Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PADA KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun oleh :

Muhammad Hasan Yusuf P1337420922191

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2022
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk meluk
ai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perila
ku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berl
angsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindaka
n yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015)
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang diala
mi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, or
ang lain, maupun lingkungan. Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan, pena
nganan pasien perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga
yang professional (Keliat dan Akemat, 2012).
B. ETIOLOGI
Menurut Stuart & Sundeen (2006), perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
1. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan ada
lah:

a. Teori Biologis
1) Faktor Neurologis
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotrans
mitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi ata
u menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sif
at agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbuln
ya perilaku bermusuhan dan respon agresif (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 100).

Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah a


ntara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan
bagian otak dimana terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Ker
usakan pada lobus frontal dapat menyebabkan tindakan agresif yang
berlebihan (Nuraenah, 2012: 29).
2) Faktor Genetik
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam
gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur aka
n bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian
genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni
pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum aki
bat perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

3) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitia
n pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang bera
khirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang unt
uk lebih mudah bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 1
00).

4) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohny
a epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan d
alam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubu
h. Apabila ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam a
tau membahayakan akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitte
r ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hor
mon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GAB
A (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat m
enjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif ( Mukripah Da
maiyanti, 2012: hal 100).
5) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom
otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditem
ukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kek
erasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

b. Teori Psikogis
1) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasa
n fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih saya
ng dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengemb
angkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompone
n adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya ke
puasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego d
an membuat konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindaka
n kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa keti
dakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Muk
ripah Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101)

2) Imitation, modelling and information processing theory


Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkunga
n yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang
ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu menir
u perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan
untuk menontn tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif
( semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan ton
tonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka ters
ebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah an
ak – anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berper
ilaku sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiya
nti, 2012: hal 101).

3) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingk
ungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerim
a kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukri
pah Damaiyanti, 2012: hal 101).

2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik b
erupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencet
us perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Kondisi klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupa
n yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik
internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lungkun
gan.
c. Lingkungan: panas, padat dan bising

C. MANIFESTASI KLINIS
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekeras
an: (Mukripah Damaiyanti, 2012)

1. Muka merah dan tegang


2. Mata melotot atau pandangan tajam
3. Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Wajah memerah dan tegang
6. Postur tubuh kaku
7. Pandangan tajam
8. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari, 2015):


1. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
2. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
3. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
4. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa
tercekik dan bingung
5. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendir
i, orang lain dan lingkungan
6. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

D. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempuny
ai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk meng
endalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah.
Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan tr
ansquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demiki
an keduanya mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabo
wo, 2014).
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pembe
rian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan me
ngembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main c
atur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiata
n itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu
bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petug
as terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program keg
iatannya (Eko Prabowo, 2014).

3. Peran serta keluarga


Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawat
an langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarg
a agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota kelu
arga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber ya
ng ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masal
ah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulan
gi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladapt
if ke perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan
keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014)
4. Terapi somatic
Menurut depkes RI 2000 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilak
u yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang dit
unjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien. (Eko Prabowo,
2014).
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi k
epada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listri
k melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi bias
anya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 201
4).

E. PATHWAYS
F. ASUHAN KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH
1. Pengkajian
Masalah Keperawatan Data yang perlu di kaji
Perilaku kekerasan / am Subyektif :
uk      Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
     Klien suka membentak dan menyerang orang yang
      mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
     Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Obyektif
      Mata merah, wajah agak merah.
      Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
      Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan taj
am.
      Merusak dan melempar barang-barang

(Nita Fitri
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
b. Harga diri rendah kronik

3. Fokus Intervensi
1. Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung jawa
b.

2. Tujuan Khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien mau membalas salam
b) Kien mau berjabat tangan
c) Klien mau menyebutkan nama
d) Klien mau kontak mata
e) Klien mau mengetahui nama perawat
f) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak
2) Intervensi
a) Beri salam dan panggil nama klien
b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi
d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e) Beri rasa aman dan sikap empati
f) Lakukan kontak singkat tapi sering
b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
1) Kriteria Evauasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengk
el/jengkel (dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
2) Intervensi
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya
b) Bantu klien mengungkap perasaannya

c. TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku keker


asan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau
jengkel
b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal
yang dialami
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat mara
h/jengkel
b) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat jengkel
/marah yang dialami
d. TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilakuk kekerasan yang
biasa dilakukan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapatmengungkapkan perilaku kekerasan yang
dilakukan
b) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan
yang dilakukan
c) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyel
esaikan masalah atau tidak
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan ya
ng biasa dilakukan klien
b) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku keke
rasan yang biasa dilakukan
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klie
n lakukan masalahnya selesai
e. TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang dila
kukan klien

2) Intervensi
a) Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien
b) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilaku
kan oleh klien
c) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara b
aru yang sehat
f. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam ber
espon terhadap kemarahan secara konstruktif
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat melakukan cara berespn terhadap kemara
han secara konstruktif
2) Intervensi
a) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru
b) Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat
c) Diskusikan dengan klien mengenai cara lain
g. TUK VII : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
o Kriteria Evaluasi
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

 Fisik : olahragadan menyiram tanaman


 Verbal : mengatakan secra langsung dan tidak
menyakiti
 Spiritual: sembahyang, berdoa/ibdah yang lain
o Intervensi
a) Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut
d) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klie
n menstimulasi cara tersebut
e) Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipili
hnya jiak ia sedang kesal/jengkel

h. TUK VIII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontro


l perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat kli
en yang berperikalu kekerasan
b) Keluarga klien meras puas dalam merawat klien
2) Intervensi
a) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dar
i sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap k
lien selam ini
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien
c) Jelaskan cara merawat klien
d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat kien
e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setela
h melakukan demonstrasi
i. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai pr
ogram pengobatan)
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum da
n kegunaannya
b) Klien dapat minum obat sesuai dengan program pengo
batan
2) Intervensi
o Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
o Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti m
inum obat tanpa izin dokter

G. STRATEGI PELAKSANAAN
Strategi Pelaksanaan 1
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajuka
n.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3.  Tujuan Khusus
a.       Pasien dapat mengidentifikasi PK
b.      Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c.       Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d.      Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e.       Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
4.  Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang  dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara menge
ndalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).
5. Strategi Pelaksanaan
a. Fase Orientasi :
“Assalamu’alaikum, selamat pagi mas, perkenalkan nama saya Fauzy Waskito,
saya biasa dipanggil Fauzy. Nama mas siapa?  Dan senang nya dipanggil ap
a?”
“ Bagaimana perasaan Mas saat ini?, masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah y
ang Mas rasakan,”
“ Berapa lama mas mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 meni
t“ “Dimana kita akan bincang-bincang? Bagaimana kalau diruang tamu?”
b. Fase Kerja :
“apa yang menyebabkan mas marah? Apakah sebelumnya mas pernah marah ?

Lalu apa penyebabnya ? Samakah dengan yang sekarang?


Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan
yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), ap
a yang mas rasakan?“
Apakah mas merasa kesal, kemudian dada mas berdebar-debar, mata melotot ,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang mas lakukan sela
njutnya”
“ Apakah dengan mas marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut mas adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah mas belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulka
n kerugian?
” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita bela
jar satu cara dulu,
“ begini mas, kalau tanda- marah itu sudah mas rasakan, mas berdiri lalu tar
ik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan d
ari mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi mas dan lakukan seban
yak 5 kali. Bagus sekali mas sudah dapat melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini mas lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul sudah terbiasa melakukannya”.
c. Fase Terminasi :       
“ Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang tentang kemarahan?

“ Coba mas  sebutkan penyebab mas marah dan yang mas rasakan  dan apa
yang mas lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tadi kita masukkan ke jadual harian ya”
” berapa kali sehari mas mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong mas tulis M, bila mas melakukannya sendiri, tulis B, bila dibant
u dan T, bila tidak melakukan”
“baik mas, bagaimana kalau besok  kita latihan cara lain untuk mencegah da
n mengendalikan marah.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya mas?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu Mas…Assalamu’alaikum.”

Strategi Pelaksanaan 2
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2.  Diagnosa Keperawatan
      Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara  mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4.   Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke
dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan de
ngan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan  hari
an cara ke dua.
5. Strategi Pelaksanaan
1.   Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Mas, masih ingat nama saya” bagus Mas, ya saya Tata”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan mas saat ini, adakah hal yang menyebabkan marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah denga
n     kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan Mas marah dan muncul perasaan kesal, selain
nafas dalam mas dapat memukul kasur dan bantal.”
“ Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar Mas? J
adi kalau nanti mas kesal atau marah, langsung kekamar dan lampiaskan mara
h mas dengan memukul bantal dan kasur. Nah coba lakukan memukul bantal d
an kasur, ya bagus sekali mas melakukannya!”
“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, kem
udian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
3. Fase Terminasi      
“ Bagaimana perasaan mas setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“
Coba mas sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari mas. Pukul berapa
mau mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lal
u kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya“ seka
rang mas istirahat, besok lagi kita ketemu ya mas, kita akan belajar mengendal
ikan marah dengan belajar bicara yang baik.
Sampai Jumpa!” Assalamu’alaikum.
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jak
arta : EGC

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka Aditama.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalamMeraw


at Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jak
arta Timur, 29-37.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
Media.

Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Str
ategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Kepera
watan Jiwa Berat bagi S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba

Anda mungkin juga menyukai