Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KONSEP DASAR TERAPI KOMPLEMENTER


DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas:


Mata Kuliah                     : Keperawatan Komunitas II
Dosen Pengampu             : Widyoningsih, M.Kep., Sp.Kom

Disusun Oleh Kelompok 1:


1. Nur Aprilianingsih (108118069)
2. Syahreta Herawati B (108118056)
3. Cici Nuryah H (108118079)
4. Lutfiatul Aminah (108118061)

PRODI S1 KEPERAWATAN 3C
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional
ke dalam pengobatan modern. Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas
atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan
kesehatan. Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan
holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu
secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan
pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Widyatuti, 2008).
Perkembangan terapi komplementer akhirakhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis,
2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi
alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et
al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi
komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997
(Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Klien yang menggunakan
terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah
filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri dan
promosi kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin
terlibat untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan
kualitas hidup dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan
adanya reaksi efek samping dari pengobatan konvensional yang diterima
menyebabkan memilih terapi komplementer (Widyatuti, 2008).
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya

1
tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter
ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi
alternatif (Martina Pakpahan, Adventina Delima Hutapea, 2020). Hal ini terjadi
karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya,
sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal
ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi
komplementer.
Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau alternatif
dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas
kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan perawat yang memerhatikan hal
ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu American Holistic Nursing Association
(AHNA), Nurse Healer Profesional Associates (NHPA) (Hitchcock et al., 1999).
Ada pula National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM)
yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquis, 2002).
Kebutuhan masyarakat yang meningkat dan berkembangnya penelitian
terhadap terapi komplementer menjadi peluang perawat untuk berpartisipasi
sesuai kebutuhan masyarakat. Perawat dapat berperan sebagai konsultan untuk
klien dalam memilih alternatif yang sesuai ataupun membantu memberikan terapi
langsung. Namun, hal ini perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian
(evidence-based practice) agar dapat dimanfaatkan sebagai terapi keperawatan
yang lebih baik. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang konsep
dasar terapi komplementer dalam keperawatan komunitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari terapi komplementer?
2. Apa saja jenis dari terapi komplementer?
3. Bagaimana fokus dalam terapi komplementer?
4. Bagaimana peran perawat dalam terapi komplementer?
5. Bagaimana kegiatan terapi komplementer dalam komunitas?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi terapi komplementer
2. Untuk mengetahui jenis terapi komplementer
3. Untuk mengetahui fokus terapi komplementer
4. Untuk mengetahui peran perawat dalam terapi komplementer
5. Untuk mengetahui kegiatan terapi komplementer dalam komunitas

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Terapi Komplementer
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer
adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan
komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional
yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan
diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya,
jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Terapi
komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan sebagai
pendukung kepada Pengobatan Medis Konvensional atau sebagai Pengobatan
Pilihan lain diluar Pengobatan Medis yang Konvensional (Martina Pakpahan,
Adventina Delima Hutapea, 2020).
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional
ke dalam pengobatan modern. Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas
atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan
kesehatan. Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan
holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu
secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan
pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Widyatuti, 2008).
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan
terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang
mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan
spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji
klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan
prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik
(bio, psiko, sosial, dan spiritual).

4
B. Jenis Terapi Komplementer
Menurut Widyatuti, (2008) terapi komplementer ada yang invasif dan
noninvasif. Contoh terapi komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping
(bekam basah) yang menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis
non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara),
terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,
hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi,
reiki, rolfing, dan terapi lainnya (Hitchcock et al., 1999).
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM)
membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima
kategori. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi
dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang
mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery),
yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi
seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan
yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat
misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika,
cundarismo, homeopathy, naturopathy. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM
adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya
misalnya herbal, makanan). Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan
sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya
pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna,
serta hidroterapi. Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari
energi dalam tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh
misalnya terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong,
magnet. Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa
kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002).

5
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan
holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif
(kiropraktik, akupresur & akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi,
guided imagery, biofeedback, color healing, hipnoterapi). Jenis terapi
komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan.
Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti
meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan,
mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses
kematian (Hitchcock et al., 1999).
Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu
mengetahui pentingnya terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi
komplementer diantaranya untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan
kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar tentang terapi komplementer dan
merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel, memberi rujukan
terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer (Snyder
& Lindquis, 2002). Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan
dalam mencapai tujuan perawatan integratif (Fontaine, 2005).
Perawat yang akan melakukan tindakan dari semua teknik hendaknya
menggunakan tahapan komunikasi yang telah dipelajari mencakup Tahap
pertama pra interaksi, tahap kedua orientasi, tahap ketiga kerja dan tahap
keempat terminasi. Selain itu, tahap tindakan septik dan aseptik selalu dilakukan
untuk keamanan klien dan dirinya. Adapun setiap tindakan dilakukan melalui
persiapan diri, alat, klien dan lingkungan. Persiapan yang sesuai akan
mendapatkan hasil yang optimal, demikian pula setiap tindakan hendaknya
dievaluasi sampai diyakini bahwa tidak ada keluhan dari efek terapi. Berikut ini
beberapa teknik terapi yang banyak digunakan menurut Dian Novita Sari, (2020),
antara lain:
1. Meditasi

6
Meditasi adalah suatu teknik yang memungkinkan seseorang mampu
menggunakan kesadaran dan pengalamannya sehingga membuat
seseorang lebih sadar akan dirinya (Snyder & Lindquist). Meditasi dapat
menjadikan seseorang santai, menurun konsumsi oksigen, mengurangi
frekuensi pernapasan dan denyut jantung. Hal ini menjadikan tubuh
merasa rileks, pikiran lebih tenang, meningkatkan kesejahteraan fisik dan
emosional dengan kondisi lingkungan tenang, posisi yang nyaman dan
kadangkala menggunakan sebuah alat pengukuran mental seperti mantra
(Fontaine, 2005; Mantle & Tiran, 2009). Meditasi merupakan sarana
seseorang untuk fokus terhadap suatu objek. Terapi ini menggunakan
sikap tubuh yang spesifik. Memfokuskan perhatian atau sikap terbuka
terhadap gangguan. Indikasi meditasi dilakukan pada saat stress, Cemas,
denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Kontra indikasi melakukan
meditasi adalah klien yang kurang mampu menyimpan emosi dan kurang
mampu menganalisis sebab akibat yang kompleks.
Cara melakukan meditasi ada berbagai macam teknik, proses
sederhana yang dapat dilakukan misalnya melatih napas klien. Tahap
pertama diawali dengan persiapan: ruangan yakni tempat yang tenang dan
waktu yang diaggap paling sesuai oleh klien; gunakan pakaian yang
longgar dan nyaman; serta dapat menggunakan musik (misalnva musik
klasik). Tahap kedua menyiapkan posisi yang nyaman, misalnya dengan
mengambil posisi duduk atau berbaring asalkan tulang belakang tetap
terjaga dalam posisi lurus. Tahap ketiga memulai meditasi dengan mata
ditutup atau dibuka, fokus pada keluar masuknya napas terutama gunakan
pernapasan perut, rasakan sensasinya, tahap ini dilakukan dengan hati
ikhlas sehingga tercapai tujuan untuk mengatasi masalah. Langkah ini
dapat dilakukan bertahap sesuai proses yang dilalui dan kemampuan yang
didasari dari evaluasi setiap kali tindakan. Meditasi yang sukses biasanya
membutuhkan latihan setidaknya satu kali perhari selama 10-20 menit

7
(Snyder & Lindquis, 2010). Tahap keempat yakni melakukan evaluasi
sesuai dengan masalah yang dirasakan misalnya kemampuan merubah
diri, fisik lebih segar dan bugar, perasaan lebih menerima keadaan.
2. Akupresur
Jenis terapi ini termasuk dalam salah satu pengobatan tradisional cina
yang dikenal dengan traditional chinese medicine disingkat dengan TCM
(Mantle & Tiran,2009). Tindakannya melibatkan stimulasi dari titik-titik
spesifik pada tubuh. Akupresur menggunakan jari atau alat (kayu,magnet)
yang ditekan pada titik-titik spesifik pada tubuh. Akupresur menggunakan
jari atau alat (kayu,magnet) yang ditekan pada titik di permukaan kulit
tersebut sedangkan pada akupunktur menggunakan jarum yang kemudian
dimanipulasi dengan tangan atau stimulasi elektrik. Titik saraf tubuh
merupakan titik berat dari pengobatan akupunktur dan akupresur. Pada
titik tertentu seperti kedua telapak tangan merupakan titik bagi jantung,
paru, mata, kelenjar tiroid, hati,pancreas dan sinus (fengge,2012). Fungsi
dari terapi akupunktur dan akupresur adalah untuk meregenerasi sel-sel
tubuh yang mengalami penurunan kualitas serta membentuk system
pertahanan kualitas serta membentuk system pertahanan dalam tubuh
sehingga dapat bermanfaat pada proses pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dari penyakit serta meningkatkan daya tahan tubuh (fengge).
Akupresur dan akupunktur memiliki komponen dasar yang dikenal dengan
Ci Sie (energy vital), system meridian dan titik akupresur. Ci diartikan
sebagai sari makanan, sedangkan Sie diartikan sebagai darah sehingga jika
merujuk pada arti tersebut, Ci Sie sering diartikan sebagai energi vital
(Snyder & lindquis,2010). Terapi akupresur dapat dilakukan secara
mandiri dengan memijat bagian tubuh sendiri. Hal ini berguna untuk
mengatasi keluahan gangguan kesehatan akibat aktivitas kerja, seperti
sakit kepala, sakit leher atau tengkuk, mata lelah, nyeri bahu, nyeri

8
peregangan tangan, nyeri pinggang, nyeri lutut dan keluhan psikis yang
ditimbulkan dari stress kerja. Bagian tubuh yang dapat digunakan untuk
memijat titik akupresur adalah jari-jari tangan. Jika menggunakan alat
makan alat tersebut harus dipilih yang memiliki ujung tumpul. Sebelum
memulai pijatan pada titik tertentu sebaiknya dilakukan relaksasi dengan
cara memijat secara lembut area seperti tengkuk, bahu, lengan, tangan,
pinggang paha, dan kaki menggunakan jari-jari telapak tangan,
selanjutnya pijatan pada titik tertentu dapat dilakukan .
3. Terapi Masase
Teknik ini dengan cara menekan, mengusap, dan memanipulasi otot
dan jaringan lunak lainnya pada tubuh. Pengertian massase telah
mengalami proses penyempurnaan berdasarkan ilmu-ilmu mengenai tubuh
manusia serta gerakan-gerakan tangan yang bersifat mekanis terhadap
tubuh manusia yang dilakukan dengan berbagai teknik (Synder &
Lindquist, 2010). Massase dapat berfungsi sebagai salah satu terapi untuk
meredakan berbagai keluhan fisik seperti rasa kembung,
menghilangkannyeri dan meredakan stres serta kelelahan fisik. Massase
membantu mengurangi ketegangan otot dengan menstimulasi sirkulasi
darah dalam tubuh, relaksasi, mengurangi nyeri, sedangkan pada bayi
melancarkan sirkulasi sehingga efektif meningkatkan berat badan (Synder
& Lindquist; Mantle & Tiran, 2009). Tindakan massase untuk dewasa dan
anak-anak caranya berbeda-beda. Teknik massase ada berbagai macam
cara gerakan. Misalnya menggunakan cara mengusap, friction (gerakan
melingkar kecil-kecil menggunakan jari dengan penekanan), meremas,
mencincang, memukul, dan menggetar (vibrasi) merupakan gerakan dasar
(Mantle & Tiran, 2009, Kementerian Kesehatan RI, 2014). Setiap cara
gerakan memiliki ritme dan teknik sesuai dengan tujuan dan area tubuh
tertentu. Hal yang perlu diperhatikan adalah hindari tindakan pada daerah

9
yang ada pembengkakan, infeksi kulit, mengalami penyakit pembuluh
darah (seperti arterisklerosis, hemophilia, thrombosis), hamil muda,
sambungan pada patah tulang yang baru sembuh dan penyakit lain yang
sekitarnya berdampak apabila mendapatkan pijatan (Snyder & Lindquist,
2010). Bahan yang digunakan sebagai pelumas dapat digunakan apabila
diperlukan, penting pengkajian awal untuk menghindari masalah baru.
4. Yoga
Yoga merupakan suatu sarana untuk mencapai suatu tingkat aktivitas
untuk pikiran dan jiwa agar berfungsi bersama secara harmonis (Shindu,
2013). Yoga merupakan salah satu terapi yang memiliki dasar
pengetahuan mengenai seni pernapasan, anatomi tubuh manusia,
pengetahuan tentang cara mengatur napas disertai gerakan anggota badan,
cara melatih konsentrasi dan kedamaian pikiran. Teknik ini
mengkombinasikan postur fisik, teknik napas dalam dan meditasi atau
relaksasi. Yoga bermacam-macam tergantung aliran yang ada (Synder &
Lindquist, 2010, Kinasih, 2010). Yoga mengkombinasikan postur,
pernapasan dan meditasi ataupun relaksasi, maka untuk mampu
melakukan dengan benar dengan menggunakan buku-buku panduan yang
ada, mengikuti kelas yoga, ataupun video. Latihan yoga harus
memperhatikan kemampuan dan keterbatasan individu seperti factor usia,
jenis kelamin, kondisi kesehatan, kondisi fisik dan emosional. Jenis yoga
yang direkomendasikan adalah mild yoga. Mild yoga adalah jenis yoga
yang dikhususkan untuk wanita yang sedang berada pada tahap
kehamilan., menstruasi,lansia, dan manepouse yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan kondisi mental dan fisil yang sehat (Synder &
Linquist, 2010).
5. Bekam

10
Bekam dikenal dari masa kuno, cina dan timur tengah sebagai salah
satu teknik pengobatan tertua didunia. Pengertian bekam adalah
melakukan suction pada bagian tertentu (local) dengan menggunakan cups
pada area yang telah dipilih pada tubuh. Setelah beberapa menit, cup akan
dipindahkan dan dilakukan penyayatan kecil dengan menggunakan
scalpel. Suction kedua menggunakan cup pada bagian tersebut akan
mengeluarkan darah dari dalam tubuh dengan kuantitas kecil yang
berfungsi untuk mengeluarkan racun dari tubuh (El Syaded, Mahmoud, &
Nabo, 2013) Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk mempercepat aliran
darah dan membantu mengeluarkan darah yang sudah tidak memiliki
manfaat bagi tubuh. Bekam juga berguna untuk mengeluarkan racun dari
sirkulasi kulit dan kompartemen interstisial (Kim et al, 2012). Pada klien
terapi bekam terdapat hubungan dari kulit dengan organ internal lainnya
seperti system peredaran limpa dan system imun. Terdapat dua tipe utama
dari bekam yaitu kering (dry cupping) yaitu dengan melakukan suction
pada kulit secara langsung dilakukan penyedotan oleh vakum pada cup.
Area pemasangan vakum diletakkan cup di atas area kongesti atau titik
akupuntur (Mantle & Tiran, 2009). Bekam basah (wet cupping) pada area
tersebut di insisi pada bagian superfisial kulit, lebih aman apabila
menggunakan lancet, sehingga darah dapat keluar pada bagian kulit yang
dilakukan penyedotan oleh vakum. Kedua tipe tersebut sangat dianjurkan
meningkatkan intake air terlebih dahulu sebelum tindakan. Bekam kering
selalu digunakan sebelum bekam basah.
6. Terapi Benson
Terapi ini dikenal dengan respons relaksasi, yaitu kondisi fisiologis
dan psikologis yang melawan stress (Dusek & Benson, 2009). Benson dan
Proctor mendefinisikan teknik relaksasi benson adalah upaya
pengembangan metode relaksasi pernapasan dengan melibatkan keyakinan

11
klien mengenai kondisi kesehatannya sehingga dapat membantu
menciptakan lingkungan internal dan membantu klien mencapai kondisi
kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi (Purwanto, 2006). Respons
relaksasi adalah salah satu teknik meditasi sederhana untuk mengatasi
tekanan dan meraih ketenangan hidup. Teknik relaksasi benson
merupakan teknik latihan napas yang bertujuan untuk mengurangi stress.
Teknik relaksasi Benson menggabungkan antara meditasi dengan relaksasi
napas dalam. Tujuan kombinasi tersebut adalah untuk meningkatkan
vertilisasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,
meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik maupun emosional
serta membantu keluhan sulit tidur. Hal yang perlu di perhatikan selama
intervensi kondisi lingkungan yang terang agar tercapai efek optimal,
kemampuan fisik, memungkinkan tindakan. Evaluasi tindakan paska
latihan adalah tercapainya tujuan, klien mampu mengikuti tindakan sesuai
arahan pemandu.
7. Hipnoterapi
Teknik terapi ini digunakan untuk membantu orang lain dalam
menciptakan kemungkinan hidupnya lebih berarti melalui cara
mengekspresikan diri dalam berbagai hal (Stanley, 2014). Hypnosis secara
tradisional dianggap sebagai kesadaran yang berubah, mirip dengan
keadaan yang dialami saat mendengarkan music, menonton tv, melamun
atau berkonsentrasi pada tugas (Mantle & Tiran, 2009). Kamus besar
bahasa Indonesia hypnosis adalah keadaan seperti tidur karena sugesti,
pada saraf permulaan orang tersebut berada dibawah pengaruh orang yang
mensugestinya, tetapi pada saraf berikutnya menjadi tidak sadar sama
sekali. Keadaan hipnosisi dikaitkan dengan adanya peningkatan sugesti,
memfasilitasi interaksi antara terapis dan subjek yang memungkinkan
praktisi membuat sugesti untuk memfasilitasi seseorang agar mengubah

12
cara berfikir, perasaan atau raksi terhadap peristiwa atau situasi tertentu
(Mantle & Tiran, 2009). Contohnya klien lansia yang diberi sugesti tidur
sehat dapat membantu meningkatkan kualitas tidurnya (Haryanto, 2016).
8. Food Combining
Food Combining adalah pola makan yang diselaraskan dengan
mekanisme alamiah tubuh manusia. Artinya cara ini menggunakan pola
makan yang benar sesuai dengan siklus pencernaan sehingga mengatur
waktu makan dan kombinasi makanan yang serasi (Gunawan, 1999).
Tujuan dilaksanakannya food combining adalah untuk mempermudah
pekerjaan system pencernaan sehingga pemakaian energy tubuh lebih
efisien dan tubuh menjadi sehat serta membentuk berat badan dan tinggi
badan yang ideal. Prinsip food combining sebenarnya tidak berbeda
dengan pola makan gizi seimbang, hanya saja menyesuaikan dengan
siklus pencernaan tubuh manusia.

C. Fokus dalam Terapi Komplementer


Menurut Dian Novita Sari, (2020) terdapat fokus yang perlu diperhatikan
dalam terapi komplementar adalah sebagai berikut :
1. Terapi komplementer berfokus untuk mendukung serta penunjang proses
pengobatan medis agar lebih cepat dalam proses penyembuhan penyakit.
2. Perawat penting mengenal terapi komplementer,
Hal tersebut karena masyarakat termasuk di Indonesia masih banyak
yang menggunakan terapi tradisional. Menurut Dian Novita Sari, (2020)
selama praktik keperawatan di masyarakat lebih banyak melakukan tindakan
awal dengan cara tradisional sebelum pergi ke pelayanan kesehatan, sehingga
perlu pengetahuan yang cukup untuk membantu masyarakat dalam memberi
informasi berbagai jenis pilih tindakan. Klien dapat memilih tindakan yang
tepat sesuai dengan masalah yang dialaminya.

13
3. Perawat yang menguasai terapi komplementer juga dapat memberikan
tindakan sesuai kebutuhan klien.
Hal ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan terapi komplementer
dan alternative yaitu memberi perlindungan kepada klien, mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta memberi kepastian hukum
kepada masyarakat dan tenaga pengobatannya (Permenkes RI No. 1109,
2007). Kondisi saat ini sudah banyak perawat yang mengenal dan kompeten
melakukan terapi komplementer di Indonesia.
4. Perawat yang melakukan tindakan terapi komplementer perlu diintergrasikan
ke dalam Asuhan keperawatan klien sebagai pelengkap tindakan keperawatan
kepada klien. Hal ini didasari oleh Undang-undang Keperawatan No. 38
tahun 2014 pasal 30 yang menjelaskan tentang tugas dan wewenang perawat
dalam penatalaksanaan tindakan komplementer dan alternatif.
5. Perawat juga harus mengaplikasikan prinsip keperawatan selama
melaksanakan terapi komplementer.
Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan
terapi komplementer dan alternatif adalah holistik, komprehensif, dan
kontinum. Prinsip holistik pada terapi komplementer sesuai dengan
pendekatan perawat yang mengacu pada kebutuhan biologis, psikologis,
sosial, kultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter, Perry, Stockert &
Hall, 2013). Artinya perawat dalam melaksanakan terapi komplementer perlu
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosial kultular dan
spiritual klien. Perawat dapat menggunakan prinsip ini karena mengakui
adanya kemampuan alami dalam pemulihan tubuh dengan menggabungkan
berbagai intervensi sebagai komplementer termasuk memberikan terapi
musik, life review, relaksasi, healing touch, dan guided imaginery (imajinasi
tertuntun) karena terapi tersebut menyesuaikan kondisi dan kemampuan
klien, non invasif yang ekonomis, dan non farmakologi (Potter, Perry,

14
Stockert & Hall). Pandangan yang memenuhi semua aspek ini dapat
diterapkan dalam berbagai level pencegahan.
6. Terapi komplementer dapat dilaksanakan di semua level pencegahan
Level pencegahan terdiri dari primer, sekunder dan tersier (Edelman &
Mandle, 2010). Terapi komplementer dapat dilaksanakan di semua level
pencegahan tersebut misalnya seseorang yang ingin lebih sehat dengan
komsumsi suplemen nutrisi, pencegahan sekunder misalnya menggunakan
herbal untuk menyembuhkan penyakitnya dan contoh tersier menggunakan
masase untuk membantu anggota gerak yang lumpuh untuk meningkatkan
fungsi dan mempertahankan tubuhnya. Terapi komplementer mengajarkan
individu untuk mengubah perilaku seseorang untuk memperbaiki respon fisik
terhadap stress dan peningkatan tanda masalah fisik seperti kekakuan otot,
ketidaknyamanan pada perut, nyeri atau gangguan tidur (Potter, Perry,
Stockert & Hall, 2013). Penerapan terapi komplementer dalam semua level
ini sesuai dengan prinsip komprehensif dalam keperawatan (Potter, Perry,
Stockert & Hall). Terapi komplementer untuk semua level pencegahan
tersebut juga memperhatikan sistem klien. Klien sebagai individu yang
memiliki sistem yang saling terkait di dalam tubuh dan lingkungannya.
Gangguan yang ada pada diri seseorang akan mempengaruhi sistem klien
sebagai individu, keluarga ataupun anggota masyarakat (Stanhope &
Lancaster, 2014). Misalnya klien dengan gangguan psikososial akan
berdampak pada diri dan keluarganya. Menurut Stozier & Carpenter (2008),
terapi komplementer melakukan pendekatan psikoterapi yang dianggap
sebagai bagian dari sistem yang melengkapi untuk proses penyembuhan
selain pengobatan konvensional.
Terapi komplementer juga dapat digunakan dalam membantu kllien
untuk memenuhi kebutuhan psikososial tersebut. Sebagai contoh terapi
relaksasi yang dipadukan dengan hipnotis dapat membantu kondisi rileks
pada klien, keluarga ataupun kelompok dengan masalah psikososial tersebut.

15
Artinya terapi komplementer dapat digunakan diberbagai level pencegahan
dengan memperhatikan sistem yang ada pada klien. Intervensi keperawatan
melalui pencegahan di berbagai level ini dapat dilakukan dalam keadaan
sehat dan sakit, diberikan disemua tingkat pelayanan kesehatan. Prinsip
kontinum dilakukan pada klien dalam keadaan sehat dan sakit hingga sehat
kembali yang dirawat di rumah ataupun di rumah sakit hingga kembali ke
rumah (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013).
Terapi komplementer ini dapat diterapkan pada klien dalam keadaan
sahat dan sakit yang ada dirawat di rumah ataupun di pelayanan kesehatan
secara mandiri ataupun kolaborasi, artinya memenuhi prinsip kontinum.
Pelayanan kesehatan yang diberikan hendaknya dilakukan secara intergrasi
untuk mendapatkan hasil terbaik untuk klien.
Pelayanan kesehatan terintegrasi menekankan petingnya hubungan
antara terapis atau praktisi dengan klien, fokus pada individu secara
menyeluruh, menginformasikan berdasarkan bukti, dan menggunakan
pendekatan terepeutik yang tepat, pelayanan kesehatan professional dan lintas
disiplin sehingga mencapai kesehatan yang optimal (Kreitzer et al, 2009
dalam Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Pemberian terapi yang
berkelanjutan baik di rumah ataupun di pelayanan kesehatan secara
konvensional maupun komplementer diharapkan dapat memberikan
intervensi terbaik untuk kebutuhan klien (Stanhope & Lancaster, 2014).
Artinya terapi komplementer dapat diberikan diberbagai level layanan sesuai
dengan kebutuhan dan ketersediaannya, hal ini menunjukkan bahwa terapi
komplementer apabila di berikan pada seseorang telah sesuai dengan prinsip
dan konsep keperawatan.

D. Peran Perawat dalam Terapi Komplementer


Perawat dalam memberikan terapi komplementer dalam asuhan keperawatan
dilakukan sesuai langkah proses keperawatan. Hal ini sesuai undang-undang

16
yang berlaku di Indonesia tentag tugas dan wewenang perawat dalam
penatalaksanaan tindakan komplementer, dan alternative. Proses keperawatan
penting digunakan bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, mengatasi
masalah aktual atau potensial dalam status kesehatan (Berman et al, 2013).
Proses keperawatan berfokus pada lim alangkah utama, pengakjian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Potter, Perry, stockert & Hall, 2013).
Proses ini membantu perawat untuk memahami klien, dengan
memperlakukannya secara holistik. Saat melakukan tindakan terapi
komplementer yang perlu diindentifikais tidak hanya kesehatan emosional dan
mental serta fisik klien, tetapi juga latar belakang klien seperti, nilai-nilai,
keyakinan, etnis, agama, dan budaya; serta mengidentifikasi berbagai factor ini
penting untuk ksehatan klien.
Perawat menggunakan proses keperawatan dengan mempertimbangkan klien
menjadi mampu mengenali kesehatannya sendiri dan meghormati pengalaman
subjektifnya yang relavan dalam mmlihara kesehatan atau pendamping dalam
pemulihan. Dalam metode kesehatan holistic klien dilibatkan dalam dalam proses
pemulihan dan juga pemeliharaan kesehatan (Edelman dan Mandle, 2010).
Artinya seorang perawat melakukan intervensi komplementer harus
menggunakan pendekatan proses keperawatan, jika tidak demikian maka praktik
yang dilakukan indentik dengan pengobat tradisional (batra).
Sejalan dengan perkembagan internasional keperawatan berdasarkan Nursing
Internasional Clasification (NIC), terapi komplementer merupakan tindakan yang
membutuhkan keahlian khusus dikelompokkan dalam level edukusi perawatan
lanjut (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Cherryl, 2013), sehingga perawat
yang memberikan terapi komplementer membutuhkan pendidikan khusus atau
lanjutan. Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi
komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti,
pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat :

17
1. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan
diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil
keputusan.
2. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan
lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan.
3. Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai
penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.
4. Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam
praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer
(Snyder & Lindquis, 2002).
5. Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator
dalam terapi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat
mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit
manajer terkait.
6. Peran perawat sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi
permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan
termasuk perawatan alternatif (Smith et al.,2004)
7. Perawat adalah sebagai pelaku dari terapi komplementer selain dokter dan
praktisi terapi.
8. Perawat dapat melakukan intervensi mandiri kepada pasien dalam fungsinya
secara holistik dengan memberikan advocate dalam hal keamanan,
kenyamanan dan secara ekonomi kepada pasien.

E. Kegiatan Terapi Komplementer dalam Komunitas


1. Terapi Komplementer Untuk Penatalaksanaan Kecemasan Atau Depresi Pada
Lansia Yang Tinggal Di Komunitas karya Arjuna & Rekawati, (2020)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terapi komplementer yang
dapat diterapkan pada penatalaksanaan kecemasan dan depresi pada orang tua

18
di komunitas. Metode dalam pencarian artikel melalui database dalam bahasa
inggris : EBSCO host, Scopus, Pro Quest, Wiley Online Library, Sage
Publications, Science direct, dan Springer Link pada 10 tahun terakhir. Hasil
pencarian didapat 282 artikel dan 6 artikel yang teridentifikasi yang
memenuhi kriteria inklusi. Analis systematic review menggunakan diagram
PRISMA. Ada enam terapi komplementer yang digunakan yaitu aromaterapi,
reiki, terapi tawa, akupresur, agama, aromaterapi, musik, dan reiki. Simpulan,
Semua terapi komplementer ini efektif dalam pengelolaan kecemasan atau
depresi. terapi komplementer yang disarankan dalam penatalaksanaan
kecemasan yaitu aromaterapi sedangkan depresi yaitu terapi agama.

2. Analisis Terapi Komplementer Yoga Terhadap Penyalahgunaan Napza Pada


Remaja (Indirawaty, 2020)
Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu. Dalam
penelitian ini, One group pretest posttest design. Subjek dalam penelitian ini
adalah 40 orang dengan kiteria. Hasil penelitian didasarkan pada hasil uji t
berpasangan yang diperoleh bahwa nilai hasil uji statistik diperoleh nilai p
(0,000) <0,05 yang berarti ada perbedaan skor sikap antara sebelum dan
sesudah intervensi. Jadi dapat disimpulkan bahwa terapi yoga komplementer
dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap penyalahgunaan
narkoba.

3. PKM Pada Kelompok Masyarakat Kelurahan Lahendong Kecamatan


Tomohon Selatan Kota Tomohon Tentang Pemanfaatan Obat Tradisional
Sebagai Terapi Komplementer Pada Penyakit Degeneratif (Widya Astuty
Lolo, Adithya Yudistira, 2020).
Obat tradisional merupakan obat-obatan yang diolah secara
tradisional, dan digunakan secara turun-temurun berdasarkan adat-istiadat,
kepercayaan dan kebiasaan masyarakat setempat. Mitra pada kegiatan ini

19
yaitu kelompok masyarakat Kelurahan Lahendong Kecamatan Tomohon
Selatan Kota Tomohon Provinsi Sulawesi Utara. Prevalensi penyakit
degeneratif pada mitra yang cukup tinggi antara lain penyakit jantung,
diabetes mellitus, dislipidemia dan hipertensi.  Mayoritas masyarakat yang
menjalani terapi formal dengan obat kimia juga menggunakan terapi obat
tradisional secara berdampingan. Masyarakat belum memahami dengan benar
tentang pentingnya pengaturan penggunaan obat yang benar bila
menggabungkan keduanya.  Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
pengetahuan yang memadai bagi mitra terkait pemanfaatan obat tradisional
sebagai terapi komplementer pada penyakit degeneratif.  Metode pelaksanaan
yang diterapkan selama kegiatan, antara lain ceramah yang berisi materi
tentang penyakit degeneratif dan pengobatannya, serta pilihan terapi obat
tradisional sebagai terapi komplementer yang dapat diintegrasikan dalam
terapi yang dijalani.  Selain itu dilakukan diskusi bersama dengan peserta
yang merupakan pihak yang sedang menjalani kedua terapi untuk mengkaji
masalah secara mendalam yang disertai dengan pembagian brosur terkait
materi penyuluhan, serta memberikan pelatihan tentang pengolahan obat
tradisional yang baik. Adapun jenis-jenis tanaman obat yang dijelaskan
merupakan tanaman obat yang familiar bagi masyarakat setempat, yaitu
kunyit, jambu biji, belimbing manis, daun salam, tapak dara, belimbing
wuluh, sirsak, seledri, ketimun, kumis kucing, mengkudu, bawang putih,
alpukat, kubis, kacang tanah, labu siam, dan sambiloto.  Berdasarkan
kegiatan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan obat tradisional
sebagai terapi komplementer pada penyakit degeneratif.

4. Pengaruh Terapi Komplementer “Meditasi” terhadap Penurunan Intensitas


Nyeri Premenstrual Syndrom pada Remaja Putri Usia 16-18 Tahun di
Kelompok Remaja Desa Jatinom Blitar (Levi Tina Sari, 2020)

20
Design penelitian yang digunakan adalah pre eksperimen dengan
pendekatan pre-post design, sampel penelitian berjumlah 20 reponden,
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini termasuk analisis univariat
menggunakan frekuensi distribusi dan analisis bivariat menggunakan
pasangan uji-t sampel. Hasil penelitian menunjukan terdapat kenaikan mean
antara sebelum dan sesudah sebesar 5 poin, dan ρvalue=0.0001 < α 0.05
maka terdapat pengaruh terapi komplementer “meditasi” terhadap penurunan
intensitas nyeri pre menstrual sindrom. Pada dasarnya pemberian terapi
meditasi ini dapat memberikan kondisi yang rileks dimana pada kondisi
rileks semua system tubuh akan bekerja dengan baik dan pada kondisi ini
hipotalamus akan meyesuaikan dan terjadinya penurunan aktifitas sistem
saraf simpatis dan menigkatkan aktifitas sistem parasimpatis. Terapi meditasi
dilakukan bisa setiap hari di jam senggang dan tidak mempunyai efek
samping.

5. Pengaruh Akupresur Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di Balai Perlindungan


Sosial Tresna Werdha Ciparay (Yudi Abdul Majid, 2020)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh akupresur
terhadap kualitas tidur lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha
Ciparay. Rancangan penelitian adalah quasi experimen dengan pendekatan
pre and post test control group. Pemilihan sampel dengan teknik concecutive
sampling yang terdiri dari 36 responden, yang terbagi menjadi 18 responden
kelompok perlakuan dan 18 responden kontrol. Kelompok perlakuan
mendapat 6 kali intervensi akupresur (pada titik zhao hai, san yin jiao, shen
men, da ling, nei guan, yintang) dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu
selama 2 minggu. Sebelum dan sesudah intervensi, kualitas tidur responden
diukur dengan Pitsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analisis data
menggunakan Uji t Dependen, Wilcoxon, Uji t Independen dan Uji Mann
Whitney. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang

21
bermakna kualitas tidur responden sebelum dan sesudah akupresur pada
kelompok perlakuan (p<0,05) dan terdapat perbedaan yang bermakna
kualitas tidur setelah akupresur antara kelompok perlakuan dan kontrol
(p<0,05). Perbedaan tersebut terlihat dari peningkatan respon kepuasan tidur
secara subyektif (subjective sleep quality), pengurangan waktu yang
diperlukan untuk memulai tidur (sleep latency), peningkatan lamanya waktu
tidur (sleep duration), peningkatan efisiensi tidur (habitual sleep efficiency),
berkurangnya gangguan tidur pada malam hari (sleep disturbance), serta
berkurangnya gangguan tidur pada siang hari (daytime disfunction). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh akupresur terhadap kualitas
tidur lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

22
DAFTAR PUSTAKA

Arjuna, & Rekawati, E. (2020). Terapi Komplementer Untuk Penatalaksanaan


Kecemasan Atau Depresi Pada Lansia Yang Tinggal Di Komunitas. Jurnal
Keperawatan Silampari, 4(1). Retrieved from
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/view/1430
Dian Novita Sari, dkk. (2020). Terapi Komplementer Dalam Keperawatan
Komunitas (Fokus, Peran Perawat Dan Tehnik). Makasar.
Indirawaty, dkk. (2020). Analisis Terapi Komplementer Yoga Terhadap
Penyalahgunaan Napza Pada Remaja. Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 6(3).
Retrieved from
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/Aksara/article/view/303/293
Levi Tina Sari, E. S. (2020). Pengaruh Terapi Komplementer “Meditasi” terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Premenstrual Syndrom pada Remaja Putri Usia 16-
18 Tahun di Kelompok Remaja Desa Jatinom Blitar. Jurnal Ners Dan

23
Kebidanan, 7(2). Retrieved from
https://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk/article/view/309
Martina Pakpahan, Adventina Delima Hutapea, D. (2020). Keperawatan Komunitas.
(A. Karim, Ed.). Yogyakarta: Yayasan Kita Menulis. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?
id=VUUQEAAAQBAJ&dq=terapi+komplementer+pada+keperawatan+komunit
as&lr=&hl=id&source=gbs_navlinks_s
Widya Astuty Lolo, Adithya Yudistira, O. S. D. (2020). PKM Pada Kelompok
Masyarakat Kelurahan Lahendong Kecamatan Tomohon Selatan Kota Tomohon
Tentang Pemanfaatan Obat Tradisional Sebagai Terapi Komplementer Pada
Penyakit Degeneratif. Jurnal Pengabdian Multidisiplin, 2(3). Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/vivabio/article/view/31104/0
Widyatuti. (2008). Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 12(1), 53–57. Retrieved from
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/200/311

Yudi Abdul Majid. (2020). Pengaruh Akupresur Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di
Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay. Universitas Padjadjaran.
Retrieved from
https://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/year/2020/docId/36116
Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis, J.A., & Johnson, P.H. (1999).
Nurse’s handbook of alternative and complementary therapies. Pennsylvania:
Springhouse.
Buckle, S. (2003). Aromatherapy. http// .www.naturalhealthweb.com/articles,
diperoleh 28 Maret 2021.
Fontaine, K.L. (2005). Complementary & alternative therapies for nursing practice.
2th ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hitchcock, J.E, Schubert, P.E., Thomas, S.A. (1999). Community health nursing:
Caring in action. USA: Delmar Publisher.

24
Key, G. (2008). Aromatherapy beauty tips. http// .www.naturalhealthweb.
com/articles/ georgekey3.html, diperoleh 28 Maret 2021.
Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical nursing skills: Basic to
advanced skills. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative therapies in nursing.
4th ed. New York: Springer.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community & public health nursing. 6th ed. St.
Louis: Mosby Inc.

25

Anda mungkin juga menyukai