NIM : 1440118053
STIKES RAFLESIA
DIII KEPERAWATAN
JL. Mahkota Raya 32-B, Komplek Pondok Duta I, Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Jawa
Barat 16451
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. MASALAH UTAMA
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan
dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan
atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). Perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan
sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah:
I. Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
b) Genetic Faktor
c) Learning Theory
b. Faktor Presipitasi
3. Rentang Respon
a. Faktor Predisposisi
I. Psikologis
II. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014:
hal 142).
III. Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada masyarakat.
Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
mnyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress
(Nuraenah, 2012: 31).
IV. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kkekerasan:
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
f. Pandangan tajam
Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138) :
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
6. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan tindakan yang dapat
membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat mengalami perilaku
kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal
140) :
Data Subyektif :
Data Obyektif :
c. Tangan mengepal
e. Mata merah
g. Muka merah
7. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri
antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat unutk
suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
b. Proyeksi
c. Represi
d. Reaksi formasi
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu
,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman
dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-
perangan dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).
8. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan
obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai
efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan
tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan
media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada
kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi
biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo,
2014: hal 146).
9. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
Halusinasi
Diagnosis keperawatan dari pohon masalah pada gambar adalah sebagai berikut
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
I. Tujuan Umum
IV. Intervensi
STRATEGI PELAKSANAAN I
SP 1 : Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama,
menyusun jadwal kegiatan harian cara pertama.
1. Fase Orientasi
Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya perawat hafsah yang berdinas dari jam
08.00 sampai jam 14.00 siang nanti. Dengan ibu siapa?, Bagaimana perasaan ibu hari ini?
Adakah hal yang menyebabkan ibu marah?, Baik sekarang kita akan belajar cara
mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang pertama, mau
berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit? Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang
tamu?.
2. Fase Kerja
Baik bu kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, ibu dapat
memukul bantal dan tarik nafas dalam. Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan
tarik nafas dalam. Jadi kalau nanti ibu kesal atau marah, ibu langsung bisa ke kamar dan
lampiaskan marah ibu dengan memukul bantal dan tarik nafas dalam ya bu. Nah coba ibu
lalukan memukul bantal dan tarik nafas dalam. Ya, bagus sekali ibu melakukannya. Nah,
cara ini dapat dilakukan secara rutin jika ibu ada perasaan marah, kemudian jangan lupa
merapikan bantalnya ketempat tidur ya bu.
3. Fase Terminasi
Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan amarah tadi? Coba ibu
sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus! Mari kita masukan kedalam
jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa kali ibu mempraktikan memukul bantal?
Bagimana kalau setiap bangun tidur? Baik jam 5 pagi dan jam 3 sore ya bu. Lalu kalau
ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya bu. Sekarang ibu
istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya bu, kita akan belajar mengendalikan marah dengan
belajar bicara yang baik, sampai jumpa bu. Wassalamualaikum.
Daftar Pustaka
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat Anggota
dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, 29-37.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info MEdia.