Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH:

RIMA DEWI MUTIARA

P1337420120314

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG KELAS KENDAL

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2022
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu sedangberlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu
(riwayat perilaku kekerasan).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang laindan lingkungan yang dirasakan sebagai
ancaman (Kartika Sari, 2015:137).

2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan
adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,
dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).Lobus frontalis memegang
peranan penting sebagai penengah antara perilaku yang berarti dan pemikiran
rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara
rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat menyebabkan
tindakan agresif yang berlebihan(Nuraenah, 2012: 29).
b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia terdapat
dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi
oleh faktor eksternal.Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada
umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang
tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).
c) Cycardian RhytmIramasikardian
memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam sibuk seperti
menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam
tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya epineprin,
norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafandalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantarkan
melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut
efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan
serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif (
Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100)
e) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor otak,
trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara
usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukupcenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasasebagai komponen adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku
tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100 –101)
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media
atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif ( semakin keras pukulannya
akan diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan tayangan
mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang baik
mendapat hadiah). Setelah anak –anak keluar dan diberi boneka ternyata
masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012:
hal 101)
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan akan mengeluarkan respon marah apabila dirinya
merasa terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka secara psikis. Ancaman
dapat berupa internal dan eksternal. Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien,
lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan
fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang
dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintainya atau pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab
yang lain. Interaksi yang proaktif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan (Prabowo, 2014).
Menurut Dalami,dkk tahun 2014 stressor presipitasi yang muncul pada pasien
perilaku kekerasan yaitu :
1) Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik
2) Ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah
3) Ancaman eksternal : serangan fisik, kehilangan orang atau benda berarti
4) Ancaman internal : Kegagalan,kehilangan perhatian.
3. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan
gejala perilaku kkekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal97)

a. Muka merah dan tegang


b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari, 2015:


138) :
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar,
rasa tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya.

4. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan
tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal 140) :
a. Data Subyektif :
1) Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
2) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
b. Data Obyektif :
1) Wajah tegang merah
2) Mondar mandir
3) Mata melotot, rahang mengatup
4) Tangan mengepal
5) Keluar banyak keringat
6) Mata merah
7) Tatapan mata tajam
8) Muka Merah

5. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme kopingyang dipakai pada pasien marah untuk melindungi
diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas adona
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakanhal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal
103).
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan
sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman
suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanyabermusuhan pada objek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja
mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding
kamarnya. Dia mulai bermaiperang-perangan dengan temanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 104)

6. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis
efektif rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka
dapat digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efekanti tegang,anti
cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini
tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti
membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting
setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi
tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni
merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap
rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program
kegiatannya(Eko Prabowo, 2014: hal 145).
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu
keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah
kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada
anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke
perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien
dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal
145).
d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisikpasien,terapi
adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-
3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014: hal 146).

Penatalaksanaan Keperawatan

a. Strategi pelaksanaan pasien perilaku kekerasan


Startegi pelaksanaan dapat dilakukan berupa komunikasi terapeutik kepada
pasien perilaku kekerasan maupun pada keluarga. Tindakan keperawatan
terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat kali pertemuan dan
dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat mengontrol dan mengendalikan
perilaku kekerasan. Pada masingmasing pertemuan dilakukan tindakan
keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut
(Pusdiklatnakes, 2012) :
1) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : latihan nafas dalam dan
memukul kasur atau bantal.
2) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat
3) Latihan strategi pelaksanaam 3 untuk pasien : Latihan cara sosial atau
verbal
4) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual
b. Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut:
1) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan
melatih latihan fisik).
2) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi minum obat
3) Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih keluarga cara
mengontrol marah dengan cara sosial atau verbal.
4) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : cara mengontrol rasa
marah dengan cara spiritual, latih cara spiritual, jelaskan follow up ke
puskesmas, tanda kambuh.
c. Terapi modalitas
Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan
mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan
lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan
tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada
ketika menjalani terapi (Nasir & Muhits dalam Direja, 2011). Jenis-jenis terapi
modalitas adalah :
1) Psikoterapi
Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional terhadap
pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dan sukarela.
Psikoterapi dilakukan agar klien mengalami tingkah lakunya dan
mengganti tingkah laku yang lebih konstruktif melalui pamhaman-
pemahaman selama ini kurang baik dan cenderung merugikan baik diri
sendiri , orang lain maupun lingkungan sekitar.
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi Aktivitas Kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan
jiwa, bahkan merupakan hal yang terpenting dari keterampilan terapeutik
dalam ilmu keperawatan. Pemimpin atau leader kelompok dapat
menggunakan keunikan individu untuk mendorong anggota kelompok
untuk mengungkapkan masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian
masalahnya dari kelompok, perawat juga adapatif menilai respon klien
selamaberada dalam kelompok. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok yang
digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan adalah Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi atau Kognitif. Terapi yang bertujuan untuk
membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli
persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta
mengurangi perilaku maladaptif. Karakteristiknya yaitu pada penderita
gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilainilai, menarik diri dari
realitas dan inisiasi atau ide-ide negatif.
3) Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian :
a) Bina hubungan saling percaya (BHSP)
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Memberikan kesempatanpada klien dalam mengemukakan
pendapat e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan maslah yang
dialami
e) Mendengarkan keluhan klien
f) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
g) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
h) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
i) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan adalah : bawa klien
ketempat yang tenang dan aman, hindari benda tajam, lakukan
fiksasi sementara, rujuk ke pelayanan kesehatan (Afnuhazi, 2015).
7. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Effect

terhadap diri sendiri dan orang lain

Core Problem
Perilaku Kekerasan

Causa
Harga diri rendah

8. Rencana Asuhan Keperawatan


A. Fokus Pengkajian
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan klien, yang
umumnya pada tahap awal peeran perawat lebih besar dari pada peran klien, namun
pada proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat, sehingga
kemandirian klien dapat dicapai.
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi
optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk
dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat
terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan tidak unik bagi
individu klien :
1. Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status
perkawinan, dan hubungan klien dengan penanggung.
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan utama berisi
tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit dan keluhan klien saat
pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Pada faktor predisposisi mencakup factor yang mempengaruhi jenis dan sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress (factor
pencetus/penyebab utama timbulnya gangguan jiwa). Faktor presipitasi mencakup
stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan
dan memerlukan energi ekstra untuk mengatasinya/faktor yang
memberat/meperparah terjadinya gangguan jiwa (Azizah, 2018).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh /dengan cara
observasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil pengukuran (Azizah, 2018).
d) Pengkajian psikososial:
1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (Azizah, 2018) yaitu :
(a) Kajian Adopsi yang membandingkan sifat antara anggota keluarga
biologis/satu keturunan dengan keluarga adopsi.
(b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota keluarga yang
kembar identik secara genetik dengan saudara kandung yang tidak kembar.
(c) Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifat banyak
kesamaan antara keluarga tingkat pertama (seperti orang tua, saudara
kandung) dengan keluarga yang jail.
2. Konsep diri
(a) Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya termasuk
persepsi masa lalu/sekarang, perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan
dan potensi dirinya.
(b) Ideal diri
Perspesi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku berdasarkan
standar aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
(c) Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya. Harga diri
tinggi merupakan perasaan yang berakar dalam menerima dirinya tanpa
syarat, meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia
tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga.
(d) Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan social berhubungan
dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial.
(e) Identitas diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu
(a) Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya dunia
kehidupan klien, memahami pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi klien,
mengenal keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan klien. Berbagai faktor
sosial budaya klien meliputi usia, suku bangsa, gender, pendidikan, penghasilan
dan sistem keyakinan.
(b) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan dalam hubungan
dengan kekuasaan yang lebih tinggi sesuai nilai individu, komunitas dan
lingkungan yang terpelihara
3. Status mental
1. Penampilan
Area observasi dalam penampilam umum klien yang merupakan karakteristik
fisik klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara
berjalan, ekspresi wajah, kontak mata, dilatasi/kontruksi pupil, status
gizi/keshatan umum
2. Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan, cepat/lambat), volume
(keras/lembut), jumlah (sedikit, membisu, ditekan) dan karakternya seperti:
gugup, kata-kata bersambung serta aksen tidak wajar (Azizah, 2018).
3. Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal tingkat
aktivitas (letargik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik, seringai, tremor) dan
isyarat tubuh yang tidak wajar
4. Afek dan Emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang
menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif lama dan dengan sedikit
komponen fisiologis/fisik, seperti kebanggaan, kekecewaan. Sedangkan alam
perasaan (emosi) adalah manifestasi efek yang ditampilkan/diekspresikan ke
luar disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung (waktunya) relative
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, khawatir atau gembira
berlebihan
(a) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara seperti bermusuhan,
tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang (tidak mau manatap
lawan bicara), defensif (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya) atau curiga yang sering menunjukkan sikap/perasaan tidak
percaya pada orang lain
(b) Persepsi-Sensorik
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan, perbedaan sesuatu,
hal tersebut melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikannya setelah
panca indra mendapatkan rangsangan.
(a) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi pendengaran, atau bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien bila halusinasinya adalah halusinasi
penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa yang
dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
(b) Waktu dan Frekuensi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Bila memungkinkan klien diminta menjelaskan
kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. Informasi ini penting
untuk mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan menentukan bila mana
klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
(c) Situasi Pencetus Halusinasi
Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum mengalami
halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kejadian yang
dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga dapat
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
(d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa
dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien mampu mengontrol stimulasi
halusinasi atau sudah tidak berdaya terhadap stimulasi.
(e) Tingkat kesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan lingkungan dan dirinya
(melalui panca indra), mengatakan pembatasan terhadap
lingkungan/dirinya (melalui perhatian). Kesadaran yang baik biasanya
dimanifestasikan dengan orientasi yang baik dalam hal waktu, tempat,
orang dan lingkungan sekitarnya
(f) Memori (Daya Ingat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan hal-hal yang
telah terjadi (jangka panjang/pendek/sesaat) dan apakah ada gangguan pada
daya ingat. Gangguan ini dapat terjadi pada salah satu diantara komponen
daya ingat yaitu pencatatn/registrasi, penahanan/retensi atau memanggil
kembali/recall sesuatu yang terjadi sebelumnya
(g) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama
wawancara/kontrak dan kalkulasi. Kalkulasi adalah kemampuan klien
untuk mengerjakan hitungan baik sederhanan maupun kompleks.
Bagaimana klien berkonsentrasi dan kemampuannya dalam berhitung,
apakah normal atau ada gangguan seperti mudah beralih, tidak mampu
berkonsentrasi, tidak mampu berhitung sederhana ataulainnya

(h) Kemampuan penilaian/Mengambil keputusan


Penilaian melibatkan pembuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif,
kemampuan mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan. Daya
tilik diri. Daya tilik diri/penghayatan, merujuk pada pemahaman klien
tentang sifat suatu penyakit/gangguan. Penghayatan ini biasanya
mengalami gangguan pada kelainan mental organik, prikosis dan retardasi
mental
(i) Kebutuhan persiapan pulang
Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara lain: makan dan
minum, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, kegiatan di dalam rumah, kegiatan di luar rumah,
mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan,
aspek medik.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan diterapkan sesuai dengan data yang didapat, walaupun
saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah melakukan atau
mempunyai riwayat perilaku kekerasan dan belum mempunyai kemampuan
mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan tersebut. Masalah keperawatan
yang mungkin muncul untuk masalah perilaku kekerasan adalah :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah.

C. Nursing Care Plan


1. Bina hubungan saling percaya dengan:
 Beri salam setiap berinteraksi
 Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinterkasi
 Tanyakan dan panggilan nama kesukaan klien
 Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
 Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
 Buat kontrak interaksi yang jelas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan kesalnya:
 Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya
 Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan
klien
3. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya:
 Motivasi klien memceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik)saat perilaku
kekerasan terjadi
 Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosional) saat
terjadi perilaku kekerasan
 Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda
sosial) saat terjadi perilaku kekerasan
4. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini:
 Motivasi klien memceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama
ini pernah dilakukannya.
 Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan
tersebut terjadi.
 Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya
masalah yang dialami teratasi
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
Kekerasan
o Diri sendiri: luka,
dijauhi teman, dll.
o Orang lain/ keluarga:
5. Diskusikandenganklien akibat negative (kerugian) cara yang dilakukan
pada:
 Dirisendiri
 Orang lain/keluarga
 Lingkungan
6. Diskusikan dengan klien:
 Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat
 Jelaskan berbagai alternative pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku
kekerasan yang diketahui klien
 Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah:
Cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.
Verbal mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain
Sosial: latihan asertif dengan orang lain
Spiritual: sembahyang/doa, zikir, meditasi dsb sesuai dengan keyakinan agama yang
dianutnya
7. Diskusikancara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk
mengungkapkan kemarahan, Latih klien memperagakan cara yang dipilih:
 Peragakan cara melaksanakan yang dipilih.
 Jelaskan manfaat cara tersebut.
 Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan
 Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna
 Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/jengkel
 Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi
perilaku kekerasan.
 Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien untuk mengatasi perilaku
kekerasan.
 Jelaskan pengertian, pernyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang
dapat dilaksanakan keluarga.
 Peragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan).
9. Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang.
 Beri pujian kepada keluarga setelah memperagakan.
 Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan
10. Jelaskan mamfaat menggunakan obat secara teratur. Jelaskan kepada klien:
 Jenis obat ( nama, warna, bentuk obat
 Dosis yang tepat untuk klien
 Waktu pemakaian
 Cara pemakaian
 Efek yang akan dirasakan
11. Anjurkanklien:
 Minta dan menggunakan obat tepat waktu
 Lapor keperawat/ dokter jika mengalami efek yang tidak biasa
 Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan oba
D. Implementasi
Implementasi tindak keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat
ini (here and now) perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan.
Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada
hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan melakukan
tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan
apa yang akan dilakukan dan peran serta yang diharapkan klien. Dokumentasikan
semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditentukan
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir:
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada klien tentang tindakan yang
telah dilakukan.
O : Respon obyektif klien terhadap tindakankeperawatan yang telah dilakukan. Dapat
diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan, atau
menanyakan kembali apa yang telah dilaksanakan atau member umpan balik sesuai
dengan hasil observasi.
A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data kontra indikasi dengan
masalah yang ada, dapat juga membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat
DAFTAR PUSTAKA

Lailatul Fitria dkk. (2017). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan.https://adoc.pub/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan-jiwa-dengan-masalah-r.html.

Vany Anggraini. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan Di
Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang.
https://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/VANY_ANGGRAINI_143110272_.pdf

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha
Medika.

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.Samarinda: Refka Aditama.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur,
29-37.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.Jakarta: Trans Info MEdia.

Anda mungkin juga menyukai