Anda di halaman 1dari 37

LTM

TERAPI KOMPLEMENTER PADA KEPERAWATAN

Oleh

Devanda Faiqh Albyn : 196070300111008

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2020
Terapi alternatif/komplementer merupakan istilah umum terhadap berbagai
praktik ataupun produk yang umumnya tidak dianggap sebagai terapi
medis/konvensional. Perkembangan terapi komplementer akhir- akhir ini menjadi
sorotan banyak negara dan menjadi salah satu pilihan pengobatan masyarakat. Hal ini
terjadi karena masyarakat ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya,
sehingga apabila keinginannya terpenuhi akan berdampak pada kepuasan. Hal ini dapat
menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer.
Alasan yang mendasari terapi komplementer menjadi piluhan masyarakat adalah
karena terapi komplementer dianggap sebagai terapi holistik artinya tidak hanya
memperbaiki kondisi sakitnya namun terapi ini juga ikut terlibat dalam pemeliharaan
bio, piskonya, selain alasan diatas masyarakat pun ingin terlibat langsung dalam
pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidupnya. Bebrapa
alasan klasik diatas, diikuti dengan beberapa masalah yang terjadi seperti dikatakan oleh
(Snyder, 2002) bahwa terdapat 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari
pengobatan konvensional yang diterima sehingga mereka beralih pada terapi
komplementer.
Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan didunia. WHO yang merupakan salah satu organisasi kesehatan
dunia telah merekomendasikan penggunaan obat traditional termasuk herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, terutama
bagi penyakit kronik, penyakit degenerative dan cancer, WHO juga mendukung upaya
peningkatan keamanan dan khasiat obat traditional. Data dunia menunjukkan Amerika
Serikat dan negara sekitarnya tercatat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif
dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Snyder, 2002). Data lain
menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika
dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Snyder, 2002). Indonesia
sendiri, yang merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya yang mampu
menciptakan berbagai terapi komplementer, juga telah mengembangkan penggunaan
terapi komplementer, RS Dharmais dan 12 RS lainnya yang ada di Jakarta telah
ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan untuk mengembangakan pengobatan
komplementer ini.
Oleh karena tingginya kebutuhan masyarakat akan terapi komplementer pada
berbagai ranah perawatan dan berkembangnya penelitian terhadap terapi komplementer,
maka hal ini menjadi perluang emas perawat untuk berpartisipasi sesuai kebutuhan
masyarakat. Dalam hal ini perawat dapat berperan akttif sebagao konselor bagi
masyarakat untuk memilih terapi komplementer yang tepat bagi masyarakat.
Therapi Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam
pengobatan modern. Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau
aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan
(Andrews & J.A., 1999) Terapi komplementer juga disebut sebagai pengobatan
holistik, pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu
secara menyeluruh yaitu sebuah pengobatan yang mengatur keharmonisan
individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan
fungsi (Smith, 2004). Memperhatikan beberapa pengertian diatas, dapat ditarik
suatu kesimpulan, bahwa terapi komplementer merupakan suatu terapi
pengganti/ tradisional yang dikombinasikan ke dalam pengobatan modern guna
mencapai suatu proses kesembuhan.
Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem – sistem
tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat
menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, hal ini ditekankan karena
dipercaya tubuh mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri,
Jenis terapi komplementer saat ini telah dikembangkan dan meluas dalam ilmu
keperawatan, meskipun penemu therapi tersebut tidak berasal dari kelompok
keperawatan. Terapi komplementer dibagi menjadi dua bagian yaitu terapi
invasif dan terapi noninvasif, antara lain :
a. Terapi Invasif adalah segala tindakan yang berhubungan dengan suatu teknik
yang dimasukkan di dalam tubuh yang termasuk dalam terapi invasif antara
lain akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam
pengobatannya.
b. Terapi Non Invasif adalah segala tindakan yang berhubungan dengan suatu teknik
yang tidak dimasukkan di dalam tubuh, hanya pada permukaan kulit saja, yang
termasuk dalam terapi non invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi,
prana, terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi
jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat
bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya (Hitchcock et al., 1999)
Menurut National Institute of Health (NIH), terapi komplementer dikategorikan
menjadi 5 (Suardi, 2011), yaitu :
a. Biological Based Practice
yaitu pengguaa bahan natural/ herbal dan praktik biologis dalam memberikan
kesembuhan pada masyarakat misalnya, vitamin, dan suplemen.
b. Mind-body techniques : meditasi
mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk
memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi
tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling,
biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni
c. Manipulative and body-based practice : pijat, refleksi
Terapi ini didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan
kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta
hidroterapi
d. Energy therapies : terapi medan magnet
terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik
sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet
e. Ancient medical systems : obat tradisional chinese, ayurvedic, akupunktur
Beberapa terapi yang telah dibuktikan secara ilmiah dan telah memiliki evidance
based diantaranya adalah :
a. Terapi sentuhan berguna untuk meningkatkan relaksasi, menurunkan nyeri,
mengurangi kecemasan, mempercepat penyembuhan luka, dan memberi
kontribusi positif pada perubahan psikoimunologik (Hitchcock, 1999).
b. Terapi pijat (massage) dilaksanakan pada berbagai kasus, seperti pada bayi
prematur berguna untuk pada bayi yang lahir kurang bulan, memperpendek hari
rawat, dan meningkatkan respons. Case lainnya seperti terapi pijat pada anak autis
meningkatkan perhatian dan belajar. Terapi pijat juga dapat meningkatkan pola
makan, meningkatkan citra tubuh, dan menurunkan kecemasan pada anak susah
makan (Stanhope & Inc, 2004)
c. Terapi kiropraksi terbukti dapat menurunkan nyeri haid dan level plasma
prostaglandin selama haid (Fontaine, 2005)
d. Terapi Herbal /Aromatherapi seperti minyak esensial berkhasiat untuk mengatasi
infeksi bakteri dan jamur (Buckle, 2003). Minyak lemon thyme mampu membunuh
bakteri streptokokus, stafilokokus dan tuberkulosis(Smith, 2004) Tanaman lavender
dapat mengontrol minyak kulit, sedangkan teh dapat membersihkan jerawat dan
membatasi kekambuhan. Dr. Carl menemukan bahwa penderita kanker lebih cepat
sembuh dan berkurang rasa nyerinya dengan meditasi dan imagery(Smith, 2004)
e. Terapi hipnoterapi & Yoga meningkatkan suplai oksigen, perubahan vaskular dan
termal, mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, dan mengurangi kecemasan
(Fontaine, 2005)
Peran Perawat
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer
diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan,peneliti, pemberi pelayanan
langsung, koordinator dan sebagai advokat.(Snyder, 2002)
a. Konselor
perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi apabila klien
membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil keputusan terkait
penggunaan terapi komplementer.
b. Pendidik
Sebagai pendidik kesehatan, menerapkan terapi komplementer pada terapi non
farmakologik, dengan ini memberikan pemahaman lebih kepada mahasiswa
bahwa selain pengobatan konvensional, terapikomplementer juga dapat dijadikan
alternative pengobatan.
c. Peneliti
Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian
yang dikembangkan dari hasil evidence-based practice
d. Care Giver
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam
praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer
e. Advokat
perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan omplementer
yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif
f. Koordinator
Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam
terapi komplementer adalah mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter
yang merawat dan unit manajer terkait.
1. Terapi Herbal
a. Defenisi
Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di
dunia.Menurut WHO, negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan
obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang diterima. Bahkan di
Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat
herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat
prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat
modern untuk penyakit tertentu diantaranya kanker, serta semakin luas akses
informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar, 2006). WHO
merekomendasi penggunaan obat tradisional dalam pemeliharaan kesehatan
masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit
kronis, penyakit degeneratif, dan kanker.WHO juga mendukung upaya-upaya
dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat herbal (WHO, 2003).
Kebijaksanaan Obat Nasional (1983) menyatakan bahwa penyediaan obat
merupakan salah satu unsur yang penting dalam upaya pembangunan di bidang
kesehatan.Obat tradisional yang terbukti berkhasiat dikembangkan dan digunakan
dalam upaya kesehatan.Dalam rangka memacu perkembangan obat tradisional
tersebut, pemerintah menetapkan bahwa fitofarmaka dapat digunakan dalam
sistem pengobatan formal bersama-sama dengan obat kimia.Untuk mencapai hal
tersebut perlu dilakukan standardisasi guna menjamin mutu produk yang
dihasilkan (Ivan, 2002 cit Arini, 2004).
b. Standarisasi Obat Hebral
Standardisasi dalam kefarmasian adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara
pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan
farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian
umumnya. Persyaratan mutu bahan baku berupa simplisia maupun ekstrak terdiri
dari berbagai parameter standar umum (non spesifik) dan parameter standar khusus
(spesifik). Pemerintah melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan serta
melindungi konsumen untuk tegaknya trilogi “mutu-keamanan-manfaat”.
Pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir (obat
atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu.
Salah satu tanaman yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional di
dalam masyarakat adalah Ficus septica (Burm.f) yang dikenal dengan nama awar-
awar. Tanaman awar-awar termasuk suku Moraceae.Secara empiris tanaman ini
berkhasiat untuk mengatasi infeksi kulit, radang usus buntu, bisul, gigitan ular
berbisa dan sesak nafas (Sekti et al, 2008). Penelitian tentang aktivitas farmakologi
tanaman awar-awar juga banyak dilaporkan, antara lain sebagai obat anti-kanker
yang poten. Sudah banyak penelitian saat ini melihat efek sitotoksik terhadap sel
kanker dan sebagai imunomodulator.Ekstrak etanolik daun awar-awar terbukti
memberikan efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D dengan IC50
sebesar 13 μg/ml (Nurcahya, 2007) dan dapat menghambat proliferasinya
(Mubarok et al., 2008).Uji sitotoksik juga telah diujikan pada sel kanker payudara
MCF-7 dan terbukti potensial dengan IC50 sebesar 6 μg/ml (Sekti et al., 2008).Ini
mengindikasikan bahwa ekstrak tanaman tersebut bersifat poten terhadap sel kanker
payudara baik sel MCF-7 dan T47D.Di samping itu, ekstrak etanolik awar-awar
juga menunjukkan efek imunomodulator pada tikus yang dipejani doxorubicin
(Setyarini et al., 2009).Pada penelitian Nugroho et al (2011 & 2012) telah
dilakukan fraksinasi terhadap ekstrak etanolik daun awar-awar dan dilakukan uji
aktivitas antikanker (sitotoksik).Dengan menggunakan metode bioassay-guided
fractination, ditemukan fraksi aktif yaitu fraksi larut etil asetat dan menunjukkan
penghambatan pertumbuhan sel kanker payudara (sel T47D) yang poten. Lebih
jauh dilaporkan, bahwa yang bertanggungjawab sebagai agen anti-kanker adalah
adanya senyawa alkaloid golongan fenantroindolisidin.Alkaloid fenantroindolisidin
dalam daun awar-awar memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker. Aktivitas
sitotoksik komponen fenantroindolisidin menunjukkan nilai poten yang tinggi pada
cell lines carcinoma KB-VI (multidrugs resistance cell) dan KB-3-1 (sensitive
cell). Salah satu komponen fenantroindolisidin berupa 6-O-desmethylantofine dari
Tylophora tanakae mempunyai IC50 7 ± 3 nM untuk sel KB-3-1 dan IC50 10 ± 4
nM untuk sel KB-VI (Staerk et al., 2002). Batang awar-awar yang terbukti
mengandung alkaloid fenantroindolisin mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel
kanker nasofaring HONE-1 (human nasopharyngeal carcinoma) dan sel kanker
lambung HUGC (human gastric cancer) (Damu et al., 2005).Penelitian Yang et al.
(2005) menyebutkan daun tanaman ini memiliki efek anti inflamasi melalui
penghambatan inducible nitic oxide synthase (iNOS) dan enzim siklooksigenase-2
(COX-2). Meskipun telah dilaporkan berbagai aktivitas senyawa yang terkandung
dalam tanaman awar-awar, tetapi belum dilakukan standardisasi yang menjamin
mutu penggunaan tanaman ini. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam
rangka standardisasi simplisia daun awar-awar sebagai bahan baku obat herbal,
sehingga dapat digunakan sebagai pedoman pengawasan mutu simplisia daun awar-
awar sebagai bahan baku utama. Sampel daun awar-awar diambil dari tiga lokasi
yang berbeda guna menentukan rentang dari berbagai nilai parameter standar baik
parameter spesifik maupun non spesifik. Data yang diperoleh diharapkan dapat
menjadi acuan dalam pengembangan obat tradisional dari bahan baku daun awar-
awar. Dengan demikian penggunaan daun awar-awar sebagai bahan baku obat
tradisional dapat lebih diterima terutama pada pengobatan modern.
c. Aplikasi Herbal dalam Keperawatan Jiwa ( Penelusuran ilmiah/Jurnal)
1) Hypericum (St John’s Wort). Pada tanaman ini sering digunakan masyarakat di
seluruh Eropa dan Amerika Serikat untuk mengatasi depresi ringan hingga
sedang, gangguan afekti akibat perubahan musim, ansietas, dan gangguan tidur.
Mekanisme kerja terapi herbal ini mempengaruhi serotonin, dopamine, gamma-
aminobutyric acid (GABA), dan penghambat penyerapan tulang norepinefrin.
Adanya efek lain dari terapi herbal Hypericum (St John’s Wort) yaitu anti
inflamasi, antivirus, antimikroba, antiulserogenik, dan anti kontraksi sel.
Penelitian meta analisis pada klien dengan depresi berat telah telah
membuktikan bahwa hypericum lebih unggul dari pada terapi plasebo dengan
tingkat keefektivitas sebanding dengan terapi antidepresan conventional,
termasuk selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Efek yang terjadi karena
putusnya terapi herbal hypericum lebih rendah dari pada klien yang putus terapi
antidepresan (Linde et al, 2008; rahimi et al, 2009). Tetapi, hypericum memiliki
efek samping yang berbahaya juga. Pada zat yang terkandung pada hypericum
mengganggu metabolism berbagai obat dan tidak boleh diberikan kepada klien
yang sedang menjalani pengobatan dengan menggunakan jalur metabolism
CYP450-3A4, termasuk juga obat antipenolakan pasca transplantasi, kontrasepsi
oral, obat antikolesterol statin, inhibitor, protease, antineoplastik, antiretroviral,
antikonvulsan, digoxin, teofilin, triptans, SSRI, 7dan antikoagulan (Mischoulon,
2007). Hypericum memiliki kandungan hyperofin 0,3%. Ekstrak hypericum
dengan kandungan hyperofin tinggi beresiko menyebabkan induksi CYP3A.
sejak adanya sindrom serotonin merupakan masalah yang timbul pada terapi
hypericum yang diberikan bersamaan dengan SSRI, maka perlu adanya periode
pembersihan selama 2 minggu sebelum memulai terapi anti depresan SSRI
berikutnya dengan menghentikan sementara pemberian hypericum atau
sebaliknya (Kasper et al, 2010).
2) Gingko biloba, ekstrak yang diperoleh dari daun ginkop (maidenhair) pohon
yang ada di negara China, merupakan bahan utama dalam pemberian terapi
herbal yang telah diteliti dapat meningkatkan efek kognitif pada klien dengan
masalah kesehatan jiwa, khususnya pada mereka dengan penyakit Alzheimer.
Ekstra gingko biloba bekerja untuk melebarkan pembuluh darah dan
meningkatkan suplai pembuluh darah, mengurangi kekentalan darah,
mengurangi radikal bebas, dan mengubah kadar neurotransmitter. Dosis
pemberian berkisar 120-240 mg per hari yang terbagi dalam dosis terpisah,
standart mengandung 24%-32% flavon glikosida dan 6%-10% terpenoid (bahan
aktif) dengan hasil yang dapat dilihat dalam 4-6 minggu. Efek samping termasuk
gangguan pencernaan, reaksi kulit, sakit kepala, dan pusing. Terdapat laporan
yang menunjukkan bahwa gingko biloba dapat berinteraksi dengan antikoagulan
dan aspirin meningkatkan resiko perdarahan. Dalam meta-analisis dari gingko
pada klien dengan Alzhaimer, dimensia vaskuler dan campuran, ekstra gingko
menunjukkan adanya pengaruh tingkat sedang yang signifikan dibandingkan
dengan placebo untuk meningkatkan fungsi kognitif. Pada kasus dimensia
Alzhaimer, didapatkan peningkatan aktivitas hidup sehari-hari (Weinmann et al,
2010).
2. Akupresure & Akupuntur
1.1 Akupuntur
a. Defenisi
Akupunktur adalah suatu cara pengobatan yang sudah bersejarah lama.
Digunakan oleh para tabib di China sekitar 5000 tahun yang lalu menurut bukti-
bukti sejarah. Namun sampai sekarang cara pengobatan ini masih menjadi cara
alternatif yang paling dimintai oleh masyarakat untuk mencari kesembuhan dari
berbagai penyakit yang dideritanya. Akupunktur berasal dari Bahasa Latin, yaitu:
acus, “jarum” (kata benda), dan pungere, “tusuk” (kata kerja) atau dalam Bahasa
Mandarin disebut zhen jiu dimana zhen (tusuk) dan jiu (bakar), atau dikenal juga
sebagai terapi “moxibustion” yang merupakan suatu teknik terapi kesehatan dengan
cara memasukkan atau memanipulasi jarum ke dalam “titik akupunktur” tubuh.
Dengan cara ini diharapkan akan memulihkan kesehatan dan kebugaran, dan
khususnya sangat baik untuk mengobati rasa sakit yang diderita pasien.
Definisi serta karakterisasi titik-titik ini distandardisasikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO).Indikasi dari terapi akupunktur sendiri sangatlah
beragam.Teknik pengobatan tusuk jarum ini dapat mengatasi masalah-masalah
kesehatan yang terdapat pada rongga mulut dan saluran napas atas, peradangan pada
saluran pencernaan, kelopak mata, sampai beberapa jenis penyakit yang menyerang
saraf, tulang dan otot.Akupunktur pun dapat dipakai sebagai terapi pengurang rasa
sakitdan pemulih fitalitas sehari-hari. Kesederhanaan teknik, efektifitas, indikasi
yang luas, hampir tak ada efek samping, dan murah menjadi kelebihan dari cara
pengobatan Akupunktur ini. Dikatakan sederhana karena dalam pelaksanaannya
peralatan yang digunakan tidak rumit dan banyak, hanya menggunakan jarum
khusus.Dan merupakan pengobatan yang efektif, karena dapat menunjukan efek
positif dalam waktu yang relatif singkat.
Akupunktur adalah suatu cara pengobatan yang sudah bersejarah lama.
Digunakan oleh para tabib di China sekitar 5000 tahun yang lalu menurut bukti-
bukti sejarah. Namun sampai sekarang cara pengobatan ini masih menjadi cara
alternatif yang paling dimintai oleh masyarakat untuk mencari kesembuhan dari
berbagai penyakit yang dideritanya. Akupunktur berasal dari Bahasa Latin, yaitu:
acus, “jarum” (kata benda), dan pungere, “tusuk” (kata kerja) atau dalam Bahasa
Mandarin disebut zhen jiu dimana zhen (tusuk) dan jiu (bakar), atau dikenal juga
sebagai terapi “moxibustion” yang merupakan suatu teknik terapi kesehatan dengan
cara memasukkan atau memanipulasi jarum ke dalam “titik akupunktur” tubuh.
c. Tujuan
Dengan cara ini diharapkan akan memulihkan kesehatan dan kebugaran, dan
khususnya sangat baik untuk mengobati rasa sakit yang diderita pasien. Definisi serta
karakterisasi titik-titik ini distandardisasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO).
d. Indikasi
Indikasi dari terapi akupunktur sendiri sangatlah beragam.Teknik pengobatan tusuk
jarum ini dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang terdapat pada rongga
mulut dan saluran napas atas, peradangan pada saluran pencernaan, kelopak mata,
sampai beberapa jenis penyakit yang menyerang saraf, tulang dan otot.Akupunktur
pun dapat dipakai sebagai terapi pengurang rasa sakitdan pemulih fitalitas sehari-
hari. Kesederhanaan teknik, efektifitas, indikasi yang luas, hampir tak ada efek
samping, dan murah menjadi kelebihan dari cara pengobatan Akupunktur ini.
Dikatakan sederhana karena dalam pelaksanaannya peralatan yang digunakan tidak
rumit dan banyak, hanya menggunakan jarum khusus. Dan merupakan pengobatan
yang efektif, karena dapat menunjukan efek positif dalam waktu yang relatif singkat
e. Penelusuran Ilmiah Evidance Based
1) Akupunktur merupakan terapi denagn menusukkan jarum ke titik akupuntur
tertentu di sepanjang titik meridian tubuh untuk memperbaiki energy atau
ketidakseimbangan Qi, yang diduga menjadi penyebab kodisi medis. Hasil
penelitian meta-analisis uji kelompok acak telah membuktikan keamanan dan
efektivitas akupunktur pada klien depresi yaitu bahwa akupunktur lebih efektif
untuk depresi pasca-stroke disbanding pada gangguan depresi mayor.Efektivitas
akupunktur dalam penelitian ini sebanding dengan obat antidepresan sehingga
terdapat beberapa indikasi bahwa akupunktur dapat mempercepat respons
terhadap serotonin selective reuptake inhibitors (Zhang et al, 2010).
2) Penelitian lain menunjukkan bahwa akupunktur dapat mengatasi kondisi depresi
dengan bukti menurunnya skor Hamilton Depression Rating Scale (berkurang 63%)
secara signifikan lebih tinggi disbanding dengan akupunktur terkontrol
(berkurang37,5%)atau terapi pijat (berkurang 50%) pada ibu hamil dengan depresi
berat ( Manber et al, 2010). Seperti kebanyakan penelitian lainnya yang belum
mampu membedakan efek akupunktur yang “nyata” dan “palsu”.Penelitian lanjut
dengan metodologi yang lebih baik diperlukan untuk membuktikan bahwa
akupunktur adalah tritmen utama untuk mengatasi depresi.
3) Salah satu terapi CAM yang paling banyak di teliti digunakan untuk mengobati
kecanduan adalah akupunktur.The National Acupuncture Detoxification Association
(NADA) di AS telah melatih ribuan orang pada standar 4-5-titik auricular
akupunktur.Penelitian kuantitatif dengan metodologi yang lebih baik telah
membuktikan efektivitas spesifik akupunktur. Penelitian menggunakan terapi
akupunktur untuk mengatasi gejala kecanduan dan memberikan hasil yang beragam
dimana hasil penelitian terbaru tidak menunjukkan perbedaan keberhasilan pada
kasus kecanduan antara akupunktur khusus dengan akupunktur palsu/placebo
(Behere et al, 2010).
4) Bukti terbaru menunjukkan bahwa stimulasi listrik pada acupoints ( titik akupunktur)
dapat memberikan manfaat yang lebih baik. Sebuah penelitian yang menggunakan
teknik akupunktur, stimulasi (rangsangan) listrik transkutan pada acupoint
(transcutaneous electrical acupoint stimulation (TEAS), pada 48 klien rawat inap
yang mengalami kecanduan opioid yang dipilih secara acak mengalami proses
detoksifikasi terhadap TEAS aktif atau TEAS placebo tiga kali sehari selama 4 hari.
Kedua kelompok juga menerima terapi suboxore. Pada waktu 2 minggu berikut,
mereka yang menerima TEAS aktif lebih sedikit menggunakan obat opioid (29%
kambuh) daripada mereka yang menerima TEAS placebo (65% kambuh).Para klien
yang menerima TEAS aktif juga kurang menggunakan obat-obatan lain dan
melaporkan peningkatan kesehatan secara keseluruhan daripada klien yang
menerima TEAS placebo. Dengan demikian, akupunkturdianggap lebih efektif dalam
mengurangi keinginan dan penarikan gejala bila digunakan sebagaik tambahan dalam
pengobatan konvensional ( Meade et al, 2010)

1.2 Akupresur
a. Pengertian
Akupresur adalah salah satu bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan
dan stimulasi pada titik-titik tertentu pada tubuh.Berguna untuk mengurangi
bermacam-macam sakit dan nyeri serta mengurangi ketegangan, kelelahan dan
penyakit. Pada titik-titik penekanan ini, lebih dari 1000 darinya sebenarnya
merupakan syaraf kecil dengan diameter kurang lebih satu sentimeter, dengan
kedalaman yang bervariasi antara seperempat hingga beberapa inci. yang
menempel atau dekat dengan otot atau tendon. Titik-titik akupresur terletak pada
kedua telapak tangan begitu juga pada kedua telapak kaki.Di telapak kita
terdapat titik akupresur untuk jantung, paru, ginjal, mata, hati, kelenjar tiroid,
pankreas, sinus dan otak. Jika anda tidak mengetahui secara tepat dimana titik
-titik itu secara tepat di tangan anda maka tepukkanlah tangan anda selama dua
menit dan tangan anda akan mendapatkan tekanan yang diperlukan. Beberapa
Shadus (Saint dari India) mengatakan bahwa saat menyanyikan lagu-lagu
kebaktian pada Dewa terdapat ritual menepukkan tangan, di India ini
diperkenalkan oleh orang-orang suci untuk menstimulasi titik-titik ini
(akupresur). Akupresur adalah terapi dengan menekan titik di bagian tubuh
yang merupakan jalur meridian (saluran dalam tubuh yang dilewati energi Chi)
dengan penekanan menggunakan tangan, terutama jempol, sehingga dengan
penekanan tersebut akan mempengaruhi Chi (energi), Xie (darah) dan organ-
organ tubuh baik organ padat (Cang) dan organ berongga (Fu), sehingga
keseimbangan panas-dingin tubuh bisa harmonis, daya tahan tubuh meningkat,
seingga patogen penyakit bisa ditangani oleh imunitas tubuh tersebut (Wei Chi).
Akupresur dengan akupuntur secara prinsip sama, hanya perbedaannya ialah
pada cara merangsang jalur meridian itu kalau pada akupuntur dipakai alat yaitu
jarum kalau dengan akupresur dengan menggunakan pijatan jari atau tangan.

b. Manfaat Terapi Akupresur


1) Manajemen Stress dan keseimbangan tubuh energi
Akupresur membantu seseorang dalam pengelolaan stress.Ini menenangkan
ketegangan syaraf dan meningkatkan ketahanan stres individu karena langsung
bekerja pada sistem saraf otonom.Akupresur meningkatkan relaksasi tubuh dan
menciptakan pikiran positif.Akupresur ampuh dalam mengurangi
ketidaknyamanan dan bekerja dalam meningkatkan seseorang kesejahteraan
mental serta kesejahteraan emosional karena kunci untuk gangguan belajar dan
trauma emosional.Dengan membebaskan stress, meningkatkan kekebalan
akupresur seseorang untuk berbagai penyakit, mempromosikan kesehatan dan
mengembalikan aliran energi positif dalam tubuh.
2) Meringankan Nyeri
Akupresur dikenal memiliki efek jangka panjang pada nyeri di bagian tubuh
yang berbeda.Akupresur dipraktekkan di seluruh dunia untuk mengobati
radang sendi, nyeri otot di lengan dan leher, nyeri leher, nyeri sendi,
spondilitis, osteoartritis, nyeri yang disebabkan oleh olahraga dan atletik dan
nyeri tubuh lainnya.Terapis Akupresur berpendapat bahwa akupresur harus
digunakan sebagai pengobatan utama untuk gangguan lokomotif.Satu dapat
belajar perawatan diri aplikasi akupresur untuk mengatasi kelelahan, sakit
kepala, nyeri otot kronis dan fibromyalgia.Dengan teknik akupresur, seseorang
dapat menyingkirkan gangguan saraf seperti kelumpuhan wajah, gangguan
saraf perifer, epilepsi, vertigo, multiple sclerosis, sinusitis, insomnia, masalah
libido dan gangguan perut.
3) Berkaitan dengan Bersalin
Akupresur sangat membantu dalam menangani perubahan dan risiko
kehamilan. Berlatih akupresur selama kehamilan melemaskan otot-otot Anda,
menyeimbangkan mood dan emosi, meredakan gejala fisiologis yang
berhubungan dengan kehamilan seperti kembung, retensi air, kram otot, nyeri
pada leher, punggung, pinggul, linu panggul, sakit kepala, mual, tekanan darah,
aliran darah dll Pada trimester terakhir kehamilan, akupresur menginduksi
akhir persalinan, memudahkan proses pengusiran dan mengurangi nyeri
persalinan.
Setelah melahirkan, ia membantu seorang wanita dengan memperkuat kekuatan
penyembuhan dari tubuhnya. Secara alami mengurangi depresi pasca melahirkan, stres,
masalah laktasi dan gangguan kelamin.Akupresur terapi pijat sangat membantu seorang
wanita trauma postmenstrual, menopause, nyeri menstruasi, perubahan suasana hati dan
sakit punggung.
4) Meningkatkan Kehidupan Seks
Praktek akupresur memupuk energi seksual dan membuat bercinta lebih baik.Hal ini
diketahui meningkatkan kesuburan, rayuan dan daya tahan seksual.Pecinta memiliki
titik bonus merangsang titik akupresur masing-masing dengan tubuh penuh pelukan,
ciuman dan sentuhan rahasia.Hal ini meningkatkan kimia cinta dalam suatu
hubungan dan membuatnya pernah langgeng.Dengan akupresur, Anda dapat
menemukan solusi untuk masalah seksual seperti menghambat gairah seksual,
ejakulasi dini, impotensi, infertilitas dan frustrasi seksual.Ini membantu Anda untuk
mencapai yang lebih dalam komunikasi seksual dan kepuasan seksual.
c. Sejarah Terapi Akupresur
Akupunktur dan akupresur berasal dari Cina telah ada lebih-kurang 3000
tahun SM. Cara Pengobatan ini tumbuh dan berkembang melalui percobaan,
pengkajian, penelitian dan kumpulan pengalaman ribuan tahun. Misalnya: adanya
peristiwa peperangan dimana seorang prajurit ada yang tertusuk tombak, tertusuk
panah atau terkena senjata pada bagian tubuh tertentu. Adanya tusukan-tusukan
tersebut ternyata dapat menyembuhkan keluhan-keluhan penyakit yang diderita,
disamping peristiwa penyiksaan musuh atau penjahat dan juga pengalaman orang-
orang tertentu yang dilakukan pada diri sendiri, yang akhirnya menjadi suatu hal
yang konsisten dan jelas. Selanjutnya hal ini disusun menjadi suatu sistem yang
lengkap meliputi: filosofi, teori, dalil-dalil, kaidah-kaidah dan sebagainya dalam
cara-cara memeriksa, menentukan penyakit (diagnosa), dan pengobatannya.
(terdapat dalam kitab kuno “ Huang Ti Neiching Su Wen “ yang artinya
Pengobatan Penyakit. Dalam Klasik dari Kaisar Kuning, ditulis sekitar 2697 tahun
SM).
Berdasarkan uraian diatas akupunktur dan akupresur kemudian menjadi suatu
sistem yang lengkap dan konsisten sehingga merupakan satu-satunya jenis Pengobatan
yang baku, dan dapat dipelajari secara sistematis melalui suatu metode yang harus dapat
dikembangkan secara ilmiah. Tidak diketahui dengan pasti kapan akupunktur dan
akupresur masuk di Indonesia tetapi sejak perang dunia II telah ada, dan secara resmi
pada tahun 1963 di RSCM membuka Klinik Akupunktur.
Lalu berkembang menjadi Unit Pelayanan Teknis Rumah Sakit.Dalam
perkembangannya akupunktur dan akupresur tidak hanya milik manusia Cina tetapi
telah menjadi milik bangsa-bangsa di dunia.Tahun 1979 – WHO telah
merekomendasikan 43 jenis penyakit yang dapat diobati dengan akupunktur dan
akupresur. Dengan ditetapkannya peraturan MENKES RI No;
1186/menkes/Per/XI/1996 pada tanggal 12 November 1996,akupunktur dan akupresur
resmi dapat diterapkan pada sarana pelayanan kesehatan sebagai Pengobatan alternative
disamping pelayanan kesehatan lain pada umumnya baik pemerintah atau swasta di
Indonesia.
d. Teori Dasar Praktek Akupresur
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pijat akupresur:
o Dalam keadaan yang terlalu lapar.
o Dalam keadaan terlalu kenyang.
o Dalam keadaan terlalu emosional (marah, sedih, khawatir).
o Dalam keadaan hamil muda.
Selain kondisi si penderita, ruangan untuk terapi akupresur pun harus
diperhatikan: :
 Suhu ruangan jangan terlalu panas atau terlalu dingin.
 Sirkulasi udara baik, tidak terlalu pengap dan tidak melakukan pemijatan di
ruang berasap.
 Terapi bisa dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring dengan tenang, tidak
dalam keadaan tegang.
e. Cara Memijat Akupresur
1) Cara pemijatan bisa dilakukan dengan :
o Pijatan bisa kita lakukan setalah menemukan titik meridian yang tepat, yaitu
timbulnya reaksi pada titik pijat berupa rasa nyeri, linu atau pegal.
o Pijatan bisa dilakukan dengan menggunakan jari tangan, (Jempol dan Jari
telunjuk).
o Semua titik berpasangan kecuali untuk jalur meridian Ren dan Tu.
2) Lama dan banyaknya tekanan (pemijatan) :
 Pijatan untuk menguatkan (Yang), untuk kasus penyakit dingin, lemah,
pucat/lesu, dapat dilakukan dengan maksimal 30 kali tekanan, untuk
masingmasing titik dan pemutaran pemijatannya searah jarum jam.
 Pemijatan yang berfungsi melemahkan (Yin) untuk kasus penyakit panas,
kuat, muka merah, berlebihan/hiper dapat dilakukan dengan minimal 50 kali
tekanan dan cara pemijatannya berlawanan jarum jam.
Untuk penyakit yang baru (akut), akupresur dapat dilakukan 2 hari sekali,
sedangkan untuk penyakit yang sudah lama (kronis), akupresur bisa dilakukan 1
minggu sekali. Alangkah lebih jika terapi dibarengi dengan minum ramuan herbal,
untuk membantu proses penyembuhan. Terapi akupresur/totok menjadi bagian dari
terapi komplementer yang diakui memiliki beberapa manfaat bagi tubuh, termasuk
menghilangkan nyeri, mengurangi stres dan meningkatkan/melancarkan sirkulasi
darah, serta memberikan efek melemaskan tubuh. Teori akupresur mengajarkan
akan adanya energi/kekuatan yang tidak dapat dilihat dari setiap individu. Energi
yang tidak terlihat ini mengalir ke seluruh tubuh baik di luar di sekitar tubuh
maupun di dalam cairan tubuh, seperti dalam darah dan aliran limfe.
Akupresur merupakan teknik pengobatan Cina kuno/Traditional Chinese
Medicine (TCM), berasal dari teknik pengobatan akupunktur awalnya.Akupunktur
melibatkan jarum halus yang ditusukkan ke dalam titik-titik tertentu pada tubuh
untuk menghilangkan nyeri dan berbagai keluhan.Terapi akupresur dapat dilakukan
di berbagai bagian tubuh, termasuk pada wajah.Ini merupakan alat untuk
menyehatkan kulit, yang juga dapat membuat panjang umur.Facial akupresur/totok
wajah membuat kulit wajah Anda bersih dan kencang. Facial akupresur/totok
wajah menghasilkan aliran darah lokal di kapiler-kapiler wajah dan melepaskan
Anda dari berbagai keluhan seperti sakit kepala, insomnia, ketegangan saraf, sinus,
mata lelah, dan sumbatan hidung.
Facial akupresur bekerja secara spesifik untuk menghasilkan kesehatan kulit.
Cara kerja dari facial akupresur pada wajah adalah sebagai berikut :
a. Membantu mengatur aliran bebas dari Qi dan darah serta memfasilitasi
penyerapan nutrisi-nutrisi.
b. Merangsang/menstimulasi drainase limfatik dan membantu kulit untuk bernapas.
c. Merangsang/menstimulasi kulit untuk memproduksi kolagen, serta melembutkan
dan menghaluskan kulit, juga mengatur keseimbangan hormon.
d. Mengatur kerja normal dari organ-organ dalam dan menyebabkan kontraksi otot.
3. Diet & Nutrisi
a. Pengertian
Asupan makanan dan status gizi adalah faktor penting yang berpengaruh
terhadap kesehatan mental. Meskipun faktor makanan tidak menjadi etiologi
utama dalam masalah kesehatan mental, akan tetapi faktor makanan dan gizi
seseorang dapat berpengaruh terhadap status kesehatan. Asam lemak tak jenuh,
seperti omega 3 FA, fosfolipid, klestrol, niasin, folat, vitamin B6, vitamin B12,
dan vitamin D memiliki manfaat terhadap kesehatan mental. Sebaliknya lemak
jenuh dan gula bisa berbahaya bagi kesehatan otak (Lim et al, 2016).
Diet ekstrim yang mengakibatkan seseorang kekurangan nutrisi dapat
berdampak buruk terhadap fungsi otak dan dapat mempengaruhi kesehatan mental
dan perilaku. Untuk menjaga kesehatan otak dan fisik, maka diet haruslah
seimbang agar bermanfaat bagi kesehatan otak (Anonim, 2008).
b. Tujuan
Terapi diet dan nutrisi ini bertujuan untuk meningkatkan asupan nutrisi
dengan diet yang sehat dengan mengkonsumsi lebih banyak buah, sayur, dan ikan
dan meminimalkan konsumsi gula, lemak jenuh, dan lainnya agar meningkatkan
kesehatan otak.
c. Indikasi
Berdasarkan hasil studi literatur belum ditemukan indikasi khusus dilakukannya
terapi diet dan nutrisi ini. Akan tetapi, terapi ini banyak diterapkan pada remaja
dengan ansietas dalam upaya pemeliharaan kesehatan.
d. Efek samping
Studi literatur yang dilakukan oleh kelompok, tidak menemukan efeksamping dari
terapi diet dan nutrisi ini. Meskipun demikian, pemberian asupan nutrisi dan juga
diet perlu diperhatikan dengan teliti.
e. Penerapan terapi berdasarkan literatur
Lim et all (2016) dalam penelitiannya terapi diet dan nutrisi dengan pemberian
omega 3 FAs, folat, vitamin B6 dan B12 memiliki manfaat bagi kesehatan mental.
Dalam penelitian ini ditegaskan bahwa kebilah asupan lemak jenuh dan gula
memiliki efek yang buruk pada otak dan dapat mempengaruhi kerja otak sehingga
beresiko meningkatkan masalah kesehatan mental.
Clay (2017) mengulas mengulas tentang penelitian terhadap 120 anak dan remaja
yang mengkonsumsi makan cepat saji, gula dan minuman bersoda memiliki
prevalensi yang lebih tinggi mengalami ADHD. Setelah dilakukan intervensi dengan
melakukan penyesuaian terhadap makanan mereka, terdapat perubahan yang cukup
berarti dengan kelompok intervensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi diet
dan nutrisi memiliki manfaat terhadap kesehatan mental seseorang. Akan tetapi,
masih diperlukan pembuktian dan penelitian lanjutan mengenai hal ini.
4. Therapeuitic Touch And Massage
4.1 Therapeutic Touch
a. Pengertian
Terapi Terapi sentuhan terapeutik merupakan program penyembuhan klien yang
berfokus pada terapi pertukaran energy dengan menggunakan media tangan
sebagai alat bantu menyalurkan energy kepada klien (Stuart, 2016). Terapi
sentuhan terapeutik pertama kali gagas oleh Dora Kunz dan diteliti oleh Dolores
Krieger pada tahun 1973. Terapi sentuhan terapeutik dikembangkan dari tradisi
masyarakat Veda Indian Timur. Terapi sentuhan terapeutik merupakan
interprestasi dari praktik penyembuhan kuno. Adanya pemikiran bahwa tubuh,
emosi, pikiran, dan intensi manusia berasal dari sebuah medan dinamis yang
kompleks didalam dirinya. Dalam keadaan sakit, medan ini dipercaya menjadi
tidak seimbang sehingga diperlukan sebuah penyembuhan kembali. Hal inilah
yang menjadi dasar dari terbentuknya gagasan mengenai terapi sentuhan
terapeutik (Woods, Craven,& Whitney, 2005)
b. Tujuan
Terapi sentuhan terapeutik bertujuan membantu klien mengembalikan
kesejahteraan fisik, emosional, mental, dan spiritual dengan memanfaatkan
penyembuhan alami yang ada pada setiap orang. Perlu ditekankan bahwa terapi
sentuhan terapeutik bukanlah pengganti perawatan medis. Terapi setuhan
terapeutik tidak berusaha menyembuhkan penyakit, akan tetapi melengkapi
perawatan medis dengan cara merangsang proses penyembuhan alami tubuh
(Bach, n.d)
c. Indikasi
Terapi sentuhan terapeutik dapat diberikan pada semua orang dari segala usia,
baik dalam kondisi sehat ataupun sakit. Dalam keperawatan, terapi ini sering
diberikan pada pasien yang mengalami cemas atau sedih (Bach, n.d). Selain itu,
pasien dengan demensia dan stess dapat menjalani terapi ini.
d. Efek samping
Terapi sentuhan terapeutik ini, diklaim sangat aman dan tanpa efek samping.
Akan tetapi para terapis yang berpengalaman sangat berhati-hati melakukan
tindakan ini pada wanita hamil karena adanya lebih dari satu medan energi dan
juga pada orang dengan gangguan jiwa kompleks (Bach,n.d)
e. Penerapan Ilmiah Evidance Based
Terapi sentuhan terapeutik mulai banyak dikenal dalam profesi keperawatan
sebagai sebuah terapi komplementer dan alternatif. Merujuk pada penelitian awal
yang dilakukan oleh Heidt (1981) menunjukan bahwa terapi sentuhan terapeutik
memiliki efek terhadap relaksasi otot, mengurangi stress dan kecemasan.
Woods, Craven, Whitney, (2005) dalam penelitiannya, mencoba menerapkan
terapi sentuhan terapeutik ini pada pasien demensia dan mengetahui apakah terapi
ini berpengaruh pada gejala perilaku pasien dengan demensia. Penelitian ini
melibatkan 57 responden berusia antara 67 sampai 93 tahun yang menunjukan
gejala perilaku demensia. Terapi sentuhan terapeutik diberikan dua kali dalam
sehari 5-7 menit selama tiga hari. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa terapi
sentuhan terapeutik signifikan dalam mengurangi gejala perilaku demensia.
4.2 Terapi Pijat
a. Pengertian
Terapi pijat merupakan terapi dengan mekanisme menekan sumbu HPA untuk
mengurangi hormone stress serta meningkatkan aktivasi sistem saraf
parasimpatis (Stuart, 2016). Terapi pijat berasal dari teknik pijat tradisional yang
dikembangkan oleh Per Henrik Ling dan saat ini dianggap sebagai bagian dari
sistem perawatan kesehatan (Nazari, Mirzamohamadi & Yousefi, 2015).
b. Tujuan
Sebagai salah satu metode non-farmakologis, terapi pijat bertujuan untuk
mempertahankan kesejahteraan psikososial dan mengurangi stress. Selain itu,
terapi pijat ini juga bertujuan untuk merangsang efek fisiologis, seperti pelebaran
pembulu darah, relaksasi tubuh, produksi asam laktat dalam otot, meningkatkan
sirkulasi limfatik dan vena, serta menstimulasi penyembuhan jaringan ikat
(Nazari, Mirzamohamadi & Yousefi, 2015).
c. Indikasi
Pada dasarnya, sebagai terapi non-farmakologi, terapi pijat dapat dilakukan pada
siapa saja. Studi literatur belum menemukan indikasi khusus dilakukannya terapi
pijat. Akan tetapi, dalam keperawatan terapi pijat dapat digunakan pada klien
depresi serta klien dengan kecemasan (Stuart, 2016).
d. Efek samping
Terapi pijat memiliki dampak positif, akan tetapi tetap perlu diperhatikan
keamanan selama terapi dan pengalaman terapis dalam pemberian terapi pijat ini
(Collin, 2016).
e. Penerapan terapi berdasarkan literatur
Beberapa penelitian terkait dengan penerapan terapi pijat menunjukan bahwa
terapi ini bermanfaat untuk membantu klien depresi (Stuart, 2016). Penelitian
yang dilakukan oleh Hou et al (2010), menunjukan bahwa individu dengan
depresi menujukan penurunan gejala depresi lebih besar setelah menjalani terapi
pijat dibandingkan mereka yang tidak menjalaninya. Sentuhan terapeutik dalam
terapi pijat juga menciptakan hubungan terapeutik antara terapis dengan klien.
Hal ini memiliki dampak positif pada pasien dengan depresi.
Penelitian Collins (2016) terhadap empat orang responden dengan metode
kualitatif menegaskan bahwa terapi pijat berdampak positif pada semua peserta
yang memiliki isu kesehatan mental. Akan tetapi, dampak yang dihasilkan pada
kesehatan mental setiap peserta bervariasi, sehingga disimpulkan bahwa terapi
pijat bukan terapi yang efektif untuk semua orang. Dampak dari terapi pijat
berasal dari fisik dan relasional, sehingga pengalaman dalam relasi dengan orang
lain sangat berdampak pada kesehatan mental. Hubungan seperti ini salah
satunya dapat terjadi dengan adanya sentuhan terapeutik.
5. Yoga
a. Pengertian
Yoga merupakan kegiatan yang mengatur tubuh secara fisik dan emosional
dengan menggunakan berbagai posisi tubuh (asana), latihan peregangan, kontrol
napas (pranayana), dan meditasi (dhyana).
Sejumlah penelitian menyatakan bahwa yoga bermanfaat dalam mengurangi
gejala depresi, kecemasan, memperbaiki gangguan mood akut dan memungkinkan
modulasi kortisol yang dapat membuat seseorang merasa rileks.
b. Manfaat dan Teknik Yoga
Variasi dalam memberikan terapi yoga tergantung pada keluhan yang dialami oleh
pasien, akan tetapi terapi ini tidak bisa dilakukan pada pasien yang memiliki
penurunan mobilitas atau kecacatan. Pemberian terapi yoga harus memenuhi
beberapa aspek yang menjadi syarat dalam kegiatan yoga yaitu berpikir, berkata
dan berbuat benar (trikaya parisudha); latihan fisik (asana); latihan napas
(pranayama); istirahat (relaksasi); meditasi; dan pola makan yang benar. Terdapat
bermacam – macam teknik  untuk melakukan yoga, baik itu dari asana hingga
latihan bernafas. Yoga juga bermanfaat terhadap sistem pernapasan. Latihan napas
(pranayama) pada yoga dilakukan dengan mengatur napas secara lambat dan
dalam yaitu sekitar 3-4 kali per menit. Latihan napas ini akan meningkatkan
jumlah udara yang dipertukarkan di dalam paru-paru. Pada kondisi normal,
jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru dalam satu menit adalah sebanyak
16 x 500 ml, sedangkan pada saat melakukan latihan yoga jumlahnya meningkat
hingga 4 x 4800 ml. Dengan demikian melakukan yoga akan memperkaya
oksigen di dalam tubuh. Beberapa manfaat yoga terhadap sistem pernapasan
antara lain meningkatkan kapasitas pernapasan, memperbaiki pengaturan
napas, dan menambah suplai oksigen.  Berlatih yoga akan memberikan manfaat
langsung pada jantung, yaitu menurunkan laju atau frekuensi detak jantung (efek
kronotropik negatif) dan meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik
positif), sehingga para peyoga memiliki detak nadi relatif lambat seperti para
atlet. Manfaat yoga pada pembuluh darah antara lain dapat membantu
mengembalikan darah ke jantung, memperbaiki sistem pembuluh darah kecil,
meningkatkan sirkulasi darah sampai dengan tingkat sel, membersihkan kerak
kolesterol dan melancarkan aliran darah dan menormalkan tekanan darah. Selain
itu, latihan yoga juga dapat memperkaya oksigen sehingga oksigenasi sel
membaik. Yoga juga membuat sel-sel darah putih bekerja dan bergerak lebih aktif
sebagai mekanisme pertahanan tubuh.  Selain olah nafas (pranayama), gerakan
dalam yoga (asana) juga sangat diperlukan sebagai kordinasi antara otot
nafas,sehingga yoga dapat menguatkan tulang-tulang. Dalam yoga terdapat sesi
relaksasi. Relaksasi dilakukan dalam yoga setelah gerakan tubuh (asana).
Relaksasi sangat diperlukan dalam yoga karena,dengan relaksasi akan
mngembalikan keadaan tubuh secara stabil ketika ada kelebihan oksigen-oksigen
didalam tubuh secara stabil. Dengan melakukan relaksasi tubuh akan tenang dan
pikiran menjadi rileks. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Scholten et al
(2010),menyatakan bahwa Yoga memiliki efek yang positif yang lebih besar pada
suasana hati dan tingkat kecemasan seseorang dibandingkan penelitian
lainnya,karena yoga dihubungkan dengan terjadinya peningkatan senyawa kimia
gamma-aminobutyric acid (GABA) yang lebih tinggi di otak. GABA adalah
neurotransmitter dan hormon otak yang menghambat (inhibitor) reaksi-reaksi dan
tanggapan neurologis yang tidak menguntungkan (Kinser et al, 2013).Penerapan
dari “Yoga Pranayama” dapat membuang pikiran negatif yang masuk dalam
pikiran mereka. Sehingga mereka mampu mengevaluasi apa yang mereka
pikirkan. Yoga pranayama merupakan penghentian nafas selama beberapa saat,
pernapasan terdiri dari dua sisi negative dan dua sisi positif yaitu menarik
nafas,menahan nafas,mengeluarkan nafas.(Asmarani,2011 Kinser, Elswick, &
Korstein, 2014). Tekhnik pernafasan dilakukan dengan mengatur nafas panjang
dan durasi menarik nafas, menarik nafas,upaya menahan napas,serta panjang dan
hembusan nafas. Bernafas secara 30 menit dapat menyeimbangkan energi positif
dan negative. Teknik ini membantu seseorang untuk mengontrol keadaan tubuh
dan keadaan dari pikirannya sehingga menjadi tenang dan emosi bisa dikontrol
serta respon yang dikeluarkan dapat stabil (Somvir, 2008 dalam Kinser, Elswick,
& Korstein, 2014).
c. Indikasi
1) Depresi
Untuk mengatasi depresi diperlukan teknik yoga yang efektif dan sesuai dengan
tingkat keparahan depresi dan respon pasien terhadap terapi yoga. Yoga dikaitkan
dengan efek antidepresan dan pengurangan stres. Teknik pernapasan yang
digunakan dalam yoga dapat berhubungan dengan stimulasi saraf vagus dan
menyeimbangkan sistem saraf otonom. Kegiatan (asana dan peregangan) dalam
yoga dapat mengurangi agitasi dan aktivitas pada beberapa klien depresi saat
berlatih dhyana sendirian. Mekanisme yang berhubungan dengan yoga lainnya
termasuk pengaturan penurunan fungsi hipotalamus – hipofisis – adrenal/
hypothalamic – pituitary – adrenal (HPA) yang menghasilkan penurunan stres,
mengatur sistem neurotransmiter, mengoptimalkan manfaat tidur, dan
meningkatkan perilaku dan pemikiran yang adaptif (Uebelacker et al, 2010 dalam
Stuart, 2016).
2) Gangguan kecemasan (anxiety disorder)
Penelitian dilakukan pada kelas yoga selama 12 minggu dibandingkan dengan
program terapi terstruktur untuk menentukan apakah yoga efektif karena
aktivitas fisik yang dilakukan. Penelitian tersebut melibatkan responden sehat
yang diukur tingkat ansietas, depresi, dan hasil pemeriksaan magnetic resonance
spectroscopy. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan yang lebih besar
dalam suasana hati dan mengurangi ansietas pada kelompok yoga. Perbaikan
kondisi ini juga ada hubungannya dengan peningkatan kadar GABA di talamus
(Streeter et al, 2010 dalam Stuart, 2016).

3) Gangguan penggunaan zat


Peristiwa kehidupan yang penuh stres umum terjadi dalam proses pemulihan dapat
memicu gejala kecanduan sehingga meningkatkan resiko kekambuhan. Secara
khusus stres memengaruhi kognitif, afektif, dan reaksi fisiologis yang mengakibatkan
kekambuhan dan penggunaan zat (Garland et al, 2010 dalam Stuart, 2016). Yoga dan
meditasi telah diteliti pada populasi penyalahgunaan zat untuk mengetahui efektivitas
dalam mengurangi stres, yang merupakan prediktor kekambuhan terhadap
alkohol/narkoba (Stuart, 2016).
4) Gangguan makan
Sebuah studi percontohan menemukan bahwa yoga dua kali seminggu selama 8
minggu diberikan kepada tritmen standar untuk gangguan makan lebih bermanfaat
dalam mengurangi gejala gangguan makan daripada tritmen standar saja. Setelah sesi
yoga, klien mengalami sedikit rangsangan terhadap makanan dan cara makan,
sehingga hal ini menunjukkan efektivitas yoga dalam memfokuskan pikiran sehingga
tidak terokupasi pada pemikiran obsesif patologis. Selain itu, tidak ada perubahan
berat badan di salah satu kelompok gangguan makan diagnostik (anoreksia, bulimia,
atau gangguan makan tidak dinyatakan khusus) sebagai akibat dari yoga (Carei et al,
2010 dalam Stuart, 2016).
d. Penerapan Aplikasi Terapi Komplementer (Literature Review)
1) Penelitian yang dilakukan oleh Kinser, Bourguignon, Whaley, Hauenstein, dan
Taylor (2013) tentang “Feasibility, acceptability, and effects of gentle hatha yoga
for women with major depression: findings from a randomized controlled mixed-
methods study”, didapatkan hasil bahwa yoga dapat diterima dan layak untuk
wanita dengan gangguan depresi mayor. Meski ukuran sampelnya kecil (27
orang), namun ada kecenderungan menurunnya ruminasi di kelompok yoga
dimana peserta dalam kelompok yoga melaporkan mengalami peningkatan
strategi pemecahan masalah melalui yoga.
2) Penelitian lain yang dilakukan oleh Kinser, Elswick, dan Korstein (2014) tentang
“potential long-term effects of a mind–body intervention for women with major
depressive disorder: sustained mental health improvements with a pilot yoga
intervention”, menunjukkan bahwa individu dengan MDD yang ikut
berpartisipasi dalam intervensi yoga dan /atau dipertahankan bahkan tingkat
minimal latihan yoga selama periode 1 tahun memiliki kecenderungan penurunan
depresi, ruminations, stress, anxiety, dan kesehatan mental yang berhubungan
dengan kualitas hidup. Jika temuan ini dapat direplikasi dalam studi penelitian
dengan ukuran sampel yang lebih lebih besar, maka akan ada implikasi penting
untuk praktik klinis keperawatan jiwa bahwa latihan yoga dapat
direkomendasikan untuk individu dengan depresi untuk membantu mereka
mengelola depresi dan gejala yang terkait.
3) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kavak & Ekinci (2016) tentang “The effect
of yoga on functional recovery level in schizophrenic patients”, ditemukan pasien
dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pretest subscale dan total
mean score FROGS rendah. Pada nilai subskala posttest dan total berarti skor
FROGS pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol dan
perbedaan di antara keduanya ditemukan secara statistik signifikan (p b 0,05).
Pada kelompok percobaan pretest dan posttest subscale dan total mean score
FR0GS ditentukan signifikan secara statistik (p b 0,05). Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa yoga yang diaplikasikan pada penderita skizofrenia ternyata
dapat meningkatkan proses pemulihan. Dapat disarankan bahwa yoga harus
digunakan sebagai metode pelengkap dalam praktik keperawatan di Indonesia
untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
6. Hipnoterapi
a. Defenisi
Hipnosis berasal dari kata Yunani hypnos yang berarti tidur. Hipnosis merupakan
suatu keadaan setengah sadar yang jika dilihat penampakannya mirip dengan tidur,
disebabkan oleh suatu sugesti relaksasi dan perhatian yang terkonsentrasi pada
sebuah objek tunggal. Individu tersebut menjadi tersugesti dan responsif terhadap
pengaruh orang yang menghipnosis dan dapat mengingak kembali kejadian-kejadian
yang telah dilupakan serta dapat meredakan gejala psikologis (WHO, 1994 dalam
Novrizal, 2010).
Definisi lain dari hipnosis adalah perubahan kesadaran buatan, dengan ciri khas
sugestibilitas yang meningkat dari seseorang. Sedangkan sugesti adalah suatu respon
yang patuh dan tidak bersifat mengkritik terhadap gagasan atau suatu pengaruh
(Nuhriawangsa, 2004 dalam Novrizal, 2010).
Hipnoterapi adalah seni komunikasi untuk mempengaruhi seseorang sehingga
mengubah tingkat kesadarannya yang dicapai dengan cara mengendalikan emosional
seseorang dengan serangkaian aktifitas. Hipnoterapi dapat digunakan untuk
menghilangkan beberapa kebiasaan buruk dari dirinya atau menyimpan suatu
keadaan yang lebih tenang dalam dirinya (Susilo, 2010 dalam Irianto; Kristiyawati,&
Supriyadi, 2014). Dibawah hipnoterapi korteks serebri mengalami inhibisi kuat
sehingga daya identivikasi, analisis, pengambilan keputusan terhadap stimulus baru
menurun, pengalaman masa lalu tidak dapat di manfaatkan sehingga kata-kata
sugestif menjadi kekuatan dominan yang tidak dapat ditolak. Melalui arahan aktif
kondisi dan prilaku psikis dan faal pasien dapat dikendalikan (Desen, 2011 dalam ).
Hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran dan
penyembuhan yang menggunakan metode hipnosis untuk memberi sugesti atau
perintah positif kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu gangguan
psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku menjadi lebih baik.
Hipnoterapi menggunakan pengaruh kata-kata yang disampaikan dengan teknik-
teknik tertentu. Satu-satunya kekuatan dalam hipnoterapi adalah komunikasi (Kahija,
2007 dalam Novrizal, 2010). Dalam ruang lingkup psikoterapi, hipnosis digunakan
bukan saja dalam psikoterapi penunjang, tetapi lebih dari itu, hipnosis merupakan
alat yang ampuh dalam psikoterapi penghayalan dengan tujuan membangun kembali
(rekonstruktif) sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam agar tercapai suatu
pendekatan holistik yang efektif (IBH, 2002 dalam Novrizal, 2010).
b. Teori Hipnosis
Menurut Kaplan & Sadock (2004), secara umum, teori-teori mengenai hipnosis
tersebut dibagi dalam dua kategori besar, yakni: (Novrizal, 2010)
1) Teori berdasarkan neuropsiko-fisiologis, yang menerangkan hipnosis sebagai
suatu keadaan dimana konsisi otak berubah dan karena itu, faal otakpun juga
berubah.
2) Teori berdasarkanpsikologis, yang memandang sebagai hubungan antar manusia
yang khas (termasuk teori sugesti, disosiasi, psikoanalitik, psychic relative
exclusion, hubungan dwi tunggal, dll).

c. Indikasi hipnosis
Menurut Peterfy (1973) dalam Novrizal (2010), beberapa indikasi dilakukan
hipnoterapi, yaitu:
1) Gangguan psikosomatik, gangguan yang dialami berupa faktor psikologis yang
mempengaruhi kondisi fisik seperti ganggua pada sistem kardiovaskuler,
pernapasan, SSP, dll.
2) Gangguan psikiatri seperti kecemasan, fobia, dll.
3) Kasus-kasus dalam bidang lain seperti anastesi, nyeri persalinan,ekstraksi gigi,
dll.
d. Syarat untuk dihipnosis
Syarat untuk hipnosis adalah secara sadar tidak menolak, dapat berkomunikasi
dengan bahasa yang sama, berkemampuan untuk fokus ditambah dengan kreativitas
dan fantasi visualisasi. Syarat-syarat tersebut dinamakan hipnotizability. Wanita
mempunyai nilai hipnotizability lebih tinggi dari laki-laki, dan anak-anak lebih tinggi
dari orang dewasa (Spiegel, 1985; IBH, 2002; Rogovik & Goldman, 2007 dalam
Novrizal, 2010). Suatu penelitian yang dilakukan di Virginia Amerika Serikat (2004)
menunjukkan bahw orang yang memiliki hipnotizability tinggi mempunyai ukuran
corpus callosum anterior (rostrum) dan kemampuan untuk mengontrol nyeri yang
lebih besar. Temuan ini mendukung model teori neuropsiko-fisiologis )Horton, et al,
2004 dalam Novrizal, 2010).
e. Teknik hipnosis
Urutan tahap proses hipnotis secara sistematis dapat disusun sebagai berikut: (IBH,
20012 dalam Novrizal, 2010)
1) Pre induksi
Pre induksi merupakan suatu proses untuk mempersiapkan situasi dan kondisi yang
kondusif antara hipnoterapis dan klien. Pre induksi dapat berupa percakapan ringan,
saling berkenalan, serta hal-hal yang bersifat pendekatan secara mental oleh
hipnoterapis pada klien. Pre induksi bersifat kritis, seribgkali kegagalan proses
hipnotis diawali dari proses pre induksi yang tidak tepat. Untuk itu, agar proses pre
induksi berlangsung dengan baik, maka terapis harus mengenali aspek-aspek
psikologis dari klien, seperti: hal yang diminati, hal yang tidak diminati, dan apa
yang diketahui klien terhadap terapis. Teknik pengumpulan informasi atau data
tersebut dapat dilakukan melalui wawancara dan kuesioner.
Menuru Kahija (2007) & Fachri (2008), beberapa hal yang harus dilakukan pada
tahap ini adalah: (Novrizal, 2010)
a) Membangun hubungan saling percaya dengan klien
b) Mengatasi rasa takut klien pada terapis
c) Membangun harapan klien akan proses terapi
d) Mengumpulkan informasi klien tentang masalah yang sedang dihadapinya (5W +
1H) Salah satu yang harus dilakukan pada pre induksi adalah tes sugesti untuk
mengetahui tingkat sugestifitas alamiah klien, selanjutnya terapis dapat
melakukan hypnotic training.
2) Induksi
Induksi merupakan sarana utama untuk membawa klien dari keadaan conscious mind
ke subconscious mind (trace). Untuk bisa menuntun klien ke dalam trace atau
terhipnosis, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
a) Klien harus percaya kepada terapis. Apabila kepercayaan ini tidak ada maka akan
sulit mencapai kondisi trace.
b) Tempat yang dipilih untuk menghipnosis janganlah suatu lingkungan yang bising
atau mengganggu, karena mudah mempengaruhi perhatian klien.
c) Terapis harus mempunyai keyakinan yang tinggi untuk menuntun klien ke dalam
trace dengan teknik yang dikuasai disamping kepercayaan diri yang besar.
Elemen-elemen yang selalu ditemui saat induksi, yaitu:
 Permulaan. Untuk mengawali induksi, biasanya dilakukan teknik relaksasi
pernafasan agar oksigen dibawa ke otak menjadikan pikiran dan tubuh santai.
 Relaksasasi sistemik. Titik-titik yang dibuat rileks adalah ubun-ubun, mata,
pelipis, rahang, bahu, lengan, tangan, dada, punggung, perut, paha, betis dan
kaki.
 Pengaktifan rasa dan emosi. Klien disugesti dengan melontarkan kata-kata
“rasakan” atau “bayangkan” dan menghindari mengajak klien untuk berpikir
seperti kata “pikirkan” atau “ingatlah”.

d). Pengaktifan gambaran mental


e). Terminasi. Diakhir induksi, terapis membuat klien merasa segar dan ringan segera
sesudah bangun. Jika ini tidak dilakukan, maka ada kemungkinan klien akan
merasa pusing dan leher terasa berat.
Metode saat melakukan induksi adalah sebagai berikut:
 Metode pandang atau fascinatie. Terapis dan klien saling memandang tanpa
berkedip lalu diberikan perintah tutup mata.
 Metode tatap atau fixatie. Terapis meminta klien untuk menatap suatu benda
mengkilat atau jarinya, atau alat-alat hipnotis lainnya.
 Metode sapa atau verbal suggestie. Terapis mempengaruhi klien dengan kata-
kata.
 Metode nafas atau hiperventilasi. Terapis meminta klien untuk tarik napas
dalam-dalam beberapa detik lebih lambat dari napas normal secara berulang-
ulang sampai mencapai keadaan trace.
 Metode bertahap. Klien dibangunkan kembali setiap kali setelah ia masuk
dalam sugesti kemudian ditanyakan apa yang dirasakan oleh klien, dilanjutkan
sampai mencapi trace.
 Self hypnose, auto hypnose, spontan hypnose, swahipnose. Keadaan dimana
klien mencapai trace tanpa pertolongan dari orang lain.
3) Depth level test
Merupakan tes untuk melihat seberapa jauh klien berpindah dari keadaan conscious
mind ke sub conscious mind.
4) Post hypnotic suggestion
Merupakan sugesti yang menjadi nilai baru bagi klien walaupun telah disadarkan
dari tidur hipnosis, tidak akan bertahan lama bila tidak sesuai atau bertentangan
denan nilai dasar dari klien. Bagian yang sangat penting karena merupakan inti dari
tujuan hipnoterpi.
5) Terminasi
Tahapan untuk mengakhiri proses hipnosis dengan konsep dasar memberikan sugesti
atau perintah agar klien tidak mengalami kejutan psikologis ketika terbangun dari
tidur hipnosis dengan membangun sugesti positif diikuti dengan beberapa regresi
untuk membawa klien kembali ke keadaan normal.
6). Pos hipnosis (Keadaan setelah hipnosis selesai.)
f. Penerapan Aplikasi Terapi Komplementer ( Literature Review)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Novrizal (2010) tentang “Keefektifan
hipnoterapi terhadap penurunan derajat kecemasan dan gatal pasuen liken simpleks
kronik di poliklinik penyakit kulit dan kelamin di RSDM Surakarta”, didapatkan
hasil bahwa hipnoterapi efektif menurunkan derajat kecemasan pada pasien dengan
liken simpleks kronik.
DAFTAR PUSTAKA

Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis,, & J.A., & Johnson, P.H. . (1999). Nurse’s
handbook of alternative and complementary therapies Pennsylvania: Springhouse.

Anonim. (2008). The Link Between Diet and Behavior. The Influence of nutrition on mental
health.

Behere R, et al: Complementary and alternative medicine in the treatment of substance use
disorder: a revirew of the evidence, Drug Alcohol Rev 28:292, 2009.

Clay. R. (2017) The link between food and mental health. APA
Collins, N. (2016) A Qualitative Study: The impact of massage on mental health within the
context of recovery.

Fontaine, K.L. (2005). Complementary & alternative therapies for nursing practice. ed. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hou WH et al. (2010) Treatment effect of massage therapy in depressed people: a meta-
analysis. J Clin Psychiatic.

Hitchcock, J.E, Schubert, P.E., Thomas, S.A. (1999). Community health nursing: Caring in
action. USA: Delmar Publisher.
Irianto, A; Kristiyawati, S. P; Supriyadi. (2014). Pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani kemoterapi di RS Telogorejo
Semarang. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=393135&val=6378&title=PENGARUH%20HIPNOTERAPI%20TERHADAP
%20PENURUNAN%20TINGKAT%20KECEMASAN%20%20PADA%20PASIEN
%20YANG%20MENJALANI%20KEMOTERAPI%20DI%20RS
%20TELOGOREJO%20SEMARANG/ Downloaded on November, 4th, 2017

Kasper S,et al: Efficacy and tolerability of Hypericum extract for the treatment of mild to
moderate depression, Eur Neoropsychopharmacol 20:747,2010.
Kavak, F & Ekinci, M. (2016). The effect of yoga on functional recovery level in
schizophrenic patients. http://www.psychiatricnursing.org/article/S0883-
9417(16)30139-X/pdf/ Downloaded on November, 3th, 2017
Kasper S,et al: Efficacy and tolerability of Hypericum extract for the treatment of mild to
moderate depression, Eur Neoropsychopharmacol 20:747,2010.

Kinser, P. A; Bourguignon, C; Whaley, D; Hauenstein, E; Taylor, E. H. (2013). Feasibility,


acceptability, and effects of gentle hatha yoga for women with major depression:
findings from a randomized controlled mixed-methods study.
http://www.psychiatricnursing.org/article/S0883-9417(13)00033-2/pdf/ Downloaded
on November, 3th, 2017

Kinser, P. A; Elswick, R. K; Kornstein, S. (2014). Potential long-term effects of a mind–body


intervention for women with major depressive disorder: sustained mental health
improvements with a pilot yoga intervention.
http://www.psychiatricnursing.org/article/S0883-9417(14)00133-2/pdf/ Downloaded
on November, 3th, 2017

Linde K: St John’s wort for major depression, Cochrane Database Syst Rev 4, 2008.
Lim SY, Kim EJ, Kim A, Lee HJ, Choi HJ & Yang SJ. (2016) Nutritional Factors Affecting
Mental Health. CHR
Marilyn. B (n.d) Therapeutic touch. Diakses dari
www.takingcharge.csh.umn.edu/therapeutic-touch

Manber R, et al: Acupuncture for depression during pregnancy: a randomized control study,
Obstet Gynecol 115:511, 2010.
Maede C, et al: A randomized trial of transcutaneous electric acupoint stimulation as an
adjunctive treatment for opioid detoxification, Substance Abuse Treat 38:12, 2010.
Nazari F, Mirzamohamadi M, Yousefi H. (2015). The effect of massage therapy on
occupational stress of intensive care unit nurses.Noto Y, Kudo M, Hiroto K. (2010).
Back massage therapy promotes psychological relaxation and incrase in salivary
chromogranin.
Novrizal, R. (2010). Keefektifan hipnoterapi terhadap penurunan derajat kecemasan dan
gatal pasuen liken simpleks kronik di poliklinik penyakit kulit dan kelamin di RSDM
Surakarta. Tesis. https://eprints.uns.ac.id/4572/1/175971811201108261.pdf/
Downloaded on November,4th, 2017
Rahimi R, et al: Efficacy and tolerability of Hypericum perforatum in major depressive
disorder in comparison with selective seroto nin reuptake inhibitors: a meta-analysis,
Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychitry 33 (Suppl 1):n118, 2009
Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. . (2004). Clinical nursing skills: Basic to advanced
skills New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative therapies in nursing (Vol. 4th


ed). New York: Springer.
Stanhope, M. & Lancaster, J, & Inc, Mosby. (2004). Community & public health nursing.
6th.
Suardi, Dradjat Ryanto. (2011). Peran dan Dampak Terapi Komplementer/ Alternatif bagi
Pasien Kanker. CDK 188, vol. 38 no. 7 November 2011.

Stuart, G. W; Keliat, B. A; Pasaribu, J. (2016). Prinsip dan praktik keperawatan kesehatan


jiwa Stuart. Edisi Indonesia. Singapore: Elsevier

Stuart, Gail.W. (2016) Prinsif dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Edisi
Indonesia. Elsevier. Singapore
Woods DL, Craven RT, Whitney J. (2005). The effect of therapeutic touch on behavioral
symptoms of person with dementia.

Weinmann S, et al:Effects of Ginkgo biloba in dementia: systematic review and meta-


analysis, BMC Geriatrics, http://www.biomedcentral.com/1471-2318/10/1410:14,
2010

Zhang ZJ, et al: The effectiveness and safety of acupuncture therapy in deppresive disorder:
systematic review and meta analysis, J Affect Disord 124:9, 2010.

Anda mungkin juga menyukai