S cukup
keras. Gaya berbicara Ny. S
sangat bersemangat.
- Tangan Ny. S tampak tremor
DS : Ketidakpatuhan
- Tn. W mengatakan bahwa Ny. S
sempat putus obat selama kurang
lebih 10 tahun
DO : -
DS : Gangguan Persepsi Sensori :
- Tn W mengatakan bahwa Ny.S Halsinasi Pendengaran
juga pernah mengalami halusinasi
pendegaran yang berisi
ajakanuntuk mengikuti bayangan
hitam pada malam hari pukul
01.00 dan membawa anaknya
yang berumur 2 tahun
DO : -
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko Perilaku Kekerasan TUM : Setelah 3 kali pertemuan pasien SP I
Pasien dapat mengontrol menunjukkan tanda-tanda 1. Mengidentifikasi
perilaku kekerasan percaya kepada perawat : penyebab PK
1. Wajah cerah, tersenyum 2. Mengidentifikasi tanda
TUK : 2. Mau berkenalan dan gejala PK
1. Pasien dapat membina 3. Ada kontak mata 3. Mengidentifikasi PK yang
hubungan saling percaya 4. Bersedia menceritakan dilakukan
2. Pasien dapat 4. Mengidentifikasi akibat
mengidentifikasi tanda Setelah 1 kali pertemuan pasien PK
dan gejala PK menceritakan penyebab perilaku 5. Menyebutkan cara
3. Pasien dapat kekerasan yang dilakukannya : mengontrol PK
mengidentifikasi jenis 1. Menceritakan penyebab 6. Membantu pasien
perilaku kekerasan yang perasaan jengkel/kesal mempraktekkan latihan
yang pernah baik dari diri sendiri cara mengontrol fisik I
dilakukannya maupun lingkungannya 7. Menganjurkan pasien
4. Pasien mampu memasukkan dalam
mempraktekkan kembali Setelah 1 kali pertemuan pasien kegiatan harian
latihan fisik 1, latihan menceritakan tanda-tanda saat SP II
fisik 2, cara verbal dan terjadi perilaku kekerasan yang 1. Mengevaluasi jadwal
spiritual dilakukannya : kegiatan harian pasien
5. Pasien memasukkan 1. Tanda fisik : mata 2. Melatih pasien
kegiatan mengontrol merah, tangan mengepal, mengontrol PK dengan
emosi dalam jadwal ekspresi tegang dll cara fisik II
kegiatan harian 2. Tanda emosional : 3. Menganjurkan pasien
Perasaan marah, jengkel, memasukkan dalam
bicara kasar jadwal kegiatan harian
3. Tanda sosial : SP III
Bermusuhan yang 1. Mengevaluasi jadwal
dialami saat terjadi kegiatan harian pasien
perilaku kekerasan. 2. Melatih pasien
mengontrol PK dengan
Setelah 1 kali pertemuan pasien cara verbal
menjelaskan : 3. Menganjurkan pasien
1. Jenis-jenis ekspresi memasukkan dalam
kemarahan yang selama jadwal harian
ini telah dilakukannya SP IV
2. Perasaannya saat 1. Mengevaluasi jadwal
melakukan kekerasan kegiatan harian pasien
3. Efektifitas cara yang 2. Melatih pasien
dipakai dalam mengontrol PK dengan
menyelesaikan masalah cara spiritual
3. Menganjurkan pasien
Setelah 1 kali pertemuan pasien memasukkan dalam
menjeaskan akibat tindakan jadwal kegiatan harian
kekerasan yang dilakukannya SP V
1. Diri sendiri: luka, dijauhi 1. Mengevaluasi jadwal
teman, dll kegiatan harian pasien
2. Orang lain/keluarga: luka, 2. Menjelaskan cara
tersingung, ketakutan dll mengontrol PK dengan
3. Lingkungan: barang atau minum obat
benda rusak dll 3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam
Setelah 1 kali pertemuan pasien : jadwal kegiatan harian
1. Menjelaskan cara-cara
sehat mengungkapkan
marah
O:
- Pasien tampak tremor.
- Saat dilakukan wawancara masih ada
rasa curiga dari Ny. S
A : Resiko perilaku kekerasan teratasi
sebagian
P : Lakukan Strategi pelaksanaan II
(Ihda, alfi)
21 Mei 2019 SP II : S:
Pukul 09.00 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian - Tn. W mengatakan akanselalu mensuport
WIB pasien Ny. S agar segara sembuh seperti semula
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan - Tn. W mengatakan akan selalu
mengajarkan Ny. S untuk mengontrol
cara verbal
Pknya.
3. Menganjurkan keluarga memasukkan O:
dalam jadwal harian - Kontak mata ada
- Pasien mau tersenyum dan berjabat
tangan
- Ekspresi wajah bersahabat
- Ny. N melalukan kegiatan sehari-hari,
solat di masjid.
A : Resiko perilaku kekerasan teratasi
sebagian
P : Lakukan Strategi Pelaksanaan IV
(Bella, Ismi)
23 Mei 2019 SP IV : S:
Pukul 10.30 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian - Tn. W mengatakan akan membantu Ny. S
WIB pasien untuk rutin meminum obatnya.
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan - Tn. W mengatakan anak-anaknya akan
minum obat mengingatkan Ny. S untuk rutin
3. Menganjurkan pasien memasukkan meminum obat.
dalam jadwal kegiatan harian O:
- Ny. S mengikuti jadwal kegiatan di
masjid yang ada di dusub Grajekan
A : Resiko perilaku kekerasan teratasi
P : Hentikan intervensi
(Hakim,Rista,Sukma)
Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi
20 Mei 2019 Ketidakpatuhan SP I S:
Pukul 11.00 3) Menjelaskan pentingnya minum obat - Tn. W mengatakan akan membantu dan
secara rutin mengingatkan Ny. S untuk meminum
4) Mendorong pasien minum obat sesuai obat teratur dan rutin control
jadwal - Tn. W mengatakan Ny. S meminum
5) Menganjurkan pasien memasukkan obatnya
dalam jadwal kegiatan harian
SP II O:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien - Tn. W dapat menjelaskan manfaat minum
2. Mengevaluasi pengetahuan mengenai obat secara teratur
manfaat minum obat A : Ketidakpatuhan teratasi sebagian
3. Mengevaluasi kemauan minum obat P : Lanjutkan SP III
pasien
(Ihda, Alfi, Ismi, Bella)
21 mei 2019 SP III S:
Pukul 09.30 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien - Tn. W mengatakan akan mengingatkan
2. Mengevaluasi kemauan pasien dalam Ny. S mengonsumsi obat dengan rutin
minum obat - Tn. W mengatakan anak-anaknya akan
mengingatkan Ny. S untuk meminum
obat
- Tn. W mengatakan Ny. S meminum
obatnya dengan patuh
O:
- Tn. W dan anak-anaknya tampak
bersemangat untuk mensuport ibunya.
A : Ketidakpatuhan teratasi
P : Hentikan intervensi
I. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan jiwa pada Ny. S di lingkungan kerja Puskesmas
Seyegan dengan resiko perilaku kekerasan. Dari pengkajian yang telah
dilakukan, didapatkan diagnosis keperawatan resiko perilaku kekrasan,
ketidakpatuhan dan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
Diagnosis keperawatan resiko perilaku kekerasan teratasi karena Ny.
S sudah dapat melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan termasuk
menyadari bahwa obat merupakan kebutuhannya. Diagnosis keperawatan
ketidak patuhan teratasi karena Ny. S telah sadar akan pentingnya meminum
obat secara rutin dan sedah meminta obatnya tanpa diingatkan. Diagnosis
keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran taratasi
karena Ny. S sudah tidak pernah menyinggung tentang halusinasinya dan
dapat berinteraksi dengan baik kepada orang lain.
II. SARAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
psikologis, diharapkan menggunakan pendekatan BHSP agar pasien dapat
terbukan akan masalahnya dan tetap batasi kedekatan sebatas patugas dan
pasien.