Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Nama : Nurul Faizah


Nim : 18230100034

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS INDONESIA MAJU (UIMA)
2024
A. Konsep Perilaku Kekerasan
1. Pengertian
Prilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan
definisi tersebut maka prilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Prilaku dapat
terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung prilaku kekerasan
atau prilaku kekerasan terdahulu (riwayat prilaku kekerasan).
Prilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh grlisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
2. Rentang Respon Prilaku Kekerasan

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Gambar 2.1 Rentang respon marah (Yosep, 2010)

Keterangan:
a) Asertif
Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan kelegaan.
b) Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan/saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatifnya.

c) Pasif
Klien merasakan tidak dapat mengungkapkan prasaannya, tidak
berdaya dan menyerah.
d) Agresif
Gekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain
dengan ancaman.
e) Kekerasan
Prasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertsi
amuk, merusak lingkungan.
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan prilaku
kekerasan adalah:
1) Teori biologis
a) Neurologic factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat.
b) Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini prilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan prilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak
dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka
dengan reward positif pula (makin keras pukulannya akan diberi
coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata
masing-masing anak berprilaku sesuai dengan tontonan yang
pernah di alaminya.
c) Learning theory
Prilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon
ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa agresivitas lingkungan
sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap
bahwa dirinya aksis dan patut untuk diperhitungkan.
2) Faktor psikologis
Menurut (Keliat, 2010) tentang faktor psikologis:
a) Psychoanalytical Theory, Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari institutional drivers. Freud
berpendapat bahwa perilaku manusia mempengaruhi oleh dua
insting. Pertama, insting hidup yang diekspresikan dengan
seksualitas dan kedua, insting kematian yang diekspresikan
dengan agresivitas.
b) Protation-orgasstion Theory, Teori yang dikembangkan oleh
pengikut fruit ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha
seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang mengalami
hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk
melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi titik Jadi
hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai
riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologis lain mengenai perilaku agresif
mendukungnya penting peran dari perkembangan peran
preposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan
bahwa manusia mampu memiliki mekanisme koping yang sifat-
nya tidak rusak.
c) Faktor sosial budaya
Social learning Theory, Teori ini mengemukakan bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon respon yang lain. Agresi dapat
dipelajari memulai observasi atau imitasi dan semakin sering
mendapatkan penguatan dan semakin besar kemungkinan akan
terjadi jadi seseorang yang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan
Respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal
maupun eksternal.
4. Tanda Dan Gejala
Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan
mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang;
2) Mata melotot/pandangan tajam;
3) Tangan mengepal;
4) Rahang mengatup;
5) Wajah memerah dan tegang;
6) Postur tubuh kaku;
7) Pandangan tajam;
8) Mengatupkan rahang dengan kuat;
9) Mengepalkan tangan;
10) Jalan mondar-mandir.
b. Verbal
1) Bicara kasar;
2) Suara tinggi, membentak atau teriak;
3) Mengancam secara verbal atau fisik;
4) Mengupat dengan kata-kata kotor suara keras;
5) Ketus.
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain;
2) Menyerang orang lain;
3) Melukai diri sendiri/orang lain;
4) Merusak lingkungam;
5) Amuk/agresif.
d. Emosi
1) Tidak adekuat;

2) Tidak aman dan nyaman;


3) Rasa terganggu;
4) Dendam dan jengkel;
5) Tidak berdaya;
6) Bermusuhan dan mengamuk;
7) Ingin berkelahi;
8) Menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
1) Mendominasi;
2) Cerewet;
3) Kasar;
4) Berdebat;
5) Meremehkan;
6) Sarkasme.
f. Spritual
1) Merasa diri berkuasa;
2) Merasa diri benar;
3) Mengkritik pendapat orang lain;
4) Menyinggung prasaan orang lain;
5) Tidak peduli dan kasar.
g. Sosial
1) Menarik diri;
2) Pengasingan;
3) Penolakan;
4) Kekerasan;
5) Ejekan;
6) Sindiran.
h. Perhatian
1) Bolos;
2) Mencuri;
3) Melarikan diri;
4) Penyimpangan seksual.
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor meliputi status sosial ekonomi, keluarga, jaringan
interpersonal, organisasi yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih
luas, juga menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Stuart and Sundeen,
1998).
6. Proses Terjadinya Masalah
Banyak hal yang menimbulkan stress, marah, cemas, dan HDR
pada individu. Agresif dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan. Kecemasan dibagi
menjadi tiga cara:
a. Mengungkapkan marah secara verbal;
b. Menekan/mengikari rasa marah;
c. Menentang prasaan marah.
7. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Farmakalogi
a) Anti antietas dan hipnotik sadatif;
b) Anti depresan;
c) Matlexon dan proponolol.
b. Non medis
1) Terapi kelompok
Terapi kelompok berfokus pada dukungan dan perkembangan
keterampilan sosial dan aktifitas lain dengan berdiskusi dan
bermain untuk mengembalikan kesadaran klien, karena masalah
sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku orang lain.

2) Terapi musik
Dengan terapi musik klien terhibur dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien, karena dengan perasaan terhibur
maka klien dapat mengontrol emosinya.
3) Terapi relaksasi nafas dalam
Dengan terapi relaksasi nafas dalam pada klien dapat
menimbulkan rasa nyaman dan rileks.
4) Terapi pukul bantal
Dengan terapi pukul bantal klien mampu menyalurkan energi dari
emosi yang dirasakan dengan cara yang tepat.
5) Terapi psiko religius
Dengan terapi ini klien dapat lebih dekat dengan Yang Maha Esa.
Dengan menerapkan sholat, berdoa, dan dzikir untuk
menenangkan emosi dari kejiwaan klien.
8. Penerapan kebutuhan religius untuk mengontrol resiko perilaku
kekerasan
Pemenuhan kebutuhan spiritual yang diberikan kepada klien
skizofrenia dengan cara memberikan kesempatan dan memfasilitasi klien
dalam melaksanakan sholat, berdoa, berdzikir dan membaca Al-Qur’an
berpengaruh terhadap kualitas hidup sebanyak 75% (Ariyani,S &
Mamnu’ah, 2014). Hal tersebut sesuai dengan ajaran dalam agama Islam,
dimana ketika seseorang menderita penyakit fisik maupun psikis,
diwajibkan atasnya untuk berusaha atau berihtiar untuk berobat pada
ahlinya dan disertai dengan berdoa serta berdzikir (H.R Muslim &
Ahmad,at tarmidzi).
Penerapan pemenuhan spiritual ini bertujuan untuk agar klien
selalu mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta dapat
mengontrol emosi, stress, dan gelisah. Pemenuhan spiritual ini juga dapat
mengisi waktu luang klien, agar aktivitas klien bisa lebih bermanfaat serta
tidak merugikan orang lain.
Kebutuhan spiritual ini dilakukan persiapan dengan kontrak waktu,
jelaskan prosedur, tujuan tindakan, dan persiapan lingkungan. Hal
pertama yang diberitahukan yaitu tentang sholat dan berdoa, jelaskan apa
itu sholat dan berdoa, tujuan sholat dan berdoa, tata cara sholat dan
berdoa, serta waktu-waktu dalam melaksanakan sholat. Di dalam Agama
Islam sholat wajib yang di lakukan oleh hamba Allah ada 5, yaitu sholat
subuh 2 rakaat, dzuhur 4 rakaat, ashar 4 rakaat, magrib 3 rakaat, dan isya
4 rakaat. Selanjutnya itu adalah berdoa, dengan cara mengangkat dedua
telapak tangan dan meminta serta memohon kepada Allah SWT.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosoal, dan spiritual (Keliat, 2008). Adapun isi dari pengkajian tersebut
adalah:
a. Identitas klien
Identitas klien ini merupakan awal pengkajian yang dilakukan petugas
terhadap klien. Pada identitas ini, petugas harus mencatat diantaranya:
Nama klien, umur, jenis klamin, agama, alamat lengkap, tanggal
masuk, no. Rekam medik, informasi, keluarga yang bisa dihubungi.
b. Alasan masuk
Pasien datang karena mengamuk serta melempar barang-barang
kepada keluarga.
c. Faktor predisposisi
1) Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan putus obat;
2) Klien pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan
fisik dalam rumah tangga;
3) Pernah mengalami terauma pada masa lalu yang sangat tidak
menyenangkan.

d. Fisik
Menurut keliat (2010), data yang perlu dikaji pada pasien dengan
perilaku kekerasan yaitu pada data subjektif klien mengancam,
mengupat dengan kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel.
Klien juga menyalahkan dan menuntut. Pada data objektif klien
menunjukkan tanda-tanda mata melotot, pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh
kaku dan suara keras.
e. Psikososial
1) Genogram
Genogram dibuat tiga garis riwayat keluarga yang
menghubungkan hubungan klien dengan anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, pola komunikasi klien yang buruk
pengambilan keputusan dan pola asuh yang tidak baik.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Klien menyukai semua bagian tubuhnya, tapi ada juga yang
tidak.
b) Identitas diri
Klien tidak puas dengan pekerjaan yang sedang dilakukan
maupun yang sudah dikerjakannya.
c) Peran diri
Klien memiliki masalah dalam menunjukkan peran dan
tugasnya.
d) Ideal diri
Klien memiliki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi,
status peran, dan kesembuhan dirinya dari penyakit.
e) Harga diri
Klien memiliki harga diri rendah.

3) Hubungan sosial
Klien tidak mempunyai orang terdekat tempat ia bercerita dalam
hidupnya, dan tidak mengikuti kegiatan dalam masyarakat.
4) Spritual
Klien memiliki keyakinan, tapi jarang dalam melakukan ibadah
sesuai dengan keyakinan, karena ia kurang menghiraukan manfaat
spritual dengan ibadah.
5) Status mental
a) Penampilan
Penampilan kadang rapi dan kadang tidak rapi. Pakaian
diganti klien ketika ia dalam keadaan normal.
b) Pembicaran
Klien berbicara dengan nada yang tinggi dan kasar.
c) Aktifitas motorik
Aktifitas klien biasanya tenang, dan agitasi (gerakan motorik
yang gelisa), serta memiliki penglihatan yang tajam jika
ditanyai hal-hal yang dapat menyinggungnya.
d) Alam prasaan
Alam prasaan klien terlihat sedikit sedih terhadap apa yang
sedang dialaminya.
e) Afek
Klien salama berinteraksi emosinya labil. Dimana klien
mudah tersinggung ketika ditanyai hal-hal yang tidak
mendukungnya. Klien memperlihatkan sikap marah dengan
memiliki muka yang tajam dan tegang.
f) Interaksi selama wawancara
1) Bermusuhan, tidak koperatif, dan mudah tersinggung.
2) Defenisif, selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.

g) Persepsi
Klien biasanya tidak mendengar suara-suara, maupun bayang-
bayangan yang aneh.
h) Proses atau arus pikir
Klien berbicara tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan
perawat, dan meloncat atau pindah ke topik lain.
i) Isi pikiran
Klien resiko prilaku kekerasan ini tidak lagi memiliki ambang
pikir yang wajar, dimana ia selalu menanyakan kapan ia akan
pulang dan mengharapkan pertemuan dengan keluarga
dekatnya.
j) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien yang baik, dimana klien menyadari
tempat keberadaannya dan mengenal baik bahwasannya ia
berada dalam pengobatannya atau perawatan untuk
mengontrol emosi labilnya.
k) Memori
Daya ingat jangka panjang klien baik, dimana ia bisa
menceritakan kejadian masa-masa lampau yang pernah di
alaminya, maupun daya ingat jangka pendek, seperti
penyebab ia masuk ke RSKJ.
(1) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien yang pernah menduduki dunia pendidikan, tidah
memiliki masalah dalam hal berhitung (penambahan
maupun pengurangan).
(2) Kemampuan penilaian
Klien pernah memiliki kemampuan penilaian yang baik,
seperti jika dia disuruh memilih mana yang baik antara
makan dulu atau mandi, maka dia menjawab lebih baik
mandi.

(3) Daya tarik diri


Klien menyadari bahwa dia berada dalam masa
pengobatan untuk mengendalikan emosi yang labil.
6) Kebutuhan klien
a) Makan
Klien perilaku kekerasan yang tidak memiliki masalah dengan
nafsu makan maupun sistem pencernaannya, maka akan
menghabiskan makan sesuai dengan porsi makan yang
diberikan.
b) BAB/BAK
Klien masih bisa BAB/BAK ketempat yang disediakan atau
ditentukan seperti, WC ataupun kamar mandi.
c) Mandi
Untuk membersihkan diri seperti mandi, gosok gigi, dan
gunting kuku, masih dapat dilakukan seperti orang-orang
normal.
d) Berpakaian
Masalah berpakaian tidak terlalu terlihat perubahan, dimana
klien biasanya masih bisa berpakaian secara normal.
e) Istirahat dan tidur
Untuk lama waktu tidur siang dan malam tergantung dari
keinginan klien sendiri dan efek dari obat yang dapat
memberikan ketergantungan tidur. Untuk kegiatan seperti
membersihkan tempat tidur dan berdoa sebelum tidur maka
tidak dapat dilakukan klien seperti orang normal.
f) Penggunaan obat
Klien menerima keadaan yang sedang dialaminya, dimana ia
masih dapat patuh makan sesuai frekuensinya, jenis, waktu
maupun cara pemberian obat itu sendiri.
g) Pemeliharaan kesehatan
Klien menyatakan keinginan kuat untuk pulang, dimana ia
akan mengatakan akan melanjutkan pengobatan di rumah
maupun kontrol ke puskesmas dan akan di bantu oleh
keluarganya.
h) Aktivitas didalam rumah
Klien tidak bisa di arahkan untuk melakukan aktivitas didalam
rumah, seperti merapikan tempat tidur dan mencuci pakaian.
i) Aktivitas diluar rumah
Ini disesuaikan dengan jenis kelamin dan pola kebiasaan yang
biasa dia lakukan diluar rumah.
7) Mekanisme koping
Mekanisme koping yang biasanya dilakukan adalah:
a) Sublimasi melampiaskan masalah pada objek lain.
b) Proyeksi yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan
atau keinginan tidak baik.
c) Responsif mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap atau perilaku yang
berlawanan.
d) Reaksi formasi yaitu mencegah keinginan yang berbahaya
bila diekspresikan dengan melebihkan Sikap perilaku yang
berlawanan.
e) Displacement yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
8) Masalah psikososial dan lingkungan
Klien akan mengungkapkan masalah yang menyebabkan
penyakitnya maupun apa yang dirasakannya kepada perawat atau
tim medis lainnya. Jika terbina hubungan yang baik serta perawat
maupun tim medis yang lain dapat memberikan solusi maupun
jalan keluar yang tepat dan tegas.

9) Pengetahuan
Klien memiliki pengetahuan yang baik, di mana ia dapat
menerima keadaan penyakitnya dan tempat ia menjalani
perawatan serta melaksanakan pengobatan dengan baik.
10) Aspek medik
Diagnosa medic : Skizofrenia
Obat farmakologi : Ansietas dan Hipnotik Sedatif
Anti depresan : Antitriptilin Matlexon dan
propolol Terapi:
a) Terapi kelompok
Terapi kelompok berfokus pada dukungan dan perkembangan
keterampilan sosial dan aktivitas lain dengan berdiskusi dan
bermain untuk mengembalikan kesadaran klien, karena
masalah Sebagai orang merupakan perasaan dan tingkah laku
pada orang lain.
c) Terapi musik
Dengan terapi musik klien terhibur dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien karena dengan perasaan
terhibur maka kalian dapat mengontrol emosinya.
d) Terapi psiko religius
Dengan terapi ini klien dapat lebih dekat dengan Yang Maha
Esa. Dengan menerapkan sholat, dan berdoa untuk
menenangkan emosi dari kejiwaan klien.
2. Analisa data
Tabel Analisa data

No Analisa Data Masalah


1 Data subjektif : Resiko perilaku
- Mengancam kekerasan
- Mengupat dengan kata-kata kotor
- Mengatakan dendam dan jengkel
- Curiga pada orang lain
- Halusinasi
- Depresi
- Upaya bunuh diri
Data objektif :
- Mata melotot
- Pandangan tajam
- Tangan mengepal
- Rahang mengatup
- Wajah memerah dan tegang
- Postur tubuh kaku
- Suara keras
2 Data subjektif : Harga diri rendah
- Menilai diri negatif
- Merasa malu atau bersalah
- Merasa tidak mampu melakukan apapun
- Meremehkan kemampuan mengatasi
masalah
- Menolak penilaian positif tentang diri
sendiri
Data objektif :
- Berjalan menunduk
- Kontak mata kurang
- Lesu dan tidak bergairah
- Pasif
- Sulit membuat keputusan
- Enggan mencoba hal baru
3 Data subjektif : Perilaku menciderai
- mencoba melukai diri sendiri diri sendiri, orang
- Membanting barang-barang di sekitar lain, lingkungan
- Mengupat dengan kata-kata kasar
-Bicara ketus
Data objektif :
- Menyerang orang lain
- Pandangan tajam
- Ingin memukul ketika keinginannya
tidak di turuti
- Merusak lingkungan
- Perilaku agresif / amuk
3. Pohon masalah
Perilaku menciderai diri sendiri, orang lain, lingkungan

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri: HDR


Gambar 2.2 Pohon masalah

4. Diagnosa keperawatan
1) Resiko perilaku kekerasan.
2) Gangguan konsep diri: HDR.
3) Perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
5. Intervensi keperawatan
Tabel Intervensi keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


keperawatan
1. Resiko TUM: 1. Setelah pertemuan klien SP 1 :
perilaku Klien dapat menunjukkan tanda-tanda - Bina hubungan saling percaya;
kekerasan mengontrol prilaku percaya kepada perawat: - Mengidentifikasi penyebab marah;
kekerasan. a. Wajah tersenyum - Bantu klien untuk mengungkapkan tanda-tanda
TUK: b. Mau berkenalan perilaku kekerasan yang dialaminya:
1. Klien dapat c. Ada kontak mata - Mendisiskusikan dengan klien perilaku kekerasan
membina d. Bersedia menceritakan yang dilakukan;
hubungan saling perasaannya. - Mendiskusikan dengan klien akibat negatif
percaya. 2. Setelah pertemuan klien (kerugian) yang dilakukan dan cara mengendalikan
2. Klien dapat menceritakan penyebab perilaku perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (
mengidentifikasi kekerasan yang dilakukannya. latihan nafas dalam ).
penyebab prilaku a. Menceritakan penyebab
kekerasan yang perasaan jengkel atau kesal
dilakukannya. baik dari diri sendiri
3. Klien dapat maupun lingkungan.
mengudentifikasi 3. Setelah pertemuan klien
tanda-tanda menceritakan tanda-tanda saat
prilaku kekerasan. terjadi perilaku kekerasan:
4. Klien dapat a. Tanda-tanda fisik:
mengidentifikasi Mata merah, tangan
jenis perilaku mengepal, ekspresi tegang.
kekerasan yang b. Tanda emosional:
pernah dilakukan. Perasaan marah, jengkel,
5. Klien dapat bicara kasar.
mengidentifikasi c. Tanda sosial:
akibat perilaku Bermusuhan yang di alami
kekerasan. saat terjadi perilaku
kekerasan
4. Setelah pertemuan klien
menjelaskan:
a. Jenis-jenis ekspresi
kemarahan yang selama ini
dilakukan.
b. Perasaannya saat
melakukan
perilakukekerasan.
c. Efektifitas cara yang
dipakai dalam
menyelesaikan masalah.
5. Setelah pertemuan klien
menjelaskan akibat tindakan
kekerasan yang dilakukannya:
a. Diri sendiri: luka, dijauhi
teman.
b. Orang lain/keluarga: luka,
tersinggung, ketakutan.
c. Lingkungan: barang,
benda rusak.
1. Melatih cara 1. Setelah pertemuan klien dapat SP 2
mencegah atau menerapkan tindakan latihan - Mengevaluasi latihan sebelumnya;
mengontrol pukul bantal dan kasur; - Membantu klien latihan mengendalikan perilaku
perilaku kekerasan 2. Klien dapat menerapkan latihan kekerasan dengan cara fisik ke dua ( pukul bantal
dengan fisik ke dalam keseharian untuk dan kasur );
dua ( pukul kasur mengatasai rasa kesal. - Menyusun jadwal kegiatan harian cara ke dua.
dan bantal );
2. Menyusun jadwal
kegiatan harian
cara ke dua.

1. Melatih cara 1. Setelah pertemuan klien dapat SP 3


mencegah / mengatakan bahwa klien sedang - Mengevaluasi pertemuan sebelumnya;
mengontrol kesal, tersinggung seperti “ saya - Melatih klien cara mengotrol perilaku
perilaku kekerasan kesal anda berkata seperti itu “; kekerasan secara verbal ( meminta, menolak,
secara verbal ( 2. Klien dapat menerapkan cara dan mengungkapkan marah secara baik );
menolak dengan latihan verbal menyampaikan - Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
baik, meminta perasaan dengan baik dalam
dengan baik, keseharian.
mengungkapkan
perasaan dengan
baik );
2. Menyusun jadwal
latihan
mengungkapkan
secara verbal.
1. Klien dapat 1. Menganjurkan klien sholat, SP 4
mencegah / berdo’a dan ibadah lainnya. - Mengavaluasi pertemuan sebelumnya;
mengendalikan - Membantu klien mengendalikan perilaku
perilaku kekerasan secara spiritual ( latihan beribadah dan
kekerasannya berdo’a );
secara spiritual. - Membuat jadwal ibadah dan berdo’a.

1. Setelah pertemuan klien dapan SP 5


1. Klien dapat
menjelaskan perinsip benar - Mengevaluasi pertemuan sebelumnya;
mencegah atau
minum obat ( benar pasien, - Membantu klien mengendalikan perilaku
mengendalikan
obat, dosis, waktu, cara kekerasan dengan obat ( prinsip 5 benar obat
perilaku
pemberian ). );
kekerasannya
dengan terapi obat. - Menyusun jadwal minum obat secara teratur.
2. HDR TUM: 1. Setelah berinteraksi klien SP 1
Klien memiliki menyebutkan: - Identifikasi kemampuan dan aspek positif
konsep diri yang a. Aspek positif klien; yang masih dimiliki klien;
positif. b. Aspek positif lingkungan SP 2
klien. - Membantu klien menilai kemampuan yang
2. Setelah berinteraksi klien dapat dapat digunakan;
menyebutkan kemampuan yang SP 3
dapat digunakan; - Membantu klien memilih kemampuan yang
3. Setelah berinteraksi klien akan dipilih;
membuat rencana kegiatan SP 4
harian. - Melatih kemampuan yang dipilih klien .
4. Setelah berinteraksi klien
melaksanakan kegiatan sesuai
jadwal yang dibuat.
3. Prilaku TUM: Setelah pertemuan klien mampu 1. Membantu klien mengidentifikasi perilaku yang
mencidrai
Pasien mampu menunjukkan pengendalian diri mengindikasikan kekerasan seperti mengamuk:
diri sendiri,
mengendalikan diri
orang lain, terhadap agresi: a. Terhadap diri sendiri;
terhadap agresi seperti
dan
perilaku menyerang, 1. Mampu menahan diri untuk b. Terhadap orang lain;
lingkungan
dan merusak
menyerang orang lain. c. Terhadap ligungan.
lingkungan
2. Mampu menahan diri untuk 2. Mencegah bahaya fisik yang akan terjadi jika
tidak membahayakan orang pasien marah ditunjukkan pada diri sendiri dan
lain dan lingkungan. orang lain misalnya menyingkirkan benda yang
3. Mampu menahan diri dari berpotensial menjadi senjata.
menghancurkan barang-barang. 3. Mendiskusikan bersama klien dan ajarkan cara
Mampu mengidentifikasi kapan pengendalian perasaan marah misalnya:
marah, frustasi, atau merasa agresif.
a. Tehnik nafas dalam untuk meredakan
perasaan marah atau menghilangkan perasaan
marah dengan kegiatan aktivitas lainnya.
b. Manajemen lingkungan dengan pantau
keamanan semua benda yang ada di
sekitar.
Mengidentifikasi situasi yang memicu kekerasan
seperti situasi yang membuat frustasi. Gunakan
pendekatan yang tenang dan menyakinkan.
STRATEGI PELAKSANAAN RISIKO PRILAKU KEKERASAN
Tindakan Keperawatan SP 1 :
mengidentifikasi tanda gejala, perilaku kekerasan yang bisa dilakukan dan akibat dari
perilaku kekerasan dan ajarkan teknik napas dalam.
1. Fase Orientasi :
“ Assalamualaikum, Selamat pagi ?”, “Perkenalkan saya perawat X, saya perawat
yang bertugas di ruang kutilang ini. Nama mas siapa ? dan senang dipanggil apa ? ”.
“Bagaimana perasaan Mas saat ini ? apa masih ada perasaan marah, jengkel ?
Baiklah.. Pagi ini kita akan bercakap cakap tentang perasaan mas Rian rasakan saat
marah, yang bisa dilakukan saat marah dan akibat dari tindakan yang telah
dilakukan ?. “Dimana kira-kira enaknya kita berbincang. “Mas Rian mau berapa lama
kita bercakap cakap? 15 menit, baiklah”
2. Fase Kerja :
“ Apa yang meyebabkan mas bisa marah, Nah ceritakan apa yang dirasakan mas saat
marah ?”, saat mas Rian marah apa ada perasaan tegang, kesal, tegang, menegepalkan
tangan, mondar mandir ?”. “atau mungkin ada hal lain yang dirasakan ?”. “Apa ada
tindakan saat mas sedang marah seperti, memukul, membanting ?”...... “memukul
ayah !”. “Apakah mas rian pernah melakukan tindakan lain selain memukul ayah saat
marah ? misalnya membanting piring memecahkan kaca, atau mungkin merusak
tanaman! Membanting barang! terus apakah setelah melakukan tindakan tadi
(memukul ayah dan membanting barang-barang) mas Rian merasa lega? terus apakah
setelah melakukan tindakan tadi masalah yang dialami selesai, apakah setelah
memukul ayah perasaan mas Rian terselesaikan? .” “Apakah mas Rian tau akibat dari
tindakan yang telah dilakukan di rumah? ya tangan jadi sakit, rumah berantakan terus
apalagi? dan akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa!” . “ Baik.. apakah mas rian ingin
saya ajarkan cara mengontrol kemarahan ? Mau..”.” baik, mas Rian mari kita belajar
cara mengontrol halusinasi cara pertama yaitu dengan napas dalam. Caranya Tarik
napas melalui hidung kemudian tahan selama 3-5 detik kemudian hembuskan
perlahan-laham melalui mulut. Lakukan secara berulang sampai mas Rian merasa
tenang. Ayo.. mas Rian praktik kan… baguss.. ulangi lagi,, baik…hebat mas Rian..”
3. Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaannya setelah bercakap cakap tentang perasaan saat marah dan
yang bisa dilakukan saat marah dan akibatnya ?Coba sebutkan kembali tindakan yang
bisa dilakukan saat marah! “Bagus... lagi, kalau akibatnya apa ?” “Bagaimana kalau
besok kita mulai belajar cara mengontrol halusinasi dengan cara memukul bantal
besok suster ajari, bagaimana, bersedia? Baiklah?”.“Dimana kita belajar ?
baiklah...Mas Rian ingin berapa lama kita belajar marah yang sehat? 15 menit baiklah
.sampai jumpa besok mas”.

STRATEGI PELAKSANAAN II RISIKO PRILAKU KEKERASAN


Tindakan Keperawatan SP 2 :
Latihan cara mengontrol kemarahan dengan cara fisik memukul bantal
1. Fase Orientasi :
“Selamat pagi, mas ? masih ingat nama saya ?Bagaimana perasaaan mas saat ini?
apakah ada penyabab marah yang lain dan belum diceritakan ? Seperti
kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan belajar cara mengontrol marah dengan
cara kedua yaitu dengan cara fisik memukul-mukul bantal. “Seperti kesepakatan
kemarin kita bercakap cakap di tamanya !atau mungkin mas ingin tempat lain ?.
“Mas mau berapa lama kita bercakap cakap? 15 menit, baiklah”
2. Fase Kerja : “ Baik.. jadi cara kedua mengontrol kemarahan adalah dengan cara
fisik, mas Rian bisa menyalurkan rasa marah mas dengan memukul-mukul bantal,
saat kemarahan muncul, mas Rian langsung mengambil bantal dan pukul sekuat-
kuatnya selama berkali-kali hingga kemarahan mas Rian reda.” “ Apakah mas
Rian ingin mencoba mempraktikkan? Baikk… ,mari kita lakukan..”.” baguss
sekali mas Rian, yaaa.. begitu caranya. Bagussss.. hebat sekali mas Rian sudah
bisa melakukannya dengan baik”.
3. Fase Terminasi : “Bagaimana perasaannya setelah belajar cara mengontrol
kemarahan cara kedua?’. “Coba ulangi lagi bagaimana caranya… baguuuss, hebat
sekali mas Rian sudah paham cara mengendalikan kemarah cara kedua. Baik,
kalau begitu apakah mas ingin belajar kembali cara mengontrol kemarahan cara
ketiga?”. “ Baik, bersedia ya mas,, waktunya besok bagaimana ? dimana kita akan
belajar besok ? baiklah kalau begitu, sampai jumpa besok…..”

STRATEGI PELAKSANAAN III RISIKO PRILAKU KEKERASAN


Tindakan Keperawatan SP 3 :
Mengajarkan klien cara mengontrol kemarahan dengan cara verbal
1. Fase Orientasi : “Selamat pagi, mas?” “Bagaimana perasaaan mas Rian saat ini?”
“pagi hari ini kita akan berlatih cara mengungkapkan marah yang sehat, benar kan
mas? “. “sesuai kesepakatan kemarin kita akan berlatih di ruang tamu kan, mas?”.
“berapa lama kita bercakap-cakap ?”bagaimana kalau 15 menit?”
2. Fase Kerja : “ Sekarang saya ajarkan cara menolak dan meminta dengan baik
untuk mencegah kemarahan. Jika mas ingin meminta sesuatu katakan dengan baik
dan dan gunakan nada suara yang rendah serta tidak mengandung kata kasar, jika
ada orang yang meminta tolong pada mas dan mas Rian tidak mau, maka katakan
dengan baik maaf saya tidak bisa melakukannya karena saya sedang ada kegiatan,
coba mas Rian praktikkan… baguss.. hebat, benar sekali mas Rian... “
3. Fase Terminasi : “Bagaimana perasaannya setelah berlatih cara marah yang
sehat?” “coba ulangi lagi cara meminta dan menolak dengan baik yang sudah kita
pelajari tadi!”bagus!” “bagaimana kalau besok kita belajar cara keempat?“Dimana
kita belajar marah yang sehat? O…. diruang tamu” “mau berapa
lama ?”.bagaimana kalau 15 menit saja ?” “baik sampai jumpa besok mas Rian!.”

STRATEGI PELAKSANAAN IV RISIKO PRILAKU KEKERASAN


Tindakan Keperawatan SP 4 : Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritual.
1. Fase Orientasi : “Assalamualaikum mas, sesuai dengan janji saya kemarin
sekarang saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?” “Bagaimana mas,
latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”. “Bagaimana kalau
sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah?”.
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”.
“Berapa lama mas Rian mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?
2. Fase Kerja : “Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa mas Rian lakukan!
Bagus. Baik, yang mana mau dicoba?. “Nah, kalau mas sedang marah coba mas
langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan
badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”. “Mas
Rian bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.” “Coba
mas Rian sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya (untuk yang muslim).”
3. Fase Terminasi : “Bagaimana perasaan mas rian setelah kita bercakap-cakap
tentang cara yang keempat ini?”. “Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang
kita coba Bagus”. “Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan
mas. Mau berapa kali mas sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........
(sesuai kesepakatan pasien).” “Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat
bapak lakukan bila bapak merasa marah”. “Setelah ini coba mas lakukan jadwal
sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”. “Besok kita ketemu lagi ya pak,
nanti kita bicarakan cara kelima mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh
minum obat.. Mau jam berapa mas ? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”. “Nanti
kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah mas , setuju mas ?”

STRATEGI PELAKSANAAN V RISIKO PRILAKU KEKERASAN


Tindakan Keperawatan SP 5 : Membantu klien minum obat secara teratur
1. Fase Orientasi :
“Selamat pagi, Mas Rian?” “Bagaimana perasaan mas Rian saat ini ? apakah
sudah lebih rileks?”. “Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-
cakap tentang penggunaan obat dan manfaatnya”. “Berapa jenis obat yang mas
minum tadi pagi ?”. “ya, bagus”.
2. Fase Orientasi : “Jadi begini ya mas, obat yang dimum tadi ada tiga macam, ini
obatnya saya bawakan”. “saya jelaskan satu persatu ya mas. Yang warna …ini
namanya …, gunanya …minumnya …x sehari. Efek sampingnya….”. “nah, yang
ini namanya…, cara minumnya ..., diminum … x sehari”. “gunanya untuk…,.
Efek sampingnya … “Jangan lupa kalau obat ini hampir habis segera kontrol ya!”.
3. Fase Terminasi : “Bagaimana perasaan setelah tahu tentang jenis dan manfaat
obat yang diminum mas “coba sebutkan kembali jenis obat yang sama mas, dan
ambilkan yang namanya obat.., dan seterusnya, dan sebutkan manfaatnya juga”.
Ya bagus mas rian. Mas rian hebat. “Setelah ini coba mas rian masukan jadwal
minum obat ke jadwal harian sesuai jadual yang telah kita buat tadi”. Terimakasih
mas sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu lagi.
6. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan asuhan keperawatan
oleh perawat dan klien. Petunjuk dalam implementasi (Keliat, 2009).
a. Intervensi dilakukan sesuai dengan rencana
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan
cermat dan efisien dalam situasi yang tepat.
c. Dokumentasi intervensi dan respon klien (Budi, Anna, keliat, 2009).
Dalam melaksanakan implementasi penulis menggunakan langkah-
langkah komunikasi terapeutik yang terdiri dari:
1) Fase pra interaksi
Pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien
perawat mengeksplorasi perasaan fantasi dan ketakutannya
sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan
hubungan dengan klien dapat dipertanggung jawabkan.
2) Fase perkenalan
Pada fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien, hal-hal
yang perlu dikaji adalah alasan kalian meminta pertolongan yang
akan dipengaruhi terbinanya rasa percaya antara perawat dan
klien.
3) Fase orientasi
a) Memberi salam terapeutik;
b) Mengevaluasi dan memfasilitasi data subjektif dan objektif
yang mendukung diagnosa keperawatan;
c) Membuat kontrak untuk sebuah topik disertai waktu dan
tempat dan serta mengingatkan kontrak sebelumnya.
4) Fase kerja
Pasar kerja merupakan inti hubungan perawat dan klien yang
terkait dengan pelaksanaan perencanaan yang sudah ditentukan
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai titik pada fase ini perawat
mengeksplorasi stressor yang tepat mendorong perkembangan
kesadaran diri dengan menghubungkan resepsi pikiran perasaan
dan perbuatan klien.
5) Fase terminasi
Fase terminasi merupakan fase yang amat sulit dan penting dari
hubungan intim terapeutik yang sudah terbina dan berada dalam
tingkat optimal.
a) terminasi sementara ada terminasi terakhir dari tiap pertemuan
antara perawat dan klien.
b) Terminasi akhir
(1) Mengevaluasi respon klien setelah tindakan keperawatan.
(2) Merencanakan tindak lanjut.
(3) Mengeksplorasi perasaan klien.
7. Evaluasi
Evaluasi Menurut keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi
dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan
tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah
ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan soap
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. S: respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana na
coba Bapak Sebutkan kembali cara mengontrol emosi atau jengkel.
b. O: respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah diberikan dapat diukur dengan meng observasi perilaku klien
Pada saat Anda akan dilakukan.
c. A: analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyiapkan
Apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontradiksi dengan masalah yang ada dapat pula
membandingkan hasil dengan tujuan.
d. P: perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut
perawat.

Anda mungkin juga menyukai