Anda di halaman 1dari 51

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

CEREBRO VASKULAR ATTACK


( CVA )

OLEH :
TRIANA LISTYORINI
20214663074

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2021
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit


neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan
infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
(GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit
neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan
saraf pusat (Dewanto, 2009).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di
tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke non
hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis
serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
(Arif Muttaqin, 2008).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

a. Otak

Otak merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan sekitar
100 millar sel saraf , walaupun berat total otak hanya sekitar 2,5% dari berat
tubuh, 70 % oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh ternyata digunakan
oleh otak. Berbeda dengan otak dan jaringan lainya. Otak tidak mampu
menyimpan nutrisi agar bisa berfungsi, otak tergantung dari pasokan aliran
darah, yang secara kontinyu membawa oksigen dan nutrisi. Pada dasarnya
otak terdiri dari tiga bagian besar dengan fungsi tertentu yaitu:

1. Otak besar, Otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan
dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara,
integritas informasi sensori ( rasa ) dan kontrol gerakan yang
halus. Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu, lobus
frontalis, lobus parientalis, lobus temporalis, dan lobus
oksipitalis.
2. Otak kecil, Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk
koordinasi gerakan dan keseimbangan.
3. Batang otak, Berhubungan dengan tulang belakang,
mengendalikan berbagai fungsi tubuh termasuk koordinasi
gerakan mata, menjaga keseimbangan, serta mengatur pernafasan
dan tekanan darah. Batang otak terdiri dari, otak tengah, pons dan
medula oblongata.

( Sumber Evelyn C. Pearce, 2011)

( Sumber Evelyn C. Pearce, 2011 )


Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa (3Ibs).
Otak menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20%
pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya.
Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf
spinal dan 12 pasang saraf cranial. Saraf perifer terdiri dari neuron- neuron
yang menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke
system saraf pusat, dan atau menerima pesan-pesan neural motorik ( eferen)
dari system saraf pusat. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut
maka saraf spinal dinamakan saraf campuran.
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen
membawa baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi sensorik
yang tidak disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf campuran.
Serabut-serabut aferen membawa masukan dari organ- organ visceral. Saraf
parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan,
dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan
pencernaan dan pembuangan.
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat computer dari semua alat tubuh. Bagia dari saraf sentral yang yang
terletak didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak
yang kuat. Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.

a. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta


hipotalamus.
b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpuskuadrigeminus.

c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medullaoblongata, dan


serebellum.

Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah.


Korteks serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan
serebri disebut sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura
longitudinal dan lateralis. Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang
yang berada di atasnya (lobusfrontalis, temporalis,oarientali sdan
oksipitalis).
Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media
laterali memisahkan lobus temparalis dari lobus frontalis sebelah anterior
dan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis juga memisahkan
lobus frontalis juga memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis.
Adapun bagian-bagian otak meliputi :
1. Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas
dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga
tengkorak. Masing-masing disebut fosakranialis anterior atas dan
media. Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu)
yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putig terdapat pada bagian
dalam yang mengandung serabut syaraf. Pada otak besar ditemukan
beberapa lobus yaitu :
1) Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian
sulkussentralis.
2) Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang
oleh korakooksipitalis.
3) Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan
didepan lobusoksipitalis.
4) Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dariserebrum.

Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang
merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun
dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan
dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis
sama seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak
sampai titik ujung yang sebenarnya. Korteks serebri selain dibagi
dalam lobus juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Cambel
membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum
korteks dibagi menjadi empat bagian:
1) Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri
yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani
suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang
bersangkutan. Korteks sensori bagian fisura lateralis menangani bagian
tubuh bilateral lebih dominan.
2) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual,
ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta
dihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis
mmpunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokortek.
3) Kortek motorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi
utamanya adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang mengatur
bagian tubuh kontralateral.
4) Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan
sikap mental dan kepribadian.

b. Batang otak

Batang otak terdiri :

1) Diensephalon, diensephalon merupakan bagian atas batang otak. yang


terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel
saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul
interna dengan sudut menghadap kesamping. Fungsinya dari
diensephalon yaitu:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.

b. Respirator, membantu prosespernafasan.

c. Mengontrol kegiatan refleks.

d. Membantu kerja jantung, Mesensefalon, atap dari mesensefalon


terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas. Dua disebelah
atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah
bawah selaput korpus kuadrigeminus inferior. Serat nervus
toklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
 Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak
mata.

 Memutar mata dan pusat pergerakan mata.

2) Ponsvaroli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon dengan


pons varoli dan dengan serebelum, terletak didepan serebelum diantara
otak tengah dan medulla oblongata. Disini terdapat premoktosid yang
mengatur gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya adalah:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara
medulla oblongata dengan serebellum.

b. Pusat saraf nervustrigeminus.

3) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling


bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.
Bagian bawah medulla oblongata merupakan persambungan medulla
spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar disebut
kanalis sentralis di daerag tengah bagian ventral medulla oblongata.
Medulla oblongata mengandung nukleus atau badan sel dari berbagai
saraftak yang penting. Selain itu medulla mengandung “pusat-pusat
vital” yang berfungsi mengendalikan pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. Karena itu, suatu cedera yang terjadi pada bagian ini
dalam batang otak dapat membawa akibat yang sangat serius.

c. Cerebellum

Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan


dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli
dan diatas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval,
bagian yang kecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar
pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang
otak melalui pundunkulus serebri inferior. Permukaan luar serebelum
berlipat-lipat menyerupai serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan
lebih teratur. Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu. Korteks
serebellum dibentuk oleh substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye dan lapisan granular dalam.Serabut saraf
yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebellum.
d. Saraf kepala di bagi dua belas yaitu :
1. Nervus olvaktorius, saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh
dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung
ke otak.
2. Nervus optikus, Mensarafi bola mata, membawa rangsangan
penglihatan ke otak.
3. Nervus okulomotoris, bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital
(otot pengerak bola mata), menghantarkan serabut-serabut saraf para
simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris.
4. Nervus troklearis, bersifat motoris, mensarafi otot- otot orbital. Saraf
pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf
penggerak mata.
5. Nervus trigeminus, bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini
mempunyai tiga buah cabang, fungsinya sebagai saraf kembar tiga,
saraf ini merupakan saraf otak besar. Sarafnya yaitu:
a. Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit
kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir
kelopak mata dan bola mata.
b. Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas,
bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan
sinus maksilaris.
c. Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan
motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut
sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal
dan dagu.
6. Nervus abdusen, sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.
7. Nervus fasialis, sifatnya majemuk (sensori dan motorik) serabuts
erabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga
mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai
mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
8. Nervus Vestibulokoklearis, sifatnya sensori, mensarafi alat
pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga
ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar
9. Nervus glosofaringeus, sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa
rangsangan cita rasa ke otak.
10. Nervus vagus, sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung
saraf-saraf motorik, sensorik dan para simpatis faring, laring,
paruparu, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar
pencernaan dalam abdomen. fungsinya sebagai saraf perasa.
11. Nervus asesorius, saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid
dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
12. Nervus hipoglosus, saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya
sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum
penyambung.

C. ETIOLOGI

Stroke non hemoragik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang


menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini
disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak (Pudiastuti, 2011).

Stroke non hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang mengalami


sumbatan sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan
otak, thrombosis otak, aterosklerosis dan emboli serebral yang merupakan
penyumbatan pembuluh darah yang timbul akibat pembentukan plak
sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah yang dikarenakan oleh
penyakit jantung, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, stress, gaya hidup,
rusak atau hancurnya neuron motorik atas (upper motor neuron) dan
hipertensi (Muttaqin, 2011).

Faktor risiko stroke Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak
faktor atau yang sering disebut multifaktor. Faktor resiko yang berhubungan
dengan kejadian stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak
dapat dikendalikan (non-modifiable risk factors) dan faktor resiko yang dapat
dikendalikan (modifiable risk factors) (Nastiti, 2012).

Berikut faktor-faktor yang berkaitan dengan stroke antara lain:

1. Faktor risiko tidak dapat dikendalikan

a. Umur
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah
berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh
tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang
berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya
terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua
kelompok dewasa muda dan tidak memandang jenis kelamin.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada
wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda
sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan
perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya
wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan
meninggal lebih besar.
c. Ras
Ada variasi yang cukup besar dalam insiden stroke antara
kelompok etnis yang berbeda. Orang-orang dari ras Afrika memiliki
risiko lebih tinggi untuk semua jenis stroke dibandingkan dengan
orang-orang dari ras kaukasia. Risiko ini setidaknya 1,2 kali lebih
tinggi dan bahkan lebih tinggi untuk jenis stroke ICH (Intracerebral
Hemorrahage).
d. Faktor genetik
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling
berkaitan. Dalam hal ini hipertensi, diabetes, dan cacat pada
pembuluh darah menjadi faktor genetik yang berperan. Selain itu,
gaya hidup dan kebiasaan makan dalam keluarga yang sudah menjadi
kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan risiko stroke.
2. Faktor risiko dapat dikendalikan
a) Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama
yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita
hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat
dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90
persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena
stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140-90 tergolong dalam
penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan
risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang
lanjut usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar
terhadap risiko stroke. Orang yang tidak menderita hipertensi, risiko
stroke meningkat terus hingga usia 90 tahun, menyamai risiko stroke
pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian
menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko
stroke sebesar 38 persen dan pengurangan angka kematian karena
stroke sebesar 40 persen.
b) Diabetes Mellitus

Pada penderita DM, khususnya Non Insulin Dependent Diabetes


Mellitus (NIDDM) terdapat faktor risiko multiple stroke. Lesi
ateriosklerosis pembuluh darah otak baik intra maupun ekstrakranial
merupakan penyebab utama stroke. Ateriosklerosis pada pembuluh
darah jantung akan mengakibatkan kelainan jantung yang selanjutnya
pembuluh darah otak yang besar, perkembangannya mengikuti
peningkatan tekanan darah, tetapi pada pembuluh darah kecil, misal
dinding pembuluh darah penetrans, suatu end-arteries berdiameter
kecil menebal karena proses jangka panjang dari deposisi hialin,
produk lipid amorphous, dan fibrin. Suatu mikroaneurisma dapat
terjadi pada daerah yang mengalami ateriosklerosis tersebut dan
selanjutnya dapat mengakibatkan perdarahan yang sulit dibedakan
dengan lesi iskemik primer tanpa menggunakan suatu pemeriksaan
imajing (Misbach, 2013). Penderita diabetes cenderung menderita
ateriosklerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi, kegemukan
dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hipertensi dan diabetes sangat
menaikkan komplikasi diabetes, termasuk stroke. Pengendalian
diabetes sangat menurunkan terjadinya stroke (Yulianto, 2011).

c) Kenaikan kadar kolesterol/lemak darah

Kenaikan level Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan


faktor risiko penting terjadinya aterosklerosis yang diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah. Penelitian menunjukkan angka stroke
meningkat pada pasien dengan kadar kolestrol di atas 240 mg%.
Setiap kenaikan 38,7 mg% menaikkan angka stroke 25%. Kenaikan
HDL 1 m mol (38,7 mg%) menurunkan dapat menimbulkan stroke
dengan emboli yang berasal dari jantung atau akibat kelainan
hemodinamik. Pada ateriosklerosis terjadinya stroke setinggi 47%.
Demikian juga kenaikan trigliserid menaikkan jumlah terjadinya
stroke (Yulianto, 2011).

d) Obesitas

Obesitas dapat meningkatkan risiko stroke baik perdarahan


maupun sumbatan, tergantung pada faktor risiko lainnya yang ikut
menyertainya (Dourman, 2013). Fakta membuktikan bahwa stroke
banyak dialami oleh mereka yang mengalami kelebihan berat badan
dan bahkan sebagian kasus umumnya dialami oleh penderita obesitas
(Lingga, 2013).

e) Kebiasaan mengkonsumsi alkohol


Mengkonsumsi alkohol memiliki efek sekunder terhadap
peningkatan tekanan darah, peningkatan osmolaritas plasma,
peningkatan plasma homosistein, kardiomiopati dan aritmia yang
semuanya dapat meningkatkan risiko stroke. Konsumsi alkohol yang
sedang dapat menguntungkan, karena alkohol dapat menghambat
thrombosis sehingga dapat menurunkan kadar fibrinogen dan agregasi
platelet, menurunkan lipoprotein, meningkatkan HDL, serta
meningkatkan sensitivitas insulin (Misbach, 2013).
f) Aktifitas fisik
Kurang olahraga merupakan faktor risiko independen untuk
terjadinya stroke dan penyakit jantung. Olahraga secara cukup rata-
rata 30 menit/hari dapat menurunkan risiko stroke (Yulianto, 2011).
Kurang gerak menyebabkan kekakuan otot serta pembuluh darah.
Selain itu orang yang kurang gerak akan menjadi kegemukan yang
menyebabkan timbunan dalam lemak yang berakibat pada
tersumbatnya aliran darah oleh lemak (aterosklerosis). Akibatnya
terjadi kemacetan aliran darah yang bisa menyebabkan stroke
(Dourman, 2013)
g) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling
mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar
dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipat gandakan
risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat
juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen.
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak
terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih
tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah
berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah
berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi
fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga
merangsang timbulnya aterosklerosis.

D. PATOFISIOLOGI

Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak


aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat
terbentuknya plak fibrosis (ateroma) dilokasi yang terbatas seperti di tempat
percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak
bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan
memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus.
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan
pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
mengalami kekurangan nutrisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami
kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis atau tingginya
kadar asam di dalam tubuh lalu asidosis akan mengakibatkan natrium
klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel otak
sehingga terjadi edema setempat. Kemudian kalium akan masuk dan
memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi perusakan membran sel
lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit neurologis lalu mati (Esther,
2010).
Infark iskhemik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
a. Menyempitnya lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi atau jantung tidak dapat memompa darah secara memadai
keseluruh tubuh.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah
atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:

a. Keadaan pembuluh darah.


b. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat,
aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke
otak menjadi menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi
otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur
agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan
tekanan perfusi otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan
karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak.
Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema
dan nekrosis diikuti thrombosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4- 6 menit. Perubahan irreversible dapat
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
E. PATHWAY
Ruptur aneurisma sakuler, malformasi arteriovena, mikotik, kelainan
darah: diskasia darah, penggunaan antikoagulan , dan gangguan
pembekuan darah , infeksi , neoplasma , trauma

pembuluh darah pecah

ekstravakasi darah dari pembuluh darah arteri di otak

masuk ke dalam ruang subarakhnoid

menyebar ke seluruh otak dan medulla spinalis bersama cairan serebrospinalis

penekanan jaringan otak edema serebri infark serebri

risiko peningkatan TIK CVA penurunan perfusi jaringan serebral

defisit neurologis

frontal temporal parietal dominan nondomnian oksipital

gangguan : gangguan afasia gangguan  disorientasi kemampuan


penilaian, memori (tidak sensorik  apraksia penglihatan
penampila kejang, mampu bilateral (kehilangan berkurang
n. psikomotor bicara dan kemampuan dan buta
gangguan tuli menulis) melakukan
efek & konfabulas agrafia gerakan
proses fikir i ( kehilanga bertujuan)
motorik (mengingat n  distrorsi
pengalama kemampua konsep ruang
n imajiner) n menulis)  hilang
kehilangan agnosia
control kesadaran
(tidak
hemiparese pada sisi
mampu
tubuh yang
mengenali
berlawanan
hemiplegia stimulus
dan
hemiparese gangguan penurunan kesadaran
komunikasi verbal
gangguan ketidakefektifan
mobilitas defisit perawatan diri bersihan jalan nafas
fisik
F. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran
darah serebral dan luasnya area cedera yang dapat mengakibatkan
perubahan pada aliran darah serebral sehingga ketersediaan oksigen ke
otak menjadi berkurang dan akan menimbulkan kematian jaringan otak
(Bararah, & Jauhar, 2013).
Komplikasi Stroke Menurut (Pudiastuti, 2011) pada pasien stroke
yang berbaring lama dapat terjadi masalah fisik dan emosional
diantaranya:
a. Bekuan darah (Trombosis) Mudah terbentuk pada kaki yang
lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan
(edema) selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang
mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah
pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak
pengaruh dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus dekubitus
dan infeksi.
c. Pneumonia Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan terkumpul di paruparu dan
selanjutnya menimbulkan pneumoni.
d. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur) Hal ini disebabkan
karena kurang gerak dan immobilisasi.
e. Depresi dan kecemasan Gangguan perasaan sering terjadi pada
stroke dan menyebabkan reaksi emosional dan fisik yang tidak
diinginkan karena terjadi perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.
G. MANISFESTASI KLINIS

Menurut (Nurarif Huda, 2016), manifestasi klinis stroke sebagai berikut:

a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan

b. Tiba-tiba hilang rasa peka

c. Bicara pelo

d. Gangguan bicara dan bahasa

e. Gangguan penglihatan

f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai

g. Gangguan daya ingat

h. Nyeri kepala hebat

i. Vertigo

j. Kesadaran menurun

k. Proses kencing terganggu

l. Gangguan fungsi otak

H. KLASIFIKASI

a. Stroke iskemik transien (Transtien ischemic attack/TIA)

Stroke ini biasa disebut dengan stroke kecil, dimana stroke yang
terjadi pada periode singkat iskemik serebral terlokalisasi yang
menyebabkan defisit neurologis yang berlangsung selama kurang dari 24
jam. TIA disebabkan karena gangguan inflamasi arteri, anemia sel sabit,
perubahan aterosklerosis pada arteri karotis dan serebral, trombosis, serta
emboli.

Manifestasi neurologis TIA beragam berdasarkan lokasi dan


ukuran pembuluh serebral yang terkena dan memiliki awitan tiba-tiba.
Biasanya terjadi defisit meliputi kebas kontralateral atau kelemahan
tungkai, tangan, lengan bawah dan pusat mulut, afasia dan gangguan
penglihatan buram serta fugaks amaurosis (kebutaan yang cepat pada
satu mata).

b. Stroke pembuluh darah besar (trombolisis)


Stroke trombotik adalah tipe stroke yang paling umum, dimana
sering dikaitkan dengan aterosklerosis dan menyebabkan penyempitan
lumen arteri, sehingga menyebabkan gangguan masuknya darah yang
menuju ke bagian otak.
c. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Tanda dan gejala gangguan persarafan yang berlangsung dalam
waktu yang lama lama. Kondisi RIND dan TIA mempunyai kesamaan,
hanya saja RIND berlangsung maksimal 1 minggu (7 hari) dan kemudian
pulih kembali (dalam jangka waktu 3 minggu) serta tidak meninggalkan
gejala sisa (Masriadi, 2016).
d. Stroke embolik kardiogenik
Stroke ini terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial, trombi
ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak
aterosklerosis masuk sistem sirkulasi dan menjadi tersumbat pada
pembuluh serebral terlalu sempit untuk memungkinkan gerakan lebih
lanjut. Pembuluh darah kemudian mengalami oklusi. Tempat yang
paling sering mengalami emboli serebral adalah di bifurkasi pembuluh,
terutama pada arteri serebral tengah (Lemone, dkk, 2016).
e. Complete stroke
Suatu gangguan pembuluh darah pada otak yang menyebabkan
defisit neurologis yang berlangsung lebih dalam waktu 24 jam. Stroke ini
akan meninggalkan gejala sisa (Masriadi, 2016).
f. Progressive stroke (Stroke in Evolution)
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam
jam atau lebih. Stroke jenis ini merupakan stroke dimana penentuan
prognosisnya terberat dan sulit. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang
cenderung labil, berubah-ubah dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih
buruk (Masriadi, 2016).
I. PEMERIKSASAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasiendengan stroke non


hemoragik adalah sebagai berikut (Radaningtyas, 2018).

a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seprti
perdarahan, obstruktif arteri, oklusi / nuptur.
b. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasrkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
c. Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada
pendarahan sub arachnoid.
d. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis /alioran darah /muncul plaque / arterosklerosis.
e. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
f. Magnetic Resonance Imagine (MRI)
Menunjukan adanya tekanan anormal dan biasanya ada
thrombosis, emboli, dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukan, hemoragi sub arachnois /
perdarahan intakranial.
g. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran vertrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkn perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang
meluas.

h. Pemeriksaan laboratorium
1) Fungsi lumbal: tekanan normal biasanya ada thrombosis,
emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarachnoid atau intracranial. Kadar protein
total meninggal pada kasus thrombosis sehubungan dengan
proses inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin.
3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

J. PENATALAKSANAAN
Menurut penelitian ( setyopranoto, 2016 ) penatalaksanaan pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a. letakkan kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil.
b. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisa gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
c. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten).
d. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, stroke berisiko
terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami
disfagia. Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan sirkulasi
darah dan tekanan darah. kristaloid atau koloid 1500-2000 ml dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik. Pemberian nutrisi melalui oral hanya dilakukan
jika fungsi menelan baik, dianjurkan menggunakan
nasogastriktube.
e. Pantau juga kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai
batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama.
f. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistol >220 mmHg, diastol >120 mmHg, Mean Arteri Blood
Plessure (MAP) >130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal.
g. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan yaitu natrium nitropusid, penyekat reseptor
alfabeta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
h. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistol < 90 mmhg, diastol ¸70
mmHg, diberikanNACL 0,9% 250ml selama 1 jam, dilanjutkan
500ml selama 4 jam dan 500ml selama 8 jam atau sampai tekanan
hipotensi dapat teratasi. Jika belum teratasi, dapat di berikan
dopamine 2-2 µg/kg/menit sampai tekanana darah sistolik 110
mmHg.
i. Jika kejang, diberikan diazepam 5-20mg iv pelan-pelan selama 3
menit maksimal 100mg/hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan
per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2
minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
j. Jika didapat tekanan intrakranial meningkat, diberikan manitol
bolus intravena 0,25-1 g/ kgBB per 30 menit dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setelah 6 jam selama 3-5 hari
2) Fase rehabilitasi
a. Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b. Program manajemen Bladder dan bowel.
c. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
range of motion (ROM).
d. Pertahankan integritas kulit.
e. Pertahankan komunikasi yang efektif.
f. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g. Persiapan pasien pulang.
3) Pembedahan dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3
cm atau volume lebih dari 50ml untuk dekompresi atau pemasangan
pintasan ventrikulo peritoneal bila ada hidrosefalus obstruksi akut.

b. Penatalaksanaan medis
1) Terapi Farmakologi

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti


aspirin dan antikoagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik
rtPA (Recombinant Tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi
agen neuroproteksi, yaitu sitikoin atau pirasetam (jika didapatkan
afasia). Terapi farmakologi yang digunakan pada pasien stroke non
hemoragik yaitu:
1) Fibrinolitik/ trombolitik (rtPA/ Recombinant Tissue
Plasminogen Activator) Golongan obat ini digunakan sebagai
terapi reperfusi untuk mengembalikan perfusi darah yang
terhambat pada serangan stroke akut. Jenis obat golongan ini
adalah alteplase, tenecteplase dan reteplase, namun yang
tersedia di Indonesia hingga saat ini hanya alteplase. Obat ini
bekerja memecah trombus dengan mengaktivasi plasminogen
yang terikat pada fibrin. Efek samping yang sering terjadi
adalah risiko pendarahan seperti pada intrakranial atau saluran
cerna; serta angioedema. Beberapa penelitian yang ada
menunjukkan bahwa rentang waktu terbaik untuk dapat
diberikan terapi fibrinolitik yang dapat memberikan manfaat
perbaikan fungsional otak dan juga terhadap angka kematian
adalah < 3 jam dan rentang 3-4 atau 5 jam setelah onset gejala.
2) Antikoagulan
Terapi antikoagulan ini untuk mengurangi pembentukkan
bekuan darah dan mengurangi emboli, misalnya Heparin dan
warfarin.
3) Antiplatelet
Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk
pencegahan stroke ulangan dengan mencegah terjadinya
agregasi platelet. Aspirin merupakan salah satu antiplatelet yang
direkomendasikan penggunaannya untuk pasien stroke.
4) Antihipertensi
 Pasien dapat menerima rtPA namun tekanan darah
>185/110 mmHg, maka pilihan terapi yaitu labetalol 10-20
mg IV selama 1-2 menit, dapat diulang 1 kali atau
nikardipin 5 mg/jam IV, titrasi sampai 2,5 mg/jam tiap 5-15
menit maksimal 15 mg/jam; setelah tercapai target maka
dapat disesuaikan dengan nilai tekanan darah. Apabila
tekanan darah tidak tercapai <185/110 mmHg, maka jangan
berikan rtPA.
 Pasien sudah mendapat rtPA, namun tekanan darah sistolik
> 180-230 mmHg atau diastol >105-120 mmHg, maka
pilihan terapi yaitu labetalol 10 mg IV, kemudian infus IV
kontinu 2-8 mg/menit atau nikardipin 5 mg/jam IV, titrasi
sampai 2,5 mg/jam tiap 5-15 menit, maksimal 15 mg/jam.
Tekanan darah selama dan setelah rtPA < 180/105 mmHg,
monitor tiap 15 menit selama 2 jam dari dimulainya rtPA ,
lalu tiap 30 menit selama 2 jam dari dimulainya rtPA, lalu
tiap 30 menit selama 6 jam dan kemudian tiap jam selama
16 jam.
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari
pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien (Tarwoto,
2013). Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien
mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen), pasien
acuh tak acuh terhadap lingkungan (apati), mengantuk yang dalam
(sopor), spoor coma, hingga penrunn kesadaran (coma), dengan
GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat
pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos
mentis dengan GCS 13-15.
2. Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik
memiliki riwata tekanan darah tinggi dengan tekanan systole >
140 dan diastole > 80. Tekanan darah akan meningkat dan
menurun secara spontan. Perubahan tekanan darah akibat
stroke akan kembali stabil dalam 2-3 hari pertama.

b) Nadi
Nadi biasanya normal 60-100 x/menit
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami gangguan
bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
non hemoragik
2. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke non
hemoragik
3. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, pasien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada nervus
VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah, pasien
kesulitan untuk mengunyah.
4. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, kelopakmata tidak oedema. Pada pemeriksaannervus II
(optikus): biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus
III (okulomotorius): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil
kadang isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis)
biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan
bawah. Nervus VI (abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.

5. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I
(olfaktorius): kadang ada yang bisa menyebutkan bauyang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda danpada
nervus VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang tidak
lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak
tangan – hidung.
6. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering.
Pada pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat
mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkanrasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglosus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan
ke kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat bicara.
7. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dariperawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara dan keras
dengan artikulasi yang jelas.
8. Leher
Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non
hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku
kuduk biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).
9. Paru-paru Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal sonor
Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler
10. Jantung Inspeksi
biasanya iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya iktus kordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
11. Abdomen Inspeksi : biasanya simetris,
tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar Pada
pemeriksaan reflek dinnding perut, pada saat perut pasien digores,
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12. Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra.
Capillary Refill Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik.
Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanyapasien
stroke non hemoragik tidak dapat melawan tahananpada bahu
yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya
saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak
fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek Hoffman tromner biasanya jari tidak
mengembang ketika di beri reflek ( reflek Hoffman tromner
(+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan
bluedzensky 1 kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada
saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsal pedis digores biasanya
jari kaki juga tidak berespon ( reflek Caddok (+)). Pada saat
tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi ( reflek openheim (+)) dan pada
saat betis di remas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apaapa ( reflek Gordon (+)). Pada saat dilakukan
treflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat diketukkan
(reflek patella (+)).
13. Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala : merasa kesulitan untuk melakukann aktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis
(hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk
beristirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan
terjadikelemahan umum, gangguan pengelihatan,
gangguan tingkat kesadaran.
14. Sirkulasi
1) Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat
hipertensi postural.
2) Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya
embolisme atau malformasi vaskuuler, frekuensi nadi
bervariasi dan disritmia.
15. Integritas Ego

1) Gejala : Perasaan tidak berdaya dan perasaan putus asa

2) Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah,


sedih dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

16. Eliminasi

1) Gejala : terjadi perubahan pola berkemih

2) Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus


negatif.

17. Makanan atau Cairan

1) Gejala : nafsu makan hilang,mual muntah selama fase


akut, kehilangan sensasi pada lidah dan tenggorokan,
disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak
dalam darah

2) Tanda : kesulitan menelan dan obesitas.

18. .Neurosensori

1) Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya


rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas,
pengelihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan
penciuman.

2) Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya


terjadi koma pada tahap awal hemoragik, gangguan fungsi
kongnitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran atau
reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
19. Kenyamanan atau Nyeri

1) Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda

2) Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah,


keteganganpada otot

20. Pernapasan

1) Gejala : merokok

2) Tanda : ketidakmampuan menelan atau batuk , hambatan


jalan napas, timbulnya pernapasan sulit dan suara nafas
terdengar ronchi

21. Keamanan

Tanda : masalah dengan pengelihatan, perubahan


sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu
mengenal objek, gangguan berespon, terhadap panas dan
dingin, kesulitan dalam menelan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017).
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan
menghidu dan melihat.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas.
g. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio
retina).
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi serebral
Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi klien stroke non
hemoragik dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017:
a. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017).
1) Definisi
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
2) Faktor risiko
a) Embolisme
b) Hipertensi
3) Kondisi klinis terkait
a) Stroke
b. Nyeri Akut (D.0077).
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab :Agen pencedera fisiologis (iskemia)
3) Batasan karakteristik
Tabel 2.1 Batasan Karakteristik

Gejala dan Subjektif Objectif


tanda

Mayor Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis


2. Bersikap protektif (mis.
Waspada, posisi
mengindari nyeri)
3. Gelisah, frekuensi nadi
meningkat
4. Sulit Tidur

Minor Tidak tersedia 1. Tekanandarah


meningkat
2. napas berubah, nafsu
makan berubah, proses
berpikir terganggu
3. Menarik diri
4. Berfokus pada diri
sendiri dan diaforesis.

4) Kondisi klinis terkait

a) Sindrom korener akut

c. Defisit Nutrisi (D.0019).

1) Definisi Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan


metabolisme.

2) Penyebab

a) Kurangnya asupan makanan

b) Ketidakmampuan menelan makanan


3) Batasan karakteristik

Tabel 2.2 Batasan Karakteristik

Gejala dan tanda Subjektif Objectif

Mayor Tidak tersedia 1. Berat badan


menurun minimal
10% di bawah
rentang ideal.

Minor 1. Cepat kenyang 1. Bising usus


setelah makan hiperaktif
2. Kram/nyeri 2. otot pengunyah
abdomen lemah
3. Nafsu makan 3. otot menelan lemah
menurun 4. membran mukosa
pucat.

(sumber ; PPNI, 2017 )

4) Kondisi klinis terkait


a) Stroke
b) kerusakan neuromuskuler

d. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085).

1) Definisi

Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun


eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan
atau terdistorsi.

2) Penyebab

a) Gangguan pengelihatan

b) Gangguan pendengaran

c) Gangguan penghiduan

d) Gangguan perabaan
3) Batasan Karakteristik

Tabel 2.3 Batasan Karakteristik

Gejala dan Subjektif Objektif


Tanda

Mayor  Mendengar  Distorsi sensori


bisikan atau  Respon tidak
melihat sesuai
bayangan  Bersikap seolah
 Mersakan melihat,
sesuatu melalui mengecap,
indera perabaan, meraba, atau
penciuman, mencium sesuatu
perabaan atau
pengecapan

Minor Menyatakan kesal  Menyendiri


 Melamun
 Konsentrasi
buruk
 Disorientasi
waktu, tempat,
orang atau
situasi
 Bicara sendiri

(Sumber, PPNI, 2017 )

4) Kondisi klinis terkait

a) Trauma pada saraf kranialis II, III, IV dan VI akibat stroke,


aneurisma intracranial, trauma/tumor otak.

e. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054).

1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri.

2) Penyebab

a) Ketidakbugaran fisik

b) Penurunan kekuatan otot

c) Gangguan neuromuskular

d) Nyeri

e) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik

f) Gangguan kognitif

g) Gangguan sensori persepsi

3) Batasan karakteristik

Tabel 2.4 Batasan Karakteristik

Gejala dan Subjektif Objektif


tanda

Mayor 1.Mengeluh sulit 1.Tampak kekuatan otot


menggerakkan extremitas menurun

2.Rentang gerak (ROM )


menurun

Minor 1.Nyeri saat bergerak 1. Tampak sendi kaku

2.Enggan melakukan 2.Gerakan tidak terkoordinasi


pergerakan
3.Gerakan terbatas
3.Merasa cemas saat
bergerak 4. Fisik lemah

(Sumber , PPNI, 2017 )

4)Kondisi klinis terkait

a. Stroke
f. Gangguan Integritas Kulit/jaringan (D.0129).

1) Definisi Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis).

2) Penyebab

a) Perubahan sirkulasi

b) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

c) Penurunan mobilitas

d) Kelembaban

e) Proses penuaan

f) Neuropati perifer

g) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan


/melindungi integritas kulit

3) Batasan karakteristik

Tabel 2.5 Batasan Karakteristik

Gejala dan Tanda Subjektif Objektif

Mayor Tidak tersedia 1.Kerusakan jariangan


dan/ lapisan kult

Minor Tidak tersedia 1.Nyeri

2.Perdarahan

3.Kemerahan

4.Jematoma

(Sumber ,PPNI,2017)

4) Faktor yang berhubungan

a) Imobilisasi
g. Risiko Jatuh (D.0143).

1) Definisi Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan


akibat terjatuh.

2) Faktor risiko

a) Usia ≥65 tahun (pada dewasa)

b) Riwayat jatuh

c) Penurunan tingkat kesadaran

d) Perubahan fungsi kognitif

e) Kekuatan otot menurun

f) Gangguan pendengaran

g) Gangguan keseimbangan

h) Gangguan penglihatan ( missal Glaukoma, katarak, ablation retina,


neuritis optikus )

3) Konsisi klinis terkait ; Penyakit cerebrovaskuler

h. Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119).

1) Definisi Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk


menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem
simbol.

2) Penyebab

a) Penurunan sirkulasi serebral


b) Gangguan neuromuskular

c) Gangguan pendengaran

3) Batasan karakteristik

Tabel 2.6 Batasan Karakteristik

Gejala dan tanda Subjektif Objectif

Mayor Tidak tersedia 1.Tidak mampu


berbicara/mendenga
r

2.Menunjukkan
respon tidak sesuai

Minor Tidak tersedia 1.Afasia2

2.Apraksia

3 Disleksia

4.Disarttria

5. Dislalia

6. Afornia

7.. Pelo

8. Gagap

9.Tidak ada kontak


mata

10.Sulit wajah dan


memahami komunikasi

11.Sulit
mempertahankan
komunikasi

12.Sulit menggunakan
ekspresi wajah dan
tubuh

13.Tidak mampu
menggunakan ekspresi
wajah dan tubuh

14.Sulit menyusun
kalimat, verbalisasi
tidak tepat

15.Sulit
mengungkapkan kata2

16. Disorientasi (orang,


ruang, waktu )

17.Defisit penglihatan
dan delusi

4) Kondisi klinis terkait

a) Stroke

b) Peningkatan tekanan intrakranial

4. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016).

Tabel 2.7 intervensi keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi


o
Kriteria Hasil

1. Resiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan


Cerebral tidak tindakan tekanan intrakranial (I.06194)
keperawatan 1. Identifikasi penyebab
efektif
selama 1x 24 jam peningkatan tekanan
berhubungan diharapkan perfusi
dengan serebral (L.02014) intrakranial (TIK)
Embolism dapat 2. Monitor tanda gejala
adekuat/meningkat peningkatan tekanan
dengan 3. Monitor status pernafasan
pasien
Kriteria hasil : 4. Monitor intake dan output
 Tingkat cairan
kesadaran 5. menyediakan lingkungan
meningkat yang tenang
 Tekanan Intra 6. Berikan posisi semi fowler
Kranial (TIK) 7. Pertahankan suhu tubuh
menurun normal
 Tidak ada 8. Kolaborasi pemberian obat
tanda tanda deuretik osmosis
pasien gelisah
 TTV membaik

2. Nyeri akut Setelah dilakukan Managemen Nyeri(I.08238)


berhubungan tindakan
dengan agen keperawatan 1. Identifikasi lokasi ,
pencedera selama 3x 24 jam karakteristik, durasi,
fisiologis diharapkan tingkat frekuensi, kulaitas, intensitas
(iskemia) nyeri (L.08066) nyeri
menurun dengan 2. Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi respon nyeri non
 Keluhan nyeri verbal
menurun. 4. Berikan posisi yang nyaman
 Meringis 5. Ajarkan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
 Sikap protektif mengurangi nyeri (misalnya
menurun relaksasi nafas dalam)
 Gelisah 6. Kolaborasi pemberian
menurun. analgetik
 TTV membaik

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)


berhubungan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi
dengan keperawatan
2. Monitor asupan makanan
ketidakmampu selama 2x 24 jam
an menelan diharapkan ststus 3. Berikan makanan
makanan nutrisi (L.03030) dihabiskan/ meningkat
(D.0019). adekuat/membaik ketika masih hangat
dengan 4. Ajarkan diit sesuai yang
kriteria hasil:
diprogramkan
1)Porsi makan
2) Berat badan 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
membaik dalam pemberian diit yang
3) Frekuensi makan
tepat
membaik
4) Nafsu makan
membaik
5) Bising usus
membaik
6) Membran
mukosa membaik

4. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor fungsi sensori dan


persepsi tindakan persepsi:pengelihat an,
sensori keperawatan
penghiduan, pendengaran
berhubungan selama 3x 24 jam
dengan diharapkan dan pengecapan
ketidakmampu persepsi sensori 2. Monitor tanda dan gejala
an menghidu (L.09083)
penurunan neurologis klien
dan melihat membaik dengan
(D.0085). 3. Monitor tanda tanda vital
kriteria hasil: klien
1) Menunjukkan
tanda dan gejala
persepsi dan
sensori baik:
pengelihatan,
pendengaran,
makan dan
minum baik.
2) Mampu
mengungkapkan
fungsi pesepsi
dan sensori
dengan tepat.

5. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


mobilitas fisik tindakan (I.05173)
berhubungan keperawatan 1. Identifikasi adanya
dengan selama 6x24 jam keluhan nyeri atau fisik
gangguan diharapkan lainnya
neuromuskular mobilitas fisik 2. Identifikasi kemampuan
(D.0054) (L.05042) dalam melakukan
klien meningkat pergerakkan
dengan 3. Monitor keadaan umum
kriteria hasil: selama melakukan
1) Pergerakan mobilisasi
ekstremitas 4. Libatkan keluarga untuk
meningkat membantu klien dalam
2) Kekuatan otot meningkatkan pergerakan
meningkat 5. Anjurkan untuk
3) Rentang gerak melakukan pergerakan
(ROM) secara perlahan
meningkat 6. Ajarkan mobilisasi
4) Kelemahan fisik sederhana yang bisa
menurun dilakukan seperti duduk di
tempat tidur, miring kanan/
kiri, dan latihan rentang
gerak ( ROM )

6. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit


integritas tindakan (I.11353)
kulit/jaringan keperawatan 1. Identifikasi penyebab
berhubungan selama 3x 24 jam gangguan integritas kulit
dengan diharapkan 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika
penurunan integritas tirah baring
mobilitas kulit/jaringan 3. Anjurkan menggunakan
(D.0129). (L.14125) pelembab
meningkat dengan 4. Anjurkan minum air yang
kriteria hasil : cukup
1) Perfusi jaringan 5. Anjurkan meningkatkan
meningkat asupan nutrisi
2) Tidak ada tanda 6. Anjurkan mandi dan
tanda infeksi menggunakan sabun
3) Kerusakan secukupnya.
jaringan
menurun
4) Kerusakan
lapisan kulit
5) Menunjukkan
terjadinya
proses
penyembuhan
luka

7. Risiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh (I.14540)


dibuktikan tindakan 1. Identifikasi faktor
dengan keperawatan resikojatuh
kekuatan otot selama 2x 24 jam
menurun diharapkan tingkat 2. Identifikasi faktor
(D.0143). jatuh (L.1438) lingkungan yang
menurun dengan meningkatkan resiko
kriteria hasil: jatuh
1) Klien tidak 3. Pastikan roda tempat
terjatuh dari tempat tidur selalu dalam
tidur keadaan terkunci
2) Tidak terjatuh 4. Pasang pagar pengaman
saat dipindahkan tempat tidur
3) Tidak terjatuh 5. Anjurkan untuk
saat duduk memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
6. Anjurkan untuk
berkonsentrasi menjaga
keseimbangan tubuh

8. Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi: defisit


komunikasi tindakan bicara (13492)
verbal keperawatan 1. Monitor
berhubungan selama 6x 24 jam kecepatan,tekanan,
dengan diharapkan kuantitas,volume dan diksi
penurunan komunikasi verbal bicara
sirkulasi (L.13118) 2. Identifikasi perilaku
serebral meningkat dengan emosional dan fisik sebagai
(D.0119). kriteria hasil: bentuk komunikasi
1) Kemampuan 3. Berikan dukungan
bicara psikologis kepada klien
meningkat 4. Gunakan metode
2) Kemampuan komunikasi alternatif (mis.
mendengar dan Menulis dan bahasa
memahami isyarat/ gerakan tubuh)
kesesuaian 5. Anjurkan klien untuk
ekspresi wajah / bicara secara perlahan
tubuh
meningkat
3) Respon prilaku
pemahaman
komunikasi
membaik
4) Pelo menurun

Sumber: (Nurarif Huda, 2016),Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018) & Tim Pokja SLKI
DPP PPNI, (2019).

4 Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan


dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas
perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau
dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
(Wilkinson, 2012).

Komponen tahap implementasi antara lain:

1. Tindakan keperawatan mandiri.

2. Tindakan keperawatan edukatif

3. Tindakan keperawatan kolaboratif.

4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan


keperawatan

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan


keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)


Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan
perencanaan.
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia
2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh
perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)


Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan
pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:
1. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau
klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien
hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan
sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeh.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih


bahasa Tim Penerbit PSIK UNPAD.Jakarta: EGC.

Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosa & Tata Laksana


Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.

Misbach,J. 2008. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam : Rasyid,A.;


dan Soertidewi,L.; (Ed). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Hal
1-9.Jakarta: Balai Penerbit Universitas Indonesia.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan


kedua puluh Sembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. p. 141-142.

Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Penerbit


Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai