Disusun Oleh :
PROFESI NERS
UNIVERSITAS AL-IRSYAD CILACAP
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN
A. MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan
B. PROSES TERJADINNYA MASALAH
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan
definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai
ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
2. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah:
a) Teori Biologis
1) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah
antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang
merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara
rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012: 29).
2) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang
sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY,
pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal
serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
3) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut
penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan
menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
4) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak
contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh
yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
5) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom
otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
b) Teori Psikogis
1) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan
air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang
rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101)
2) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif
( semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain
diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang
baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan diberi
boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai
dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 101).
3) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon
ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
a) Psikologis
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor
psikologi perilaku kekerasan meliputi:
1) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik
terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
Data Obyektif :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam
h. Muka merah
C. MASALAH KEPERAWATAN
1. Pohon Masalah
Ketidakberdayaan
Ketidakefektifan Koping
1) Pertemuan ke I (SP 1)
Proses Keperawatan
a) Kondisi Pasien
Klien tenang, kooperatif dan klien mampu menjawab semua
pertanyaan
b) Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
c) Tujuan Khusus
(1) Klien mampu membina hubungan saling percaya
(2) Klien mampu mengidentifikasi tanda gejala perilaku
kekerasan
(3) Klien mampu mengidentifikasi yang biasa dilakukan
(4) Klien mampu mengidentifikasi akibat perilaku marah
(5) Klien mengetahui cara marah yang sehat
(6) Klien mampu mendemonstransikan satu cara marah yang
sehat dengan cara fisik : napas dalam dan pukul bantal
d) Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyebab, tanda gejala marah, perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan dan akibat dari perilaku kekerasan.
d. Pertemuan ke IV (keempat)
PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Pasien
Klien mengetahui cara mengungkapkan marah yang sehat
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
Klien dapat mengontrol rasa marah nya dengan cara spiritual
4. Tindakan Keperawatan
SP 3 : membantu klien mengontrol marah dengan cara
spiritual : istigfar
STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN SP IV
1. Orientasi
“Assalamualaikum, mas. Masih ingat nama saya? Ya betul sekali, mas
masih senang dipanggil mas arif? Bagaimana perasaan nya hari ini mas?
Masih ingat kemarin kita belajar apa? Coba jelaskan lagi mas. Ya bagus,
sesuai kontrak kemarin kita akan ngobrol-ngobrol untuk belajar cara
mengontrol marah yang keempat yah dengan cara spiritual. Mas mau berapa
lama nih, bagaimana kalau 15 menitan dan tempatnya disini saja?”
2. Kerja
“Baiklah mas, bagaimana cara mengontrol marah dengan napas dalam,
pukul bantal, patuh minum obat, dan verbalnya sudah dilakukan sesuai
jadwal mas? Ya bagus sekali, sekarang kita belajar cara mengontrol marah
dengan beristigfar ya mas. Mas sudah tahu bagaimana beristighfar kan? Ya
bagus sekali, jadi istighfar ini tujuannya agar mas selalu ingat dengan Allah
SWT dan lebih dekat dengan-Nya, sehingga mas menjadi tenang. Sitighfar
ini dapat dilakukan kapan saja dan dalam kondisi apapun baik diucapkan
dengan bersuara ataupun di dalam hati. Jadi apabila mas sedang marah, mas
bisa dengan berdiri, jika masih belum reda marahnya bisa dengan duduk
jika masih belum reda juga maka bisa dengan posisi tiduran. Begitu pas,
sudah paham kan mas? Coba praktekkan mas.”
3. Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana mas perasaannya setelah diajarkan tentang cara mengontrol
marah dengan cara spiritual? Coba mas bisa praktekkan kembali cara
meminta, menolak dan mengungkapkan perasaan marah dengan cara
yang baik. Ya, bagus sekali mas.”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Ya baiklah ma. Untuk selanjutnya yuk sekarang kita tulis di jadwal
harian kegiatan mas. Jangan lupa dilakukan ya mas.”
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat)
“Baiklah mas, kita sudah selesai belajar cara mengontrol marah yang
keempat yah. Jadi sudah berapa nih cara yang sudah kita pelajari untuk
mengontrol marah mas. Ya bagus sekali. Mas besok kita ngobrol-ngobrol
lagi yah untuk melihat apakah semua kegiatan yang dijadwal sudah
dilakukan atau belum ya mas. Kira-kira mau jam berapa nih mas dan
berapa lama? Tempatnya disini saja yah? Baik mas, nanti kita ketemu
lagi ya. Selamat beristirahat, wassalamualaikum.”
DAFTAR PUSTAKA
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT
YA TIDAK
A FASE ORIENTASI
1. Memberikan salam terapeutik dan berkenalan
a. Memberikan salam 2
b. Memperkenalkan diri dan menanyakan nama klien 2
c. Memanggil nama panggilan yang disukai klien 2
d. Menyampaikan tujuan interaksi 2
2. Melakukan evaluasi dan validasi data
a. Menanyakan perasaan klien hari ini 2
b. Memvalidasi dan mengevaluasi masalah klien 4
3. Melakukan kontrak
a. Waktu 2
b. Tempat 2
c. Topik 2
B. FASE KERJA
1. Menanyakan apa penyebab perasaan kesal/marah (dari diri sendiri, 3
orang lain, lingkungan)
2. Mendiskusikan bersama klien tanda-tanda kesal/marah yang 3
dialaminya (fisik, emosional, intelektual, sosial, spiritual)
3. Menanyakan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien di rumah 3
4. Menanyakan kepada klien, apakah dengan cara yang klien 3
lakukan masalahnya akan selesai ?
5. Mendiskusikan bersama klien kerugian dari cara yang dilakukannya 3
6. Menyimpulkan bersama klien tentang akibat dari cara 3
yang digunakan oleh klien
7. Menanyakan pada klien "apakah klien mau mempelajari cara baru 3
yang sehat?"
8. Mendiskusikan cara lain yang sehat :
a. Secara fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal/kasur, 3
berolah raga atau melakukan pekerjaan yang memerlukan tenaga
b. Paatuh minum obat
c. Secara verbal meminta dan menolak dengan baik, 3
dan mengungkapkan perasan kesal kepada orang yang
membuat marah
d. Secara Spiritual : mengucapkan istighfar, manganjurkan klien 3
untuk berwudhu
9. Melatih klien cara mengontrol PK dengan cara fisik 10
10. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mempraktekannya 4
11. Memberikan reinforcement positif 4
C. FASE TERMINASI
1. Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan :
a. Evaluasi subyektif 2
b. Evaluasi obyektif 2
2. Melakuka rencana tindak lanjut 5
3. Melakukan kontrak untuk pertemuan berikutnya :
a. Waktu 2
b. Tempat 2
c. Topik 2
D SIKAP TERAPEUTIK
1. Berhadapan dan mempertahankan kontak mata 2
2. Membungkuk ke arah klien dengan sikap terbuka dan rileks 2
3. Mempertahankan jarak terapeutik 4
E TEHNIK KOMUNIKASI
1. Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti 2
2. Menggunakan tehnik komunikasi yang tepat 4
JUMLAH 100