Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS PADA NY.

S DI
KELUARGA TN. W DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEYEGAN
Dosen Pembimbing :Ns. Sutejo, M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun oleh:
Bella Intan Meilana P07120216017
Akhsan Hakim Pradhana P07120216018
Ristanti Mulyandari P07120216019
Ihda Kusumawati P07120216020
Alfi Nur Vaizatul Khasanah P07120216021
Ismi Fitriani P07120216026
Sukma Asri P07120216027

DIV KEPERAWATAN SEMESTER VI A


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
TAHUN 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa Komunitas


Pada Ny. S Di Keluarga Tn. W Dengan Resiko Perilaku Kekerasan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Seyegan, telah disahkan dan disetujui pada
hari :
tanggal :

Disetujui Oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

NIP. NIP.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan
seseorang stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol
kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–
banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar
rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut. Perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik
(mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis
(emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa
dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu
tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu
persen (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 –
0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia
terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa
(Maramis, 2004 dalam Carolina, 2008).
Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan
data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan risiko perilaku kekerasan
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari risiko perilaku kekerasan
b. Mengetahui penyebab dari risiko perilaku kekerasan
c. Mengetahui rentang respon dari risiko perilaku kekerasan
d. Mengetahui tanda dan gejala dari risiko perilaku kekerasan
e. Mekanisme koping dari risiko perilaku kekerasan
f. Mengetahui dari risiko perilaku kekerasan
g. Mengetahui pohon masalah pada risiko perilaku kekerasan
h. Mengetahui asuhan keperawatan dari risiko perilaku kekerasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. KASUS
Risiko Perilaku Kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain adalah rentan
melakukan perilaku yang individu menunjukkan bahwa ia dapat
membahayakan oranglain secara fisik, emosional, dan/atau seksual
(NANDA, 2017).
Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri adalah rentan
melakukan perilaku yang individu menunjukkan bahwa ia dapat
membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional dan/atau seksual
(NANDA, 2017).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Sari,
2015).
Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang
diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau
merusak lingkungan. Respons tersebut biasanya muncul akibat adanya
stresor. Respons ini dapatmenimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan (Keliat, 2011).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tak terkontrol (Kusumawati, 2010).
2. Penyebab
Resiko terjadinya perilaku kekerasan diakibatkan keadaan emosi
yang mendalam karena penggunaan koping yang kurang bagus. Faktor
yang menjadi penyebab perilaku kekerasan yaitu:
a. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu.
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang
diterima (permisssive).
4) Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobustemporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
5) Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut Bandura bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Faktorini dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga
dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu memdefinisikan espresi marah yang dapat diterima
dan yang tidak dapat diterima.
6) Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektrisringan pada hipotalamus (pada sistem limbik)
ternyata meniumbulan perilakuagresif, di mana jika terjadi
kerusakan fungsi limbik (untuk emosi danperilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi
indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka
lebar, pupil berdilatasi dan hendak menyerang objek yang ada
disekitarnya.
b. Faktor presipitasi
Faktor predisposisi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau
interaksi-interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini
kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi dengan lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicinta/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang
lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupainjuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidaberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan aresif, dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik,merasa terancam baik internal dari permasalahan diri
klien sendiri maupun esternal dari lingungan.
3) Lingkungan: panas, padat, dan bising (Kusumawati, 2010).
3. Rentang Respon

Gambar 1. Rentang Respons Marah (Kusumawati, 2010).


a. Respon adaptif
1) Peryataan (Assertion). Respon marah dimana individu mampu
menyatakan atau mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju,
tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya
akan memberikan kelegaan.
2) Frustasi. Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam
mencapai tujuan, kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya
dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif
lain.
b. Respon maladaftif
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk
menghindari suatu tuntutan nyata
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
individu untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar.
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang kontrol,
dimana individu dapat merusak diri sendiri, serta lain maupun
lingkungan (Prabowo, 2014).

4. Tanda dan gejala


Jelaskan tanda dan gejala kepada klien pada tahap marah, kritis
atau perilaku kekerasa, dan kemungkinan bunuh diri. Muka merah,
tegang, pandangan mata tajam, mondar-mandi, memukul, iritable,
sensitif dan agresif (Kusumawati, 2010).
Tanda dan gejala, perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan
mata tajam,otot tegang dan nada suara tinggi, berdebat, sering pula
memaksakan kehendak, merampas makanan dan memukul bila tidak
sengaja.
a. Motor agitaton
Gelisah, mondar-mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang,
rahang mengencang, pernapasan meningkat, mata melotot,
pandangan mata tajam.
b. Verbal
Memberikan kata-kata ancaman melukai, disertai melukai pada
tingkat ringan, bicara keras, nada suara tinggi, berdebat.
c. Efek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek baik, mudah
tersinggung.
d. Tingkat kesadaran
Binggung, kacau, perubahan status mental, disorientasi, dan gaya
ingat menurun (Prabowo, 2014).
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien ke rumah
sakit adalah perilaku kekerasan dirumah. Kemudian perawat dapat
melakukan pengkajian dengan cara :
a. Observasi: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak :
merampasmakanan, memukul jika tidak senang.
b. Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah,
tanda-tanda marah yang dirasakan klien (Kusumawati, 2010).
Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya:
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-
debar, rasa tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya (Kartika Sari,
2015).

5. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan
tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku meliputi:

1. Data Subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
2. Data Obyektif :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam
h. Muka merah (Kartikasari, 2015).

6. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiasakan kemarahanya kepada objek lain seperti meremas remas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, menyumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuannya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa benci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga
perasaan benci itu ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebihi lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
mengunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kuat.
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain pedang-
pedangan dengan temannya (Prabowo,2014).

7. Penatalaksanaan
Farmakoterapi pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan
pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang
mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: Clorpromazine HCL yang
digunakan untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
digunakan dosis efektif rendah, contoh:
1. Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan
Transquelillzer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas,
dan anti agitasi.
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini
bukan pemberian pekerjaan/kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi,
karena itu didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi
sebagai bntuk kegiatan seperti membaca koran, main catur, setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog/berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kgiatan itu bagi dirinya. Tetapi ini merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi
setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program krgiatanya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakat kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (primer),
mengulangi perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihakan
perilaku maladaptif ke perilaku adaptive (tersier) sehingga derajat
kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi somatik
Menurut Depkes RI 2000 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku tindakan yang ditunjukan pada kondisi fisik
pasien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien (Prabowo,2014).

III. DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif:
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan/amuk
a. Data Subyektif
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri: harga diri rendah
a. Data Subyektif
 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tau apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
b. Data Obyektif
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan ingin mencederai diri/ingin mengakhiri
hidup.

IV. POHON MASALAH DAN PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, →


Effeck
lingkungan, dan orang lain

Perilaku kekerasan → Cor problem

Koping individu in efektif → Causa

Gambar 1. (Prabowo,2014).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan (Prabowo, 2014).
1. Resiko mencederai diri sendiri b/d perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan b/d koping individu inefetif

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Resiko mencederai diri sendiri (Hatono, 2010)
2. Tujuan :
a. TUM : klien tidak mencederai diri
b. TUK 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya
1) Kriteria hasil :
a) Klien mau membalas salam
b) Klien mau menjabat tangan
c) Klien mau menyebutkan nama
d) Klien mau tersenyum
e) Klien mau kontak mata
f) Klien mau mengetahui nama perawat
2) Intervensi
a) Beri salam/panggilan nama.
 Sebutkan nama perawat
 Jelaskan maksud hubungan interaksi
 Jelaskan akan kontrak dan sikap empati
 Beri rasa aman dan sikap empati
 Lakukan kontak singkat tapi sering
c. TUK 2: Pasien dapat mengindentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
1) Kriteria hasil
a) Klien dapat menggungkapkan perasaannya
b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/kesal (dari diri sendiri, orang lain ,lingkungan).
2) Intervensi
a) Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan
perasaanyan
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel
d. TUK 3: Klien dapat mengindentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
1) Kriteria hasil
a) Klien dapat menggungkapkan perasaan saat marah/jengkel
b) Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal
yang dialaminya.
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
dirasakan saat marah/ jengkel
b) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.
e. TUK 4: Klien dapat mengindentifikasikan perilaku kekerasan yang
biasa dialami
1) Kriteria hasil. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang
diasa dilakukan
2) Intervensi
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan klien (verbal,pada orang lain,pada
lingkungan dan diri sendiri.
b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan
f. TUK 5: Klien dapat mengindentifikasi akibat perilaku kekerasan
1) Kriteria hasil
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien
2) Intervensi
a) Bicarakan akibat dari cara yang dilakukan klien
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
dilakukan oleh klien
c) Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin mempelajari cara
baru yang sehat.
g. TUK 6: Klien dapat mendemontrasikan cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan
1) Kriteria hasil
Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku
kekerasan secara fisik:
a) Tarik nafas dalam
b) Pukul kasur atau bantal
2) Intervensi
a) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
b) Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa digunakan
h. TUK 7: Klien dapat mendemontrasikan cara sosial untuk
mencegah perilaku kekerasan
1) Kriteria hasil
Klien dapat menyebutkan cara bicara verbal yang baik dalam
mencegah perilaku kekerasan klien dapat mendemontrasikan
cara verbal yang baik
2) Intervensi
a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
b) Beri contoh bicara yang baik
c) Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
d) Minta klien mengulangi sendiri
e) Beri pujian atas keberhasilan klien.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA. 2017. Diagnosis Keperawatan, Definisi & Klasifikasi Edisi 10.


Jakarta: EGC.

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN


JIWA.Yogyakarta: Nuha Medika.

Keliat. (2011). Kperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas . Jakarta: ECG.

Kusumawati. (2010). Keperawatan Jiwa . Jakarta: Salemba Medika.

Prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Medikal


Book.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Trans Info Media.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. S (P)
Tanggal Pengkajian : Rabu, 20 Mei 2019
Umur : 50 tahun
Alamat : Grajegan, Seyegan

II. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn. W
Umur : 53 tahun
Alamat : Grajegan, Seyegan
Pekerjaan : Buruh
Hubungan dengan pasien : Suami

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Riwayat Kesehatan
Tn. W mengatakan bahwa Ny. S dulunya sehat, setelah melahirkan
anak pertama Ny. S mengalami baby blues. Ny S juga pernah dirawat di
RSJ Bandung dengan alasan masuk Ny. S terlihat bingung dan
mengamuk serta ingin jalan-jalan terus menerus.
2. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
Tn. W mengatakan sebelumnya Ny. S pernah mengalami kejadian
yang sama yaitu terlihat bingung kemudian teriak-teriak dan jalan-jalan
sendiri. Sebelum Ny. S mengamuk dan marah-marah ada tanda-tanda
yang diamati keluarga yaitu Ny. S tidak tidur semalaman dan bersih-
bersih rumah sampai pagi.
Ny. S sebelumnya juga pernah mengalami gangguan jiwa yang
dikarenakan kangen dengan orang tua di Palembang. Setelah Ny. S
mengamuk kemudian Ny. S tidak diijinkan keluar rumah oleh Tn. W agar
tidak pergi kemana-mana dan meresahkan orang lain.
Tn W mengatakan bahwa Ny.S juga pernah mengalami halusinasi
pendegaran yang berisi ajakan untuk mengikuti bayangan hitam pada
malam hari pukul 01.00 dan membawa anaknya yang berumur 2 tahun.
3. Pengobatan sebelumnya.
Tn. W mengatakan bahwa Ny. S pernah berobat di RSJ Bandung dan
dirasa sembuh kemudian karena sudah dirasa sembuh, pengobatan tidak
dilanjutkan sampai pindah di Jogja selama 10 tahun terakhir.
4. Perilaku Aniaya
Tn. W mengatakan bahwa Ny. S tidak pernah menyakiti diri sendiri dan
orang lain saat masalah kejiwaannya kambuh namun Ny. S terkadang
membanting barang-barang yang ada di rumahnya dan sering melepas
kabel rumahnya.
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
5. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Tn. W mengatakan ibu dari Ny. S juga memiliki gangguan jiwa.
6. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Tn. W mengatakan bahwa Ny. S tidak memiliki pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan

IV. FAKTOR PRESIPITASI


Tn. W mengatakan bahwa Ny. S mengamuk dan teriak-teriak karena kangen
dengan orang tua di Palembang serta masalah ekonomi keluarga.

V. FISIK
1. Tanda vital : TD : 110/60 ; N : 88 x/menit ; S : 36,5 0C ; RR : 20
x/menit
2. Keluhan fisik : Ny. S mengatakan tidak ada keluhan fisik dan mengatakan
bahwa ia sehat baik-baik saja.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Ny. S mengatakan bahwa tidak ada bagian dalam tubuhnya yang
tidak disukai karena semua ini pemberian dari Tuhan yang harus di
syukuri.
b. Identitas
Ny. S mengatakan bahwa Ny. S berperan sebagai ibu dari 4 orang
anak dan sebagai seorang istri.
c. Peran
Ny. S mengatakan dirinya adalah seorang ibu dan istri yang sangat
menyayangi suami dan anak-anaknya.
d. Ideal diri
Ny. S mengatakan bahwa dirinya sehat dan baik-baik saja serta
sebagai seorang ibu ingin melihat anak-anaknya sukses.
e. Harga diri
Tn. W mengatakan hubungan Ny. S dengan orang lain baik-baik saja
saat kondisi sehat dan sering mengajar di TPA terdekat. Ny. S
mengatakan sering ikut mengasuh di TPA dan berbaur dengan yang
lain.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Ny. S mengatakan bahwa saat ini orang yang sangat berarti dalam
hidupnya yaitu keluarganya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
Ny. S mengatakan sering mengikuti kegiatan TPA dan menjadi
pengajar di TPA saat sore hari.
Masalah Keperawatan : -
c. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang lain
Ny. S mengatakan tidak ada masalah dalam berinteraksi dengan
orang lain.
Masalah Keperawatan : -

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
NY. S mengatakan beragama Islam dan ia percaya akan Allah SWT.
sebagai Tuhannya.
b. Kegiatan ibadah
Tn. S mengatakan beribadah di masjid dan sholat 5 waktu.

VII. STATUS MENTAL


1. Penampilan
Ny. S mengenakan pakaian harian dengan benar, rapi, dan mulut terlihat
bersih. Ny. S mengatakan ganti pakaian setiap hari sekali. Ny.S
mengatakan mandi sehari 2 kali yaitu saat pagi dan sore hari
Masalah Keperawatan : -
2. Pembicaraan
Ketika diajak berbicara Ny. S ada tatapan mata, suara Ny. S cukup keras.
Gaya berbicara Ny. S sangat bersemangat. Namun pembicaraan Ny. S
sering tidak nyambung.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktivitas Motorik
Ny. S mengatakan ketika di rumah Ny. S sering masak untuk anak-
anaknya dan bersih-bersih rumah. Tampak tangan Ny. S tremor saat
berbincang-bincang.
4. Alam perasaaan
Ny. S merasa biasa saja dengan kondisinya saat ini, Ny. S mengatakan
bahwa dirinya sehat dan baik-baik saja serta tidak ada maslah kesehatan
dalam dirinya.
5. Afek
Ny. S memiliki afek yang labil karena emosi Ny. S mudah berubah.
6. lnteraksi selama wawancara
Ketika diajak berkomunikasi Ny. S terlihat aktif menjawab perrtanyaan
yang ditanyakan namun kadang menunjukan rasa curiga dan sering tidak
nyambung serta menyangkal pertanyaan yang diberikan.
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
7. Persepsi
Ny. S memiliki riwayat halusinasi pendegaran yang berisi ajakanuntuk
mengikuti bayangan hitam pada malam hari pukul 01.00 dan membawa
anaknya yang berumur 2 tahun.
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pendengaran
8. Proses Pikir
Proses pikir Ny. S cukup baik, karena Ny. S dapat berbicara sesuai
dengan topik hanya kadang-kadang tidak nyambung.
9. Isi Pikir
Ny. S mengatakan tidak merasa takut ataupun keyakinan terhadap hal-hal
yang mustahil bagi dirinya.
10. Tingkat kesadaran
Ny. S tidak tampak mengalami kebingungan dan mampu menjawab
semua pertanyakan yang diajukan.
11. Memori
Ny. S tidak mengalami gangguan daya ingat dibuktikan dengan Ny. S
masih mengingat kejadian-kejadian masa lalu.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi Ny. S baik, Ny. S dapat mudah beralih ke topik
pembahasan yang lain. Ny. S juga dapat melakukan perhitungan
sederhana dengan baik.
13. Kemampuan penilaian
Ny. S tidak mengalami gangguan kemampuan penilaian karena ia dapat
mengambil keputusan yang sederhana tanpa bantuan orang lain.
14. Daya tilik diri
Ny. S mengatakan bahwa dirinya tidak sakit dan tidak ada masalah
kesehatan yang lain serta mengatakan tidak ada pengobatan yang sedang
dijalankan.

VIII. Kebutuhan Di Rumah


1. Makan
Ny. S mengatakan makan sehari 3 kali porsi sedang. Ny. S mengatakan
makan makanan yang dimasak sendiri setiap hari.
2. B.A.B/B.A.K
Ny. S mengatakan tidak ada keluhan B.A.B dan B.A.K, Ny. S B.A.B
sehari satu kali dengan konsentrasi lunak dan B.A.K sehari kurang lebih
lima kali sehari.
3. Mandi
Ny. S mengatakan mandi sehari 2 kali pada pagi dan siang hari. Ny. S
mengatakan mandi menggunakan sabun, Ny. S mengatakan keramas
menggunakan shampo dua hari sekali. Ny. S mengatakan menggosok
gigi sehari sekali pada pagi hari.
4. Berpakaian/berhias
Ny. S mengatakan dapat mengenakan pakaian sehari-hari dengan baik.
Masalah Keperawatan : -
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : 13.30 s/d 15.00
Tidur malam lama : 21.30 s/d 04.30
Kegiatan sebelum tidur : Ny. S mengatakan sebelum tidur membaca
Al-Qur’an
Kegiatan sesudah tidur : Ny. S mengatakan bangun tidur yaitu
bersih-bersih rumah dan masak untuk anak-anaknya.
6. Penggunaan obat
Tn. W mengatakan bahwa Ny. S sempat putus obat selama kurang lebih
10 tahun.
Masalah Keperawatan : Ketidakpatuhan
7. Pemeliharaan Kesehatan
a. Perawatan lanjutan
Tn.W mengatakan bahwa Ny. S saat ini berobat rutin ke RS Panti
Bhaki Ningsih.
b. Perawatan pendukung
Ny. S mengatakan di rumah ada suami dan anak-anaknya yang selalu
mengingatkan untuk minum obat.
8. Kegiatan di dalam rumah
a. Mempersiapkan makanan
Ny.S mengatakan kalau di rumah Ny. S menyiapkan makan untuk
dirinya sendiri.
b. Menjaga kerapihan rumah
Ny. S mengatakan saat di rumah sering membersihkan rumah seperti
menyapu dan bersih-bersih.
c. Mencuci pakaian
Ny. S mengatakan kalau di rumah baju Ny. S dicucikan oleh
anaknya.
d. Pengaturan keuangan
Ny. S mengatakan di rumah yang mengatur keuangan yaitu
suaminya.
9. Kegiatan di luar rumah
a. Belanja
Ny. S mengatakan sering belanja ke toko dekat rumahnya.
b. Transportasi
Ny. S mengatakan jika Ny. S pergi kadang naik motor diantar oleh
suaminya.

IX. Mekanisme Koping


Ny. S mengatakan pada saat ini Ny. S merasa baik-baik saja. Ny. S
mengatakan jika di rumah suaminya selalu mengingatkan dan membantu Ny.
S untuk meminum obat.

X. Masalah Psikososial dan Lingkungan:


1. Masalah dengan dukungan kelompok
Ny. S mengatakan dalam kegiatan bermasyarakat Ny. S sering ikut serta
secara aktif.
Masalah Keperawatan : -
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan
Ny. S mengatakan di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada masalah
apapun yang membuat Ny. S melakukan tindakan-tindakan kekerasan.
3. Masalah dengan pendidikan
Ny. S mengatakan bahwa dahulu lulusan SMA, dan Ny. S tidak ada
masalah dengan pendidikannya dari sekolah dasar sampai dengan
menengah atas.
4. Masalah dengan pekerjaan
Ny. S mengatakan bahwa Ny. S sempat bekerja di Jakarta dan tidak ada
masalah dengan pekerjaannya.
5. Masalah dengan perumahan
Ny. S mengatakan di dalam rumah Ny. S tinggal bersama suami dan
keempat anaknya.
6. Masalah ekonomi
Ny. S mengatakan keuangan di keluarganya diperoleh dari hasil kerja
suaminya dan berternak kambing.
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Ny. S mengatakan bahwa Ny. S tidak mengalami masalah dengan
pelayanan kesehatan yang ada.

XI. Pengetahuan Kurang


Ny. S dan keluarga mengatakan belum begitu mengetahui tentang cara
mengatasi gangguan kejiawaan yang dialami oleh Ny.S.

XII.Aspek Medik
1. Diagnosa Medik : F.20.1
2. Terapi Medik :
a. Risperidone 2 mg
b. Trihexyphenidyl 2 mg
c. Clozapin 25 mg
ANALISIS DATA

Data Masalah
DS : Resiko Perilaku Kekerasan
- Tn. W mengatakan bahwa Ny. S
tidak pernah menyakiti diri
sendiri dan orang lain saat
masalah kejiwaannya kambuh
namun Ny. S terkadang
membanting barang-barang yang
ada di rumahnya dan sering
melepas kabel rumahnya
DO :
- Ketika diajak berkomunikasi Ny.
S terlihat aktif menjawab
pertanyaan yang ditanyakan
namun kadang menunjukan rasa
curiga
- Ketika diajak berbicara Ny. S ada
tatapan mata, suara Ny. S cukup
keras. Gaya berbicara Ny. S
sangat bersemangat.
- Tangan Ny. S tampak tremor
DS : Ketidakpatuhan
- Tn. W mengatakan bahwa Ny. S
sempat putus obat selama kurang
lebih 10 tahun
DO : -
DS : Gangguan Persepsi Sensori :
- Tn W mengatakan bahwa Ny.S Halsinasi Pendengaran
juga pernah mengalami halusinasi
pendegaran yang berisi
ajakanuntuk mengikuti bayangan
hitam pada malam hari pukul
01.00 dan membawa anaknya
yang berumur 2 tahun
DO : -

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Resiko Perilaku Kekerasan


2. Ketidakpatuhan
3. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran
INTERVENSI KEPERAWATAN

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko Perilaku Kekerasan TUM : Setelah 3 kali pertemuan pasien SP I
Pasien dapat mengontrol menunjukkan tanda-tanda 1. Mengidentifikasi
perilaku kekerasan percaya kepada perawat : penyebab PK
1. Wajah cerah, tersenyum 2. Mengidentifikasi tanda
TUK : 2. Mau berkenalan dan gejala PK
1. Pasien dapat membina 3. Ada kontak mata 3. Mengidentifikasi PK yang
hubungan saling percaya 4. Bersedia menceritakan dilakukan
2. Pasien dapat 4. Mengidentifikasi akibat
mengidentifikasi tanda Setelah 1 kali pertemuan pasien PK
dan gejala PK menceritakan penyebab perilaku 5. Menyebutkan cara
3. Pasien dapat kekerasan yang dilakukannya : mengontrol PK
mengidentifikasi jenis 1. Menceritakan penyebab 6. Membantu pasien
perilaku kekerasan yang perasaan jengkel/kesal mempraktekkan latihan
yang pernah baik dari diri sendiri cara mengontrol fisik I
dilakukannya maupun lingkungannya 7. Menganjurkan pasien
4. Pasien mampu memasukkan dalam
mempraktekkan kembali Setelah 1 kali pertemuan pasien kegiatan harian
latihan fisik 1, latihan menceritakan tanda-tanda saat SP II
fisik 2, cara verbal dan terjadi perilaku kekerasan yang 1. Mengevaluasi jadwal
spiritual dilakukannya : kegiatan harian pasien
5. Pasien memasukkan 1. Tanda fisik : mata 2. Melatih pasien
kegiatan mengontrol merah, tangan mengepal, mengontrol PK dengan
emosi dalam jadwal ekspresi tegang dll cara fisik II
kegiatan harian 2. Tanda emosional : 3. Menganjurkan pasien
Perasaan marah, jengkel, memasukkan dalam
bicara kasar jadwal kegiatan harian
3. Tanda sosial : SP III
Bermusuhan yang 1. Mengevaluasi jadwal
dialami saat terjadi kegiatan harian pasien
perilaku kekerasan. 2. Melatih pasien
mengontrol PK dengan
Setelah 1 kali pertemuan pasien cara verbal
menjelaskan : 3. Menganjurkan pasien
1. Jenis-jenis ekspresi memasukkan dalam
kemarahan yang selama jadwal harian
ini telah dilakukannya SP IV
2. Perasaannya saat 1. Mengevaluasi jadwal
melakukan kekerasan kegiatan harian pasien
3. Efektifitas cara yang 2. Melatih pasien
dipakai dalam mengontrol PK dengan
menyelesaikan masalah cara spiritual
3. Menganjurkan pasien
Setelah 1 kali pertemuan pasien memasukkan dalam
menjeaskan akibat tindakan jadwal kegiatan harian
kekerasan yang dilakukannya SP V
1. Diri sendiri: luka, dijauhi 1. Mengevaluasi jadwal
teman, dll kegiatan harian pasien
2. Orang lain/keluarga: luka, 2. Menjelaskan cara
tersingung, ketakutan dll mengontrol PK dengan
3. Lingkungan: barang atau minum obat
benda rusak dll 3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam
Setelah 1 kali pertemuan pasien : jadwal kegiatan harian
1. Menjelaskan cara-cara
sehat mengungkapkan
marah

Setelah 4 kali pertemuan pasien


memperagakan cara mengontrol
perilaku kekerasan :
1. Fisik: tarik nafas dalam,
memukul bantal atau
kasur
2. Verbal: mengungkapkan
perasaan pada orang lain
tanpa menyakiti
3. Spiritual: berdoa, berzikir
atau meditasi sesuai
dengan agama yang di
anut

Setelah 1 kali pertemuan pasien


memiliki kesadaran dalam
minum obat :
1. Menjelaskan manfaat
minum obat secara teratur
2. Menyebutkan akibat dari
putus obat
Setelah 1 kali pertemuan
keluarga
1. Menjelaskan cara
merawat pasien dengan
perilaku kekerasan
2. Mengungkapkan rasa
puas dalam merawat
pasien

Ketidakpatuhan TUM : Setelah 2 kali interaksi pasien SP I


Pasien dapat patuh dalam menyebutkan : 1. Menjelaskan pentingnya
minum obat 1. Manfaat minum obat minum obat secara rutin
2. Keinginan untuk tidak 2. Mendorong pasien minum
TUK : lepas dari minum obat obat sesuai jadwal
1. Pasien dapat membina 3. Jenis-jenis obat, dosis dan 3. Menganjurkan pasien
hubungan saling percaya aturan pakai dan efek memasukkan dalam
dengan perawat samping obat jadwal kegiatan harian
2. Pasien dapat mengetahui SP II
nama obat,dosis dan efek 1. Mengevaluasi jadwal
samping dari obat yang di kegiatan pasien
konsumsi 2. Mengevaluasi
3. Pasien dapat mengetahui pengetahuan mengenai
pentingnya minum obat manfaat minum obat
3. Mengevaluasi kemauan
minum obat pasien
SP III
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan pasien
2. Mengevaluasi kemauan
pasien dalam minum obat

Gangguan Persepsi Sensorik : TUM : 1. Klien dapat dan mau SP I :


Halusinasi Pendengaran Klien mampu mengontrol berjabat tangan. Dengan 1. Mengidentifikasi halusinasi :
halusinasinya perawat mau menyebutkan Isi, frekuensi, waktu terjadi,
TUK : nama, mau memanggil nama situasi pencetus, perasaan dan
1. Klien mampu membina perawat dan mau duduk respon
hubungan saling percaya bersama 2. Menjelaskan cara mengontrol
2. Klien mampu mengenal 2. Klien dapat menyebutkan halusinasi : menghardik,
prilaku menarik dirinya, penyebab klien menarik diri meminum obat, bercakap-
misalnya menyebutkan 3. Klien mau berhubungan cakap, melakukan kegiatan
perilaku menarik diri dengan orang lain 3. Melatih klien cara
3. Klien mampu mengadakan 4. Setelah dilakukan kunjungan mengontrol halusinasi dengan
hubungan/sosialisasi dengan rumah klien dapat menghardik
orang lain : perawat atau berhubungan secara bertahap 4. Melatih klien memasukkan
klien lain secara bertahap dengan keluarga latihan-latihan dalam jadwal
4. Klien dapat menggunakan kegiatan harian klien
keluarga dalam SP II :
mengembangkan 1. Mengevaluasi jadwal
kemampuan berhubungan kegiatan harian pasien
dengan orang lain 2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain (kegiatan
yang biasa dilakukan pasien)
3. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
SP III :
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi
dengan membaut kegiatan-
kegiatan klien secara
terjadwal.
3. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV :
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi
dengan minum obat secara
teratur
3. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
penggunnaan obat secara
teratur
4. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi
20 Mei 2019 Resiko Perilaku SP 1 : S:
Pukul 10.30 Kekerasan 1. Mengidentifikasi penyebab PK - Tn. W mengatakan penyebab Ny. S
WIB 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK angguan jiwanya kumat karena kangen
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan dengan orang tuanya serta banyak fikiran
tetantang anak-anaknya yang akan
4. Mengidentifikasi akibat PK
melanjutkan sekolah.
5. Menyebutkan cara mengontrol PK - Tn. W mengatakan tanda dan gejala yang
6. Menganjurkan keluarga memasukkan dalam ditunjukan dari Ny. S yaitu tidak bisa tidur
kegiatan harian dan bersih-bersih sampai pagi.

O:
- Pasien tampak tremor.
- Saat dilakukan wawancara masih ada
rasa curiga dari Ny. S
A : Resiko perilaku kekerasan teratasi
sebagian
P : Lakukan Strategi pelaksanaan II

(Ihda, alfi)
21 Mei 2019 SP II : S:
Pukul 09.00 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian - Tn. W mengatakan akanselalu mensuport
WIB pasien Ny. S agar segara sembuh seperti semula
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan - Tn. W mengatakan akan selalu
mengajarkan Ny. S untuk mengontrol
cara verbal
Pknya.
3. Menganjurkan keluarga memasukkan O:
dalam jadwal harian - Kontak mata ada
- Pasien mau tersenyum dan berjabat
tangan
- Ekspresi wajah bersahabat
- Ny. N melalukan kegiatan sehari-hari,
solat di masjid.
A : Resiko perilaku kekerasan teratasi
sebagian
P : Lakukan Strategi Pelaksanaan IV

(Bella, Ismi)
23 Mei 2019 SP IV : S:
Pukul 10.30 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian - Tn. W mengatakan akan membantu Ny. S
WIB pasien untuk rutin meminum obatnya.
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan - Tn. W mengatakan anak-anaknya akan
minum obat mengingatkan Ny. S untuk rutin
3. Menganjurkan pasien memasukkan meminum obat.
dalam jadwal kegiatan harian O:
- Ny. S mengikuti jadwal kegiatan di
masjid yang ada di dusub Grajekan
A : Resiko perilaku kekerasan teratasi
P : Hentikan intervensi

(Hakim,Rista,Sukma)
Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi
20 Mei 2019 Ketidakpatuhan SP I S:
Pukul 11.00 3) Menjelaskan pentingnya minum obat - Tn. W mengatakan akan membantu dan
secara rutin mengingatkan Ny. S untuk meminum
4) Mendorong pasien minum obat sesuai obat teratur dan rutin control
jadwal - Tn. W mengatakan Ny. S meminum
5) Menganjurkan pasien memasukkan obatnya
dalam jadwal kegiatan harian
SP II O:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien - Tn. W dapat menjelaskan manfaat minum
2. Mengevaluasi pengetahuan mengenai obat secara teratur
manfaat minum obat A : Ketidakpatuhan teratasi sebagian
3. Mengevaluasi kemauan minum obat P : Lanjutkan SP III
pasien
(Ihda, Alfi, Ismi, Bella)
21 mei 2019 SP III S:
Pukul 09.30 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien - Tn. W mengatakan akan mengingatkan
2. Mengevaluasi kemauan pasien dalam Ny. S mengonsumsi obat dengan rutin
minum obat - Tn. W mengatakan anak-anaknya akan
mengingatkan Ny. S untuk meminum
obat
- Tn. W mengatakan Ny. S meminum
obatnya dengan patuh
O:
- Tn. W dan anak-anaknya tampak
bersemangat untuk mensuport ibunya.
A : Ketidakpatuhan teratasi
P : Hentikan intervensi

(Sukma, Hakim, Rista)


Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
SP I : S:
1. Mengidentifikasi halusinasi : Isi, frekuensi, - Tn. W mengatakan Ny. S pernah
mengalami halusinasi pendengaran,
waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan dan Ny. S pernah merasa diajak oleh
respon bayangan hitam untuk berjalan jauh.
Waktu terjadi halusinasi tersebut pada
2. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi : malam hari.
menghardik, meminum obat, bercakap- - Tn. W mengatakan lebih sering
20 Mei 2019 Halusinasi menemani Ny. S dan mengajaknya
Pukul 10.30 Pendengaran cakap, melakukan kegiatan berinteraksi.
3. Melatih klien cara mengontrol halusinasi O:
- Ny. S tampak senyum dan menyangkal
dengan menghardik hal yang terjadi padanya.
4. Melatih klien memasukkan latihan-latihan A: Gangguan persepsi sensori: pendengaran
teratasi sebagian.
dalam jadwal kegiatan harian klien P: Lanjutkan SP IV

(Ihda, Alfi, Ismi, Bella)


21 Mei 2019 S:
SP IV :
Pukul 10.30 - Tn. W mengatakan halusinasi yang
WIB 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien terjadi pada Ny. S sudah tidak muncul
lagi.
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi - Tn. W mengatakan sudah tidak pernah
jalan-jalan sendiri pada malam hari.
dengan minum obat secara teratur
- Tn. W mengatakan Ny. S sudah rutin
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang meminum obatnya
O: Ny. S tampak sudah bisa berinteraksi
penggunnaan obat secara teratur
lancar dengan orang lain.
4. Menganjurkan pasien memasukan dalam A: Gangguan persepsi sensori teratasi.
P: Hentikan intervensi
jadwal kegiatan harian
(Sukma, Hakim, Rista)
BAB IV
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan jiwa pada Ny. S di lingkungan kerja Puskesmas
Seyegan dengan resiko perilaku kekerasan. Dari pengkajian yang telah
dilakukan, didapatkan diagnosis keperawatan resiko perilaku kekrasan,
ketidakpatuhan dan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
Diagnosis keperawatan resiko perilaku kekerasan teratasi karena Ny.
S sudah dapat melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan termasuk
menyadari bahwa obat merupakan kebutuhannya. Diagnosis keperawatan
ketidak patuhan teratasi karena Ny. S telah sadar akan pentingnya meminum
obat secara rutin dan sedah meminta obatnya tanpa diingatkan. Diagnosis
keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran taratasi
karena Ny. S sudah tidak pernah menyinggung tentang halusinasinya dan
dapat berinteraksi dengan baik kepada orang lain.

II. SARAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
psikologis, diharapkan menggunakan pendekatan BHSP agar pasien dapat
terbukan akan masalahnya dan tetap batasi kedekatan sebatas patugas dan
pasien.

Anda mungkin juga menyukai