Anda di halaman 1dari 35

TERAPI KOMPLEMENTER

PADA PASIEN HIV

Penyusun :
Triana Listyorini 20181660115
Ummatul 20181660002
Louis Tegar

FIK JURUSAN S1 KEPERAWATAN PROGSUS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi
tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi
ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan
pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001).
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan
holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi
individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk
mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et
al., 2004).
Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternative sebagai
sebuah domain lias dalam sumber daya pengobatan yang meliputi system
kesehatan, modalitas, praktik dan di tandai dengan teori dan keyakinan,
dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di
masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative
medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997 dalam Snyder &
Lindquis, 2002). Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya
seluruh praktik dan ide yang didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan
atau pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam
mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang
dalam praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-
lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan Florence Nightingale yang
telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk
penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses
penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan kesempatan
perawat dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder & Lindquis, 2002).
Perkembangan terapi komplementer akhir akhir ini menjadi sorotan
banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian
penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya
(Snyder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang
adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi
praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi
peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33%
pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder
& Lindquis, 2002).
Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan.
Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu
adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi
komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan
keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan
sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping
dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi
komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Terapi komplementer yang ada
menjadi salah satu pilihan pengobatan masyarakat. Di berbagai tempat
pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer
atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat.
Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi alternatif
(Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan
yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan
berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat
untuk berperan memberikan terapi komplementer.
Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau
alternatif dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan
batas kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan perawat yang
memerhatikan hal ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu American Holistic
Nursing Association (AHNA), Nurse Healer Profesional Associates (NHPA)
(Hitchcock et al., 1999). Ada pula National Center for
Complementary/Alternative Medicine (NCCAM) yang berdiri tahun 1998
(Snyder & Lindquis, 2002).
Kebutuhan masyarakat yang meningkat dan berkembangnya penelitian
terhadap terapi komplementer menjadi peluang perawat untuk berpartisipasi
sesuai kebutuhan masyarakat. Perawat dapat berperan sebagai konsultan
untuk klien dalam memilih alternatif yang sesuai ataupun membantu
memberikan terapi langsung. Namun, hal ini perlu dikembangkan lebih lanjut
melalui penelitian (evidence-based practice) agar dapat dimanfaatkan sebagai
terapi keperawatan yang lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi terapi komplementer itu ?
2. Apakah manfaat dari terapi komplementer itu ?
3. Apakah jenis jenis dari terapi komplementer itu ?
4. Bagaimanakah pengaruh terapi komplementer terhadap pasien dengan
HIV ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang Terapi komplementer sera Asuhan keperawatan
pada pasien Terminal Illness ( Palliative Care ) HIV AIDS

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahi tentang terapi komplementer
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pasien terminal illness (
paliative care )
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pasien terminal
illness ( palliative care )
d. Mahasiswa mampu menetapkan tujuan dan criteria hasil pasien
terminal illness ( palliative care )
e. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pasien terminal
illness ( palliative care )
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan terminal illness
( palliative care )
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut Kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI ), Terapi adalah


usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang akit, pengobatan
penyekit, perawatan pemulihan penyakit. Komplementer adalah bersifat
melengkapi, bersifat menyempurnakan. Menurut WHO ( World Health
Organization ), Pengobatan komplementer adalah pengobatan non
konvensioanl yang bukan berasal dari Negara yang bersangkutan, sehingga
semisal di Indonesia, Jamu bukan termasuk pengobatan komplementer
tetapi merupakan pengobatab tradisional. Pengobatan tradisional yang di
maksud adalah pengobatan yang sudah dari jaman dahulu digunakan dan
diturunkan secara turun temurun pada suatu Negara. Tetapi di philipina
misalnya, jamu di Indonesia bisa di kategorikan termasuk dalam
pengobatan komplementer.
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau
sebagai pengobatan pilihan lain di luar pengobatan medis yang
konvensional. Sedangkan menurut peraturan menteri kesehatan, definisi
dari pengobatan komplementer tradisioanl alternative adalah pengobatan
non konvensional yang meliputi upaya promotiv, preventive, kuratif dan
rehabilitative yang di peroleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi berlandaskan ilmu
pengetahuan biomedik tapi belum di terima dalam kedokteran
konvensional.

2.2. Tujuan Terapi Komplementer


Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari
sistem – sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh
agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena
tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan
dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan
respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap serta perawatan yang
tepat.

2.2 Jenis Jenis Terapi Komplementer

1. Sistem medis Alternatif

a. Akupuntur
Suatu metode tradisional Cina yang menghasilkan analgesia atau
perubahan fungsi system tubuh dengan cara memasukan jarum tipis
sepanjang rangkaian garis atau jalur yang disebut meredian. Manipulasi
jarum langsung pada meridian energi akan mempengaruhi organ
internal dalam dengan pengalihan qi.
b. Ayurveda
System pengobatan tradisional Hindu yang memkombinasikan obat
herbal, obat pencahar dan minyak gosok.
c. Pengobatan Homeopatic
System mengobatan medis yang didasari pada teori bahwa penyakit
tertentu dapat diobati dengan memberikan dosis kecil substansi yang
ada pada individu sehat akan menghasilkan gejala seperti penyakit.
d. Pengobatan Naturopatik
System pengobatan didasari pada makanan alami, cahaya, kehangatan,
pijatan air segar, olah raga teratur dan menghindari pengobatan,
mengenali kemampuan mnyembuhkan tubuh alami.
e. Pengobatan Tradisional Cina
Kumpulan tehnik dan metode sistematik termasuk akupuntur,
pengobatan herbal, pijatan, akupreser, moxibustion (menggunakan
panas dari herbal yang dibakar), qigong (menyeimbangkan aliran energi
melalui gerakan tubuh).

2. Terapi Biologis
Menggunakan substansi alam seperti herbal, makana dan vitamin
a. Zona
Program diet yang memerlukan makanan berprotein, karbohidrat dan
lemak dengan perbandingan 30 : 40 : 30
digunakan untuk menyeimbangkan insulin dan hormone lain untuk
kesehatan optimal
b. Diet Mikrobiotik
Diutamakan diet vegetarian
c. Pengobatan Ortomolekuler
Meningkatkan nutrisi seperti vitamin c dan betakaroten

3. Memanipulasi dan Metode Didasari Tubuh


Didasari pada manipulasi dari pergerakan dari satu atau lebih dari bagian
tubuh

a. Akupresur
Tehnik terapetik mempergunakan tekanan digital dalam cara tertentu
pada titik yang dibuat pada tubuh untuk mengurangi rasa nyeri
menghasilkan analgesic atau mengatur fungsi tubuh.
b. Pengobatan Kiropratik
System terapi yang melibatkan manipulasi kolumna spinalis dan
memasukan fisiotherapy dan terapi cliet.
c. Metode Feldenkrais
Terapi alternatif yang didasarkan pada citra tubuh yang baik melalui
perbaikan pergerakan tubuh.
d. Tai chi
Terapi alternatif yang menghubungkan pernafasan, pergerakan dan
meditasi untuk membersihkan, memperkuat dan sirkulasi energi dan
darah kehidupan yang penting.
e. Terapi Pijat
Manipulasi jaringan ikat melalui pukulan, gosokan atau meremas
untuk meningkatkan sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan relaxsi.
f. Sentuhan Ringan
Sentuhan pada klien dengan cara yang tepat dan halus untuk membuat
hubungan menunjukkan penerimaan dan memberikan penghargaan.

4. Intervensi tubuh dan pikiran

Menggunakan berbagai tehnik yang di buat untuk meningkatkan kapasitas


pikiran untuk mempengaruhi tubuh.

a. Terapi Seni
Menggunakan seni untuk mendamaikan konflik emosional,
meningkatkan kewaspadaan diri dan mengungkapkan masalah yang
tidak di katakan dan didasari klien penyakit mereka.
b. Umpan balik biologi
Suatu proses yang memberikan individu dengan informasi visual dan
suara tentang fungsi fisiologis otonomi tubuh.

5. Intervensi tubuh-pikiran
Menggunakan berbagai tehnik yng dibuat untuk meningkatkan kapasitas
pikiran guna mempengaruhi fungsi dan gejala tubuh.
a. Terapi Dansa
Sarana memperdalam dan memperkuat terapi karena merupakan
ekspresi langsung dari pikiran dan tubuh.
b. Terapi Pernafasan
Menggunakan segala jenis pola pernafasan untuk merelaxasi,
memperkuat atau membuka jalur emosional.
c. Imajinasi Terbimbing
Tehnik terapiutik untuk mengobati kondisi patologis dengan
berkonsentrasi pada imajinasi atau serangkaian gambar.
d. Meditasi
Praktik yang ditujukan pada diri untuk merelaxasi tubuh dan
menenangkan pikiran menggunakan ritme pernafasan yang berfokus.
e. Terapi Musik
Menggunakan music untuk menunjukkan kebutuhan fisik, psikologis,
kogniti dan sosial individu yang menderita cacat dan peny.
f. Usaha Pemulihan (doa)
Berbagai tehnik yang menggunakan dalam banyak budaya yang
menggabungkan pelayanan, kesabaran, cinta atau empati dengan target
doa.
g. Psikoterapi
Pengobatan kelainan mental dan emosional dengan tehnik psikologi
h. Yoga
Tehnik yang befokus pada susunan otot, postur, mekanisme pernafasan
dan kesadaran tubuh.

6. Terapi Energi

Melibatkan penggunaan medan energy.

a. Terapi Reiki
Terapi yang berasal dari praktik budha kuno di mana praktisi
menempatkan tangannya pada atau diatas bagian tubuh dan
memindahkan keharmonisan dan keseimbangan untuk mengobati
gangguan kesehatan.
b. Sentuhan terapiutik
Pengobatan melibatkan pedoman keseimbangan energi atau praktisi
dalam suatu cara yang disengaja tidak semua pasien.

Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang telah


ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat di integrasikan ke dalam
pelayanan konvensional, yaitu :
1. Akupuntur Medik
Dilakukan oleh dokter umum berdasarkan kompetensinya. Metode yang
berasal dari cina ini diperkirakan sangat bermanfaat dalam mengatasi
berbagai kondisi kesehatan tertentu dan juga sebagai analgesia ( pereda
nyeri ). Cara kerjanya adalah dengan mengaktivasi berbagai molekul
signal yang berperan pada system tubuh.
2. Terapi Hiperbarik
Suatu metode terapi dimana pasien di masukkan ke dalam sebuah ruangan
yang memiliki tekanan udara 2-3 kali lebih besar daripada tekanan udara
atmosfer normal ( 1 atmosfer ), lalu diberi pernafasan oksigen murni (
100 % ). Selama terapi, pasien boleh membaca, makan ataupun minum
untuk menghindari trauma pada telinga akibat tingginya tekanan udara.
3. Terapi Herbal Medik
Terapi dengan menggunakan obat bahan alam, baik berupa herbal
terstandart dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun berupa
fitofarmaka. Herbal terstandart yaitu herbal yang telah melalui uji
preklinik pada cell line atau hewan coba , baik terhadap keamanan
maupun efektivitasnya. Terapi dengan menggunakan herbal ini akan di
atur lebih lanjut oleh departemen kesehatan RI. Adapun persyaratan yang
harus dipenuhi yaitu :
 Sumber daya manusia harus tenaga dokter yang sudah memiliki
kompetensi
 Bahan yang digunakan harus yang sudah terstandart dan dalam
bentuk sediaan farmasi
 Rumah sakit yang dapat melakukan pelayanan penelitian harus
mendapat ijin dari Departemen kesehatan republic Indonesia dan
akan dilakukan pemantauan terus menerus.

Dari 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang ada, daya efektivitasnya


untuk mengatasi berbagai gangguan penyakit tidak bisa di bandingkan satu
dengan lainnya karena masing masing mempunyai teknik serta fungsinya
sendiri sendiri. Terapi hiperbarik misalnya , umumnya digunakan untuk
pasien pasien dengan ganggren supaya tidak perlu dilakukan pengamputasian
bagian tubuh. Terapi herbal, berfungsi memperbaiki keadaan umum,
meningkatkan system imun tubuh, mengatasi konstipasi atau diare,
meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan atau mengurangi efek
samping yang timbul akibat pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan
muntah, fatique ( kelelahan) dan neuropati.

2.4 Dasar Hukum


1. Peraturan Menteri kesehatan RI nomor 1109 tahun 2007 tentang
penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif pelayanan
kesehatan.
2. Permenkes RI no 1186 / Menkes / per / XI / 1996 tentang pemanfaatan
akupuntur di sarana pelayanan kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI no 1076 / Menkes / SK / VII / 2003
tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI no 121 tahun 2008 tentang standar
pelayanan Medik Herbal.

2.5 Penerapan Dalam Praktek Keperawatan


Keperawatan holistic menghormati serta mengobati jiwa, tubuh dan
pikiran klien, perawatan menggunakan Intervensi Keperawatan holistic
seperti terapi relaxasi, terapi music, sentuhan ringan dan usaha pemulihan
(doa). Intervensi seperti ini mempengaruhi Individu secara keseluruhan (jiwa,
tubuh, pikiran) dan merupakan pelengkap yang bersifat efektif ekonomis,
non, invasive serta non farmakologis untuk pelayanan medis terapi tersebut di
susun dalam 2 tipe:
1. Terapi yang dapat diakses keperawatan.
Di mana seorang perawat dapat mulai mempelajari dan
mempergunakanya dalam pelayanan klien.
2. Terapi latihan spesifik
Di mana seorang perawat tidak dapat melakukan tanpa pelatihan
tambahan dan atau sertifikat.

2.6 Metode Terapi Komplementer


2.6.1 Hipnoterapi
Hypnotherapy adalah suatu metode dimana pasien dibimbing untuk
melakukan relaksasi, dimana setelah kondisi relaksasi dalam ini tercapai
maka secara alamiah gerbang pikiran bawah sadar sesesorang akan terbuka
lebar, sehingga yang bersangkutan cenderung lebih mudah untuk menerima
sugesti penyembuhan yang diberikan. Hipnoterapi dapat juga dikatakan
sebagai suatu teknik terapi pikiran menggunakan hipnotis. Hipnotis bisa
diartikan sebagai ilmu untuk memberi sugesti atau perintah kepada pikiran
bawah sadar. Orang yang ahli dalam menggunakan hipnotis untuk terapi
disebut “hypnotherapist”. Hipnoterapi menggunakan sugesti atau pengaruh
kata - kata yang disampaikan dengan teknik - teknik tertentu. Satu - satunya
kekuatan dalam hipnoterapi adalah komunikasi.Setiap perawat sudah cukup
akrab dengan namanya komunikasi karena pekerjaannya adalah langsung
berinteraksi dengan orang banyak, termasuk klien dan keluarga. Oleh karena
itu tak akan banyak waktu jika dibutuhkan latihan, sebab hampir setiap hari
kita berkomunikasi dengan orang asing. Perawat mampu menghipnotis
pasien jika dia memahami bahasa yang perawat gunakan.
2.6.2 Meditasi
Meditasi adalah Praktik relaksasi yang melibatkan pengosongan pikiran dari
semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup
sehari-hari.
Dengan kata lain, meditasi melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik
dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional berhubungan
langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu.
Mekanisme Meditasi : Ada banyak cara untuk bermeditasi, termasuk
meditasi sebagai gerakan atau tarian dan meditasi atas bunyi, music, dan
imajeri visual.
Untuk melakukan meditasi, Anda harus dapat menurunkan frekuensi
gelombang otak terlebih dulu dengan cara relaksasi. Kenali irama
gelombang yang mengalir yang sering mengacaukan peningkatan kesadaran
dalam meditasi sehingga dapat menemukan cara yang khas untuk
membuatnya menjadi selaras.
2.6.3 Yoga
Kata yoga berarti “bersatu atau bergabung”.Dalam latihan yoga, dapat
menggabungkan dan menyatukan pikiran dan tubuh kedalam satu kesatuan
yang saling melekat dan seimbang.Yoga adalah salah satu sistem perawatan
kesehatan yang menyeluruh tertua yang pernah ada, yang berfokus pada
pikiran dan tubuh (Cynthia, 2007).
Yoga bisa juga disebut sebagai sebuah alat terapi.Banyak penyakit dan
gangguan tubuh yang dapat dilepaskan melalui berbagai posisi tubuh
tertentu dan latihan pernafasan dibawah bimbingan pelatih yoga terlatih.
Dan setiap orang dapat melakukan yoga tanpa memandang usia, ukuran,
kelenturan, ataupun kesehatan (Cynthia, 2007).
Tujuan Yoga : Di masa kini yoga dipandang sebagai suatu teknik yang
bermanfaat untuk mencapai kebugaran dalam kehidupan sehari-hari dan
mencegah serta menyembuhkan berbagai macam penyakit atau gangguan
tertentu (Savitri, 2009).
Berbagai variasi yang berbeda dari yoga muncul untuk tujuan yang berbeda.
Variasi yang utama dari yoga termasuk :
1) Karma Yoga (yoga untuk tugas atau aksi)
2) Bhakti Yoga (yoga untuk penyembahan)
3) Jnyana Yoga (Yoga untuk pengetahuan)
4) Hatha Yoga (yoga untuk penampilan badan).
Manfaat Yoga :
1) Pembaruan Energi
 Energi Penuaan yang Anggun
Berbagai posisi yoga yaitu anti penuaan dan anti gravitasi. Berbagai
proses tersebut dapat mengurangi pengeriputan organ atau otot yang
ditimbulkan oleh proses penuaan dan pengaruh proses gravitasi yang
terus-menerus. Latihan yoga yang teratur dapat meningkatkan
kelenturan dan mempertahankan kelenturan dan meremajakan tulang
punggung. Berbagai posisi tersebut juga dapat mengembangkan
koordinasi dan juga keseimbangan dalam proses penuaan. Yoga
dapat memperbaiki postur tubuh dan dapat pula untuk meningkatkan
mekanisme tubuh.
 Menjadi Tetap Bugar
Yoga merupakan cara yang baik untuk membentuk postur tubuh.
Berbagai posisi yoga dapat menyehatkan berbagai organdan
membentuk otot-otot yang panjang dan langsing.Latihan menekuk
tubuh kedepan, kebelakang, dan berbagai posisi menyamping atau
berpilin dan posisi terbalik dapat menyeimbangkan dan melatih
setiap otot, tulang, sendi-sendi, dan organ-organ tubuh.
2) Perbaikan Sirkulasi
Posisi-posisi yoga akan membawa perbaikan sirkulasi darah dan kelenjar
getahbening diseluruh tubuh. Tekanan dari ruang abdomen terdapat
diafragma yang dapat melatih otot-otot diafragma dan jantung. Posisi-
posisi terbalik dapat meningkatkan kualitas tidur karena posisi tersebut
membantu proses relaksasi sistem syaraf simpatik, memampukan respon
relaksasi untuk masuk.
3) Menghilangkan penyakit Kronis dan Mengurangi Stress Berbagai
penyakit kronis pada umumnya, atritis, osteoporosis, obesitas, asma,
penyakit jantung, dapat disembuhkan dengan latihan program hatha yoga
secara teratur. Yoga dapat menanggulangi stress dengan menanfaatkan
kesadaran, pemusatan dan berbagai teknik pernapasan. Gerakan-gerakan
yang lembut, relkasasi yang mendalam dam meditasi.
2.6.4 Doa
Kata do’a berasal dari bahasa latin yaitu precarius yang berarti untuk
mendapatkan dengan mengemis dan dariprecari berarti memohon. Jadi,
doa adalah mengangkat dari hati dan jiwa ke Mahatinggi. Menurut
Nouwen, Christensen dan Laird (2006), doa adalah sikap dari membuka
hati diam – diam selaras dengan Roh Allah, mengungkapkan itu sendiri
dengan rasa syukur. Manfaat Doa :
1) Mengurangi daya stress yang ditimbulkan oleh beraneka ragam
persoalan hidup yang kita alami mereka yang suka malas berdoa akan
lebih mudah untuk mengalami stress;
2) Meningkatkan ketegaran hati mereka yang lebih tekun berdoa akan
lebih tegar menghadapi peristiwa – peristiwa yang terjadi di luar yang di
kehendakinya bahkan peristiwa pahit sekalipun;
3) Menjadikan yang tidak baik menjadi baik setiap orang yang tekun
berdoa akan memiliki kemampuan untuk merubah yang tidak baik
menjadi baik, dibandingkan mereka yang malas berdoa justru menjadikan
yang baik menjadi buruk;
4) Layak menerima keselamatan. Dengan berdoa tekun seseorang
mendapatkan kesempatan untuk semakin kuat dan bahkan karena
relasinya yang baik dengan Allah selagi di dunia ini ia juga akan
mengalami yang sama kelak di keabadian;
5) Menurunkan tingkat emosi atau kemarahan mereka yang lebih sering
berdoa akan lebih mampu mengendalikan diri dalam hal emosi dan
kemarahan mereka yang sedang mau marah dan kemudian berdoa
niscaya emosinya menjadi stabil;
6) Mengurangi bahkan menghilangkan rasa putus asa mereka yang tekun
berdoa akan memiliki kemampuan lebih untuk tidak mudah putus asa
saat berada dalam kegagalan dibanding mereka yang jarang bahkan sama
sekali malas berdoa;
7) Membuat orang menjadi lebih terbuka terhadap kelemahan dan
kekurangan sesama mereka yang tekun berdoa dengan baik memiliki
sikap yang lebih terbuka terhadap sesamanya karena ia akan terbantu
dalam doa-doanya untuk menyadari juga kelemahaan kelemahannya
sendiri
8) Meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan diri. Seseorang
yang dalam hidupnya tekun untuk berdoa akan memiliki kekuatan dan
kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih maksimal, karena
ia akan semakin memahami talenta – talenta yang Tuhan berikan dan
bagaimana seharusnya dikembangkan;
9) Meningkatkan daya tahan tubuh dari penyakit – penyakit yang
disebabkan gangguan psikis dengan ketekunan dalam berdoa, seseorang
akan memiliki daya tahan secara fisik karena mampu untuk menghadapi
dan menjalani kehidupan dengan segala peristiwanya dalam terang
Kehendak Allah, sehingga tubuh tidak menjadi mudah lemah karena
beban pikiran dan pekerjaan;
10) Meningkatkan daya cinta kasih kepada diri sendiri dan orang lain
ketekunan dalam doa membuat seseorang memiliki relasi intim dengan
Tuhan Allah. Allah sendiri adalah kasih maka mereka yang tekun berdoa
niscaya memiliki daya cinta kasih yang lebih kepada diri sendiri dan
sesamanya. Mereka yang terjerumus dalam narkoba pastilah orang yang
tidak tekun berdoa karena tidak mampu mencintai dan mengasihi diri
sendiri.

2.6.5 Penyembuhan spiritual


Terapi spiritual adalah terapi dengan pendekatan terhadap kepercayaan
yang dianut oleh klien dengan cara memberikan pencerahan. Tujuan
Terapi Spritual adalah :

 Mereduksi lamanya waktu perawatan klien gangguan psikis.


 Memperkuat mentalitas dan konsep diri klien
 Klien dengan gangguan psikis berasal dari persepsi yang salah
terkait dengan dirinya, orang lain, dan lingkungan, dengan terapi
spiritual maka klien akan dikembalikan persepsinya terkait
dengan dirinya, orang lain dan lingkungan.
 Mempunyai efek positif dalam menurunkan stress.

2.7 Pengaruh Terapi Komplementer terhadap pasien HIV

2.7.1 JURNAL : Pengaruh Terapi Spiritual emotional Freedom


Technique ( SEFT ) terhadap perubahan skor Depresi pada
HIV AIDS ( ODHA )
peneliti menyimpulkan bahwa kurangnya kolaborasi dengan
psikiater dan dokter dalam menangani ODHA sehingga tidak
diketahui secara pasti masalah psikologis seperti resiko tinggi
depresi pada ODHA dan tidak pernah dilakukan uji skrining
depresi secara resmi terkait masalah psikologis pada ODHA.
Terapi SEFT merupakan salah satu terapi komplementer,
dalam psikologi SEFT diartikan sebagai suatu metode untuk
mengelola potensi yang sistematis sehingga dapat digunakan untuk
beberapa tujuan dalam meningkatkan kesejahteraan jiwa (Putra,
2015; Safitri & Sadif, 2013). Efektifnya terapi SEFT tergantung
dari spiritual power dan energy psychology (Putra, 2015). Teknik
SEFT dibagi menjadi versi lengkap dan versi inti, dimana teknik ini
merangsang titik-titik kunci disepanjang 12 jalur energi (enegi
meridian) tubuh. Menstimulasi titiktitik meridian tubuh dengan
intensitas ketukan yang sama selama 10-15 menit dapat membantu
mengurangi kecemasan dan membuat perasaan menjadi lebih
tenang, nyaman dan menstimulasi pengeluaran hormon endorfin
yang berfungsi sebagai hormon kebahagiaan (Zakiyah, 2013;
Rofacky & Aini, 2016).
Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini diterima sehingga
dapat disimpulkan terdapat pengaruh terapi SEFT terhadap
perubahan skor depresi pada ODHA di Rumah Sakit Jiwa Sungai
Bangkong. Terapi SEFT dapat direkomendasikan sebagai salah
satu terapi komplementer dalam memberikan asuhan keperawatan
pada ODHA yang mengalami depresi.

2.7.2 JURNAL : Cognitive support meningkatkan kadar CD4 pada


pasien HIV dikota Kediri
Pada saat HIV masuk ke tubuh, maka virus mencari sel
CD4 dan mulai menggandakan dirinya (replikasi virus). CD4
merupakan target utama HIV untuk menghancurkan sistem imun
tubuh. Apabila telah bereplikasi virus dan meninggalkan CD4
yang telah mati, maka partikel virus baru akan mencari dan
menginfeksi CD4 baru, sehingga kadar CD4 semakin rendah
dalam tubuh. Setelah melewati beberapa waktu, sel CD4
dihancurkan, sehingga sistem kekebalan tidak lagi dapat
melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit yang lain. Oleh sebab
itu, pemantauan CD4 pada seseorang yang terinfeksi HIV
sangatlah penting untuk melihat perjalanan penyakit beserta
prognosisnya (Djuanda, 2011).
Meditasi untuk tujuan pengobatan adalah suatu praktek
yang meliputi jiwa raga dan tergolong sebagai complementary
dan alternative medicine (CAM). Meditasi dengan pendekatan
agama dan spiritual dengan memfokuskan perhatian, perasaan
dapat mengalihkan pikiran dan emosi (NCCAM, 2007). Cognitive
support melalui pendekatan visualisasi, psikologi, dan spiritual
emotional merupakan salah satu meditasi yang dapat
meningkatkan respons emosional dan spiritual pada penderita
HIV/AIDS. Pada penelitian yang dilakukan Burack et al, 1993
menunjukkan dengan pemberian latihan pasrah diri (LPD) dengan
mengatur pernafasan 16–20× per menit menjadi 4x permenit
dapat menurunkan kadar Lymphoscyte Cluster of Differentiation
(CD4) pada penderita HIV.
Cognitive support yang bisa diberikan pada penderita HIV pada
penelitian ini adalah dukungan sosial dan psikoterapi. Dukungan
sosial diberikan dalam bentuk motivasi baik pada penderita dan
pada keluarga penderita. Pemberian cognitive support berupa
psikoterapi transpersonal dapat melalui Opening-EgoReduction
akan meleburkan ego bersama jiwa dan jiwa melebur bersama
spirit. Psikoterapi transpersonal ini dapat menyebabkan seseorang
memandang diri lebih ekspansi dalam perspektif yang lebih besar,
sehingga orang tersebut akan melihat diri lebih utuh tidak sekedar
badan. Yang pada akhirnya dapat membawa kepada keselarasan
manusia itu sendiri (Hart, Yang, L.J. Nelson, Robinson, Olsen,
D.A. Nelson, et al., 2000).
Simpulan Pemberian cognitive support secara signifi kan
berpengaruh terhadap peningkatan kadar CD4 absolut dan persen
CD4 pada penderita HIV. Namun, tidak ada perbedaan yang
signifi kan antara kelompok kontrol yang mengonsumsi ARV
secara rutin dan tidak rutin.

2.7.3. JURNAL : Efektivitas Pemberian Jus nanas dan jus papaya


sebagai pendamping ARV dalam meningkatkan kadar
CD4
Berdasarkan wawancara dengan 5 orang penderita HIV bahwa
mereka belum mengetahui khasiat buah nanas dan buah pepaya yang dapat
meningkatkan sistem ketahanan tubuh mereka selama menderita HIV.
Selain buah nanas juga ditemukan kandungan enzim papain dalam pepaya
yang mempunyai khasiat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan
memperkuat imunoglobulin namun belum dilakukan penelitian secara
maksimal kepada penderita HIV. Kedua jenis buah tersebut sangat mudah
ditemukan di seluruh Indonesia namun belum secara optimal digunakan
sebagai terapi pendamping ARV.
Dalam hasil riset yang dikerjakan oleh Maruli dkk (2010), sari buah
nanas dengan kandungan enzim bromelin-nya ternyata memiliki potensi
yang besar sebagai jalan alternatif pengobatan herbal, untuk mengurangi
kesakitan penderita penyakit HIV/AIDS. Hasil penelitian menunjukkan
para pasien HIV AIDS ini telah mengalami kemajuan yang pesat terhadap
peningkatan CD4 hanya dalam waktu 2-3 bulan (Maruli, dkk, 2014).
Penelitian ini menguji coba jus nanas dan jus pepaya untuk
meningkatkan kadar CD4 penderita HIV. Pengukuran CD4 dilakukan
sebanyak dua kali yaitu sebelum intervensi dan sesudah intervensi.
Efektifitas jus nanas dan jus pepaya terhadap kadar CD4 ditentukan
dengan membandingkan perbedaan peningkatan CD4 antara kelompok
intervensi dan kontrol sesudah perlakuan. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini berjumlah 20 orang yang terbagi menjadi dua kelompok
yaitu 10 sampel kelompok intervensi dan 10 sampel kontrol. Penjelasan
hasil penelitian mencakup karakteristik responden serta kadar CD4
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa virus juga menghasilkan
enzim protease yang berbahaya bagi tubuh manusia sehingga tubuh
manusia langsung bereaksi dengan membentuk beberapa enzim inhibitor
pula. Tubuh mengaktifkan enzim inhibitor ini sebagai salah satu cara
menangani patogen dalam tubuh manusia. Hasil penelitian tentang virus
HIV menunjukkan bahwa salah satu pengobatan umum penderita HIV
adalah memberikan protease inhibitor. PI (Protease Inhibitor) dirancang
untuk menghambat atau men-nonaktifkan protease dari virus HIV. PI yang
menghambat protease berbahaya ini tidak memiliki efek pada setiap
protease lain dalam tubuh. Seseorang tidak harus mulai ART tanpa
konsultasi dokter yang berkualitas.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan selisih kadar CD4 yang
bermakna sebelum dan sesudah perlakuan antar kelompok dengan nilai p =
0,014 dan didapatkan perbedaan kadar CD4 yang bermakna diantara
sebelum dan sesudah pemberian jus nanas dan jus pepaya pada kelompok
intervensi dengan nilai p = 0,016. Dengan demikian dapat disimpulkan
pemberian terapi jus nanas dan jus pepaya efektif meningkatkan kadar
CD4 penderita HIV di Klinik Mawar RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang.
ANALISIS JURNAL

Para Pengidap HIV ( Human Immunodeficiency Virus ), dengan


pemenuhan nutrisi dan ketenangan spiritual bisa memperpanjang harapan
hidup mereka. Terapi alternative komplementer, seperti : akupuntur,
acupressure, meditasi dan mengkonsumsi tanaman obat dapat menambah
daya tahan tubu dan pertumbuhan sel sel imun. Pernyataan di atas perah di
kemukakan oleh Putu Oka Sukanta, akupunturis sekaligus pembicara
dalam talkshow yang di adakan Indonesia HIV Prevention and care Project
( IHPCP ) di Indonesia sehat Expo 2007, Jakarta Concention center.
Menurut Putu Oka Sukanta, ketenangan spiritual dan nutrisi peningkat
daya tahan membuat virus lebih jinak dan memperlambat
perkembangannya dalam tubuh manusia, sehingga member kesempatan
CD4 yaitu sel pembentuk daya tahan tubuh untuk berkembang dan
memperbanyak diri.

Akupuntur dan acupressure diberikan untuk memperkuat organ organ


vital, seperti : Paru paru, ginjal, lambung dan limpa, Pada masa awal
infeksi HIV. Sebelum daya tahan tubuh dan sel sel CD4 turun karena
infeksi HIV, organ penting tersebut harus kuat, “ kata Putu Oka. Untuk
penderita HIV, ke empat organ vital tersebut harus dijaga daya tahannya
karena memiliki fungsi penting, seperti paru paru yang berfungsi mengikat
oksigen, lambung untuk mengolah makanan yang masuk dan limpa yang
berguna untuk menyerap sari sari makanan. Dengan acupressure, titil titik
tubuh yang berhubungan dengan organ tersebut dipijat untuk menguatkan
fungsi organ.

Selain dengan teknik akupessure dan akupuntur, konsumsi tanaman


oabt juga membantu penguatan fungsi organ vital. Pegagan misalnya,
digunakan untuk regenerasi sel pembentuk daya tahan tubuh dan juga
untuk menguatkan fungsi ginjal. Selain pegagan, tanaman penguat daya
tahan tubuh penderita HIV adalah Meniran. Reaksi pertama yang
ditunjukkan pengidap HIV adalah penyangkalan dan stress. Stress adalah
salah satu penyebab vital menurunnya daya tahan tubuh. Untuk
mempertahankan ketenangan batin pengidap HIV, diperlukan suatu
metode, seperti meditasi dan olah napas untuk membantu penderita
menenangkan diri. Teknik olah napas saat meditasi membantu paru paru
mengikat oksigen.

2.8 Kendala Terapi Komplementer


1) Masih lemahnya pembinaan dan pengawasan
2) Terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan
bimbingan
3) Terbatasnya anggaran yang tersedia untuk pelayanan kesehatan
komplementer
4) Belum memadainya regulasi yang mendukung pelayanan
kesehatan komplementer
5) Terapi komplementer belum menjadi program prioritas dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

2.9 Perbedaan Terapi Komplementar dengan Terapi Alternatif


1) Pengobatan alternatif adalah jenis pengobatan yang tidak
dilakukan oleh paramedis/dokter pada umumnya, tetapi oleh
seorang ahli atau praktisi yang menguasai keahliannya tersebut
melalui pendidikan yang lain/non medis.
2) Pengobatan komplementer adalah pengobatan tradisional yang
sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi
konvesional/medis

2.10 Peran Perawat dalam terapi Komplementer


1) Perawat adalah sebagai pelaku dari terapi komplementer selain
dokter dan praktisi terapi.
2) Perawat dapat melakukan intervensi mandiri kepada pasien
dalam fungsinya secara holistik dengan memberikan advocate
dalam hal keamanan, kenyamanan dan secara ekonomi kepada
pasien.
3) Perawat sebagai konselor : dapat menjadi tempat bertanya,
konsultasi dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi
ataupun sebelum mengambil keputusan.
4) Perawat sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi
pendidik bagi perawat di sekolah tinggi keperawatan yang
berkembang di Australia dengan lebih dahulu mengembangkan
kurikulum pendidikan ( Crips & Taylor, 2001 )
5) Peran Perawat sebagai peneloti di antaranya dengan melakukan
berbagai penelitian yang di kembangkan dari hasil evidance
based practice,
6) Perawat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya
dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi
terapi komplementer (Snyder & Lindquis,2002).
7) Perawat sebagai coordinator yaitu perawat dapat mendiskusikan
terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit
manager terkait.
8) Peran perawat sebagai advocate adalah perawat mampu
memenuhi permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang
mungkin diberikan termasuk perawatan alternative ( Smith et
al,2004)
BAB 3
ASKEP PADA PASIEN
HIV TERMINAL

3.1 Pengkajian
a. Identitas :
Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir
b. Riwayat :
Test HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat
obatan
c. Keadaan Umum
Pucat, kelaparan
d. Gejala Subyektif
Demam kronik dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali. lemah. lelah, anoreksia
e. Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup
f. Status Mental
marah atau pasrah, depresi, ide bunuh dirri, halusinasi
g. HEENT
Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, ,mulut kering
h. Neurogis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan, kaku
kuduk, paraplegia
i. Muskuloskeletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
j. kardiosvaskuler
Takhicardia, sianosis, hipotensi, udema perfier, dizziness
k. Pernafaan
Dyspnea, Takipnnea, Sianosis, SOB, menggunakan otot bantu
pernafasan, batuk produktif atau non produktif
l. GI track
Intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,
diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning
m. Integument
Kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekhie positif

Perawat harus memahami apa yang di alami oleh klien dengan kondisi
terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi
klien sehungga pada saat saat terakhir hidupnya bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka ( 1993)
menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup ke
dalam empat fase, yaitu :
1. Fase prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor
resiko penyakit
2. Fase Akut : berpusat pada kondisi kritis. Klien di hadapkan pada
serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal,
maupun psikologis.
3. fase Kronis : Klien berjuang dengan penyakit dan pengobatannya.
Klien dalam kondisi terminal akan mengalami masalah baik fisik,
psikologis maupun social spiritual

Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain ;


1. Problem Oksigenasi : Respirasi Irreguler, cepat atau lambat,
pernapasan cyene stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan
mental : Agitasi, gelisah, tekanan darah menurun, hipoksia,
akumulasi secret dan nadi irregular.
2. Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas
memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan juga
mempengaruhi konstipasi, Inkontinensia fekal bisa terjadi oleh
karena pengobatan atau kondisi penyakkit ( missal : CA Colon ).
retensi urin, inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran
atau kondisi penyakit, misalnya : trauma medulla spinalis, oliguri
terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi misalnya gagal
ginjal.
3. Problem Nutrisi dan cairan : Asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering
dan pecah pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,
cegukan, dehidrasi terjadi cairan menurun.
4. Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus
memakai selimut.
5. Problem sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleksi berkedip hilang
memakai saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada
kornea, pendengaran menuruan, kemampuan berkonsentrasi menjadi
menurun, pendengaran berkurang.
6. Problem Nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intra vena, klien harus di damping untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
7. Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama
menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa
seringkali di tunjukkan. Problem psikologis lain yang muncull pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak
lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan,
kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
9. perubahan Sosial spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang
lama dapat memaknai kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang orang yang di
cintai nya. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
di kucilkan, di telantarkan, kesepian atau megalami penderitaan
sepanjang masa.
Faktor Faktor yang perlu di kaji :
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, klien di
hadapkan pada berbagai masalah pada fisik. gejala fisik yang
ditunjukkan antar lain perubahan pada penglihatan, pendengaran,
nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang
terjadi pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala
selama berbulan bulan sebelum terjadi kematian. Erawat harus
respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal
karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan
penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan psikologis juga menyertai kematian pasien
dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan mengenali
kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa
mengenali ekspresi wajah yang ditunjukkan apakah sedih, depresi
atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien
terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan
harapan. Perawat harus mengenali tahap tahap menjelang ajal
yang terjadi pada klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama
kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung
menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan
sering bertanya tentang kondisi peyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa perilaku isolasi. PErawat harus
bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat
memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat atau
keluarga terdekat untuk menemani klien.
4. Faktor spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakian klien akan
proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat saat
terakhirnya. apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan
ataukah semakin berontak akan keadaanya. PErawat juga harus
mengetahui di saat saat seperti ini apakah pasien mengharapkan
kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat saat terakhirnya.
5. Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian
pasien terminal
Nilai, sikap,keyakian dan kebiasaan adalah aspek cultural atau
budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar
belakang budaya mempengaruhi idividu dan keluarga
mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap
kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma dan budaya,
sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
6. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi
dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan
melalui keyakinan keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual klien menjelang kematian dapat
terpenuhi.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Biologi
a. Termogulasi tidak efektif b/d penurunan imunitas tubuh
b. Defisit nutrisi b/d penuruan asupan oral
c. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan. malnutrisi dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Psikologi
a. Ansietas b/d ancaman terhadap kematian
b. Harga diri rendah situasional b/d perubahan peran social,
3. Sosial
a. Isolasi social b/d ketidaksesuaian perilaku social dengan
norma
b. Penurunan koping keluarga b/d krisis situasional yang di
alami orang terdekat.
4. Spiritual
a. Distress Spiritual b/d kondisi penyakit kronis, , menjelang ajal

3.3 Intervensi keperawatan


1. Termogulasi tidak efektif
2.
DAFTAR PUSTAKA

Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis, J.A., & Johnson, P.H. (1999). Nurse’s
handbook of alternative and complementary therapies. Pennsylvania: Springhouse.

Buckle, S. (2003). Aromatherapy. http//.www.naturalhealthweb.com/articles,


diperoleh 25 Januari 2008.
Fontaine, K.L. (2005). Complementary & alternative therapies for nursing
practice. 2th ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hitchcock, J.E, Schubert, P.E., Thomas, S.A. (1999). Community health nursing:
Caring in action. USA: Delmar Publisher.
Key, G. (2008). Aromatherapy beauty tips. http// .www.naturalhealthweb.
com/articles/ georgekey3.html, diperoleh 25 Januari 2008.
Nezabudkin, V. (2007). How to research alternatif treatment before using
them.http// .www.naturalhealthweb.com/articles/ Nezabudkin1.html, diperoleh 25
Januari 2008.
Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical nursing skills: Basic to
advanced skills. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Snyder, M. & Lindquist, R.
(2002). Complementary/alternative therapies in nursing. 4th ed. New York:
Springer.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community & public health nursing. 6th ed.
St. Louis: Mosby Inc.
Abdullah, S. & Shukla, A. (2014). Depression, anxiety and stress among people
living with HIV/AIDs. Indian Journal of Health and Wellbeing, Vol.5, p. 437-
442.Diakses pada Jumat, 24 Februari 2017 Pukul 21.47 wib.

Anwar, Z. & Niagara, S. T. (2011). Model Terapi SEFT (Spritual Emotional


Freedom Technique) untuk Mengatasi Gangguan Fobia Spesifik. Malang :
Universitas Muhammadiyah. Naskah Publikasi. Diakses pada Jumat, 23
September 2016 Pukul 10.21 wib.

Arriza, B. K., Dewi, E. K & Kaloeti, D. V. (2011). Memahami Rekonstruksi


Kebahagiaan pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Rekonstruksi
Undip, Vol. 10, p. 153-161. Diakses pada Rabu, 05 Oktober 2016 Pukul 05.03
wib.

Brandt, C. P., Gonzalez, A., Grover, K. W. & Zvonlensky, M. J (2013). The


Relation Between Emotional Dysregulation and Anxiety and Depressive
Symptoms, PainRelated Anxiety and HIVSymptom Distress Among Adults with
HIV-AIDS. J Psychopathol Behav Assess, Vol. 35, p. 197-204. Diakses pada
Jumat, 24 Februari 2017 Pukul 21.54 wib.

Chatwin, H., Stapleton, P., Porter, B., Devine, S. & Sheldon, T. (2016). The
Effective of Cognitive Behaviour Therapy and Emotional Freedom Technique in
Reducing and Anxiety Among Adults : A Pilot Study. Integrity Medicine, Vol. 15,
p. 27-34.

Darmalita, A. F. (2014). Analisa Karakteristik dan Faktor-faktor yang


mempengaruhi Stigma Pengidap HIV (ODHA) di Kota Yohyakarta. Naskah
Publikasi. Yogyakarta : STIK ‘ Aisyiyah

A. Aziz, Alimul Hidayat. 2010. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik


Analisis Data. Jakarta: Penerbit. Salemba Medika.
Brown, K.W. & Ryan. R.M 2003. The benefi ts of being present: Mindfulness and
its role in physicological well-bwing. Journal of personality and social
psychology, 84(4). 822–848.
DepKes, RI. 2005. Profi l kesehatan Indonesia 2005. Dibuka pada website: http.//
www,depkes.co. id. Pada tanggal 6 januari 2008). DepKes, RI. 2010. Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan kesehatan
Kementrian Kesehatan RI. 2010.

Ducan L, & weissenburger D. 2003. Effect of a brief meditaton program on well


being and Loneliness.TCA journal, 31 (1). 14–25.

Djuanda, Adhi. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan RI. 2013. Laporan Perkembangan
Situasi HIV & AIDS Di Indonesia Triwulan 2 Tahun 2013. Jakarta.

DinKes Jawa Timur, 2013. Faisal Idrus M., Jayalangkara, T., Syamsu., Ilham.
2010. Pengaruh Psikoterapi Spiritual terhadap hitung sel T-CD4 pada penderita
HIV/AIDS. Departement Psychiatry, Departement of Internal Medicine,
Departement of Physiology, Medical Faculty of Hasanuddin University.

Halim, M.S & Atmoko, W.D. 2005. Hubungan Antara Kecemasan akan
HIV/AIDS dan Psychological Well-Being pada Waria yang Menjadi Pekerja Seks
Komersial. Jurnal Psikologi. 15: 17–31.

Kurniawati, 2006. Coping Stres Pada Orang dengan HIV/AIDS (Sebuah Studi
Kasus). Skripsi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Lane, J.D. Seskevich, J.E. & Pieper, CE. 2007. Brief meditation training can
inprove preceived stress and negative moud. Alternative therapies Health and
medicie. 13 (1), 38–44.

Lazarus, R.S & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York:
Spranger.

Anda mungkin juga menyukai