Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali luput dari
perhatian dan merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara
maju dan berkembang. Meskipun gangguan jiwa itu tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabkan kematian secara langsung, namun masalah tersebut dapat menyebabkan
ketidakmampuan baik secara individu maupun secara kelompok yang akan menghambat
pembangunan karena dianggap tidak produktif dan tidak efesien (Hawari, 2009).
Meskipun penderita gangguan jiwa belum bisa disembuhkan 100%, tetapi para
penderita gangguan jiwa memiliki hak untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi.
UU RI No. 18 Tahun 2014 Bab I Pasal 3 Tentang Kesehatan Jiwa telah dijelaskan bahwa
upaya kesehatan jiwa bertujuan menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang
baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan
lain yang dapat mengganggu kesehatatan jiwa (Kemenkes, 2014).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI (2012), gangguan
jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara tidak hanya di
Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa
psikotik/skizofrenia saja tetapi kecemasan, depresi dan penggunaan Narkoba Psikotropika
dan Zat adiktif lainnya (NAPZA) juga menjadi masalah gangguan jiwa. Indonesia mengalami
peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak diperkirakan prevalensi
gangguan jiwa berat dengan psikosis/skizofrenia di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1.728
orang.
Gangguan jiwa menunjukkan tanda/gejala seperti: waham, halusinasi, marah-marah.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan. (AH, Yusuf, dkk 2015). Menurut data
WHO pada tahun 2012 angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global,
sekitar 450 juta orang yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan
jiwa sepertiganya tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan
mental itu tidak mendapatkan perawatan. (Kemenkes RI, 2012).
LOG BOOK

Hari : Senin- Selasa- Rabu

Tanggal : 15-16 Februari 2021

Nama : Raja Heny Musliha

Jam Kegiatan Tanda Tangan


14. 00 WIB Dosen masuk menjelaskan tentang laporan
(Senin) pendahuluan

15. 23 WIB Mengerjakan LP


(Senin)

08. 35 WIB Preconference


(Selasa)

10. 05 WIB Mengerjakan kasus dan SP


(Selasa)

16. 37 WIB Preconference


(Selasa)

08. 57 WIB Preconference


(Rabu)

14. 15 WIB Mengerjakan Catatan Perkembangan


(Senin)

09. 36 WIB Mengerakan Analisa Proses Interaksi


(Selasa)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI

1. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan


untuk melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan
definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau
perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai
ancaman (Kartika Sari, 2015:137).

2. Penyebab

a. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku


kekerasan adalah:
1) Teori Biologis

a) Neurologic Faktor

Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,


neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon
agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah


antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang
merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara rasional
dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat menyebabkan
tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah, 2012: 29).
b) Genetic Faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi


potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang
sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.
Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang
yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).
c) Cycardian Rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian


pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi
orang untuk lebih mudah bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya


epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan
dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam
tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap
mengancam atau membahayakan akan dihantarkan melalui
impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut
efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta
penurunan serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid)
pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).
e) Brain Area Disorder

Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak,


tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan
sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
2) Teori Psikogis

a) Teori Psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat


tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak
mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang
cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai komponen adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101).

Imitation, modelling and information processing theory


Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif ( semakin
keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan
tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium
boneka tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat
hadiah). Setelah anak – anak keluar dan diberi boneka ternyata
masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan yang
pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
b) Learning Theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap


lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu
saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
b. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu
bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik,
kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan
dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit
fisik, dan lain-lain). Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu
perilaku kekerasan. (Dermawan, Deden, 2013).

3. Rentang respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK

Klien mampu Klien gagal Klien Klien Perasaan


mengungkapkan menapai merasa tidak mengeks- marah dan
rasa marah tujuan dapat presikan secara bermusuha
tanpa kepuasan saat mengungkap fisik, tapi n yang kuat
menyalahkan marah dan kan masih dan hilang
orang lain dan tidak dapat perasaannya, terkontrol, kontrol
memberikan menemukan tidak mendorong disertai
kelegaan. alternatifnya. berdaya dn orang lain amuk,
menyerah. dengan merusak
ancaman lingkungan

a. Respon Adaptif

Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma


sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan


3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon Maladaptif

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan


walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari
hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).

4. Proses Terjadinya Masalah

a. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan


faktor predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis

Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi


perilaku kekerasan meliputi:
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik
terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi
oleh peran eksternal (Nuraenah, 2012: 31).

2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan


kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstiumulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).
3) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan
budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan dengan
berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress (Nuraenah,
2012: 31).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo,
2014: hal 143).
b. Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,


baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa
faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam
baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal
dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising

5. Tanda dan Gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku


kkekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot atau pandangan tajam


c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Wajah memerah dan tegang

f. Postur tubuh kaku

g. Pandangan tajam

h. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari,


2015: 138) :
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam

b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna

c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar- debar,


rasa tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

6. Akibat

Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan


tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal
140) :

Data Subyektif :

a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam

b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir


Data Obyektif :

a. Wajah tegang merah


b. Mondar mandir

c. Mata melotot, rahang mengatup

d. Tangan mengepal

e. Keluar banyak keringat

f. Mata merah

g. Tatapan mata tajam

h. Muka merah

7. Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk


melindungi diri antara lain:
a) Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata


masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
b) Proyeksi

Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak


baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
c) Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam


sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
d) Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih


lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai
rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).

e) Deplacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek


yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).
8. Penatalaksanaan
a. Farmakote
rapi

Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan


mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo,
2014: hal 145).
b. Terapi okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media
yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog
atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan
program kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan


perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu

mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,


memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masalah
akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan tersier)
sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara
optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
d. Terapi somatik

Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic


terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif
dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik
pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
e. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah


bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah
setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014: hal 146).

9. Pohon Masalah

Effec
Resiko Mencederai diri sendiri dan
orang lain

Perilaku Kekerasan

Perilaku Kekerasan

Halusinasi

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Faktor Predisposisi dan Prespitasi Causa

10. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan dari pohn masalah pada gambar adalah sebagai berikut
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
1. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain

2. Harga diri rendah kronik

11. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Tujuan Umum

Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung jawab


2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya

1) Kriteria Evaluasi

a) Klien mau membalas salam

b) Kien mau berjabat tangan

c) Klien mau menyebutkan nama

d) Klien mau kontak mata

e) Klien mau mengetahui nama perawat

f) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak

2) Intervensi

a) Beri salam dan panggil nama kien

b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan

c) Jelaskan maksud hubungan interaksi

d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

e) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan


masalahnya selesai

b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


1) Kriteria Evauasi

a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya

b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan


jengkel/jengkel (dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
2) Intervensi

a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya

b) Bantu klien mengungkap perasaannya

c. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

1) Kriteria Evaluasi

Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan


 Fisik : olahragadan menyiram tanaman

 Verbal : mengatakan secra langsung dan tidak menyakiti

 Spiritual : sembahyang, berdoa/ibdah yang lain

2) Intervensi

a) Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien

b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih

c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut

d) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien


menstimulasi cara tersebut
e) Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya jiak
ia sedang kesal/jengkel
d. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan)
1) Kriteria Evaluasi

a) Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum dan


kegunaannya
b) Klien dapat minum obat sesuai dengan program
pengobatan
2) Intervensi

a) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien

b) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti


minum obat tanpa izin dokter.
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI RESIKO PERILAKU KEKERASAN

SP 1 Pasien

Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda


dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat perilaku
kekerasan serta latihan cara mengontrol amarah secara fisik

Fase orientasi

“Selamat pagi pak.. perkenalkan nama saya …, saya senang dipanggil suster…., Saya
mendampingi perawat A untuk merawat ibu. Nama bapak/ibu siapa? Senang dipanggil
siapa? Berapa tanggal lahir bapak?”
“Bagaimana keadaan bapak pagi ini ? Apa keluhan dirumah sehingga bapak dibawa
kesini? Kapan kejadiannya? Apa peristiwa atau situasi yang membuat ibu marah?
Supaya kami bias membantu mengatasinya.
Baiklah, bagaimana kalau saya akan periksa bapak dulu dan menanyakan beberapa hal
untuk mengetahui kondisi bapak sehingga kita dapat bersama-sama mencari tindakan
untuk menyelesaikan masalah yang bapak hadapi tujuannya agar perasaan ibu menjadi
lebih tenang? Bagaimana... apakah bapak setuju? Baiklah bagaimana jika kita
berdiskusi selama 30 menit? dimana?, baiklah bapak mau berdiskusi di ruang tamu”
Fase Kerja

“Nah, sekarang ceritakan Apa yang membuat Bapak marah?” “Apakah sebelumnya
bapak pernah marah? penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?” “Lalu saat
Bapak sedang marah apa yang Bapak rasakan? Apakah Bapak merasa sangat kesal, dada
Bapak berdebar-debar lebih kencang, mata melotot, rahang terkatup rapat dan ingin
mengamuk?” “Setelah itu apa yang Bapak lakukan?” “Apakah dengan cara itu
marah/kesal Bapak dapat terselesaikan? “Ya
tentu tidak, apa kerugian yang Bapak alami?” “Menurut Bapak adakah cara lain yang
lebih baik? Maukah Bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”

“Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bapak yaitu fisik, obat, verbal,
spiritual, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu? Yaitu dengan latihan fisik napas
dalam dan pukul bantal. Kita mulai dengan napas dalam dulu yah!”

”Begini Bapak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan, maka Bapak berdiri
atau duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut”
“Ayo Bapak coba lakukan, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut.
Nah, lakukan 5 kali. “
“Bagus sekali, Bapak sudah bisa melakukannya”

“Nah. Bapak telah melakukan latiahan teknik relaksasi napas dalam, sebaiknya latihan
ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul
Bapak sudah terbiasa melakukannya”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita berbincang-bincang dan melakukan latihan
fisik teknik relaksasi napas dalam dan memukul bantal tadi? Ya...betul, dan
kelihatannya Bapak terlihat sudah lebih rileks”. “Coba Bapak sebutkan lagi apa yang
membuat Bapak marah, lalu apa yang Bapak rasakan saat itu dan apa yang akan Bapak
lakukan. Kemudian apa akibatnya?”
“Wah....bagus, Bapak masih ingat semua...”

Bagaimana kalau latihan ini kita masukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari Bapak?”
“Kapan waktu yang Bapak inginkan untuk melakukan latihan ini? Bagaimana kalau
setiap jam 11pagi?”
“Nah, Bapak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah satu dari teknik saja. Masih ada
cara yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Bapak “Bagaimana kalau kita latihan
cara yang kedua ini besok, Bapak maunya kita bertemu besok jam berapa dan dimana?”
“Bapak. Kalau begitu saya pamit dulu ya. Assalamualaikum”

SP 2 Pasien

Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik-2

Fase Orientasi

“Selamat pagi Pak, bagaimana perasaannya hari ini?”

“Sesuai janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi untuk berbincang-bincang dengan
Bapak tentang mengontrol marah dengan cara fisik yang kedua.
Fase Kerja

Sekarang kita lanjut ke teknik fisik yang kedua yaitu pukul bantal. Kalau ada yang
menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot,
selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal” “Sekarang mari kita
latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan
ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul
kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya kembali yah. Ingat untuk melakukan napas
dalam dan memukul bantal jika bapak sedang marah.
Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan menyalurkan amarah?”

“Ada berapa cara yang sudah kita latih? Coba sebutkan lagi. Bagus! Sekarang mari kita
masukkan jadwal latihan latihan memukul kasur ini dalam aktivitas Bapak. Mau jam
berapa? Bagaimana jika setelah bangun tidur dan sore jam 15.00. Lalu bila ada
keinginan marah sewaktu-waktu segera gunakan kedua cara tadi ya Pak”

“Besok pagi kita ketemu lagi untuk belajar cara mengontrol amarah dengan belajar
bicara yang baik. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien

Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara verbal

Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak. Kemarin kita sudah pelajari bahwa jika Bapak marah dan muncul
perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain bernapas dalam, Bapak juga bisa
memukul bantal atau kasur”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah melakukannya?” Coba saya lihat jadwal
kegiatannya? Bagus! Nah, jika kegiatan napas dalam dan latihan memukul bantal
dilakukan sendiri tulis M, jika diingatkan perawat tulis B dengan Bantuan. Jika tidak
dilakukan tulis T artinya belum bisa dilakukan”
“Sesuai janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi untuk berdiskusi dengan Bapak
tentang mengontrol amarah dengan belajar yang baik. Bagaimana Pak? Berapa lama?
Disini saja ya?
Fase Kerja

“Jika rasa marah sudah disalurkan dengan cara bernafas dalam atau memukul kasur,
setelah lega kita berbicara kepada orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya,
yaitu :
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang marahnya karena mau minta
uang kepada istri tetapi tidak diberi. Coba Bapak minta uang dengan baik. Bu, saya
minta uang untuk membeli XXX. Nanti bisa dicoba di sini untuk membeli baju,
minta obat, dan lain-lain. Coba Bapak lakukan, bagus.
2) Menolak dengan baik, bila ada yang menyuruh dan Bapak tidak ingin melakukannya,
katakana : Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba
Bapak praktikkan. Bagus, Pak.
3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakukan orang lain yang membuat kesal,
katakan : saya jadi ingin marah dengan perkataanmua. Tapi tidak dengan nada kesal
apalagi mengancam. Coba Bapak praktikkan, Bagus Pak.
Fase Terminasi

“Nah, bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang mencegah marah
dengan berbicara yang baik? Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang sudah
kita pelajari. Bagus. Sekarang mari kita masukkan jadwal latihan bicara yang baik. Bisa
kita buat jadwalnya? Bagus! Nanti dicoba ya Pak”
“Bagaimana jika 2 jam kita ketemu lagi untuk membicarakan cara mengatasi amarah
yang lain, yaitu dengan cara berdoa ya Pak? Berapa lama? Di sini saja? Baik sampai
jumpa”

SP4 Pasien

Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak. Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Kemarin kita sudah pelajari
bahwa jika Bapak akan marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot,
selain bernafas dalam, maka Bapak juga bisa memukul bantal atau kasur. Kemudian
setelah amarahnya reda, Bapak bisa berbicara baik-baik kepada orang yang membuat
Bapak marah. Nah, bagaimana, sudah dilatih semuanya? Bagus! Bagaimana perasaan
marahnya?”
“Hari ini kita akan bicara mengenai cara mencegah marah dengan cara ibadah. Dimana
enaknya kita berbincang-bincang? Berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”
Fase Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang Bapak lakukan. Bagus, wah banyak sekali. Yang mana
yang mau Bapak coba?”

“Nah, jika Bapak sedang marah, coba Bapak langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika tidak
reda juga segera rebahkan badan agar rileks. Bila masih tidak reda juga, segera berdoa lagi”
“Bapak bisa berdoa secara teratur untuk mencegah kemarahan, jangan lupa memohon ampun
kepada Tuhan dan memohon terlindungi dari sifat pemarah”

Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol amarah
dengan beribadah tadi?”

“Mari kita masukkan jadwal berdoa dan ibadah lainnya ke dalam jadwal sehari-hari Bapak”
“Besok kita ketemu lagi ya, Pak. Kita akan diskusi tentang cara mengontrol amarah yang
lainnya, yaitu dengan minum obat secara teratur. Mau jam berapa Pak? Di ruang makan
lagi?”

SP 5 Pasien

Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat

Fase Orientasi

“Selamat pagi Pak, sesuai janji kemarin, hari ini kita bertemu lagi. Bagaimana Pak, sudah
dilatih cara bernafas dalam, memukul kasur, berbicara yang baik dan berdoa? Apa yang
Bapak rasakan setelah melatihnya secara teratur”
“Bagaimana jika sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat teratur untuk
mengontrol amanah”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?” “Berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”
Fase Kerja

“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”

“Berapa jenis obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak
minum? Bagus!”
“Obatnya ada tiga jenis, Pak. Yang oranye (CPZ) 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang
dan jam 7 malam, gunanya untuk menenangkan. Ini yang putih (THP) 3 kali sehari
jamnya sama, gunanya

supaya bisa rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HLP) 3 kali sehari
juga, jamnya sama, gunanya untuk pikiran biar teratur dan tidak mudah marah”
“Bila terasa mata berkunang-kunang. Bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas
dulu. Juga harus teliti menggunakan obat-obatan ini, pastikan obatnya benar. Bapak harus
memastikan bahwa obat ini benar-benar punya Bapak. Jangan keliru dengan obat milik
orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya dengan cara
yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya, Bapak juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum” “Jangan pernah menghentikan obat
sebelum berkonsultasi dengan dokter, karena bisa menyebabkan kekambuhan”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya ke dalam jadwal ya Pak”

Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?” “Coba Bapak sebutkan lagi jenis yang Bapak minum. Bagaimana cara minum obat
yang benar” “Sekarang sudah berapa cara mengontrol amarah yang Bapak pelajari?
Sekarang kita tambah jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan
semua dengan teratur ya Pak” “Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana
Bapak melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

A. Kasus
Tn. I laki-laki berumur 24 tahun, suku pasien adalah minang. Pasien beragama islam
pendidikan terakhir adalah SMA. Pasien tinggal di lubuk aur bayang Pesisir Selatan tinggal
dirumah bersama orang tua nya. Pasien dirawat sejak tanggal 7 Mei 2017.

Pasien masuk melalui IGD diantar oleh keluarganya pada tanggal 7 Mei 2017. Pasien
diantar untuk yang kelima kalinya dengan keluhan, meninju kaca rumahnya, memukul orang
tuanya, gelisah 2 hari sebelum dirawat, bicara dan tertawa sendiri. Pasien mengkonsumsi
NAPZA sebelum dirawat. Terakhir dirawat yaitu pada bulan September 2016.

B. Pengkajian

1. Faktor Predisposisi

a. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu


Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2012 dengan
alasan berbicara dan tertawa sendiri serta menghancurkan barang-barang
dirumahnya. pasien mengkonsumsi alkohol di beri oleh teman-teman nya,
sejak mulai mengkonsumsi alkohol pasien mengatakan dia sudah tidak tau
dengan dirinya lagi. Pasien pernah di rawat di RSJ. Prof. HB Saanin Padang
yaitu pada tahun 2012. Pasien diantar oleh keluarga ke IGD RSJ Prof. HB
Saanin Padang pada tanggal 15 Mei 2017 dengan keluhan yang hampir sama.

b. Pengobatan Sebelumnya
Pasien pertama kali dirawat pada tahun 2011 dengan alasan memukul
orang tuanya dan menghancurkan barang-barang yang ada disekitarnya.
Terakhir dirawat sejak September 2016. Pasien dirawat untuk kelima kalinya
dengan keluhan yang hampir sama yaitu memukul orang tuanya. Pasien
diantar keluarga ke IGD RSJ Prof. HB Saanin Padang pada tanggal 7 Mei
2017 untuk mendapatkan perawatan. Dari pengakuan pasien dan keluarga
bahwa pasien mengkonsumsi NAPZA seperti sabu- sabu, ganja, dan berbentuk
pil.

c. Trauma

 Aniaya Fisik

Klien mengatakan pernah di pukuli oleh kakak nya dari pinggang


kebawah sewaktu masih SMA

 Aniaya Seksual

Klien tidak pernah mengalami aniaya seksual sebelumnya

 Penolakan

Klien tidak pernah mengalami penolakan sebelumnya

 Kekerasan Dalam Keluarga

Klien mengatakan pernah dipukuli oleh kakak nya

 Tindakan Kriminal

Klien tidak pernah mengalami tindakan kriminal sebelumnya

d. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan


jiwa sebelumnya.

e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Klien mengatakan pernah memukuli orang tua nya karna tidak diberi uang
oleh orang tuanya.
f. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital : TD: 120/70 mmHg N: 89 x/menit S: 36,8 oC
P : 19 x/ menit
Ukuran : TB: 165 cm BB: 62 kg
Keluhan Fisik : Klien mengatakan tidak memiliki keluhan fisik

g. Konsep Diri

 Citra Tubuh

Klien mengatakan tubuhnya merasa kuat dan menyukai semua


anggota tubuhnya

 Identitas Diri

Pasien mangatakan tidak puas dengan peran nya sebagai anak dari
orang tuanya karna selalu menyusahkan orang tua nya dan merasa
tidak berguna karna selalu membuat masalah.

 Peran Diri

Klien mengatakan ia tidak memiliki pekerjaan dan klien ingin bekerja


setelah sembuh agar dirinya bisa berguna bagi keluarga dan dirinya
sendiri

 Ideal Diri

Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan bertemu kedua orang


tuanya.

 Harga Diri

Klien mengatakan bahwa dirinya tidak berguna karna selalu membuat


masalah. Klien juga mengatakan bahwa dia dikucilkan dikampung
nya karna penyakit yang ia derita, oleh karna itu klien tinggal
bersama kakaknya di padang.

h. Hubungan Sosial

 Orang Terdekat

Klien mengatakan dekat dengan kakak nya anak ke 6 karna klien


tinggal bersama kakak nya sejak satu tahun yang lalu.

 Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat


Klien mengatakan tidak pernah di ikutkan lagi dalam kegiatan
pemuda dikampung nya sejak tahun 2013. Klien merasa dikucilkan
dan tidak mempunyai teman.

 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan tidak bisa mengontrol cara bicara nya yang kasar.

i. Spiritual
 Nilai dan Keyakinan

Klien mengatakan bahwa ia beragama islam

 Kegiatan Ibadah

Klien mengatakan menjalankan ibadahnya selama dirumah sakit


bahkan klien pernah menjadi imam saat sholat.

2. Status Mental

a. Penampilan

Selama dirumah sakit penampilan klien cukup rapi, klien mengganti bajunya 2x

sehari dan mandi 1x sehari.

b. Pembicaraan

Klien banyak bicara tetapi mampu menjawab semua pertanyaan yang diberikan

c. Aktivitas motorik

Klien mampu melakukan aktivitas mandiri seperti makan, mandi, dan

beribadah. Klien tampak sering berinteraksi dengan orang lain.

d. Alam perasaaan

Klien mengatakan merasa sangat gelisah karna tidak dijemput atau dijenguk
oleh keluarganya

e. Afek
Afek klien luas karna klien mampu mengungkapkan semua isi perasaan nya

f. Interaksi selama wawancara

Selama proses berinteraksi kontak mata klien ada, klien mampu menjawab

semua pertanyaan yang diberikan. Klien banyak bicara

g. Persepsi

Pada saat sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan hanya ingat saat

mengkonsumsi NAPZA, klien mengatakan tidak tau apa-apa bahkan klien

tidak sadar sudah memukuli kedua orang tuanya. Klien juga ingat bahwa klien

melihat ada orang yang akan mengambil harta warisan keluarganya.

h. Proses pikir

Klien mengakui penyakit yang dideritanya dan akan mengikuti segala

peraturan dan perawatan yang akan diberikan kepadanya.

i. Isi pikir

Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakitnya dan segera pulang

untuk bertemu orang tuanya.

j. Tingkat kesadaran

Klien mengetahui orientasi tempat, waktu, dan orang.


k. Memori

Klien mampu mengingat semua kejadian dimasa lalu, tidak ada yang

terganggu dari memori klien.

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung

klien dapat berkonsentrasi dalam berhitung.

m. Kemampuan penilaian

klien masih mampu melakukan penilaian akan


hal yang sederhana.
n. Daya tilik diri

klien menerima dan mengakui penyakitnya dan tidak menyalahhkan siapapun

atas penyakit yang dideritanya.

3. Kebutuhan Pasien Pulang

a. Makan

Klien makan 3 kali/hari, hanya habis satu porsi, klien tidak ada riwayat alergi
makanan.

b. BAB/BAK

Klien BAK/BAB pada tempatnya, klien bisa membersihkan setelah


BAB/BAK.

c. Mandi

Klien mandi 2 kali/hari, klien mandiri tanpa diarahkan.


d. Berpakaian/Berhias

Klien menganti pakaian 2x sehari, rambut klien rapi

e. Istirahat/tidur

Klien mengatakan selama dirumah sakit istirahat cukup, karna setelah minum
obat klien mengaku sangat mengantuk.

f. Penggunaan obat

Klien minum obat 3 kali sehari dengan pengawasan perawat.


g. Pemeliharaan kesehatan

Klien mengatakan merawat dirinya sendiri, Klien mengatakan jika sudah


pulang nanti klien akan melanjutkan obat secara teratur dan jika habis akan
melanjutkannya.

h. Kegiatan didalam rumah

Klien mengatakan bahwa dirumah hanya makan dan istirahat seperti biasa,
pakaian klien di cucuikan oleh kakak iparnya. Kalau ingin keluar rumah
klien harus mendapatkan izin dari kakak nya.

i. Kegiatan/aktivitas di luar rumah

Klien mampu berbelanja sendiri ke kedai didekat rumah nya.

4. Mekanisme Koping

a. Koping adaptif

Klien mampu berbicara dengan orang lain didalam ruangan.


b. Koping maldaptif

Klien melampiaskan marah pada objek lain, koping yang digunakan adalah
sublimasi.

5. Masalah Psikososial dan Lingkungan

a. Masalah dengan dukungan kelompok

Klien tidak ada masalah dalam dukungan kelompok.


b. Masalah berhubungan dengan lingkungan

Klien mengatakan dulu ia mempunyai banyak teman dikampungnya, sejak

dikucilkan klien tidak mempunyai teman dan klien lebih banyak dirumah

c. Masalah dengan pendidikan

Klien pernah kuliah lalu berhenti karna klien tidak membayarkan uang semester

yang diberikan oleh orang tua nya. Klien menyesal karna kejadian tersebut.

d. Masalah dengan pekerjaan

Klien mengatakan belum bekerja

e. Masalah dengan perumahan

Klien tidak ada masalah dengan perumahan. Klien tinggal bersama kakaknya

f. Masalah ekonomi

Klien mengatakan marah apabila dia tidak diberi uang jajan atau tidak diberi
saat diminta

g. Masalah dengan pelayanan kesehatan

Klien tidak memiliki masalah dengan pelayanan rumah sakit

6. Pengetahuan

Klien menyadari akan penyakit yang dideritanya klien tidak mengetahui


kegunaan obat yang didapatkannya dan tidak mengetahui nama obat yang
dikonsumsinya. Klien hanya berharap proses penyembuhan pada dirinya.

7. Aspek Medik

Diagnosa Medik : Skizofrenia Tipe Campuran Terapi


Medik : ladomer 5 mg (IM)
Risperidon 2x2 mg

Merlopam 1x2 mg.

8. Analisa Data
N Data Masalah
O
1 Perilaku Kekerasan
DS: - Klien mengatakan mudah
marah tanpa sebab

- Klien mengatakan tidak mampu


mengontrol cara bicaranya yang
kasar
- Klien marah apabila tidak diberi
uang jajan
- Klien mengatakan akan kasar
apabila kehendaknya tidak
dituruti

DO: - Pandangan mata klien


tajam.
- Klien meninju kaca
rumah nya
- Klien memukul kedua
orang tuanya
- Klien mengamuk
dirumah apabila tidak
diberi uang
- Klien mengkonsumsi
NAPZA sebelum dirawat.
- Klien dirawat dengan
keluhan yang sama pada
bulan september 2016

2 Halusinansi
DS : - Klien mengatakan melihat
ada orang yang datang
dan akan mengambil
harta warisan
keluarganya
- Klien mengatakan tidak
sadar sudah memukuli
kedua orang tua nya
- Klien hanya ingat saat
mengkonsumsi NAPZA

DO : - Klien tampak banyak


bicara
- Klien berbicara
sendiri sebelum dirawat
dirumah sakit
- Klien tampak tertawa
sendiri sebelum dirawat
dirumah sakit
Klien tampak gelisah
3 Harga Diri Rendah
DS : - Klien mengatakan ia
merasa dikucilkan
dikampung nya karna
penyakit yang
dideritanya
- Klien mengatakan dijauhi
oleh teman teman nya
dirumah
- Klien mengatakan
merasa tidak berguna
karna selalu membuat
masalah dengan
memukul orangtuanya
dan selalu meninju kaca
rumah
- Klien mengatakan
merasa malu jika berada
dikampungnya.

DO : - Klien tampak banyak


bicara
- Klien bisa berinteraksi
dengan orang lain
- Klien tampak sedih dan
gelisah saat menceritakan
orang tua dan lingkungan
rumahnya
- Persepsi klien merasa
tidak berguna dan selalu
membuat masalah
9. Pohon Masalah

Harga Diri Rendah Effec

Perilaku kekerasan Core


Problame

Halusinasi Causa

10. Intervensi Keperawatan


Diagnosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Perilaku Pasien mampu : Setelah dilakukan SP Pasien
Kekerasan Mengontrol perilaku pertemuan 2 - 4 x
kekerasan sesuai klien mampu SP1 Pasien : Mengidentifikasi Perilaku
dengan strategi mengontrol perilaku Kekerasan dan Latihan Fisik 1 dan 2
pelaksanaan tindakan kekerasan dengan cara :
1. Membina hubungan saling percaya
keperawatan
1. Mengontrol dengan 2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol
cara latihan fisik 1 perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 &
dan 2 2.
2. Minum obat dengan 3. Tanyakan bagaimana perasaan klien
prinsip 6 benar setelah melakukan kegiatan.
minum obat 4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk
3. Mengontrol dengan latihan fisik 1 & 2.
cara verbal
4. Mengontrol dengan
cara spiritual
kekerasan dengan cara latihan fisik 1 & 2.
1. Menjelaskan cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara minum obat (6
benar)
2. Tanyakan bagaimana perasaan klien setelah
melakukan kegiatan.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
minum obat (6 benar)

SP 2 Pasien : Mengontrol Perilaku


Kekerasan dengan Cara Verbal

1. Evaluasi cara mengontrol perilaku


kekerasan dengan cara latihan fisik 1 & 2
dan minum obat (6 benar)
2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara verbal:
mengungkapkan, meminta, dan menolak
dengan benar
3. Tanyakan bagaiaman perasaan klien setelah
melakukan kegiatan.
4. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
verbal
SP 3 Pasien : Mengontrol Perilaku
Kekerasan dengan cara Spiritual

1. Evaluasi cara mengontrol perilaku


kekerasan dengan cara latihan fisik 1 & 2,
minum obat 6 benar, dan cara verbal
2. Menjelaskan cara mengontrol perilaku
kekerasan cara spiritual (latih 2 kegiatan)
3. Tanya perasaan klien setelah melakukan
kegiatan
4. Memasukkan pada jadwal kegiatan harian
untuk latihan mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara spiritual

SP 4 Pasien : Melatih cara mengontrol


Perilaku Kekerasan dengan cara 6 benar
minum obat
1. Evaluasi cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara latihan fisik 1 & 2.
2. Menjelaskan cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara minum obat (6
benar)
3. Tanyakan bagaimana perasaan klien
setelah melakukan kegiatan.
4. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
minum obat (6 benar)
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka


Aditama.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam


Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur, 29-37.

Anda mungkin juga menyukai