OLEH :
TRIANA LISTYORINI
20214663074
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
a. Otak
Otak merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan sekitar
100 millar sel saraf , walaupun berat total otak hanya sekitar 2,5% dari berat
tubuh, 70 % oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh ternyata digunakan
oleh otak. Berbeda dengan otak dan jaringan lainya. Otak tidak mampu
menyimpan nutrisi agar bisa berfungsi, otak tergantung dari pasokan aliran
darah, yang secara kontinyu membawa oksigen dan nutrisi. Pada dasarnya
otak terdiri dari tiga bagian besar dengan fungsi tertentu yaitu:
1. Otak besar, Otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan
dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara,
integritas informasi sensori ( rasa ) dan kontrol gerakan yang
halus. Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu, lobus
frontalis, lobus parientalis, lobus temporalis, dan lobus
oksipitalis.
2. Otak kecil, Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk
koordinasi gerakan dan keseimbangan.
3. Batang otak, Berhubungan dengan tulang belakang,
mengendalikan berbagai fungsi tubuh termasuk koordinasi
gerakan mata, menjaga keseimbangan, serta mengatur pernafasan
dan tekanan darah. Batang otak terdiri dari, otak tengah, pons dan
medula oblongata.
Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang
merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun
dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan
dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis
sama seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak
sampai titik ujung yang sebenarnya. Korteks serebri selain dibagi
dalam lobus juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Cambel
membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum
korteks dibagi menjadi empat bagian:
1) Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri
yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani
suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang
bersangkutan. Korteks sensori bagian fisura lateralis menangani bagian
tubuh bilateral lebih dominan.
2) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual,
ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta
dihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis
mmpunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokortek.
3) Kortek motorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi
utamanya adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang mengatur
bagian tubuh kontralateral.
4) Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan
sikap mental dan kepribadian.
b. Batang otak
c. Cerebellum
C. ETIOLOGI
Faktor risiko stroke Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak
faktor atau yang sering disebut multifaktor. Faktor resiko yang berhubungan
dengan kejadian stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak
dapat dikendalikan (non-modifiable risk factors) dan faktor resiko yang dapat
dikendalikan (modifiable risk factors) (Nastiti, 2012).
a. Umur
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah
berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh
tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang
berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya
terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua
kelompok dewasa muda dan tidak memandang jenis kelamin.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada
wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda
sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan
perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya
wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan
meninggal lebih besar.
c. Ras
Ada variasi yang cukup besar dalam insiden stroke antara
kelompok etnis yang berbeda. Orang-orang dari ras Afrika memiliki
risiko lebih tinggi untuk semua jenis stroke dibandingkan dengan
orang-orang dari ras kaukasia. Risiko ini setidaknya 1,2 kali lebih
tinggi dan bahkan lebih tinggi untuk jenis stroke ICH (Intracerebral
Hemorrahage).
d. Faktor genetik
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling
berkaitan. Dalam hal ini hipertensi, diabetes, dan cacat pada
pembuluh darah menjadi faktor genetik yang berperan. Selain itu,
gaya hidup dan kebiasaan makan dalam keluarga yang sudah menjadi
kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan risiko stroke.
2. Faktor risiko dapat dikendalikan
a) Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama
yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita
hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat
dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90
persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena
stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140-90 tergolong dalam
penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan
risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang
lanjut usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar
terhadap risiko stroke. Orang yang tidak menderita hipertensi, risiko
stroke meningkat terus hingga usia 90 tahun, menyamai risiko stroke
pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian
menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko
stroke sebesar 38 persen dan pengurangan angka kematian karena
stroke sebesar 40 persen.
b) Diabetes Mellitus
d) Obesitas
D. PATOFISIOLOGI
defisit neurologis
c. Bicara pelo
e. Gangguan penglihatan
i. Vertigo
j. Kesadaran menurun
H. KLASIFIKASI
Stroke ini biasa disebut dengan stroke kecil, dimana stroke yang
terjadi pada periode singkat iskemik serebral terlokalisasi yang
menyebabkan defisit neurologis yang berlangsung selama kurang dari 24
jam. TIA disebabkan karena gangguan inflamasi arteri, anemia sel sabit,
perubahan aterosklerosis pada arteri karotis dan serebral, trombosis, serta
emboli.
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seprti
perdarahan, obstruktif arteri, oklusi / nuptur.
b. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasrkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
c. Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada
pendarahan sub arachnoid.
d. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis /alioran darah /muncul plaque / arterosklerosis.
e. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
f. Magnetic Resonance Imagine (MRI)
Menunjukan adanya tekanan anormal dan biasanya ada
thrombosis, emboli, dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukan, hemoragi sub arachnois /
perdarahan intakranial.
g. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran vertrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkn perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang
meluas.
h. Pemeriksaan laboratorium
1) Fungsi lumbal: tekanan normal biasanya ada thrombosis,
emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarachnoid atau intracranial. Kadar protein
total meninggal pada kasus thrombosis sehubungan dengan
proses inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin.
3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
J. PENATALAKSANAAN
Menurut penelitian ( setyopranoto, 2016 ) penatalaksanaan pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a. letakkan kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil.
b. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisa gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
c. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten).
d. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, stroke berisiko
terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami
disfagia. Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan sirkulasi
darah dan tekanan darah. kristaloid atau koloid 1500-2000 ml dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik. Pemberian nutrisi melalui oral hanya dilakukan
jika fungsi menelan baik, dianjurkan menggunakan
nasogastriktube.
e. Pantau juga kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai
batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama.
f. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistol >220 mmHg, diastol >120 mmHg, Mean Arteri Blood
Plessure (MAP) >130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal.
g. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan yaitu natrium nitropusid, penyekat reseptor
alfabeta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
h. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistol < 90 mmhg, diastol ¸70
mmHg, diberikanNACL 0,9% 250ml selama 1 jam, dilanjutkan
500ml selama 4 jam dan 500ml selama 8 jam atau sampai tekanan
hipotensi dapat teratasi. Jika belum teratasi, dapat di berikan
dopamine 2-2 µg/kg/menit sampai tekanana darah sistolik 110
mmHg.
i. Jika kejang, diberikan diazepam 5-20mg iv pelan-pelan selama 3
menit maksimal 100mg/hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan
per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2
minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
j. Jika didapat tekanan intrakranial meningkat, diberikan manitol
bolus intravena 0,25-1 g/ kgBB per 30 menit dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setelah 6 jam selama 3-5 hari
2) Fase rehabilitasi
a. Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b. Program manajemen Bladder dan bowel.
c. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
range of motion (ROM).
d. Pertahankan integritas kulit.
e. Pertahankan komunikasi yang efektif.
f. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g. Persiapan pasien pulang.
3) Pembedahan dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3
cm atau volume lebih dari 50ml untuk dekompresi atau pemasangan
pintasan ventrikulo peritoneal bila ada hidrosefalus obstruksi akut.
b. Penatalaksanaan medis
1) Terapi Farmakologi
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari
pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien (Tarwoto,
2013). Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien
mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen), pasien
acuh tak acuh terhadap lingkungan (apati), mengantuk yang dalam
(sopor), spoor coma, hingga penrunn kesadaran (coma), dengan
GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat
pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos
mentis dengan GCS 13-15.
2. Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik
memiliki riwata tekanan darah tinggi dengan tekanan systole >
140 dan diastole > 80. Tekanan darah akan meningkat dan
menurun secara spontan. Perubahan tekanan darah akibat
stroke akan kembali stabil dalam 2-3 hari pertama.
b) Nadi
Nadi biasanya normal 60-100 x/menit
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami gangguan
bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
non hemoragik
2. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke non
hemoragik
3. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, pasien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada nervus
VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah, pasien
kesulitan untuk mengunyah.
4. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, kelopakmata tidak oedema. Pada pemeriksaannervus II
(optikus): biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus
III (okulomotorius): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil
kadang isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis)
biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan
bawah. Nervus VI (abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.
5. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I
(olfaktorius): kadang ada yang bisa menyebutkan bauyang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda danpada
nervus VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang tidak
lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak
tangan – hidung.
6. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering.
Pada pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat
mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkanrasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglosus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan
ke kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat bicara.
7. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dariperawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara dan keras
dengan artikulasi yang jelas.
8. Leher
Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non
hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku
kuduk biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).
9. Paru-paru Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal sonor
Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler
10. Jantung Inspeksi
biasanya iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya iktus kordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
11. Abdomen Inspeksi : biasanya simetris,
tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar Pada
pemeriksaan reflek dinnding perut, pada saat perut pasien digores,
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12. Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra.
Capillary Refill Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik.
Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanyapasien
stroke non hemoragik tidak dapat melawan tahananpada bahu
yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya
saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak
fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek Hoffman tromner biasanya jari tidak
mengembang ketika di beri reflek ( reflek Hoffman tromner
(+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan
bluedzensky 1 kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada
saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsal pedis digores biasanya
jari kaki juga tidak berespon ( reflek Caddok (+)). Pada saat
tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi ( reflek openheim (+)) dan pada
saat betis di remas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apaapa ( reflek Gordon (+)). Pada saat dilakukan
treflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat diketukkan
(reflek patella (+)).
13. Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala : merasa kesulitan untuk melakukann aktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis
(hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk
beristirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan
terjadikelemahan umum, gangguan pengelihatan,
gangguan tingkat kesadaran.
14. Sirkulasi
1) Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat
hipertensi postural.
2) Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya
embolisme atau malformasi vaskuuler, frekuensi nadi
bervariasi dan disritmia.
15. Integritas Ego
16. Eliminasi
18. .Neurosensori
20. Pernapasan
1) Gejala : merokok
21. Keamanan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017).
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan
menghidu dan melihat.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas.
g. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio
retina).
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi serebral
Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi klien stroke non
hemoragik dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017:
a. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017).
1) Definisi
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
2) Faktor risiko
a) Embolisme
b) Hipertensi
3) Kondisi klinis terkait
a) Stroke
b. Nyeri Akut (D.0077).
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab :Agen pencedera fisiologis (iskemia)
3) Batasan karakteristik
Tabel 2.1 Batasan Karakteristik
2) Penyebab
1) Definisi
2) Penyebab
a) Gangguan pengelihatan
b) Gangguan pendengaran
c) Gangguan penghiduan
d) Gangguan perabaan
3) Batasan Karakteristik
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri.
2) Penyebab
a) Ketidakbugaran fisik
c) Gangguan neuromuskular
d) Nyeri
f) Gangguan kognitif
3) Batasan karakteristik
a. Stroke
f. Gangguan Integritas Kulit/jaringan (D.0129).
2) Penyebab
a) Perubahan sirkulasi
c) Penurunan mobilitas
d) Kelembaban
e) Proses penuaan
f) Neuropati perifer
3) Batasan karakteristik
2.Perdarahan
3.Kemerahan
4.Jematoma
(Sumber ,PPNI,2017)
a) Imobilisasi
g. Risiko Jatuh (D.0143).
2) Faktor risiko
b) Riwayat jatuh
f) Gangguan pendengaran
g) Gangguan keseimbangan
2) Penyebab
c) Gangguan pendengaran
3) Batasan karakteristik
2.Menunjukkan
respon tidak sesuai
2.Apraksia
3 Disleksia
4.Disarttria
5. Dislalia
6. Afornia
7.. Pelo
8. Gagap
11.Sulit
mempertahankan
komunikasi
12.Sulit menggunakan
ekspresi wajah dan
tubuh
13.Tidak mampu
menggunakan ekspresi
wajah dan tubuh
14.Sulit menyusun
kalimat, verbalisasi
tidak tepat
15.Sulit
mengungkapkan kata2
17.Defisit penglihatan
dan delusi
a) Stroke
4. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016).
Sumber: (Nurarif Huda, 2016),Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018) & Tim Pokja SLKI
DPP PPNI, (2019).
4 Implementasi keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan